Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.

16, Nomor 5, September 2010

Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan


Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

Subijanto
Bagian Perencanaan Sekretariat Balitbang Kemendiknas

Abstrak: Desentralisasi pendidikan yang efektif tidak hanya melibatkan proses pemberian kewenangan
dan pendanaan yang lebih besar dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah, tetapi desentralisasi
harus menyentuh pemberian kewenangan yang lebih besar ke sekolah dalam menentukan berbagai
kebijakan, seperti organisasi dan proses belajar-mengajar, manajemen guru, struktur dan perencanaan
di tingkat sekolah, dan sumber pendanaan sekolah. Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas
mendukung dengan memberikan kewenangan otonomi pendidikan langsung kepada setiap satuan
pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah. Mutu dan relevansi pendidikan ada pada setiap proses
pentahapan pada satuan pendidikan. Komitmen Pemerintah untuk berinvestasi pada pendidikan sebagai
solusi masa depan bangsa harus segera diwujudkan melalui pengalokasian 20% APBN untuk pendidikan
di luar anggaran pendidikan kedinasan dan gaji guru. Untuk memperkuat dukungan pengembangan
pendidikan, diperlukan kemitraan yang erat antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu. Untuk meningkatkan daya saing bangsa, pendidikan
unggulan bertaraf internasional perlu dikembangkan, dimonitor, dan dievaluasi secara bertahap dan
berkesinambungan di setiap daerah dengan menekankan relevansi dengan kebutuhan, ciri khas daerah/
keunggulan lokal.

Kata kunci: desentralisasi pendidikan, mutu dan relevansi pendidikan

Abstrack: The effectiveness of decentralization is not only giving involving authority process and budget
from central government to local government but also giving authority as a whole to the school through
holistic authority in defining policy of education, such as: teaching-learning process organization,
management of teacher, structur and school planning, and school budget resources. The Act number 20
of the year 2003 about National Education System was support the authority education budget directly to
every school through school based management. The quality and relevance of education in each stage of
education had been stated. Therefore, the Government was commited to invest for education as a
solution of nation in the future that is through 20 % Fiscal National Budget for education could be
operationalized excluded government education dan salary of teacher. For empowering support
development of education the government shoud be collaboration with local government, society, and
private company in conducting the quality of education. To increase the nation of competitiveness, the
quality of education which is equal to the international standard need to be developed, to be monitor, and
to be evaluate stages by stages and continuously in every region with more emphasises on relevancy
based on demand, the characteristic of local region and prominence to local content based education.

Key words: educational decentralization, quality and relevancy of education

Pendahuluan adilan. Fakta menunjukkan bahwa meskipun


Isu manajemen strategis pendidikan dalam rangka tingkat melek huruf di Indonesia telah cukup tinggi,
meningkatkan mutu dan keunggulan daya saing namun jumlah penduduk yang telah menyelesai-
bangsa sangat diperlukan dengan pertimbangan kan pendidikan di atas sekolah dasar masih
sangat mendasar, yaitu cita-cita mulia kemerdeka- rendah. Rendahnya tingkat pendidikan bangsa
an Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan Indonesia tercermin antara lain dari Indeks Hasil
bangsa (Pembukaan UUD, 1945). Hal ini dikandung Pembangunan Manusia (Human Development
maksud agar bangsa Indonesia terbebas dari Index) tahun 2008 di mana Indonesia berada
belenggu kebodohan, kemiskinan dan ketidak- pada peringkat ke 109 dari 179 negara (nilai

532
Subijanto, Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

0,726), peringkat tersebut terendah di Asia Hal tersebut ditunjang oleh fakta yang
Tenggara (HDI update 2008 Indonesia, diakses menunjukan bahwa semenjak diundangkannya
melalui Google tanggal 20 Agustus 2010). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Lebih lanjut, laporan Mendiknas (saat itu Malik (UUSPN) Nomor 20/2003, pelaksanaan otonomi
Fajar) tanggal 31 Januari 2002 menyatakan pendidikan belum sepenuhnya sesuai dengan
bahwa tidak se mua lulusan SMP dan SMA yang diharapkan. Beberapa faktor yang menjadi
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih penyebabnya antara lain: 1) belum meratanya
tinggi. Hal ini didukung oleh data Balitbang kesiapan SDM untuk mengelola pendidikan di
Depdiknas tahun 2000 yang menyatakan bahwa daerah masing-masing; 2) keterba tasa n
88 ,4 % l ul usan SMA tidak mel anjutkan ke tersedianya pendanaan APBD; 3 ) be lum
perguruan tinggi, sedangkan 34,4 % SMP lulusan optimalnya keterlibatan masyarakat terhadap
tidak melanjutkan ke sekolah menengah. Di pendi di kan; 4) be rvariasi car a pa ndang
samping itu, sekitar 63,35 % struktur tenaga kerja masyarakat terhadap pembangunan bidang
Indo nesia be rpendidikan SD dan secara pendidikan di masing-masing daerah, dan 5)
keseluruhan kualitas sumber daya manusia (SDM) belum merata ketersediaan sarana-prasarana
masih tergolong rendah (Siswo Wiratno, 2009). pendidikan di daerah (http://pokguruonline.
Salah satu indikator bahwa kualitas SDM Idonesia pendidikan.net).
rendah tercermin pada data yang menunjukkan Dengan dilaksanakannya otonomi daerah
bahwa 78,8 % tidak tamat sekolah dasar (SD), dan desentralisasi fiskal, sektor pendidikan
10,72 % tamat SMP dan 10,69 % tamat SLTA, merupakan salah satu sektor bidang pelayanan
bahkan diasumsikan sampai saat ini kondisi dasar yang mengalami p erubahan s ecara
tersebut relatif belum ada perubahan ke arah fundamental, baik dari segi birokrasi kewenangan
yang lebih baik. penyelenggaraan pendidikan maupun dari aspek
Tingginya tingkat pengangguran tersebut pendanaannya. Di samping itu, Peratura n
menunjukkan lemahnya pengembangan sumber Pemerintah (PP) tentang Pemerintah Daerah dan
daya manusia (SDM) dan sistem pendidikan yang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah sebagai
belum mampu menghasi lkan lul us an yang acuan dalam memfasilitasi implikasi otonomi
bermutu d an pro dukt if b agi pe rt umbuha n daerah terhadap bidang pendidikan. Atas dasar
ekonomi. Relevansi pendidikan bagi dunia kerja te rs ebut, da pat disintes isikan bahwa aga r
dan masyarakat perlu mendapat perhatian yang pelaksanaan desentralisasi pendidikan dapat
serius. Hal ini disebabkan pengelolaan pendidikan dilaksanakan oleh masing-masing daerah maka
selama ini diibaratkan sebagai lokomotif yang pelaksanaannya perlu dilakukan secara bertahap
dijalankan secara birokratik dan sentralistik. dan berkesinambungan sesuai dengan kesiapan/
Menurut Unit Facilitation Development Project: kondisi masing-masing daerah.
Bi dang Oto no mi Pendidi kan, Departe me n Be rkaitan dengan uraian di atas, per-
Pendidikan Nasional (2004) memperkirakan masalahan yang dirumuskan sebagai berikut: 1)
potensi disintegrasi dalam bidang pendidikan prinsip-prinsip dan kewenangan desentralisasi
terbentuk disebabkan oleh: 1) budaya yang pendidikan serta pentahapan desentralisasi
ditimbulkan akibat sentralisasi pengelolaan seperti apa yang dapat mempengaruhi faktor-
pendidikan; 2) kesenjangan mutu yang sangat fakto r yang menentukan efektifitas penye-
tajam antar daerah/wilayah, antara desa-kota, lenggaraan pendidikan? dan 2) apa implikasi
antara kaya-miskin; 3) kondisi sumberdaya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal terhadap
pendidikan yang sangat beragam antarsegmen desentralisasi pendidikan di Indonesia dalam
masyarakat; 4) pendidikan karakter bangsa yang rangka meningkatkan mutu dan rele vansi
masih bersifat indoktrinatif sehingga belum mampu pendidikan?
menumbuhkan pluralisme dan demokrasi; 5) Tujuan penulisan artikel ini dimaksudkan
alokasi angga ran pe ndidikan yang be lum untuk mengkaji implikasi implementasi Undang-
memihak pada masyarakat “miskin”, dan 6) Undang Pemerintahan Daerah dan Undang-
kemampuan aparat dan tenaga profesional Undang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah
dae rah ma sih be ra gam dalam pe ngelolaan terhadap desentralisasi pendidikan dikaitkan
pendidikan. dengan UUSPN Nomor 20/2003 dengan mem-

533
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010

bahas: 1) pri nsip-prinsip dan kewenanga n melakukan penyesuaian terhadap UUSPN Nomor
desentralisasi pendidikan serta bagaimana proses 2/19 89 menjadi UUSPN Nomor 20/20 03.
desentralisasi dapat mempengaruhi faktor-faktor Perubahan yang cukup mendasar terhadap UU
yang akan mene nt ukan e fektifitas p enye- tersebut antara lain: 1) aspek demokratisasi dan
lenggaraan pendidikan dan 2) implikasi otonomi dese ntrali sasi pendi di kan; 2 ) peran serta
daerah dan desentralisasi fiskal terhadap tahap- masyarakat, dan 3) tantangan global.
tahap desentralisasi pendidikan di Indonesia Perubahan pengelolaan pendidikan secara
dalam rangka meningkatkan mutu dan relevansi otonom, sekurang-kurangnya diasumsikan akan
pendidikan. berdampak terhadap: a) pe rluasa n da n
pemerataan akses pendidikan; b) peningkatan
Kajian Literatur dan Pembahasan mutu dan relevansi pendidikan; c) efesiensi
Pengertian Desentralisasi keuangan; dan d) efisiensi administrasi. Oleh
Pa da hakikat nya “desentralisasi “adalah karena itu, desentralisasi pendidikan memerlukan
penye ra han ke we we na ngan pemerintaha n landasan demokrasi yang kuat, transparan, dan
Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah efis ien, serta melib atkan para p emangku
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan kepentingan (stakeholders).
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Se cara konse ptual, terdapat dua je nis
Republik Indonesia ( UU Nomor 32/ 2004, Pasal 1 desentralisasi pendidikan, yaitu: 1) desentralisasi
angka 7 Desentralisasi). Penyerahan kewe- kewenangan di bidang pendidikan dalam hal
wenangan tersebut diwujudkan dalam bentuk: 1) kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya
Dekonsentrasi, merupakan pelimpahan wewe- dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah
nang pemerinta han oleh Pemerintah Pusat (provinsi, kabupaten/kota) dan 2) desentralisasi
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/ pendi di kan de ngan fokus pada pemberia n
atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.
(UU No.32/2004 Pasal 1 angka 8) dan 2) Tugas Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama
pembant uan, merupakan penugas an dari terutama berkaitan dengan otonomi daerah dan
Pemerintah Pusat kepada daerah dan/atau desa desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dari Pusat ke daerah, sedangkan konse p
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/ desentralisasi pendidikan yang memfokuskan
kota kepada desa untuk melaksanakan tugas pada pemberian kewenangan yang lebih besar
tertentu. (UU No.32/2004 Pasal 1 angka 9). pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi
untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan
Prinsip-Prinsip Desentralisasi Pendidikan (Burki, et. al. 1999).
Desentralisasi pendidikan yang dilakukan di Tujuan dan orientasi dari desentralisasi
berbagai negara merupakan bagian dari proses pendi di kan sangat bervarias i be rdasarka n
reformasi pendidikan secara keseluruhan dan pengalaman desentralisasi pendidikan yang
tidak sekedar merupakan bagian dari proses dilakukan di beberapa negara seperti Amerika
otonomi daerah dan desentralisasi keuangan Latin, Amerika Serikat, dan Eropa. Manakala
(Burki, et. al., 1999). Lebih lanjut, desentralisasi dese ntrali sasi yang me njadi tujuan a dala h
pendidikan merupakan proses pemberian pemberian kewenangan di bidang pendidikan
kewenangan yang lebih luas di bidang kebijakan yang lebih besar kepada pemerintah daerah,
pendi di kan dan as pek pe nd anaannya dari maka fokus desentralisasi pendidikan yang
Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah dan pada dilakukan adalah pada pelimpahan kewenangan
saat yang bersamaan kewenangan yang lebih yang lebih besar kepada pemerintah daerah atau
besar diberikan pula kepada sekolah dalam kepada dewan pendidikan dan/atau komite
bentuk manajemen berbasis sekolah (MBS). sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisi
Ko nsekuensi lo gis dalam pe laksanaan pendidikan yang seperti ini merupakan target
desentralisasi berdampak pada berbagai sektor, untuk mencapai efisiensi dalam pemberdayaan
antara lain sektor pendidikan yang notabene sumber daya (tenaga, mat erial dan dana
menyangkut sistem pendidikan nasional. Oleh pendidikan berasal dari Pemerint ah da n
karena itu, Pemerintah merasa perlu untuk masyarakat).

534
Subijanto, Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

Selanjutnya, manakala yang menjadi tujuan bahwa kewenangan dalam menentukan kurikulum
desentralisasi pendidikan adalah peningkatan int i tetap berada p ada Pe me ri ntah Pus at.
kualitas proses belajar-mengajar dan kualitas dari De mi kian pula dengan kewenangan dalam
hasil proses belajar-mengajar tersebut maka melaksanakan ujian-ujian yang diberlakukan
desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada secara nasional. Hal ini berlaku secara umum di
reformasi proses belajar-mengajar. Dalam hal ini, negara-negara Amerika Latin dan tidak ter-
partisipasi orang tua dalam proses belajar- gantung pada tingkat desentralis asi dal am
mengajar dianggap merupakan salah satu faktor penyelenggaran pemerintahan dari masing-
yang menentukan. masing negara bagian. Desentralisasi pendidikan
Dari pengalaman negara-negara maju atau yang terjadi di negara-negara Amerika Latin
Organization for Economic Cooperation and merupakan bagian dari desentralisasi politik dan
Development (OECD) dan beberapa negara fiskal penyelenggaraan pemerintahan, dari sistem
Amerika Latin yang telah melakukan desentralisasi pendidikan yang sentralistik ke sistem yang
pendidikan, Patrinos, Harry A. and David L. memberikan kewe nangan l ebih be sar pa da
Ariasingam (1997) menyimpulkan bahwa di pemerintah daerah yang melibatkan partisipasi
negara-negara yang tergabung dalam OECD, masyarakat. Diharapkan, desentralisasi pen-
kewenangan-kewenangan dalam hal penentuan didikan akan mampu meningkatkan kuantitas dan
buku pelajaran, metode pembelajaran, tanggung kualitas pendidikan. Salah satu cara dalam
jawab dalam pelaksanaan rencana pengem- mempersiapkan desentralisasi pendidikan adalah
bangan sekolah cenderung berlaku di tingkat dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang
sekolah dan tidak tergantung pada tingkat mempengaruhi proses dan hasil belajar-mengajar,
desentralisasi dalam penyelenggaraan peme- khususnya dari sekolah-sekolah unggulan.
rintahan. Mohrman and Wohlstetter (1994), Creemers
Adapun tipologi komponen-komponen bidang (1994) and Darling-Hammond, (1997) seba-
pendidikan yang dapat dipertimbangkan untuk gaimana dikutip Burki, et.al., (1999) menyimpulkan
didesentralisasikan sebagaimana pada Tabel 1. bahwa sekolah unggulan memiliki karakteristik-
Hasil pengamatan desentralisasi pendidikan karakteristik: a) kepemimpinan yang kuat, b) staf
di negara-negara Amerika Latin, menunjukkan pengajar dengan kualifikasi dan komitmen tinggi,

Tabel 1. Tipologi kewenangan pendidikan yang dapat disentralisasikan

Komponen Kewenangan

Organisasi dan proses 1. Menentukan sekolah mana yang dapat diikuti peserta
belajar-mengajar didik
2. Waktu belajar di sekolah
3. Penentuan buku teks
4. Kurikulum
5. Metode pembelajaran
Manajemen guru 1. Memilih dan memberhentikan kepala sekolah
2. Memilih dan memberhentikan guru
3. Menentukan gaji guru
4. Memberikan tanggung jawab pengajaran kepada guru
5. Menentukan dan memebrikan pelatihan kepada guru
Struktur dan perencanan 1. Membuka atau menutup sekolah
2. Menentukan program yang ditawarkan sekolah
3. Definisi dari isi mata pelajaran
4. Pengawasan atas kinerja sekolah
Sumber daya 1. Program pengembangan sekolah
2. Alokasi anggaran guru dan tenaga administrasi
(personel)
3. Alokasi anggaran nonpersonel
4. Alokasi anggaran untuk pelatihan guru

Sumber: Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam Burki, et. al. (1999: 57).

535
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010

c) fokus pada proses pembelajaran, dan d) handal dan dipilih secara transparan melalui
bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapai tahapan proses pemilihan dari pencalonan sampai
(akuntabilitas publik). penetapan calon jadi dengan mengikuti berbagai
Proses desentralisasi bidang pendidikan yang penilaian (tes) khusus (talent schouting) dengan
meliputi pemberian kewenangan yang lebih besar tetap mempertimbangkan suara warga sekolah
ke pemerintah daerah dalam alokasi anggaran sebelum ditetapkan sebagai kepala sekolah.
dan perencanaan pendidikan di daerah, serta Jabatan kepala sekolah ditetapkan berdasarkan
pemberian kewenangan yang lebih besar pada kurun waktu tertentu dan dapat diperpanjang
sekolah dalam hal manajemen guru, pendanaan, sepanjang yang bersangkutan memiliki prestasi
pemilihan kepala sekolah, manajemen proses yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan
belajar-mengajar dimaksudkan untuk mening- secara transparan. Dalam menetapkan agenda
katkan kualitas dan relevansi pendidikan. kegiatan dan pendanaannya selalu berorientasi
Oleh karena itu, penyelenggaraan desen- pada kesepakatan atas dasar musyawarah dan
tralisasi pendidikan diharapkan akan muncul mufakat de ng an sel ur uh kompone n warga
sekolah-sekolah yang efktif mengacu pada prinsip sekolah.
manajemen berbasi s seko lah (MBS). Pada Profil guru, diharapkan selain mengikuti
hakikatnya, MBS merupakan bentuk kewenangan ketetapan peraturan perundang-undangan terkait
Pemerintah Pusat ke satuan pendidikan (sekolah) dengan kualifikasi pendidikan minimum, sertifikasi,
dalam mengelola program kegiatan pembelajaran dan kompetensi, guru memiliki otonomi untuk
di sekolah masing-masing melalui musyawarah merencanakan rancangan program pengajaran
seluruh kompo ne n wa rga se ko lah (kepala (RPP) sesuai dengan sarana dan prasarana yang
sekolah, guru, siswa, orangtua siswa, masya- ada dan mengembangkan kurikulum sesuai
rakat, komite sekolah dan/atau para peemangku dengan tingkat kebutuhan peserta didik. Guru
kepentingan (stakeholders) lainnya. Dengan kata secara periodik mengikuti penilaian diri (self
lain, seluruh aktvitas sekolah dilaksanakan atas evaluation) dan/atau penilaian antar teman
dasar musyawarahdan dan mufakat antara warga se jawat dan pe nilaian dari atasan (kepala
sekolah. sekolah). Di samping itu, agar guru selalu
Lebih lanjut, figur kepala sekolah diharapkan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
seseorang yang memiliki manajerial skill yang teknologi diberi hak untuk mengikuti berbagai

Tabel 2. Karakteristik sekolah yang efektif

Karakteristik sekolah Variabel desentralisasi yang akan memperkuat sekolah efektif


yang efektif
Kepemimpinan 1. Kepala sekolah dipilih oleh masyarakat dengan kriteria yang
transparan
2. Program pengembangan sekolah disusun pada tingkat lokal
3. Penggalian dana untuk melaksanakan program-program
sekolah
Guru dengan kualifikasi 1. Sekolah diberi kewenangan untuk mengubah kurikulum dan
dan komitmen yang tinggi proses pembelajaran
2. Kepala sekolah diberi kewenangan untuk mengevaluasi
guru
3. Sekolah diberi kewenangan menentukan prasarana/dana
untuk menentukan sendiri program pelatihan bagi guru
Fokus pada proses 1. Program pengembangan dan peningkatan kualitas sekolah
pembelajaran menekankan pada aspek peningkatan proses pembelajaran
2. Keterbukaan pengembangan dan peningkatan kualitas
sekolah menekankan pada aspek pembelajaran yang
dilaksanakan sekolah
Bertanggungjawab atas 1. Kepala sekolah diangkat berdasarkan masa jabatan,
keberhasilan yang dicapai perpanjangan masa jabatan tergantung pada prestasi
dalam memenuhi target peningkatan proses pembelajaran
di sekolah
Sumber: Burki, et.al (1999: 61)

536
Subijanto, Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

pelatihan profesional yang sifatnya memper- 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
baharui/menguatkan maupun meningkatkan Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan
kompetensi. Dengan kata lain, guru sebagai Pusat-Daerah dapat diasumsikan bahwa prinsip-
tenaga profes iona l se lalu komitme n dalam prinsip dan arah baru dalam pengelolaan bidang
menjalankan tugas dan kebutuhannya untuk pendidikan mengacu pada pembagia n
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan kewenangan antara Pemerintah Pusat, provinsi,
teknologi sesuai dengan kebutuhan masing- dan kabupa ten/kota, se rt a peri mbanga n
masing. Seluruh aktivitas sekolah, di samping keuangan Pusat-daerah dengan garis besarnya
berdasarkan pada program-program akademik sebagai berikut.
yang t elah ditet apkan be rsama ol eh para
pemangku kepenti ngan j ug a di agendaka n Kewenangan Pemerintah Pusat
berbagai kegiatan nonakademik (ekstra-kurikuler) Pemerintah Pusat masih memiliki beberapa
didasarkan pada minat dan bakat yang ter- kewenangan, yaitu: melaksanakan kewenangan-
bimbing. Dengan demikian, program kegiatan di kewenangan Pemerintah dalam bidang-bidang: 1)
sekoah tidak hanya menekankan pada proses, Pertahanan/Keamanan, 2) Politik Luar Negeri, 3)
namun juga produk yang berkualitas. Tabel Peradilan, 4) Fiskal/Moneter, dan 5) Agama serta
berikut menujukkan beberapa indikator karak- 6) Kewenangan bidang pemerintahan lainnya dan/
teristik sekolah eefektif (Burki, et.al (1999: 61). atau kebijakan strategis yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.. Bidang lainnya yang tetap
Sistem Sentralisasi ke Sistem Desentralisasi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah:
Pendidikan (i) Perencanaan nasional dan pengendalian
Sistem pendidikan yang berlaku sebelum otonomi pembangunan sektoral dan nasional secara
daerah bersifat sentralistis, yang dimulai dari makro ; (ii) Kebijakan d ana peri mbanga n
pemberlakuan satu kurikulum secara nasional keuangan; (iii) Kebijakan sistem administrasi
sampai dengan peranan pusat yang sangat negara dan lembaga perekonomian negara; (iv)
dominan dalam pengelolaan guru (khusus bagi Kebijakan pembinaan dan pemberdayaa n
sekolah negeri). Pusat sangat dominan dan sumberdaya manusia; (v) Kebijakan pendaya-
menentukan dalam setiap keputusan tentang gunaan teknologi tinggi dan strategis, serta
proses rekrutmen, pengangkatan, penempatan, pemanfaatan kedirgantaraan, kela utan,
pembinaan dan mutasi guru, begitu pula dari aspek pertambangan dan kehutanan/lingkungan hidup;
keuangan. Gaji guru sekolah negeri ditetapkan (vi) Ke bijakan ko nservasi; (vii) Kebijaka n
dan dibayarkan Pemerintah meskipun gaji bagi standarisasi nasional.
guru SD pengelolaannya dilaksanakan oleh
provinsi, sedangkan gaji guru SLTP dan SLTA Kewenangan Pemerintah Provinsi
langsung oleh Pemerintah Pusat melalui KPKN. Kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat
Dari segi dana di luar gaji yang dialokasikan lintas kabupaten dan kota yang menjadi tanggung
Pemerintah ke masing-masing sekolah, diberikan jawab provinsi, misalnya adalah kewenangan di
dengan cara alokasi dana dari pusat ke daerah bidang pekerjaan umum, perhubungan,
(kabupaten/kota) berdasarkan jumlah sekolah kehutanan, dan perkebunan disa mp ing
yang ada di daerah tersebut. Mekanisme alokasi kewenangan bidang pe merint ahan te rtentu
dana dilakukan dengan perhitungan sejumlah lainnya. Kewenangan bid ang pemerinta han
dana yang sama untuk setiap sekolah berdasar- tertentu lainnya mencakup: (i) Perencanaan
kan jenjang pendidikan, tanpa memperhitungkan pembangunan regional secara makro; (ii)
jumlah murid, lokasi ataupun tingkat kemakmuran Pelatihan kejuruan dan alokasi sumber daya
ekonomi da erah ter sebut. Cara se pe rti ini manusia potensial; (iii) Pelabuhan regional; (iv)
mengandung banyak kelemahan, karena tidak Lingkungan hidup; (v) Promosi dagang dan
memperhatikan sisi pemerataan (equity) dan budaya/pariwisata; (vi) Penanganan penyakit
kebutuhan dalam pengalokasian dana ke masing- menular dan hama tanaman; (vii) Perencanaan
masing sekolah (umum dan kejuruan). tata ruang provinsi.
Melalui proses desentralisasi yang diimple-
mentasikan Pemerintah melalui UU UU Nomor 32/

537
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010

Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dana untuk pemerataan antar dae ra h; b)


Mencakup semua kewenangan Pemerintahan besarnya DAU ditetapkan minimal 25% dari
selai n kewenangan Pemerintah Pusat dan pene ri maan dal am negeri APBN denga n
provinsi. Secara eksplisit dinyatakan bahwa pembagian 10% untuk Provinsi dan 90% untuk
bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan kabupaten/kota; dan c) DAU untuk suatu daerah
daerah kabupaten dan daerah kota meliputi: provinsi (kabupaten/kota) tertentu ditetapkan
pekerjaan umum, kesehatan, pe ndidikan, berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk seluruh
pertanian, perhubungan, pe rdagangan dan daerah provinsi (kabupaten/kota) yang ditetap-
industri, enanaman modal, lingkungan hidup, dan kan dalam APBN dengan porsi daerah provinsi
pertanahan. Kewenangan bidang pemerintahan (kabupaten/kota) yang bersangkutan. Porsi
tertentu lainnya mencakup: (i) Perencanaan daerah provinsi (kabupaten/kota) merupakan
pembangunan regional s ecara makro; (ii) proporsi bobot daerah provinsi (kabupaten/kota)
Pelatihan kejuruan dan alokasi sumber daya yang bersangkutan terhadap jumlah semua
manusia potensial; (iii) Pelabuhan regional; (iv) daerah pro vinsi (kab up aten/kot a) yang
Lingkungan hidup; (v) Promosi dagang dan bersangkut an. Bo bo t daerah dit etapka n
budaya/pariwisata; (vi) Penanganan penyakit berdasarkan kebutuhan wilayah otonomi daerah
menular dan hama tanaman; (vii) Perencanaan dan potensi ekonomi daerah.
tata ruang Provinsi. Berkaitan dengan pendanaan, UU No. 33/
2004 Pasal 1 angka 13 mengamanatkan bahwa
Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah perimbangan keuangan antara Pemerintah dan
Dari aspek fiskal/keuangan negara, Perimbangan pemerint ahan dae rah adal ah suatu s istem
Keuangan Pusat-Daerah menurut UU Nomor 33/ pembagian keuangan yang adil, proporsional,
2004 (UU-PKPD) mengatur pembagian keuangan demokratis, transparan, dan bertanggung jawab
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dengan dal am rangka pe ndanaan penyel enggaraa n
mempertimbangkan aspek pemerataan antar dese ntrali sasi , de ng an mempertimba ngka n
daerah, potensi, kondisi, kebutuhan obyektif potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta
dae rah se rta tata cara pengel ol aan dan besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsen-
pengawasan pelaksanaannya. Sumber-sumber trasi dan tugas pembantuan. Dengan demikian,
penerimaan daerah menurut UU-PKPD meliputi: dengan adanya dukungan pendanaan tersebut
(i) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (ii) Dana daerah diharapkan dapat melaksanakan limpahan
Perimbangan; (iii) Pinjaman Daerah; (iv) Lain-lain kewenangan dari Pemerintah sesuai dengan
pendapatan yang sah. Daerah melaksanakan kebutuhan, kondisi, dan situasi masyarakat
semua kewenangannya yang berkaitan dengan setempat, dengan tetap mengatur dan mengurus
desentralisasi dengan dibiayai dari anggaran urusan pemerintahan dalam bingkai sistem
daerah. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penerimaan daerah yang berupa PAD masih
mengacu pada UU Nomor 18/1997 tentang Pajak Implikasi Terhadap Desentralisasi Pendidikan
Daerah dan Retribusi Daerah. Dana Perimbangan Implikasi otonomi daerah terhadap desentralisasi
terdiri atas bagian daerah atas hasil Sumber Daya pendidikan sangat tergantung pada pembagian
Alam, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan kewenangan di bidang pendidikan yang akan
Hak atas Tanah dan Bangunan; Dana Alokasi Umum ditangani Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi
dan Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi Umum dan pemerintah kabupaten/kota. Mengacu pada
merupakan transfer dari pusat ke daerah dalam UU Nomor 32 /2004, maka kewenangan di sektor
bentuk block grant, dengan kriteria alokasi pendidikan yang terkait dengan: (i) perencanaan
berdasarkan pot ensi eko nomi dae rah da n nasi onal dan pengendalian pe mbanguna n
kebutuhan obyektif daerah. Penggunaan Dana sektoral dan nasional secara makro; (ii) kebijakan
Alokasi Umum diserahkan sepenuhnya pada pembinaan dan pemberdayaan SDM; (i ii)
daerah. Dana Alokasi Khusus merupakan transfer kebijakan standarisasi nasional akan ditangani
dari pusat ke daerah yang bersifat spesifik, yang pusat, lainnya akan ditangani daerah, khususnya
peruntukannya ditetapkan pusat. Dana Alokasi daerah kabupaten/kota.
Umum (DAU) didistribusikan: a) berfungsi sebagai Ace Suryadi (2004) memerinci urusan otonomi

538
Subijanto, Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

pendidikan sebagai berikut: 1) Kewenangan diperkirakan dengan menggunakan rumus DAU,


Pendidikan pada Pemerintah Pusat, meliputi: dan/atau kebutuhan yang merupakan komitmen
kebijakan nasional, standar/norma pendidikan, atau prio ri tas nasional apakah dana yang
pendidikan karakter bangsa, pengendalian dan ditransfer pusat sebagai DAU sudah mencakup
jaminan mutu pendidikan (educational quality alokasi anggaran rutin dan pembangunan untuk
control), dan pendidikan tinggi; 2) ; 2) Kewenangan sektor pendidikan? Ataupun dana yang termasuk
pendidikan pada pemerintah provinsi, meliputi: dalam transfer DAU hanya diperuntukan bagi
Pendidikan luar biasa, LPTK, pendidikan lintas pembiayaan pengeluaran- pengeluaran no n-
kabupaten, koordinasi, guru dan tenaga pendidik personnel dari sektor pendidikan. Hal-hal seperti
lainnya; dan 3) Kewenangan Pendidikan pada ini akan sangat tergantung pada keputusan untuk
Pemerintah Kabupaten/Kota, meliputi: Pendidikan tetap mempertahankan status guru sebagai PNS
dasar, pendidikan menengah koordinasi dengan Pusat atau mendesentralisasikan pengelolaan
Provinsi, PAUD, PNF kepemudaan, keolahragaan, guru kepada daerah sepenuhnya. Demikian pula
statistik pendidikan, dan pendidikan masyarakat. dengan alokasi DAK ke daerah, sektor prioritas
Nampaknya masi h be lum jelas benar apa saja yang masih diberikan DAK ke daerah,
interpretasi pelaksanaan desentralisasi di bidang kriteria pengalokasiannya dan apakah sektor
pendidikan dengan mengacu UU Nomor 32/2004 pendidikan termasuk sektor yang akan diberikan
karena belum ada standar mutu yang jelas. DAK, misalnya untuk daerah-daerah dengan
Terkait dengan status guru, apakah status guru pencapaian standar tingkat pendidikan dibawah
sebagai PNS pusat atau daerah akan sangat rata-rata nasional. Jika dana pendidikan untuk
berpengaruh pada alokasi anggaran, pembiayaan rutin (gaji guru) dan non-rutin d itrans fe r
melalui APBN atau APBD. Implikasi lain dari status sepenuhnya ke daerah melalui mekanisme DAU,
guru adalah fleksibilitas daerah dan sekolah dalam maka berapa besar yang akan dialokasikan ke
proses rekrutmen, pengangkatan, penempatan, sektor pendidikan akan tergantung pada prioritas
mutasi, pemberhentian guru, serta evaluasi atas masing-masing daerah.
kiner ja guru. Namun demikian, sekarang Prioritas alokasi dana daerah selanjutnya
kecendrungannya kembali menjadi kewenangan tergantung pada pemerintah daerah dan DPRD
daerah sekalipun pada hakikatnya pembayaran se tempat. Mengingat sektor pendidika n
gaji guru bersumber dari APBN yang didaerahkan merupakan salah satu sektor pelayanan dasar,
(APBD). Pengembangan kurikulum, kisi-kisi masih perlu adanya suatu ketentuan standar
kurkulum berbasis kompetensi menjadi tanggung- minimal pendidikan yang harus dicapai daerah,
jawab Pemerintah Pusat, sedangkan secara sehingga daerah memiliki acuan yang harus
operasional materi dapat dikembangkan oleh dicapai dalam perencanaan sektor pendidikan.
satuan pendidikan dalam bentuk Kurikulum Pertanyaan terpenting tentang arah desen-
Ti ngkat Satuan Pendi di kan (KTSP) yang tralisasi pendidikan adalah sampai seberapa jauh
dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah dan sekolah-sekolah akan diberi kewenangan yang
kebutuhan peserta didik. Dalam pengembangan lebih besar menentukan kebijakan kebijakan
kurikulum, kisi-kisi kurkulum berbasis kompetensi tentang organisasi dan proses belajar-mengajar,
menjadi tanggungjawab Pemeri nt ah Pusat, manajemen guru, struktur dan perencanaan di
sedangkan secara operasional materi dapat tingkat sekolah, dan sumber-sumber pendanaan
dikembangkan oleh satuan pendidikan yang sekolah.
dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah dan
kebutuhan peserta didik. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Mengenai alokasi dana dari pusat ke daerah, Berdasarkan UUSPN Nomor 20/2003, prinsip
sampai telah ada kejelasan tentang perumusan penye lenggaraan pendidi kan se bagaimana
alokasi DAU dan DAK ke daerah. Dana Alokasi dimaksud pada Bab III dalam Pasal 4 ayat (1),
Khusus (DAK): a) Dialokasikan dari APBN kepada ayat (3), dan ayat (6), UUSPN, antara lain
daerah tertentu untuk membantu pembiayaan menyebutkan bahwa: a) pendidikan diselenggara-
kebutuha n khusus dengan me mperhatikan kan secara demokratis dan berkeaadilan serta
tersedianya dana dalam APBN; b) Kebutuhan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak-
khusus adalah kebutuhan yang tidak dapat hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,

539
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010

dan kemajemukan bangsa (ayat 1); b) Pendidikan menciptakan pendidikan yang terstandar dan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang bermutu, 3) Peraturan Pemerintah Republik
sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna Indonesia Nomor 55/2007 tentang Pendidikan
(ayat 2), c) pendidikan diselenggarakan sebagai agama dan Pe ndidikan Keagamaan yang
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didalamnya mengatur pendidikan agama dan
didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3), pendidikan keagamaan yang diakui di Indonesia,
dan d) pendidikan diselenggarakan dengan yakni agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
memberdayakan semua komponen masyarakat Buddha, serta agama Khonghucu, sebagai wujud
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan amanat Pasal 30 ayat (2) dan Pasal 31 ayat (3)
pengendalian layanan mutu pendidikan (ayat 6). UUD 1945, 4) Peraturan Pemerintah Republik
Ayat-ayat tersebut mengamanatkan bahwa pada Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib
hakikatnya pendidikan merupakan hak setiap Belar yang mengatur pelaksanaan program wajib
warga negara, berlangsung sepanjang hayat, belajar sebagai wujud amanat Pasal 31 ayat (2)
diselenggarakan tanpa diskriminasi,terbuka dan UUD 1945, 5) Peraturan Pemerintah Republik
multi makna, serta seluruh komponen masyarakat Indo nesia No mo r 48 Tahun 2008 tentang
(stakeholders) ikut bertanggung jawab. Pendanaan Pendidikan sebagai wujud amanat
Penyele ngga ra an pendi dikan tanpa Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, 6) Undang- Undang
diskriminasi berarti pendidikan membuka peluang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
bagi siapa saja, yang berarti pula memberi Guru dan Dosen yang mengatur peningkatan mutu
peluang yang sama bagi setiap warga negara dan kesejahteraan guru dan dosen, 7) Peraturan
mengenyam pendidikan. Hal ini peserta didik Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun
memiliki otonomi memilih pendidikan yang 2008 tentang Guru yang mengatur lebih rinci
dikehendaki sesuai dengan kondisi, potensi dan tentang peningkatan mutu dan kesejahteraan
kemampuan yang dimiliki. Disisi lain, pendidikan guru; 8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
dengan sistem terbuka merupakan pendidikan Nomor 37 Tahun 2008 tentang Dosen yang
yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan mengatur lebih rinci tentang peningkatan mutu
dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan ke sejaht eraan do se n; 9 ) Peratura n
dan jalur pendidikan (multi entry-multi exit system) Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
dimana peserta didik dapat belajar sambil bekerja, 2009 te nt ang tunjangan guru besar yang
atau mengambil program-program pendidikan mengatur lebih rinci tentang peningkatan mutu
pada jenis dan jalur pendidikan yang berbeda dan kesejahteraan guru besar; 10) Peraturan
secara terpadu dan be rkelanjutan me lalui Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
pembelajaran tatap muka atau jarak jauh. 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengaraan
Pe me ri ntah Indonesia dalam mewuj udka n Pendidikan yang mengatur lebih rinci tentang
“mencerdaska n kehi dupan bangsa” telah pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
memberikan kesempatan pendidikan bagi semua Dalam hal kewenangan, kecuali pendidikan
warga negaranya untuk mengikuti atau memberi di bawah tanggungjawab Kementerian Agama
kese mp atan b agi warga ne garanya untuk (pendidikan keagaaman dan juga pendidikan
mengikuti pendidikan, baik melaui jalur pendidikan umum seperti RA, MI, MTs, MA, dan bentuk lain
formal, nonformal maupun informal sesuai dengan yang sejenis), PAUD jalur formal, pendidikan dasar
kesempatan masing-masing (Siswo Wiratno, dan pendidikan menengah menjadi tanggung
2009). jawab pemerintah kabupaten/kota, pendidikan
Berbagai peraturan perundang-undangan luar biasa (PLB) menjadi tanggung ja wa b
telah disiapkan sebagai payung hukum dalam pemerintah provinsi, sedangkan pendidikan tinggi
penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan menjadi tangujg jawab Pemerintah Pusat. Wujud
sebagai turunan UU Sistem Pendidikan Nasional, tanggung jawab masing-masing pemerintah
yaitu: 1) Undang- Undang Republik Indonesia provinsi, kabupaten/kota mengindikasikan adanya
Nomor 20 /2003 Tentang Sistem Pendidikan otonomi penyelenggaraaan pendidikan sesuai
Nasional, 2) Peraturan Pemerintah Republik dengan kewenangana masing-masing.
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Dalam hal upaya meningkatkan mutu dan
Nasi onal Pendidikan se bagai acuan dalam relevansi pendidikan di daerah perlu dibentuk

540
Subijanto, Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

lembaga p enjaminan mutu dae rah se bagai dilaksanakannya otonomi daerah dan desentrali-
kepanjangan otorisasi penjaminan mutu nasional sasi fiskal, baik dari segi birokrasi kewenangan
(pusat) yang dalam hal ini disebut dengan badan penyelenggaraan pendidikan maupun dari aspek
standarisasi nasional pendidikan provinsi (Anwar pendanaannya.
Arifin dalam anonim, 2003). Untuk mengantisipasi
dan menghadapi tantangan global yang kompetitif Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara
diperlukan penyelenggaraan satuan pendidikan Pusat dan Daerah
bertaraf internasional. Hal ini diharapkan agar Mengacu pada peraturan perundang-undangan
pada lulusan mampu bersaing secara kompetitif, yang menjadi landasan pelaksanaan desentrali-
baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Di sasi pendidikan, pada hakikatnya desentralisasi
samping it u, s ekal igus unt uk mengurangi pendi di kan te lah dilaksanakan, di mana
penumpukan peredaran finansial pendidikan di Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan
luar negeri karena semakin meningkatnya animo Nasional pusat maupun Kementerian Agama yang
siswa lulusan sekolah Indonesia yang belajar di membina pendi dikan ke agaaman tela h
luar negeri. menetapkan standar dan pedoman pelaksanaan
Secara teoretis, antara desentralisaasi dan dan juga membina pendidikan tinggi. Pemerintah
demokratisasi tidak dapat terpisahkan satu sama provinsi melaksanakan koordinasi atas penye-
lain. Secara empirik, desentralisasi dan otonomi lenggaraan pendidikan serta pengembangan
daerah tidak hanya terkait dengan persoalan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas
pembagia n ke we nangan dan keuanga n penye lenggaraan pendi di kan li ntas daera h
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, akan kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar
tetapi memiliki misi untuk mendekatkan negara dan menengah dan juga penyelenggaraan satuan
dengan masya ra katnya dan dekat dengan pendidikan bertaraf internasional. Pemerintah
pemerintah daerah manakala terjadi desentrali- kabupaten/ kota melaksanakan pendidikan dasar
sasi dan pemebrian otonomi daerah. dan menengah dan juga penge mbanga n
Mengacu pada pendapat Robert Putnam pendidikan bertaraf internasional di samping
(dalam Sutoro Eko, 2003) berpendapat bahwa pengembangan pendidikan berbasis keunggulan
desentralisasi dapat menumbuhkan partisipasi lokal.
dan tradisi kewargaan di tingkat lokal, di mana Dengan berlakunya otonomi daerah, maka
partisipasi demokrasi telah mengembangkan Pemerintah Pusat tidak lagi diperkenankan
komitmen WNI secara luas, misalnya dalam bentuk mencampuri urusan pembangunan pendidikan
kepercayaan (trust), toleranasi, kerjasama, dan daerah. Pemerintah Pusat hanya diperkenankan
so lidari tas at au kit a ke nal dengan dengan memberian rambu-rambu pelaksanaan dalam
komunit as sip il (civic community). Dalam wujud kebijakan nasional dan standar nasional
implementasi otonomi daerah di era reformasi pendidikan. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang
yang mengacu pada UU Nomor 32/2004, memiliki bersifat nasional, misalnya 3 (tiga) pilar kebijakan
sejumlah kemajuan dibandingkan dengan masa- Kemdiknas te rkait dengan perluasan akses
masa sebelumnya. pendidikan, mutu dan relevanasi, serta pencitraan
Sejalan dengan proses desentralisasi yang publik, Se lain itu, Pe me rintah Pusat juga
telah diimplementasikan Pemerintah sejak tahun menetapkan Standar Nasional Pendidikan (SNP)
2001 melalui UU Nomor 32/2004 dan UU Nomor sebagaimana diatur dalam PP Nomor 19/2005
33/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan yang didalamnya mengatur standar isi, proses,
Perimbangan Keuangan Pusat-daerah, dapat kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana
disimpulkan bahwa prinsip-prinsip dan arah baru dan prasarana pendidikan, penge lo laan,
dalam pengelolaan bidang pendidikan dengan pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Oleh
mengacu pada pembagian kewenangan antara karena itu, Pemerintah Pusat hanya berperan
Pemerintah Pusat, provinsi dan kabupaten/kota sebagai motivator, fasilitator, dan katalisator
serta perimbangan keuangan pusat daerah. dalam pembangunan pendidikan. Oleh karena
Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang otonomi pengelolaan pendidikan berada pada
yang termasuk bidang pelayanan dasar yang tingkat sekolah, maka Pemerintah diharapkan
mengalami perubahan secara mendasar dengan mampu dan mau memberi pelayanan prima dan

541
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010

utama dalam mendukung proses pendidikan Mut u dan relevansi pe nd idikan dasar,
secara efektif dan efisien. menengah dan tinggi masih sangat rendah
Dalam rangka otonomi daer ah, se pe rti sehingga belum mampu mengaktualisasikan
diamanatkan dalam UUSPN Pasal 50 ayat (3), ayat potensi sumberdaya manusia Indonesia secara
(4), dan ayat (5) Pemerintah, pemerintah provinsi optimal. Beban kurikulum selama ini sangat berat
maupun pemerintah kabupaten/kota mengelola dan cenderung tidak memberi layanan bagi
pendi di kan da sar da n mene ng ah dengan pese rta didik yang berdiver sifikasi tingkat
pengaturan kewenangan sebagai berikut: 1) kemampuan. Ker agaman budaya dan lata r
Pe me ri ntah d an/a tau pe me rintah daerah belakang masyarakat di Indonesia belum menjadi
menyelen-garakan sekurang-kurangnya satu bagian yang memberdayakan dan menginspirasi
satuan pendidikan pada se mua je njang proses pendidikan. Sebaliknya, yang muncul pada
pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan masyarakat j ustru ke me rosotan nila i-nilai
pendidikan yang be rtaraf internasional; 2) perjuangan, wawasan kebangsaan, moral, dan
Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi kesantunan, serta meningkatnya keresahan,
atas penyelenggaraan pendidikan, pengembang- ketegangan dan kekerasan pada masyarakat.
an tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas Kesenjangan akses untuk memperoleh pendidikan
penye lenggara an pendi di kan li ntas daera h bermutu terjadi baik secara regional maupun
kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar secara stratifikasi ekonomi. Oleh karena itu, untuk
dan menengah; dan 3) Pemerintah kabupaten/ sampai pada kemampuan mengelola penyeleng-
kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan garaan pendi di kan pada s etiap satuannya
menenga h, serta s atuan pe ndidikan yang diperlukan program yang sistematis dengan
berbasis keunggulan lokal. Selanjutnya, untuk melakukan penguat an kapas itas (Capac ity
pendidikan tinggi, Pasal 50 ayat (6) mengamanat- Building) tahapan-tahapan yang berkesinambung-
kan bahwa perguruan ti nggi menentukan an dan terukur. Pentahapan ini diimplementasikan
kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pada satuan pendidikan dal am rangka
pendidikan di lembaganya. peningkatan mutu pendidikan melalui usaha untuk
mencapai SPM dengan memberikan subsidi dan
Pentahapan Desentraliasi Pendidikan Pada empowerment (seperti Gambar. 1) berikut.
Satuan Pendidikan Masing-masing tahapan memiliki ciri-ciri
Desentralisasi pendidikan yang efektif tidak hanya kesetaraan untuk meningkatkan satu kelompok
melibatkan proses pemberian kewenangan dan satuan pendidikan. Pada tahap pra-formal,
pendanaan yang lebih besar dari pusat ke daerah, satuan-satuan pendidikan yang belum memiliki
tetapi juga meliputi pemberian kewenangan yang standar teknis yang meliputi sumber-sumber
lebih besar ke sekolah-sekolah setelah ditetapkan pendidikan seperti, guru, prasarana dan sarana
standar pelayanan minimal oleh pemerintah pendidikan dan lain sebagainya secara memadai
pusat, sehingga mereka dapat merencanakan untuk mencapai pelayanan pendidikan secara
proses belajar-mengajar dan pengembangan minimal. Oleh karena itu, pada tahap ini perlu
sekolah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dipenuhi fasilitas minimal pendidikannya terlebih
masing-masing sekolah. dahulu agar dapat dinaikkan pada tahapan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang berikutnya, yaitu tahap formalitas. Pada tahap
pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan formal, satuan pendidikan yang telah memiliki
pendidikan yang diselenggarakan daerah. Dalam sumber-sumber pendidikan yang memadai secara
bentuk pelayanan dasar kepada masyarakat minimal, berarti sudah memenuhi standar teknis,
sebagai fungsi Pemerintah dalam memenuhi dan maka dalam membangun kapasitasnya dilakukan
mengurus kebutuhan dasar masyarakat untuk melalui peningkatan kemampuan administratur
meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. SPM (kepala se ko lah dan guru-guru, karya wa n,
diatur pada tingkatan dan satuan pendidikan yaitu instruktur dan tutor) agar dapat melakukan
pendidikan dasar, menengah, kejuruan dan manajemen pendidikan secara efisien, menye-
pendidikan tinggi (SK Mendiknas No. 129a dan No. lenggarakan proses belajar-mengajar secara
135/U/2004) Tentang Standar Pelayanan Minimal kreatif, inovatif dan responsif. Tahapan ini sangat
(SPM) Bidang Pendidikan. krusial dan dituntut berhasil dalam rangka

542
Subijanto, Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

PENTAHAPAN DESENTRALISASI
PADA SATUAN PENDIDIKAN
Tanggung jawab pemerintah ( Fasilitator ) Tanggung jawab
( Pusat , Prop, Kab /Kota) Satuan Pend .

Belum Mutu smbdaya


memenuhi Sumberdaya SUBSIDI
pendidikan
Persyaratan pendidikan diperhitungkan ,
formal, terpenuhi , sprti : - Mutu Guru PEMBERDAYAAN
sebagai Jml Guru, Buku , - Mgt efisien
satuan Sardik , Lab, - Pndayagunaan
pendidikan Perpust . dsb . Sardik
Indikator Standar
Teknis SPM

Pra - Formal Formal Transisional Otonom

Sumber: UFDP Mendiknas 2004


Gambar 1. Pentahapan Penguatan Kapasitas Desentralisasi Pendidikan
Pada Satuan Pendidikan

meningkatkan perkembangannya pada tahap diatas SPM sekolah (yaitu Standar Kompetensi
trnasisi pendidikan. Pada tahap transisional ini Minimum) dan akan bertanggung jawab kepada
diukur dangan menggunakan standar pelayanan klien dan stakeholder pendidikan yang terlibat.
minimum t ingkat sekolah, terutama yang Para pemangku kepentingan (stakeholders)
menyangkut ukuran-ukuran output pendidikan mempunyai keharusan memperbaiki pendidikan di
seperti tingkat penurunan put us sekolah, Indonesia. Perbaikan pendidikan membutuhkan
penurunan p engulangan kel as, tingkat komitmen dan kesungguhan pemerintah dan
kemampuan para siswa, tingkat kelulusan, serta masyarakat. Dalam hal ini, komitmen pemerintah
tingkat melanjutkan sekolah pada tingkat yang dalam pengembangan pendidikan masih jauh dari
lebih tinggi. Satuan pendidikan yang sudah harapan. Salah satu buktinya adalah alokasi
mencapai perkembangan ini adalah yang sudah anggaran be lanja negara untuk mendanai
mampu membe ri ka n pe layanan minimal pendidikan masih di bawah 4%, sementara
pendidikan yang bermutu, sperti kemampuan amandemen UUD 45 mengamanatkan alokasi
memberdayakan sumber-suberdya pendidikan sebesar 20% dari APBN. Jika tidak dilakukan
secara optimal, meningkatkan kreatifitas guru, usaha-usaha peningkatan pendidikan, maka cita-
pendayagunaan perpustakaan sekolah secara cita masyarakat dunia untuk mencapai education
optimal, kemampuan untuk menambah anggaran for all yang dicanangkan dalam World Education
dan fasilitas pendidikan dari sumber masyarakat Forum (Konvensi Dakkar, 2000) diperkirakan baru
dan kemampuan yang telah terakumulasi ini akan tercapai 25 tahun mendatang.
se lanjutnya akan dinai kkan p ada tahap Keberhasilan pembangunan yang berke-
pendidikan yang otonom. Pada tahap Otonom, lanjutan terletak pada kualitas sumberdaya
ditandai dengan satuan-satuan pendidikan yang manusia yang unggul. Oleh karena itu, pem-
telah mencapai tahap perkembangan diatas, yang bangunan manusia harus merupakan ujung
merupakan tahap pencapaian capacity building tombak strategi pembangunan berkelanjutan.
menuju profesionalisasi satuan pendidikan menuju Mengingat kunci pembangunan manusia adalah
pelayanan pendidikan yang bermutu. Maka pendidikan, maka pemerintah harus menempat-
jelaslah bagi kita bahwa pada tahap pendidikan kan pendidikan sebagai suatu keharusan investasi
yang sudah ot onom maka se tiap satuan jangka panjang. Si stem pendidikan pe rl u
pendidikan sudah mampu memberikan pelayanan dikembang ka n agar dapat mencerdaska n

543
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010

kehidupan bangsa dan mengembangkan jatidiri, secara optimal yang tidak hanya bisa diukur
nilai luhur serta budaya bangsa yang produktif. dengan hasil UAN tapi juga output pendidikan
Proses pendidikan perlu dikelola secara sungguh- secara praktis dan akademis dan profesional.
sungguh agar generasi muda lebih bertaqwa, Artinya, relevansi mutu, seberapa jauh hasil-hasil
berbudi pekerti luhur, bermartabat, cerdas, ulet, pendidikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
mandiri, demokratis, berkearifan lokal, dan masayarakat dalam berbagai bidang misalnya,
berwawasan global sehingga mampu berperan penghasilan lul usan, keterampilan lulusa n,
positif bagi peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan eko nomi, pengurangan pe-
keunggulan bangsa. ngangguran dan sebagainya bila ingin melihat
Apabila anggaran pendidikan yang diusulkan mutu pendi di kan dari fungs i pe rt umbuha n
telah terpenuhi baru bisa dirasakan dampak ekonomi.
kete rkaita n ta ha pan-tahapan dese ntrali asi Beberapa indikator utama peningkatan mutu
pendidikan, walaupun standar minimum yang pendidikan yang dapat dipantau melalui Standar
diharapkan selama ini masih belum sepenuhnya Teknis dan Standar Minimum antara lain sebagai
mengakomodasi kebut uhan-kebut uhan stake- berikut: 1) Angka Partisipasi Murni anak Usia
holder dalam bentuk 3P yang membedakan antara sekolah yang terserap pada satuan pendidikan;
pelayanan dengan produk barang yaitu psycal 2) peningkatan prosentase lulusan terhadap
evidence, people dan process dalam salinan surat jumlah murid tingkat akhir yang mengikuti ujian;
keputusan namun semuanya itu tergantung pada 3) pendayagunaan sarana dan prasarana belajar
kebijakan yang akan datang bisa menunjukkan yang lebih optimal di sekolah-sekolah (seperti,
dan menggambarkan proses pendidikaan yang buku pelajaran, perpustakaan, alat pelajaran,
bagaimana cocok untuk kondisi Indonesia dalam media pendidikan, pendayagunaan lingkungan
rangka efektifitas dan efesiensi pencapaian mutu sebagai sumber belajar; 4) peningkatan kualitas
pendidikan yang diharapkan. guru yang diukur dari rerata tingkat pendidikan
Pendidikan tinggi harus diarahkan untuk guru dan jumlah penataran yang diikuti; dan 5)
meningkatkan daya kerja sehingga mampu presentase sis wa p endidikan pra se ko la h
menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni terhadap jumlah penduduk usia pra sekolah (SK
dan budaya untuk kemandirian bangsa. Mendiknas No. 129a atau No. 135/U/2004)
Pengembangan unggulan diarahkan pada bidang- Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
bidang yang rel evan terhadap kepent ingan Pendidikan).
masyarakat dan bangsa, khususnya yang dapat
memberikan nilai tambah pada hasil sumberdaya Strategik Manajemen untuk Standar Kualitas
alam secara berkelanjutan serta mengurangi Pendidikan Masa Depan
ketergantungan pada pihak luar. Di sisi lain, Dengan munculnya kebutuhan akan pendekatan
pemerintah harus mengembangkan sistem yang manajemen pendidikan yang melihat-keluar
dapat menja mi n ke setaraan aks es pada (outward-looking). Sifat melihat-keluar ini diberi
pendidikan yang berkualitas. Lapangan kerja yang tempat yang luas pada era pendekatan kualitatif-
terus berubah serta globalisasi mengharuskan humanistik yang bertujuan untuk memanusiakan
penyelenggaraan sistem pendidikan yang mampu manusia. Meningkatnya kompetensi mutu yang
mewujudkan masyarakat belajar sepanjang hayat dimiliki oleh sekolah dan masyarakat berjalan
(life-long learning). bersamaan dengan meningkatnya intensitas
Dari uraian diatas, disimpulkan bahwa bila kapasitas dan persaingan. Keberha sila n
dikaji lebih dalam kaitan SPM dengan mutu dan Pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan sangat
relevansi pendidikan maka keberhasilan indikator ditentukan oleh kemampuannya untuk menjadikan
SPM untuk menciptakan mutu pendidikan yang sumberdaya pendidikan atau pe layana n
berkual itas t idak t erlepas dari pro ses pendidikan yang dihasilkan menjadi pilihan siswa,
pembelajar an manajemen berbas is sekolah se ko lah dan masyarkat, di tengah-tenga h
melalui dewan pendidikan dan komite sekolah. perke mbanga n dan pe rubahan teknol ogi
Mut u dapa t diukur dari kete rpaduan informasi yang terjadi saat ini.
seberapa efektif pengelolaan sistem pendidikan Hal inilah merupakan salah satu alasan utama
yang memberikan efek terhadap prestasi belajar masuknya konsep strategi dalam pemikiran

544
Subijanto, Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

manajemen pendidikan untuk pemberdayaan dimenangkan atas dasar melakukan sesuatu lebih
(empowe rment) dan membangun kapasitas baik (do better) tetapi atas dasar melakukan yang
(capacity building). Isu strategik dalam manajemen berbeda (do differently). Dari sini timbulah
pendidikan hampir sama dengan st rate gi k tuntutan yang makin kuat untuk berinovasi
manajerial pada umumnya mencakup seperti khususnya dalam bidang pendidikan.
penentuan visi dan misi organisasi, identifikasi Suatu organisasi atau institusi pendidikan
pel uang, mengantisi pa si anc aman, me nilai dituntut untuk lebih sering melakukan pembaruan
kekuatan, menilai kelemahan, penentuan lingkup (management change). Pembaruan kurikulum,
bidang usaha, pemilihan dan p embentukan pembaruan jasa pelayanan, pembaruan sistem,
keunggulan bersaing, membangun s inergi, pembaruan cara pendekatan, pembaruan cara
menentukan cara-cara tumbuh atau berkembang, berpikir atau pembaruan paradigma. Ini berarti
membangun kemitraan dan tanggung jawab sebuah institusi pendidikan mendapat tekanan
sosial sebuah institusi pendidikan. yang lebih besar untuk melakukan kreasi atau
Keaneka-ragaman juga meningkat dengan inovasi secara terus-menerus kalau institusi
cepat seperti keaneka-ragaman produk, jasa, pendidikan itu ingin tetap hidup dan berkembang.
wilayah operasi, keaneka-ragaman latar belakang Inovasi yang di masa lalu merupakan kegiatan
sosio -kultural orang-orang yang bekerja, yang sifatnya sporadik atau periodik, sekarang
keaneka-ragaman teknologi, keanekaragaman menjadi kegitatan berkesinambungan. Ini menjadi
so sio-kultural wilayah o perasi, me mbawa salah satu pemicu tumbuhnya kebutuhan baru
tantangan baru dalam manajemen pendidikan. yaitu manajemen inovasi. Inovasi tidak lagi dapat
Pakar dan praktisi manajemen pendidikan mencari dibiarkan berlangsung secara acak. Maka dalam
cara untuk dapat melihat unsur-unsur yang hal ini institusi pendidikan, dewan pendidikan dan/
beraneka ragam ini sebagai sebuah kesatuan atau komite sekolah harus berjalan secara
yang utuh atau mencari cara untuk melihat hal- kooperatif apa lagi dalam mengimplemtasikan
hal yang dapa t me nyatukan hal-hal yang otonomi pendidikan melalui Manajemen Berbasis
berane ka-r agam ini tanpa terje bak dalam Sekolah (MBS) khususnya pada pendidikan dasar
keseragaman sebagaimana yang diutarakan oleh dan menengah serta otonomi perguruan tinggi.
Engkoswara Ketua Umum FORMOPPI pada Usaha untuk me ncari pe ndekat an a tau
se rasehan Pe ngembangan Karakt er Bangsa pengembangan konsep baru dalam manajemen
Berbudaya (2002, 2004a, dan 2004b). pendidikan juga sangat dipengaruhi o le h
Inilah salah satu alasan yang menyebabkan cepatnya perkembangan pengetahuan dari segi
para ahli manajemen pendidikan di lingkungan kehidupan. Dewasa ini pengetahuan menjadi
LPTK (IKIP) memasukkan konsep atau cara sumberdaya i ns titusi yang utama untuk
berpikir sistematis dalam pembuatan keputusan menciptakan tata nilai. Sampai dengan tahun
pendidikan. Pada awalnya konsep sistem yang 1950, modal berarti uang tunai. Para praktisi dan
dipakai adalah sistem yang sifatnya mekanistik pakar manajemen menyaksikan peran yang
yang menjadi basis dari pendekatan rasional- sangat besar dari modal yang bersifat maya
saintifik. Namun, kemudian para pemikir dalam (virtual) dalam menciptakan kesejahteraan. Modal
manajemen pendidikan merasa perlu memasuk- maya ini mencakup modal intelektual, modal sosial,
kan sistem yang unsur-unsurnya ‘lunak’ yaitu dan kredibilitas atau modal lunak.
sistem nilai. Dalam l ingkungan yang sangat ce pat
Sistem atau tata-nilai inilah yang menjadi inti berubah, mo dal maya i ni pun mengalami
dari konsep budaya organisasi pada era sekarang. keusangan, sebab it u perlu terus-mene rus
Keaneka-ragaman juga memunculkan tuntutan diperbarui. Proses pembaruan ini dilakukan melalui
baru, yaitu tuntutan untuk menunjukkan keunikan. pro ses be lajar dan pe mbel ajaran. Namun
Agar bisa menjadi pilihan, produk atau jasa atau demikian, belajar dalam era perkembangan
karakter suatu institusi pendidikan dituntut untuk pengetahuan seperti sekarang ini sangatlah
menunjukkan perbedaannya atau keunikannya berbeda dengan belajar setengah abad yang lalu.
yang dapat memberi nilai-lebih di mata masyarakat Anggota-anggota atau warga suatu institusi
se bagai pe langgan atau pihak-pihak yang pendidikan dituntut untuk dapat belajar bersama-
berkepentingan. Persaingan tid ak bi sa l agi sama dengan cepat, dengan mudah, dengan

545
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010

gembira, kapan pun dan dimana saja. Hal ini yang visi dan nilai-nilai bersama ini pengendalian-diri
menjadi salah s atu pendorong dari ber- dan pengararahan-diri menjadi e kspresi
kembangnya konsep organisasi belajar (learning kebebasan yang bertanggung jawab.
organisation). Demikian juga pengetahuan yang Pekerja-berpengetahuan yang belajar punya
melekat pada suatu institusi pendidikan perlu kecenderungan yang lebih besar untuk
diperbar ui , diuji, dimutahirkan, dialihkan, memandang pekerjaan yang mereka lakukan tidak
diakumulasikan, agar tetap mempunyai nilai. Hal hanya sekedar sebagai kegiatan untuk mencari
ini menyeb abkan para prakt isi dan pakar makan tetapi s ebagai kesempatan untuk
manajemen mencari pendekatan untuk mengelola melakukan sesuatu yang mulia, yang penting
pengetahuan yang sekarang dikenal dengan dalam hidup ini, yang bermakna. Mereka mencoba
manajemen-pengetahuan. mencari atau menemukan tujuan-tujuan yang
Di samping perubahan-perubahan yang lebih besar dan lebih luhur dalam melakukan
terjadi di luar organisasi pendidikan yang telah tugasnya dan ingin melihat dan merasakan hasil
diuraikan di atas, perkembangan cara pendekatan kerja mereka memberi sumbangan bagi kemajuan
dalam bidang manajemen pendidikan juga dipicu dan kes ejahteraan mas yarakat luas ata u
oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam kemanusiaan, tidak hanya bagi kemajuan dirinya
organisai. Di sini akan digaris bawahi perubahan dan organisasi tempat dia bekerja.
yang berkaitan dengan karakteristik pekerjaan Bagi mereka suatu institusi tidak boleh
dan orang-orang yang bekerja dalam organisasi sekedar menjadi tempat dan kumpulan aktivitas
pendi di kan ba ik tenag a pe ndidik maupun transaksi formal antara orang-orang yang bekerja
pengelola pendidikan yaitu timbulnya kelompok di dalamnya dengan pemilik atau orang-orang
besar pe ke rja-be rpengetahuan (knowle dge yang mengelolanya, tidak peduli apakah yang
worker), orang-orang yang bekerja menginginkan drperjual beli kan it u te naga, barang ata u
self-control daripada dikendalikan orang lain, dan pengetahuan. Suatu survai terhadap para lulusan
bekerja tidak hanya untuk mencari nafkah namun perguruan tinggi di Amerika menunjukkan bahwa
untuk melakukan sesuatu perwujudan keindahan, uang bukanlah faktor utama dalam tingkat
ilmu, iman, amaliah yang bermakna (Engkoswara, komitmen terhadap pekerjaan. Faktor-faktor yang
2004a). lebih penting adalah pendidikan untuk kerja
Lebih jauh lagi, perubahan lingkungan yang dimasa depan dan pemberian tugas-tugas yang
sangat cepat menuntut penyesuaian yang lebih memberikan tantangan serta berkolaborasi
sering pada materi pengajaran, silabus, cara kerja, dengan teman kerja secara sinergi.
jenis pekerjaan dan kompetensi yang diperlukan.
Hal ini telah menyebabkan orang-orang yang Simpulan dan Saran
bekerja harus siap menghadapi pekerjaan- Simpulan
pekerjaan baru yang sama sekali berbeda dengan Pelaksanaan otonomi daerah dan perimbangan
pekerjaan sebelumnya. keuangan pusat-daerah yang telah diimplemen-
Berbeda dengan pekerja terdahulu yang tasikan sejak tahun 2001 merupakan momentum
tingkat pendidikannya relatif lebih rendah yang yang sangat te pat untuk mere fo rmasi
menerima begitu saja dirinya dikendalikan orang penyelenggaraan pendidikan dari aspek birokrasi,
lain, pekerja-berpengetahuan menginginkan pendanaan, dan manaje me n pe ndidikan.
kendali yang lebih besar ditangannya sendiri. Desentralisasi pendidikan yang efektif tidak hanya
Mereka lebih menyukai lingkungan kerja dan melibatkan proses pemberian kewenangan dan
pekerjaan yang memberikan mereka kebebasan pendanaan yang lebih besar dari pemerintah
yang lebih besar dalam mengendalikan atau pusat ke pemerintah daerah, tetapi desentralisasi
mengarahkan apa yang mereka lakukan. Di masa juga harus menyentuh pemberian kewenangan
lalu, pengendalian dilakukan dengan memper- yang lebih besar ke sekolah-sekolah dalam
banyak hirakhi dan peraturan. Sekarang, untuk menentukan kebijakan-kebijakan: organisasi dan
memberi ruang ya ng lebih l uas untuk proses belajar-mengajar, manajemen guru,
pengendalian-diri dan pengarahan-diri, institusi struktur dan perencanaan di tingkat sekolah, dan
pendidikan perlu memperjelas dan membangun sumber-sumber pendanaan sekolah. Hal tersebut
visi dan nilai-nilai bersama. Dengan mengacu pada didukung oleh Undang-Undang Nomor 20/2003

546
Subijanto, Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

tentang Sisdiknas yang dengan tegas memberi dan dunia industri) dalam menyelenggarakan
kewenangan otonomi pe ndidikan langs ung program-program pendidikan seperti berikut.
kepada setiap satuan pendidikan me lalui Pertama, menetapkan pembangunan manusia
manajemen berbasis sekolah (MBS). melalui pendidikan sebagai strategi pembangunan
Mutu atau kualitas dan relevansi pendidikan jangka panjang dengan sasaran pokok pada: (a)
ada pada setiap proses pentahapan di satuan menjadikan pembangunan manusia sebagai ujung
pendidikan. Ko mitmen Pemerintah untuk to mb ak pembangunan berkelanjutan, (b)
berinvestasi pada pendidikan sebagai solusi masa menjadikan pendidikan sebagai kunci utama
depan bangs a harus se gera diwuj udkan pembangunan manusia, (c) menuntaskan wajib
sepenuhnya melalui pengalokasian 20% APBN belajar nasional (Wajarnas) 9 tahun dan 12
untuk pendidikan di luar anggaran pendidikan tahun, (d) meningkatkan komitmen Pemerintah
kedinasan dan gaji guru. Untuk lebih memperkuat untuk berinvestasi pada pendidikan sebagai solusi
dukungan pengembangan pendidikan, sangat masa depan bangsa, dengan segera mewujudkan
diperl ukan kemitra an yang erat antara komitmen anggaran 20% APBN untuk pendidikan,
Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta di luar anggaran pendidikan kedinasan dan gaji
dal am menye lenggaraka n pendidikan yang guru/PNS. Kedua, meningkatkan sumberdaya
bermutu. Akses dan ekuitas pada pendidikan yang pendidikan untuk: a) meningkatkan mutu pendidik
berkualitas, terutama pendidikan dasar dan dan tenaga kependidikan melalui peningkatan
menengah, harus terus ditingkatkan. Untuk kompetensi, sikap-mental, dan etika profesi; b)
meningkat kan da ya s aing bangsa, maka meningkatkan mutu dan kompetensi guru serta
pendidikan unggulan bertaraf internasional perlu mutu pendidikan guru; dan c) meningkatkan
dikembangkan, dimonitor, dan dievaluasi secara sarana-prasarana pendidikan. Ketiga, meningkat-
bertahap dan berkesinambungan di setiap daerah kan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
dengan me nekankan r elevansi dengan pendidikan dengan be ro rientasi pada: a)
kebutuhan, ciri khas daerah/keunggulan lokal meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap
serta dapat menampung putra daerah dengan pendidikan bermutu dan mengubah orientasi gelar
berbagai tingkatan ekonomi (sosial ekonomi menjadi o rientasi kompete nsi, kec akapan,
status). kecerdasan dan keluhuran budi; b) meningkatkan
Beberapa Bab dan Pasal yang termaktub apresiasi pada guru dan tenaga pendidik; dan c)
dalam UUSPN mendapat amanah otonomi dalam melakukan jejaring kerja dan sinergi dengan
penyelenggaraan pendidikan, yaitu: 1) Bab III sekolah kejuruan dalam upaya sinkronisasi
Pasal 4 tentang Prinsip-prinsip penyelenggaran penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja;
pendidikan, 2) Bab IV dan Pasal 10 dan Pasal 11 Keempat, mengembangkan ilmu pengetahuan,
tentang Hak dan kewajiban Pemerintah dan teknologi, seni dan budaya yang membumi dan
pemerintah daerah, 3) Bab IV Pasal 50 tentang menjawab kebut uhan mas yarakat me lalui
Pengelolaan pendidikan, khususnya pengelolaan pendekatan yang memanfaatkan kearifan lokal
satuan pendidika n da sar dan menengah, dan berwawasan global. Kelima, meningkatkan
pendidikan bertaraf internacional dan pendidikan kesejahteraan dan penghargaan kepada tenaga
berbasis keunggulan local, maupun pengelolaan pendidik melalui pendekatan berbasis kinerja.
pada perguruan tinggi, dan 4) Bab XV tentang Keenam, meningkatkan kualitas dan efektivitas
Pe ran sert a ma syarakat dal am pendidikan manajemen pendi dikan me lalui ot onomi
(pemberdayaan masyarakat), khususnya terkait penyelenggaraan pendidikan dengan menempat-
dengan penyelenggaraan pendidikan berbasis kan Pemerintah sebagai fasilitator, motivator dan
masyarakat dan peran serta dewan pendidikan pemberdaya. Ketujuh, meningkatkan kualitas dan
dan komite sekolah/madrasah dalam peningkatan relevansi pendidikan: a) meningkatkan mutu dan
mutu pelayanan pendidikan. relevansi pendidikan; b) menciptakan sistem
pembelajaran yang menyenangkan, kreatif,
Saran inovatif, mencerdaskan dan membebaskan; c)
Mengacu pada simpulan maka disarankan agar mengembangkan sekolah kejuruan da n
Pemerintah Pusat bersinergi dengan pemerintah community college yang sesuai dengan potensi
daerah dan masyarakat (termasuk dunia usaha sumberdaya daerah; d) mengembangkan lembaga

547
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 5, September 2010

pendidikan unggulan bertaraf internasional dan pendidikan, (iii) kualitas/mutu dan relevansi
keunggulan lokal di daerah; e) mengembangkan layanan pendidikan, (iv) kesetaraan dalam
pendidikan karakter bangsa berdasarkan pada mempero leh layanan pe ndidikan, dan (v)
martaba t dan ko mitmen pada nilai-nilai kepastian/keterjaminan memperoleh layanan
kebangsaan; f) membangun insan yang tekun, pendi di kan. Kesebelas, mengemba ngka n
teliti, dan optimis. Kedelapan, meningkatkan perguruan tinggi yang berkualitas dan mandiri
akse s dan equita s me mperoleh pendidika n dengan berorie ntasi pada: a) menjadika n
berkual itas serta mengurangi ke senjangan perguruan tinggi sebagai kekuatan moral dan
terutama pada pendidikan dasar dan menengah. sumber pemikiran solusi permasalahan bangsa;
Kesembilan, mengembangkan sinergitas peran b) mengembangkan otonomi perguruan tinggi dan
masyarakat dengan mewujudkan kemitraan yang mendorong kualitas dan relevansi pendidikan,
erat antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
swasta dalam menyelenggarakan pendidikan c) mengembangkan sistem pendanaan pendidikan
yang bermutu. Kesepuluh, melaksanakan layanan tinggi ber ba sis kinerja dan be rkeadil an/
pendidikan dengan mengacu pada misi 5 K, yaitu keberpihakkan; serta d) menjadikan perguruan
meningkat kan: (i) ket erse di aan layanan tinggi sebagai agen pembaharuan melalui hasail-
pendidikan, (ii) keterjangkauan layanan hasil research unggulan.

Pustaka Acuan
Anonim, Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun
2003, Bidang Dikbud, KBRI Tokyo.
Ace Suryadi, dan Dasim B., 2004, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. PT
Genesindo, Bandung.
Burki, Shahid J., Guillermo E. Perry and William R. Dillinger, 1999, Beyond the Center: Decentralizing the
State, The World Bank, Washington, D.C.
Departemen Pendidikan Nasional, 2004, Unit Facilitation Development Project: Bidang Otonomi
Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Depdiknas, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen
Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan, Depdiknas, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Depdiknas, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun
2008 Tentang Wajib Belar, Depdiknas, Jakarta,
Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
2008 Tentang Pendanaan, Depdiknas, Jakarta,
Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun
2008 Tentang Guru.
Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2008 Tentang Dosen.
Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2009 Tentang Tunjangan Guru Besar.
Kementerian Pendidikan Nasional, 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Engkoswara, 2004a. Iman Ilmu Amaliah Indah”: Upaya mencegah kerusuhan, korupsi dan
disintegrasi bangsa serta bekal manusia hidup di dunia dan di akhirat. Penerbit Yayasan Amal
Keluarga, Bandung.
Engkoswara, 2004b. Menuju Indonesia Modern 2020. Penerbit Yayasan Amal Keluarga, Bandung.

548
Subijanto, Prinsip-Prinsip dan Efektivitas Desentralisasi Pendidikan Dalam Rangka Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan

Engkoswara, 2002. Lembaga Pendidikan sebagai Pusat Kebudayaan”: Hidup harmoni di keluarga,
sekolah dan masyarakat. Penerbit Yayasan Amal Keluarga, Bandung
http://pokguruonline. pendidikan.net. diakses pada tanggal 17 Agustus 2010
Konvensi Dakkar, 2000.
Malik Fajar, 2001, Laporan Menteri Pendidikan Nasional pada Rapat Koordinasi Bidang Kesra Tingkat
Menteri, Depdiknas, Jakarta
Patrinos, Harry A. and David L. Ariasingam, 1997, Decentralization of Education: Demand-Side Financing,
The World Bank: Directions in Development, Washington, D.C.
Siswo Wiratno, 2009, Kajian Tanggungjawab Negara dalam Mewujudkan Pendidikan Bermutu , Jurnal
Pendidikan, Balitbang- Depdiknas, Jakarta.
Siswo Wiratno, 2009. Kajian Proporsi Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
Menyongsong Era Globalisasi, Jurnal Pendidikan, Balitbang- Depdiknas, Jakarta.
Sutoro Eko, 2003, Dinamika Desentralisaasi dan Demokrasi Lokal, Makalah dipaparkan dalam
Lokakarya”Wawasan Pembangunan Nasional”, Yayasan Bina Masyarakat Mandiri (YBM2),
Bogor, 17-19 September 2003
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 129a atau Nomor. 135/U/2004 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah(hasil
revisi).
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 33 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah (hasil revisi).
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.

549

Anda mungkin juga menyukai