Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ARTRITIS REUMATOID

KELOMPOK 1 :

1. ANGGREA VONI S.
2. ANI NUR AZIZAH
3. APRIL LINTINA W.S
4. ASIH SYIFA’UL H.
5. ASRAF NANDA P.
6. AYU DYAH CHANDRA D.
7. BANGKIT ISNA NABILA
8. CAHYADINI ANGGUN W
9. DEA OKTRIA NUR
10. DEFINA PUSPITASARI
11. DESTA ANGGORO S
12. DEWANI YUSTIKA D.J
13. EVI DAMAYANTI
14. FAJAR ILHAM FATJONI
15. FANI TRY OKTAVIANI
16. FARACH ALIFFATUNISA

S1 KEPERAWATAN 4B

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

(APRIL 2019)
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penyusun haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat, hidayah dan inayah-Nya pada kesempatan ini bisa menyelesaikan
makalah untuk tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Salawat serta
salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta
para sahabat dan pengikutnya.

Adapun yang dapat penulis paparkan dalam makalah ini yaitu membahas tema
tentang Artritis Reumatoid. Kami menyadari bahwa dalam permbuatan makalah
ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa bantuan dari pihak lain. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eko selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II dan rekan-rekan yang telah membantu
memberikan dukungan, semangat, bantuan dan doa dalam menyelesaikan tugas
ini.

Purwokerto, 19 April 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi ................................................................................................ 3
B. Klasifikasi ........................................................................................... 3
C. Manifestasi klinis ................................................................................ 4
D. Stadium RA ......................................................................................... 6
E. Patofisiologi ........................................................................................ 6
F. Faktor resiko ....................................................................................... 8
G. Komplikasi .......................................................................................... 11
H. Pemeriksaan penunjang ...................................................................... 12
I. Bagan patways .................................................................................... 12
J. Penatalaksanaan .................................................................................. 13

BAB III PENUTUP


A. Simpulan .............................................................................................. 17
B. Saran ..................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun


dimana persendian mengalami peradangan sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi (ACR, 2012). Penyebab dari RA terkait dengan
keterlibatan persendian simetrik poliartikular, manifestasi sistemik dan
tidak dapat disembuhkan. RA diduga akibat dari disregulasi sistem imun
tubuh sehingga manifestasinya sistemik. Manifestasi sistemik yang timbul
yaitu vaskulitis, inflamasi pada mata, disfungsi saraf, penyakit
kardiopulmoner, limphadenopati dan splenomegali. Angka kejadian
rheumatoid arthritis sering terjadi pada wanita daripada pria, dengan rasio
6 : 1 pada usia 15 – 45 tahun, di atas 60 tahun diperkirakan seimbang
(Schuna, 2008).

Prevalensi penyakit rheumatoid arthritis bervariasi. Prevalensi RA


di Kanada sekitar 1,0%, Amerika Serikat sekitar 0,6% pada kaukasia
dewasa, Australia, Selandia Baru dan Belanda memiliki prevalensi lebih
tinggi sekitar 2,4- 2,6% (Wong and Davis, 2010). Prevalensi RA di
Indonesia, berdasarkan survei epidemiologi di Bandungan Jawa Tengah
sekitar 0,3%, Malang Jawa Timur dengan usia diatas 40 tahun
prevalensinya sekitar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah
Kabupaten. Pada tahun 2000 penyakit RA mencapai sekitar 4,1% dari
seluruh kasus baru di Poliklinik Reumatologi RSUP Nasional Cipto
Mangunkusumo Jakarta dan di Poliklinik Reumatologi Hasan Sadikin
sekitar 9% Terapi yang biasa digunakan untuk penyakit RA yaitu
DMARD, Agen Biologik, OAINS, dan kortikosteroid (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2014a ).

1
Berdasarkan dari American College of Rheumatology 2010,
kriteria diagnosis rheumatoid arthritis yaitu terjadinya kekakuan pada pagi
hari di daerah persendian dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam
sebelum perbaikan maksimal. Selain itu adanya pembengkakan pada
jaringan lunak atau persendian sekurang-kurangnya 3 sendi secara
bersamaan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Rheumatoid Arthritis.
2. Bagaimana klasifikasi Rheumatoid Arthritis
3. Bagaimana manifestasi klinis Rheumatoid Arthritis
4. Bagaimana stadium RA
5. Bagaimana patofisiologi Rheumatoid Arthritis
6. Bagaimana faktor resiko Rheumatoid Arthritis
7. Bagaimana komplikasi Rheumatoid Arthritis
8. Bagaimana bagan patways Rheumatoid Arthritis
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang Rheumatoid Arthritis
10. Bagaimana penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Rheumatoid Arthritis.
2. Untuk mengetahui klasifikasi Rheumatoid Arthritis
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Rheumatoid Arthritis
4. Untuk mengetahui stadium RA
5. Untuk mengetahui patofisiologi Rheumatoid Arthritis
6. Untuk mengetahui faktor resiko Rheumatoid Arthritis
7. Untuk mengetahui komplikasi Rheumatoid Arthritis
8. Untuk mengetahui bagan patways Rheumatoid Arthritis
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Rheumatoid Arthritis
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang
etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang
simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan
ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik,
polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus perjalanannya kronik
kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia,2014).
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti
sendi, dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang pada sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana,2015).
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun
yang ditandai dengan terdapatnya sinovitas erosif simetrik yang terutama
mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh
lainnya. Pasien dengan gejala penyakit kronik apabila tidak diobati akan
menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang
progresif disabilitas bahkan kematian dini (Suarjana, 2009).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan
banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi
dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering
menghadapai kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan
gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu
dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat
(Febriana,2015).
B. Klasifikasi

3
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4
tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda
dan gejalasendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.2)
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria
tanda dan gejalasendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.3)
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejalasendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.4)
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria
tanda dan gejalasendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 3 bulan
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi
articular dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2009).

a. Manfestasi artikular
RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung
tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi,
serta hidrops ringan (Sjamsuhidajat, 2010). Tanda cardinal inflamasi
berupa nyeri, bengkak, kemerahan dan teraba hangat mungkin
ditemukan pada awal atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan
perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik (Surjana,
2009). Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi
manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa
gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun dari onset terjadinya
(Longo, 2012).

4
.
Sendi Metacarpopalangeal dan proksimal interfalangeal yang bengkak
pada penderita artritis reumatoid (Longo, 2012).
b. Manifestasi ekstra artikular
Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh.
Manifestasi ekstraartikular pada RA, meliputi (Longo, 2012):
1) Konstitusional
Terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan
gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,30, kelelahan
(fatigue), malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia,
yang secara umum merefleksi derajat inflamasi dan kadang
mendahului terjadinya gelaja awal pada kerusakan sendi (Longo,
2012).
2) Nodul
Terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level
tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas,
tidak lembut, dan dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini
juga bisa terdapat di paru-paru, pleura, pericardium, dan
peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan
dengan infeksi, ulserasi dan gangren (Longo, 2012).
3) Jantung (cardiac) pada <10% penderita.
Manifestasi klinis pada jantung yang disebabkan oleh RA adalah
perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri koreoner
atau disfungsi diastol (Longo, 2012).

5
4) Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita
dengan penyakit RA yang sudah kronis (Longo, 2012).
5) Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated
trombocytopenia dan keadaan dengan trias berupa neutropenia,
splenomegaly,dan nodular RA sering disebut dengan felty
syndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita RA tahap akhir
(Longo, 2012)
6) Limfoma
Resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4 kali lebih besar
dibanding populasi umum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-cell
lymphoma sercara luas (Longo, 2012).
D. Stadium Pada Rheumatoid Arthritis
Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu
(Nasution, 2011):
a. Stadium sinovitis
Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis, yaitu inflamasi
pada membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat
umumnya simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris. Sinovitis
ini menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas
dan kehilangan fungsi (Nasution, 2011). Sendi pergelangan tangan
hampir selalu terlibat, termasuk sendi interfalang proksimal dan
metakarpofalangeal (Suarjana, 2009).
b. Stadium destruksi
Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan
sinovial (Nasution, 2011).
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap
(Nasution, 2011).
E. Patofisiologi

6
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana
merupakan penyakit autoimun yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca)
dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, keturunan, dan psikologis).
Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal RA. Sering
faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai
faktor pencetus.
Patogenesis terjadinya proses autoimun, yang melalui reaksi imun
komplek dan reaksi imunitas selular. Tidak jelas antigen apa sebagai
pencetus awal, 7 mungkin infeksi virus. Terjadi pembentukan faktor
rematoid, suatu antibodi terhadap antibodi abnormal, sehingga terjadi
reaksi imun komplek (autoimun).
Proses keradangan karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan
dari pemeriksaan laboratorium dengan adanya RF (Rheumatoid Factor)
dan anti-CCP dalam darah. RF adalah antibodi terhadap komponen Fc dari
IgG. Jadi terdapat pembentukan antibodi terhadap antibodi dirinya sendiri,
akibat paparan antigen luar, kemungkinan virus atau bakteri. RF
didapatkan pada 75 sampai 80% penderita RA, yang dikatakan sebagai
seropositive. Anti-CCP didapatkan pada hampir 2/3 kasus dengan
spesifisitasnya yang tinggi (95%) dan terutama terdapat pada stadium awal
penyakit. Pada saat ini RF dan anti-CCP merupakan sarana diagnostik
penting RA dan mencerminkan progresifitas penyakit (Putra dkk,2013).
Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam
patofisiologi RA. Hal ini terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T
merangsang pembentukan IL-17, yaitu sitokin yang merangsang terjadinya
sinovitis. Sinovitis adalah peradangan pada membran sinovial, jaringan
yang melapisi dan melindungi sendi. Sedangkan sel B berperan melalui
pembentukan antibodi, mengikat patogen, kemudian menghancurkannya.
Kerusakan sendi diawali dengan reaksi inflamasi dan pembentukan
pembuluh darah baru pada membran sinovial. Kejadian tersebut
menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu jaringan granulasi yang terdiri
dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel

7
radang. Pannus tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui enzim yang
dibentuk oleh sinoviosit dan kondrosit yang menyerang kartilago. Di
samping proses lokal tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik. Salah
satu reaksi sistemik yang terjadi ialah pembentukan protein fase akut
(CRP), anemia akibat penyakit kronis, penyakit jantung, osteoporosis serta
mampu mempengaruhi hypothalamic-pituitaryadrenalaxis, sehingga
menyebabkan kelelahan dan depresi (Choy, 2012).
Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada
jaringan di bawah sinovium, poliferasi ringan dari sinovial, infiltrasi PMN,
dan penyumbatan pembuluh darah oleh sel radang dan trombus. Pada RA
yang secara klinis sudah jelas, secara makros akan terlihat sinovium sangat
edema dan menonjol ke ruang sendi dengan pembentukan vili. Secara
mikros terlihat hiperplasia dan hipertropi sel sinovia dan terlihat kumpulan
residual bodies. Terlihat perubahan pembuluh darah fokal atau segmental
berupa distensi vena, penyumbatan kapiler, daerah trombosis dan
pendarahan perivaskuler. Pada RA kronis terjadi kerusakan menyeluruh
dari tulang rawan, ligamen, tendon dan tulang. Kerusakan ini akibat dua
efek yaitu kehancuran oleh cairan sendi yang mengandung zat penghancur
dan akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena adanya Pannus (Putra
dkk,2013).
F. Faktor resiko
Etiologi atau penyebab RA tidak diketahui. Banyak kasus yang
diyakini hasil dari interaksi antara faktor genetik dan paparan lingkungan.
1. Usia
Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendiyang
menghalangi terjadinya gesekan antara tulang dan di dalam sendi
terdapat cairan yang berfungsi sebagai pelumas sehingga tulang dapat
digerakkan dengan leluasa. Pada mereka yang berusia lanjut,
lapisan pelindung persendian mulai menipis dan cairan tulang mulaime
ngental, sehingga tubuh menjadi sakit saat digerakkan dan
meningkatkan risiko Rheumatoid Arthritis.

8
2. Genetika
Ada bukti lama bahwa genotipe HLA kelas II tertentu dikaitkan
dengan peningkatan risiko. Banyak perhatian pada DR4 danDRB1
yang merupakan molekul utama gen histocompatibility kompleks HLA
kelas II. Asosiasi terkuat telah ditemukan antara RA dan DRB1 yang *
0401 dan DRB1 * 0404 alel. Penyelidikan
lebih baru menunjukkan bahwa dari lebih dari 30 gen dipelajari, gen
kandidat terkuat adalah PTPN22, gen yang telah dikaitkan
dengan beberapa kondisi autoimun.
3. Jenis kelamin
Insiden RA biasanya dua sampai tiga kali lebih tinggi padawanita
daripada pria. Timbulnya RA, baik pada wanita dan pria tertinggi
terjadi di antara pada usia enam puluhan. Mengenai sejarah kelahiran
hidup, kebanyakan penelitian telah menemukan bahwa wanita yang
tidak pernah mengalami kelahiran hidup memiliki sedikit peningkatan
risiko untuk RA. Kemudian berdasarkan populasi Terbaru studi telah
menemukan bahwa RA kurang umum di kalangan wanitayang
menyusui.
Salah satu sebab yang meningkatkan risiko Rheumatoid Arthritis
pada wanita adalah menstruasi. Setidaknya dua studi telah mengamati
bahwa wanita dengan menstruasi yang tidak teratur atau riwayat
menstruasi dipotong (misalnya, menopause dini) memiliki peningkatan
risiko RA.
4. Dimodifikasi
Beberapa faktor risiko yang dapat dimodifikasi telah
dipelajaridalam hubungan dengan RA termasuk eksposur reproduksi
hormonal, penggunaan tembakau, faktor makanan, dan eksposur
mikroba
5. Gaya Hidup
 Merokok

9
Di antara faktor-faktor risiko, bukti terkuat dan palingkonsisten
adalah untuk hubungan antara merokok dan RA.Sebuah
riwayat merokok dikaitkan dengan sederhana sampaisedang
(1,3-2,4 kali) peningkatan risiko RA. Hubungan antaramerokok
dan RA terkuat di antara orang-orang yang
ACPA positif (protein anti-
citrullinated / peptida antibodi), penandaaktivitas auto-imun.
 Tidak Konsumsi Susu
Penderita AR memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami osteoporosis, untuk itu penting untuk menkonsumsi
kalsium. Sumber kalsium seperti susu, keju, yogurt dan
produksusu lainnya. Sebaiknya dipilih jenis susu yang
memilikikandungan lemak yang lebih rendah seperti skimmed
milk atau semi skimmed milk.
 Aktivitas Fisik
Cedera otot maupun sendi yang dialami sewaktu
olahraga atau akibat aktivitas fisik yang terlalu berat, bisa
menyebabkan rheumatoid arthritis.
6. Riwayat Reproduksi dan Menyusui
Hormon yang berhubungan dengan reproduksi telah dipelajari secara
ekstensif sebagai faktor risiko potensial untuk RA:
 Kontrasepsi oral (OC)
Studi awal menemukan bahwa wanita yang pernah
menggunakan kontrasepsi oral memiliki penurunan moderat
dalam risiko RA. Risiko menurun belum dikonfirmasi dalam
studi terbaru. Konsentrasi estrogen kontrasepsi oral
kontemporer biasanya 80-90% lebih kecil dari kontrasepsi
oral pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960, yang dapat
menjelaskan kurangnya asosiasi dalam studi terbaru.
 Terapi Penggantian Hormon (HRT)
Ada bukti campuran hubungan antara HRT dan onset RA.

10
 Sejarah kelahiran Hidup
Kebanyakan penelitian telah menemukan bahwa wanita
yangtidak pernah mengalami kelahiran hidup memiliki
sedikit peningkatan risiko untuk RA.
 Menyusui
Berdasarkan populasi terbaru studi telah menemukan bahwa
RA kurang umum di kalangan wanita yang menyusui.
 Riwayat menstruasi
Setidaknya dua studi telah mengamati bahwa wanita dengan
menstruasi yang tidak teratur atau riwayat menstruasi dipotong
(misalnya, menopause dini) memiliki peningkatan risiko RA.
Karena wanita dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS)
memiliki peningkatan risiko RA, asosiasi dengan riwayat
menstruasi menyimpang mungkin akibat dari PCOS.
Faktor risiko dalam peningkatan terjadinya RA diantaranya
adalah jenis kelamin perempuan, genetic atau riwayat keluarga,
usia, gaya hidup seperti merokok, dan konsumsi kopi lebih
dari tiga cangkir sehari, khususnya kopi decaffeinated.
(Suarjana, 2009). Obesitas juga merupakan salah satufaktor
risiko. (Symmons, 2006)
G. Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan baik, rheumatoid arthritis dapat menyebabkan
beberapa komplikasi, di antaranya:
1. Cervical myelopathy
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoid arthritis menyerang sendi
tulang leher dan mengganggu saraf tulang belakang.
2. Carpal tunnel syndrome
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoid arthritis menyerang sendi
pergelangan tangan, sehingga menekan saraf di sekitarnya.
3. Sindrom Sjogren

11
Kondisi ini terjadi saat system kekebalan tubuh menyerang
kelenjar air mata dan ludah, sehingga menimbulkan keluhan mata
kering dan mulut kering.
4. Limfoma
Limfoma merupakan sejenis kanker darah yang tumbuh pada
system getah bening.
5. Penyakit jantung
Kondisi ini dapat terjadi bila system kekebalan tubuh menimbulkan
peradangan di pembuluh darah jantung.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive
Protein (CRP) meningka.
b. Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif
namun RF negatif tidak menyingkirkan diagnosis.
c. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya
digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan RA dengan
spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun hubungan
antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten
2. Radiologis Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak,
penyempitan ruang sendi, demineralisasi “juxta articular”,
osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.
I. Bagan patways

12
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi
dan pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan
keluarga. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan inflamasi, mencegah
deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan
lebih lanjut (Kapita Selekta,2014).
1. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug) Diberikan sejak
awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang
dapat diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen,
piroksikam, dikofenak, dan sebagainya. Namun NSAID tidak

13
melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi.
2. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari
proses destruksi oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD
yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat, sulfasalazine, garam emas,
penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat diberikan tunggal
maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
3. Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-
7,5mg/hari sebagai “bridge” terapi untuk mengurangi keluhan
pasien sambil menunggu efek DMARDs yang baru muncul setelah
4-16 minggu.
4. Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Caranya dapat dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui
15 pemakaian tongkat, pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya.
Setelah nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan fisioterapi.
5. Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang
diharapkan, maka dapat dipertimbangkan pembedahan yang
bersifat ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis, total hip
replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta, 2014)
6. Tindakan kolaboratif
Program terapi dasar terdiri dan lima komponen yaitu:
a. Pengaturan aktivitas dan istirahat
b. Kompres panas dan dingin
c. Pengobatan
 NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk
mengurangi rasa nyeri dan kekakuan sendi.

14
 Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection),
Methotrexat dan Sulphasalazine. Obat-obatan ini
merupakan golongan DMARD. Kelompok obat ini
akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit 20
dan mengurangi respon fase akut. Obat-obat ini
memiliki efek samping dan harus di monitor dengan
hati-hati.
 Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk
mengurangi gejala simptomatis dan tidak memerlukan
montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang
yang serius
 Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan
dalam proporsi kecil untuk pasien dengan penyakit
sistemik.
 Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk
menghambat sitokin inflamasi.
d. Nutnisi, diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
e. Pembedahan
Jika terapi obat gagal mencegah atau memperlambat
kerusakan sendi, tindakan pembedahan mungkin dapat
dipertimbangkan untuk memperbaiki sendi yang rusak.
Pembedahan dapat membantu mengembalikan kemampuan
penggunaan sendi, mengurangi rasa sakit dan mengurangi
kecacatan. Pembedahan yang dilakukan antara lain sebagai
berikut (Harms, 2009):
1) Artoplasti (penggantian total sendi).
Bagian sendi yang rusak akan diganti dengan
prostesis yang terbuat dari logam dan plastik. 20
2) Perbaikan tendon
Peradangan dan kerusakan sendi dapat
menyebabkan tendon di sekitar sendi menjadi

15
longgar atau pecah. Untuk itu, perlu dilakukan
perbaikan tendon di sekitar sendi.
3) Sinovektomi (penghapusan lapisan sendi).
Lapisan sendi yang meradang dan menyebabkan
nyeri dapat dihilangkan.
4) Artrodesis (fusi sendi).
Fusi sendi mungkin direkomendasikan untuk
menstabilkan atau menyetel kembali sendi dan
dapat mengurangi nyeri ketika penggantian sendi
tidak menjadi suatu pilihan. Pembedahan berisiko
menyebabkan perdarahan, infeksi dan nyeri,
sehingga sebelum dilakukan tindakan, harus
diperhitungkan dulu manfaat dan risikonya.

16
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang
etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris
dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Buffer
(2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu
Rheumatoid arthritis klasik, Rheumatoid arthritis defisit, Probable rheumatoid
arthritis, dan Possible rheumatoid arthritis.
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan
penyakit autoimun yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor
dalam (usia, jenis kelamin, keturunan, dan psikologis). Diperkirakan infeksi
virus dan bakteri sebagai pencetus awal RA. Sering faktor cuaca yang lembab
dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor pencetus.
Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi
dan pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga.
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan inflamasi, mencegah deformitas,
mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan lebih lanjut
(Kapita Selekta,2014).
B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah diberikan
dan dapat menginterpretasikan dalam melakukan tindakan keperawatan
khususnya pada penderita rheumatoid arthritis.

17
DAFTAR PUSTAKA
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7ecfc9533b3d0c63e52385
ece00081a8.pdf

https://www.academia.edu/11420561/Asuhan_Keperawatan_Rheumatoid_Arthriti
s

http://digilib.unila.ac.id/2424/9/2.%20Bab%202.pdf

https://www.academia.edu/9824423/RHEUMATOID_ARTHRITIS

18

Anda mungkin juga menyukai