Anda di halaman 1dari 12

Bedside Teaching

PTERIGIUM NASALIS GRADE II OS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:

Ariefqi Naufaldi Cahyaputra, S.Ked


04084821921032

Pembimbing:

dr. Karyusi, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Bedside Teaching

Pterigium Nasalis Grade II OS

Oleh:
Ariefqi Naufaldi Cahyaputra, S.Ked 04084821921032

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang
periode 15 April – 20 Mei 2019.

Palembang, Mei 2019

dr. Karyusi, SpM


STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. MS
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Duku Ilir Timur
Tanggal Pemeriksaan : 3 Mei 2019

2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Mata terasa perih dan ada yang mengganjal sejak ± 1 minggu yang lalu
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 1 tahun yang lalu, pasien merasa mata kiri seperti ada yang
mengganjal. Pasien juga mengeluh mata gatal, pandangan kabur, dan
berair. Keluhan melihat lain seperti secret (-), perih (-), melihat dalam
terowongan (-), pandangan ganda (-), sulit membuka dan menutup
mata (-), benjolan pada kelopak mata (-), seperti melihat asap (-),
seperti melihat benda berterbangan (-), dan seperti melihat tirai (-),
sakit kepala (+). Keluhan sistemik seperti nyeri ulu hati, mual muntah
disangkal. Pernah diberikan obat tetes mata oleh dokter umum dan
keluhan sempat hilang.
Sejak ± 1 minggu yang lalu, mata terasa perih. Pasien datang berobat
ke RSKM Palembang pada tanggal 3 Mei 2019 di Poliklinik divisi
Infeksi Imunologi Mata.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat memakai kacamata (-)
 Riwayat trauma pada mata (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat alergi obat-obatan (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat kolesterol tinggi (-)
 Riwayat operasi (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat keluhan yang sama pada keluarga

e. Riwayat Penyakit Keluarga


 Pasien bekerja sebagai pedagang di pasar
 Pasien mengaku sering menggunakan motor tanpa menggunakan
helm berpenutup wajah ataupun kacamata

3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu : 36.5 oC
B. Status Oftalmologis
Okuli dekstra Okuli sinistra
Visus 6/9 PH 6/6 6/6
Tekanan Intraokular N+0 N+0

KBM Ortoforia
GBM

Palpebra Tenang Tenang


Konjungiva Tenang Tampak jaringan
fibrovascular berbentuk
segitiga berjalan dari
kantus media dengan
puncak melewati limbus
kurang dari 2 mm
Kornea Jernih Tampak jaringan
fibrovascular berbentuk
segitiga berjalan dari
kantus media dengan
puncak melewati limbus
kurang dari 2 mm
Bilik mata depan Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, sentral, reflex Bulat, sentral, reflex
cahaya (+), diameter 3 cahaya (+), diameter 3
mm mm
Lensa Jernih Jernih
Refleks Fundus RFOD (+) RFOS (+)
Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna
merah, c/d ratio 0.3, a/v merah, c/d ratio 0.3, a/v
2/3 2/3
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
Retina Kontur pembuluh darah Kontur pembuluh darah
baik baik

4. Pemeriksaan Anjuran
 Pemeriksaan Slitlamp

5. Diagnosis Banding
 Pterigium Nasalis Grade II OS
 Pseudopterigium Nasalis OS
 Pinguekula Nasalis OS

6. Diagnosis Kerja
Pterigium nasalis Grade II OS
Kelainan Refraksi OD

7. Tatalaksana
a. Informed consent
b. KIE
 Menjelaskan faktor-faktor yang dapat menyebabkan pterygium
seperti sinar matahari, paparan debu, dan iritan pada mata yang
berlebihan.
 Menjelaskan mengenai rencana pengobatan pterygium, jika sudah
mengganggu maka akan dilakukan tindakan operasi
 Menyarankan menggunakan pelindung mata jika bepergian.
c. Medikamentosa
 C Lyteers ED 1x/6 jam tts OS

8. Prognosis
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam
ANALISIS KASUS

Ny. MS, 43 tahun datang dengan keluhan muncul selaput berwarna putih
pada mata kiri yang terasa mengganjal sejak + 1 bulan yang lalu. Pasien
mengaku selaput putih yang muncul semakin lama semakin meluas. Keluhan
lain pada pasien ini adalah mata terasa gatal dan berair saat terpapar sinar
matahari. Pasien tidak memiliki keluhan lain seperti mata berair, keluarnya
kotoran mata, gatal, nyeri, kabur, maupun silau. Pasien kemudian berobat ke
RSKMM Palembang. Riwayat keluhan yang sama dan penyakit pada mata
sebelumnya disangkal. Riwayat trauma tidak ada, riwayat memakai kacamata
tidak ada, riwayat penggunaan obat tidak ada, riwayat operasi pada mata tidak
ada, riwayat alergi tidak ada, riwayat kencing manis tidak ada, riwayat darah
tinggi tidak ada. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Pada hasil anmanesis ini, maka diagnosa kelainan pada mata dengan
mata merah visus turun bersamaan dengan diagnosa mata merah dengan kotoran
mata dapat disingkirkan
Dari anamnesis, didapatkan bahwa terdapat perasaan mengganjal pada
mata kiri dengan adanya selaput berbentuk segitiga yang bermula dari daerah
hidung dengan puncak pada bagian tepi hitam bola mata sejak 1 bulan yang lalu.
Dari hasil pemeriksaan fisik mata kanan didapati jaringan fibrovaskular
berwarna putih pada regio nasal berbentuk segitiga berjalan dari kantus media
dengan puncak melewati limbus kurang dari 2 mm dan tidak menyebabkan
penurunan tajam penglihatan pada mata kiri pasien. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan ini, pasien dapat didiagnosis banding dengan pterigium,
pseudopterygium dan pinguekula.
Pseudopterygium merupakan perlengketan konjungtiva dengan kornea
yang cacat. Pseudopterigium ini sering ditemukan pada proses penyembuhan
ulkus kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea, sementara pada pasien ini
tidak terdapat riwayat adanya sakit mata sebelumnya terutama pada kornea.
Pterigium dan pseudopterigium juga dapat dibedakan dari posisinya. Pada
pseudopterigium, jaringan muncul tidak harus dari bagian nasal atau temporal,
namun bisa dari mana saja, dan pada pseudopterigium dapat diselipkan sonde
dibawahnya. Sementara perbedaan pterigium dengan pinguekula, pinguekula ini
berupa benjolan pada konjungtiva bulbi yang biasanya berwarna putih
kekuningan dan letaknya di celah kelopak mata terutama di bagian nasal dan
biasanya diakibatkan iritasi atau kualitas higienitas air mata yang kurang. Pada
pinguekula, benjolan hanya ada di batas limbus dan konjungtiva. Pinguekula
tidak pernah mengganggu kornea. Sementara pada pemeriksaan fisik pasien ini,
dilihat bahwa jaringan segitiga tersebut mencapai batas limbus. Maka pasien ini
dapat didiagnosis dengan pterigium nasalis okuli sinistra.
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea
yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi
klinis menurut Youngson):
 Grade I: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
 Grade II: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea
 Grade III: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4 mm)
 Grade IV: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan.
Sehingga pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan pterigium nasal
grade II OS.
Patofisiologi pada kasus ini diduga merupakan fenomena iritatif akibat
sinar ultraviolet, pengeringan dan lingkungan dengan angin yang banyak. Faktor
lain yang menyebabkan pertumbuhan pterigium antara lain uap kimia, asap,
debu dan benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam. Faktor lingkungan
yang mungkin dapat menyebabkan pertumbuhan pterigium pada kasus ini
berkaitan dengan pekerjaan pasien sehari-hari, yaitu berjualan di pasar dan
sering menggunakan motor tanpa menggunakan helm berpenutup wajah ataupun
kacamata, sehingga kemungkinan pasien kontak dengan sinar ultraviolet, debu,
dan kekeringan sangat sering. Kontak dengan sinar ultraviolet, debu, dan
kekeringan ini akan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan
konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
Pterigium pada kasus ini terjadi unilateral dan pada regio nasal, akan
tetapi tidak menutup kemungkinan pterigium dapat mengenai kedua mata karena
mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet,
debu dan kekeringan. Pterigium sering terjadi pada regio nasal, hal ini karena
semua kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian
melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior. Selain itu, daerah
nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping
kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet
secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung.
Selain itu dari pemeriksaan visus pada mata kanan, terdapat penurunan
visus yaitu, 6/9 namun setelah dikoreksi dengan pin hole visus menjadi 6/6. Hal
ini menunjukkan bahwa terjadi kelainan refraksi pada pasien. Namun, belum
diketahui jenis kelainan refraksi yang terjadi karena pasien menolak untuk
dilakukan koreksi tajam pengelihatan akibat keluhan visus menurun pada pasien
ini tidak mengganggu aktivitasnya sehari-hari dan tidak berencana untuk
menggunakan kacamata. Maka terdapat didiagnosis tambahan pada pasien ini
berupa kelainan refraksi.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah edukasi berupa
penjelasan kepada pasien mengenai natural history dari pterigium, rencana
pengobatan bahwa pada pasien dapat diberikan terapi farmakologi, serta pada
pasien tidak diindikasikan untuk dilakukan tindakan operatif. Pasien juga
diedukasi untuk menghindari paparan sinar matahari, debu, atau iritan
berlebihan pada mata dengan menggunakan kacamata pelindung jika berada
diluar lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir paparan UV
sehingga kemungkinan terjadinya progresivitas penyakit berkurang serta
meminimalisir debu yang dapat mengiritasi mata. Dijelaskan juga kepada pasien
untuk kontrol apabila pterygium berkembang progresif atau mengganggu
pengelihatan pasien untuk dirujuk ke dokter spesialis mata dan dipertimbangkan
untuk dilakukan tindakan operatif. Pasien juga disarankan untuk melakukan
koreksi tajam pengelihatan apabila penurunan visus akibat gangguan refraksi
sudah mengganggu aktifitas sehari-hari.
Pada tatalaksana farmakologis, diberikan obat tetes mata Artificial tears
(Cendo Lyteers (Kalium Chloride 0.8 g/ml + Sodium Chloride 4.4 mg/mL)) 6x1
tetes per hari. Pada pterygium, diberikan artificial tear sebagai lubrikasi karena
pada pterygium terjadi distribusi air mata yang tidak normal akibat terdapat
selaput pada konjungtiva bulbi. Hal ini juga dapat mencegah terjadinya dry eye
syndrome pada kasus ini.
Terapi non farmakologis yang dianjurkan kepada pasien adalah surgikal yang
berupa eksisi pterygium dengan teknik conjunctival autograft. Prosedur ini
melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar
superotemporal, dan dijahit di atas sklera yang telah di eksisi pterygium tersebut.
Terapi tambahan seperti pemberian MMC intraoperatif dan pasca operasi dengan
beta radiasi juga dapat dipertimbangkan untuk menurunkan tingkat kekambuhan
kasus pterigium. Namun, untuk tindakan operatif belum diindikasikan untuk
pasien ini. Menurut Ziegler, indikasi tindakan operatif pada pasien pterigium yaitu
apabila sudah mengganggu visus, mengganggu pergerakan bola mata, pterigium
yang berkembang progresif dan menyebabkan iritasi berulang serta mengganggu
kosmetik.
LAMPIRAN

Gambar 1. Mata Terbuka

Gambar 2. Mata Tertutup

Gambar 3. OD Gambar 4. OS

Anda mungkin juga menyukai