Profesi KMB Agus Mansyah
Profesi KMB Agus Mansyah
OLEH :
a. Serebrum
Serebrum terbagi oleh fisura longitudinalis menjadi dua yaitu hemisfer kanan dan
hemisfer kiri. Sedangkan fisura transversal memisahkan serebrum dan serebelum
Lapisan terluar serebrum disebut korteks serebri, memiliki tebal 2-5 mm. Di
bawahnya terdapat traktus asosiasi dengan beragam ketebalan yang terletak di atas
traktus komisura yang disebut korpus kolusum.
Korteks serebri terdiri dari substansia grisea (didominasi oleh badan sel saraf dan
dendrit) yang terbentuk dalam kelokan-kelokan atau girus. Di substansi grisea
terdapat juga terdapat sel glia yaitu sel-sel yang memberinutrisi kepada sel saraf.
Substansi grisea dapat dianalogikan sebagai komputer-komputer sistem saraf
pusat (SSP) yang memproses informasi. Di bawah substansi grisea terdapat
substansi alba (berwarna putih). Substansi alba terdiri dari akson yang dilapisi
myelin. Substansi alba ini dapat dianalogikan sebagai kabel pada SSP.
Lekukan dangkal di antara girus (sulkus) membagi korteks serebri menjadi
menjadi 5 lobus:
No. Lobus Fungsi
1. Lobus 1. Girus presentralis (korteks motorik) mengontrol segala aktivitas
No. Lobus Fungsi
Frontalis motoric volunteer. Kebanyakan serabut saraf di area ini
menyilang ke sisi otak yang berlawanan pada medulla dan
descenden melalui medulla spinalis sebagai traktus
kortikospinal lateralis.
Area anterior girus presentalis (area premotor) juga
berhubungan dengan aktivitas motoric volunter. Di area ni
terdapat area Brocca, yang berfungsi untuk koordinasi aktivitas
muskular kompleks di mulut, lidah dan laring serta
pembicaraan ekspresif. Kerusakan pada area ini akan
mempenaruhi kemampuan kien untuk berbicara, biasa disebut
afasia Brocca.
2. Prefrontalis, berfungsi mengontrol:
- Perhatian jangka panjang (konsentrasi)
- Motivasi
- Kemampuan memformulasikan dan memilih tujuan
- Kemampuan perencanaan
- Kemampuan inisiasi, mempertahankan, dan mengakhiri aksi
- Kemampuan memonitor diri
- Kemampuan memberi umpan balik
2. Lobus 1. Girus postsentralis dan bagian anterior lobus parietalis: untuk
Parietalis interpretasi sensasi taktil seperti suhu, sentuhan, dan tekanan.
2. Area asosiasi untuk membantu pembentukan konsep dan
abstraksi
3. Area asosisasi parietal kanan: untuk orientasi spasial dan
kesadaran akan ukuran dan benuk (stereognosis) dan posisi
tubuh (propriosepsi)
4. Area asosiasi parietal kiri: membantu orientasi kanan-kiri dan
matematika
3. Lobus 1. Bertanggung jawab untuk interpretasi visual dan memori
Oksipetalis 2. Kemampuan untuk mengenali secara visual dan memahami
No. Lobus Fungsi
lingkungan
4. Lobus 1. Mengandung area reseptif auditori primer (interpretasi) dan area
Temporalis asosiai auditori.
2. Memori bahasa disimpan di area asosiasi auditori lobus
temporalis kiri.
3. Memori suara selain bahasa seperti music, binatang, dan lain-
lain disimpan di auditori lobus temporalis kanan.
4. Kerusakan pada area ini menyebabkan seseorang tidak dapat
memahami atau mengenali bahasa, musik, atau suara lainnya.
5. Terdapat area Wrenicke yang berisi sel-sel yang memfasilitasi
pemahaman bahasa.
5. Lobus 1. Terdapat serbut saraf untuk pengecapan memlaui lobus
Sentra pareitalis menuju lobus insula
(Insula) 2. Banyak serabut asosiasi menuju bagian lain dari korteks serebri
melalui lobus ini
b. Hipokampus
Berperan penting dalam proses mengingat (memori)
Memori jangka pendek (baru saja) akan hilang setelah beberapa detik atau menit
Memori jangka menengah berlangsung selama beberapa hari dan akan hilang
Memori jangka panjang (mana) disimpan dan berlangsung seumur hidup
c. Ganglia Basal
Berada di dalam hemisfer serebri
Terdiri dari struktur putamen, nucleus kaudatus, substansia nigra, nucleus
subtalamikus, dan globus palidus.
Berperan sebagai stasiun pemroses yang menghubungkan korteks serebri ke
nucleus talamus
d. Diensefalon
Terdiri dari hipotalamus dan thalamus
Thalamus menyalurkan semua informasi asenden (sensori) kecuali penghidu
menuju ke sel kortikal
Hipotalamus mengatur fungsi sistem saraf autonom (SSA) seperti denyut jantung,
tekanan darah, keseimbangan air dan elektrolit, motilitas lambung dan usus, suhu
tubuh, lapar, berat badan, dan siklus tidur-terjaga. Struktur ini juga berperan
sebagai regulator kelenjar pituitary dengan melepaskan faktor pelepas yang akan
menstimulasi atau menghambat produk kelenjar pituitary
e. Sistem Limbik
Terdiri atas banyak nuclei, termasuk sebagian dari bagian medial lobus frontalis
dan temporalis (hipokampus), talamus, hipotalamus, dan ganglia basal.
Berperan sebagai pusat perasaan dan kontrol ekspresi emosional (rasa takut,
marah, senang, sedih)
Sistem limbik (komponen lobus temporalis) juga menerima serabut saraf dari
bulbus olfaktorius sehingga berperan penting dalam interpretasi bau-bauan
f. Batang Otak
Terdiri dari otak tengah, pons, dan medulla oblongata.
Medula oblongata terdiri dari otak tengah yang memiliki fungsi penting salah
satunya sebagai asal saraf kranial III dan IV. Otak tengah juga berfungsi untuk
memberikan reflex auditori dan reflex visual
Pons berfungsi untuk pemroses auditor, sekresi serotonin dan noreprineprin dan
membedakan sentuhan.
Medula oblongata sendiri berfunsi sebagai pusat pernapasan dan pengaturan reflex
otot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur, penerimaan dan integrasi
semua masukan sinaps dari korda spinalis, pusat tidur.
No. Struktur Fungsi
1. Otak tengah - Merupakan asal saraf cranial III dan IV
- Refleks visual
- Refleks auditori
2. Pons - Pemroses auditori
- Sekresi norepinefrin
No. Struktur Fungsi
- Sekresi serotonin
- Membedakan sentuhan
3. Medulla - Sebagai pusat pernapasan dan pengaturan refleks otot yang
oblongata terlibat dalam keseimbangan dan postur
- Penerimaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda
spinalis
- Pusat tidur.
- Sekresi serotonin
- Aras taktil diskriminatif
- Jaras nyeri
- Taktil, suhu
- Jaras auditori
- Motorik volunteer
g. Serebelum
Berfungsi untuk mengintegrasikan informasi sensoris berhubungan dengan posisi
bagian tubuh, koordinasi gerakan otot skeletal, dan mengatur kekuatan otot yang
pening untuk keseimbangan dan postur tubuh.
Kebanyakan traktus di serebelum berjalan melalui nuclei tanpa menyilang.
Sehingga hemisfer kanan mengordinasikan sisi kanan tubuh, begitu sebaliknya.
h. Medula Spinalis
Medula spinalis adalah suatu silinder panjang jaringan saraf yang berjalan dari batang
otak. Struktur ini memiliki panjang 45 cm dan garis tengah 2 cm (seukuran jempol).
Medula spinalis memiliki dua fungsi utama, yakni (1) sebagai penghubung untuk
transmisi informasi antara otak dan bagian tubuh lainnya dan (2) mengintegrasikan
aktivitas refleks antara masukan aferen dan keluaran eferen tanpa melibatkan otak
atau disebutk refleks spinal. Contohnya adalah saat seseorang terpicu menarik tangan
saat menyentuh kompor yang panas. Saat reseptor kulit merasakan panas, informasi
dikirim ke sistem saraf pusat melalui potensial aksi. Semakin kuat rangsangan maka
semakin tinggi frekuensi potensial aksi yang di kirim. Setelah masuk ke medula
spinalis, neuron eferen menyebar untuk bersinaps dengan berbagai antar neuron,
antara lain:
Neuron aferen merangsang antarneuron eksitatorik yang merangsang neuron
motorik eferen yang menyebabkan bisep fleksi sehingga menjauhi kompor
Neuron aferen merangsang antarneuron inhibitor yang merangsang neuron eferen
yang menyebabkan trisep untuk tidak berkontraksi
Neuron aferen merangsang antarneuron lain yang membawa sinyal naik melalui
medula spinalis ke otak melalui jalur asender. Saat impuls mencapai daerah
korteks sensorik maka orang tersebut merasakan nyeri, lokasi, dan jenis
rangsangan. Informasi juga disimpan sebagai memori untuk membantu orang
tersebut memikirkan situasi yang dihadapi seperti apa yang terjadi, apa yang harus
dilakukan, dsb.
i. Struktur Protektif Otak
Otak memiliki struktur protektif yang berupa
1. Kranium dan Kolumna Vertebralis
Cranium menutup struktur otak dan berperan sebagai sumber perlindungan
Kolumna vertebralis merupakan suatu rangkaian vertebra yang fleksibel,
mengelilingi dan melindungi medulla spinalis
Kolumna vertebralis terdiri dari 7 vertebra servikalis, 12 vertebrata torakalis, 5
vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis yang menyatu membentuk sacrum dan 4
vertebra koksigis yang menyatu membentuk koksiks.
2. Meningen
Meningen merupakan 3 membran pembungkus otak dan medulla spinalis.
Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu piameter, arachnoid dan durameter.
a) Piameter
Piameter merupakan struktur jaringan ikat dengan vaskularisasi yang
langsung terhubung dengan otak dan medulla spinalis sehingga mengikuuti
setiap sulkus dan fisura.Lapisan ini berfungsi sebagai struktur penyokong
yang mlintasi semua jaringan otak dan medulla spinalis. Piameter dan astrosid
membentuk sawar darah otak.
b) Arachnoid
Struktur arachnoid merupakan jaringan ikat tipis yang memiliki fungsi tempat
mengalirnya cairan serebrospinal (CSS). Ruang antara lapisan arachnoid dan
piameter disebut subarachnoid.
3. Durameter
Durameter merupakan lapisan membrane vascular yang tidak dapat diregangkan,
kuat dan terdiri dari lapisan periosteum (lapisan yang merupakan bagian dari
tulang kranial. Ruangan otak yang sering diisi oleh darah post trauma adalah
subdural (ruangan antara durameter dan arachnoid) dan epidural (lapiran antara
durameter dan periosteum).
2) Saraf Kranial
No Saraf Fungsi Jenis
I Olfaktorius Olfaksi (penghidu) Sensoris
II Optikus Penglihatan Sensoris
III Okulomotoris Gerakan bola mata ekstraokular, Motoris
konstriksi pupil,
berkedip/pengangkatan kelopak mata,
IV Troklearis Geraan bola mata ekstraokular Motorik
V Trigeminus
Bagian Oftalmikus Sensasi somatic, membrane mukosa Sensoris
nasal dan wajah
Bagian Maksilaris Sensasi somatic wajah, rongga mulut, Sensoris
gigi, ¾ anterior lidah
Bagian Mandibularis Sensasi somatic bagian bawah wajah Sensoris
dan mastikasi atau mengunyah
VI Abdusens Gerakan mata lateral Motorik
VII Fasialis Ekspresi wajah Motorik
VIII Vestibulokoklearis
Vestibularis Keseimbangan Sensorik
Koklearis Pendengaran Sensorik
3. Etiologi
Stroke iskemik terjadi ketika suplai darah ke bagian otak terganggu atau tersumbat total.
Stroke iskemik akibat thrombus lebih banyak terjadi dibandingkan embolus. Stroke bisa
terjadi pada pembuluh darah besar pada arteri utama serebral utama, yaitu karotis
interna, serebral anterior, serebral media, serebral posterior, vertebral dan arteri basilaris;
atau pada pembuluh darah kecil yang merupakan cabang dari pembuluh darah besar
yang masuk ke bagian lebih dalam bagian otak.
a. Thrombosis
Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombosis adalah stroke yang terjadi
karena adanya sumbatan di pembuluh darah besar di otak karena adanya
gumpalan/plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik (pengerasan arteri).
Plak aterosklerotik tersebut akan menyumbat suatu pembuluh darah tertentu di
otak yang pada akhirnya daerah otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen
dan nutrisi tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan oksien (iskemia) dan akhirnya
menjadi mati (infark).
Proses aterosklerosis itu sendiri dipercepat oleh berbagai faktor, seperti hipertensi,
dan diabetes mellitus. Aterosklerosis terjadi karena penimbunan lipid termasuk
kolesterol di bawah lapisan intima pembuluh darah. Plak aterosklerotik sering
dijumpai pada bagian yang mengarah pada percabangan dari carotid utama ke
bagian dalam dan luar dari arteri carotid
b. Embolisme
Embolus terbentuk di luar otak, kemudian terlepas dan mengalir melalui sirkulasi
serebral dampai embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat
arteri
Embolus yang paling sering terjadi adalah plak.
Thrombus dapat terlepas dari arteri karotis bagian dalam pada bagian luka plak
dan bergerak ke dalam sirkulasi serebral.
Kejadian fibrilasi atrial kronik dapat berhubungan dengan tingginya kejadian
stroke akibat embolus, yaitu darah terkumpul di dalam atrium yang kosong.
Gumpalan yang sangat kecil terbentuk dalam atrium kiri dan bergerak menuju
jantung dan masuk ke dalam sirkulasi serebral.
Penyebab lain terjadinya emboli adalah endokarditis yang disebabkan oleh bakteri
maupun non-bakteri, tumor, lemak, bakteri, dan udara.
5. Path Way
Gangguan suplai aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus Wilisi: arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua
cabangnya (Price & Wilson, 2012). Otak sangat sensitif terhadap kondisi penurunan atau
hilangnya suplai darah. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus
selama 15-20 menit akan terjadi infark atau kematian jaringan (Price & Wilson, 2012).
Kematian sel dan perubahan yang permanen dapat terjadi dalam waktu 3-10 menit
(Black & Hawks, 2014). Hipoksia dapat menyebabkan iskemik serebral karena otak
tidak bisa menggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi kekurangan oksigen atau
glukosa (Black & Hawks, 2014).
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan kekuatan
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat
(Black & Hawks, 2014). Aterosklerosis sering menjadi penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin,
2008).
Iskemia dapat dengan cepat dapat mengganggu metabolisme. Jenjang iskemik pada
stroke yang menyebabkan infark fokal dipicu oleh metabolisme anaerob, yang
menyebabkan asidosis sel, berkurangnya pembentukan ATP, kegagalan pompa natrium-
kalium, penimbunan Ca++, Na+, Cl-, dan air intrasel sehingga terjadi edema sel (Price &
Wilson, 2012). Penurunan perfusi serebral biasanya disebabkan oleh sumbatan di arteri
serebral atau perdarahan intraserebral yang mengakibatkan iskemik pada jaringan otak
yang mendapatkan suplai dari arteri yang terganggu dan karena adanya pembengkakan
di jaringan sekelilingnya. Sel-sel bagian tengah atau utama lokasi stroke akan mati
segera setelah setelah terjadi stroke (cedera sel-sel saraf primer). Daerah sekitar bagian
utama yang mati (penumbra) akan mengalami hipoperfusi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vascular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan
adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Untuk menetapkan secara pasti letak dan penyebab dari stroke
d. MRI
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak
berdasarkan gelombang otak dan dapat menunjukan daerah lesi yang spesifik
7. Komplikasi
a. Komplikasi akut
Kenaikan TD mekanisme kompensasi untuk mengejar kurangnya pasokan
darah di tempat lei. Oleh karena itu, jika nilai TD (sistolik >220/disatlik >130) TD
tudak perlu diturunkan karena akan turun sendiri setelah 48 jam.
Kadar glukosa tinggi kompensasi atau riwayat diabetes mellitus
Gangguan jantung
Gangguan rspirasi infeksi maupun penekanan di pusat nafas
Infeksi dan sepsis
Cairan, elektrolit, asam, basa
Ulcer stress hematemesis, melenan
b. Komplikasi kronik
Tirah baring lama pneumoni, dekubitus, inkontinensiia
Rekurensi stroke
Gangguan sosial ekonomi
Gangguan psikologis
Kematian
8. Penatalaksanaan
a. Fase akut
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Salah satu intervensi yang digunakan untuk memperbaiki mobilitas rentang gerak
sendi (RPS) (Smeltzer & Bare, 2008)
b. Konservatif:
Medikamentosa
1) Thrombolytic therapy, untuk memperbaiki aliran darah dan mencegah kematian
sel pada stroke iskhemik untuk pengobatan 24 jam pertama seperti t-PA dan
Proact-I.
2) Platelet inhibition/anticoagulant therapy diberikan pada 24 jam kedua setelah
pemberian thrombolitik therapy untuk mencegah terbentuknya kembali kloting
seperti heparin dan warfarin.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma dan untuk
pengobatan hipertermia.
4) Analgetik, untuk mengurangi nyeri hebat di kepala stroke hemorhagik.
5) Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah secara bertahap dan vasopressor
untuk meningkatkan tekanan darah setelah tindakan clipping pada aneurysma.
6) Manitol yang berfungsi anti udem apabila TIK meningkat
c. Rehabilitasi
Program rehabilitasi dilakukan setelah 12-24 jam stroke terjadi untuk
mengurangi keterbatasan dan mengoptimalkan kemampuan yang ada. Rehabilitasi
yang dilakukan untuk pasien post stroke membutuhkan waktu yang lama sehingga
perlu adanya suatu tim yang melibatkan pasien, keluarga dan physiatris untuk
meningkatkan fungsi yang optimal melalui fasilitas kesehatan baik melalui unit rawat
jalan atau kunjungan rumah.
Fase rehabilitasi pada pasien pasca stroke meliputi perbaikan mobilitas dan
mencegah deformitas, menghindari nyeri bahu, pencapaian perawatan diri, control
kandung kemih, perbaikan proses piker, pencapaian beberapa bentuk komunikasi,
pemeliharaan integritas kulit, dan tidak adanya komplikasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Intervensi keperawatan untuk memperbaiki mobilitas dan mencegah deformitas
adalah dengan cara latihan rentang pergerakan sendi (RPS) atau range of motion
(ROM). RPS yang banyak dianjurkan pada pasien pasca stroke adalah mobilisasi,
sesuai dengan diagnosis keperawatan bahwa hal yang pertama kali diatasi untuk
pasien pasca stroke adalah mempertahankan / menstabilkan fungsi pergerakan tubuh.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Astrid, Nurachmah, Budiharto (2011) tentang
pengaruh latihan range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot, luas gerak sendi dan
kemampuan fungsional pasien stroke di RS sint Carolus Jakarta, menyebutkan bahwa
latihan ROM berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot dan kemampuan
fungsional.
Cahyati, Nurachmah, Hastono (2013) melakukan penelitian mengenai
perbandingan peningkatan kekuatan otot pasien hemiparese melalui latihan range of
motion (ROM) unilateral dan bilateral yang menunjukakna bahwa terdapat
peningkatan kekuatan otot pasien setelah dilakukan ROM bilateral maupun unilateral.
Penelitian ini juga menunjukkan rerata kekuatan otot pada kelompok yang diberi
latihan ROM bilateral lebih tinggi daripada latihan ROM unilateral.
Rentang Pergerakan Sendi (RPS)
Pada pasien stroke yang mengalami hambatan mobilitas fisik maka harus segara
dilakukan intervensi keperawatan berupa latihan rentang pergerakan sendi (RPS). RPS
adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan
otot, dimana klien menggerakkna masing-masing persendianya sesuai gerakan normal
baik secara aktif maupun pasif.
RPS dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1) RPS Aktif
RPS aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan
menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing
klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan
rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot 75 %.
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan pada RPS aktif
adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri
secara aktif.
2) RPS Pasif
RPS Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain
(perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai
dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan
rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada RPS
pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu
dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
Menurut Potter & Perry, (2006), ROM terdiri dari gerakan pada
persendian sebaga berikut :
a) Leher, Spina, Serfikal
b) Bahu
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menaikan lengan dari posisi di samping rentang 180°
tubuh ke depan ke posisi di atas kepala,
Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi di rentang 180°
samping tubuh,
Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang tubuh, rentang 45-60°
siku tetap lurus,
Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di rentang 180°
atas kepala dengan telapak tangan jauh
dari kepala,
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan rentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin,
Rotasi dalam Dengan siku pleksi, memutar bahu rentang 90°
dengan menggerakan lengan sampai ibu
jari menghadap ke dalam dan ke
belakang,
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan rentang 90°
lengan sampai ibu jari ke atas dan
samping kepala,
Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan lingkaran rentang 360°
penuh,
c) Siku
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan rentang 150°
bahu bergerak ke depan sendi bahu dan
tangan sejajar bahu,
Ektensi Meluruskan siku dengan menurunkan rentang 150°
tangan,
d) Lengan bawah
Gerakan Penjelasan Rentang
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan rentang 70-90°
sehingga telapak tangan menghadap ke
atas,
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga rentang 70-90°
telapak tangan menghadap ke bawah,
e) Pergelangan tangan
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakan telapak tangan ke sisi rentang 80-90°
bagian dalam lengan bawah,
Ekstensi Mengerakan jari-jari tangan sehingga rentang 80-90°
jari-jari, tangan, lengan bawah berada
dalam arah yang sama,
Hiperekstensi Membawa permukaan tangan dorsal ke rentang 89-90°
belakang sejauh mungkin,
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30°
ibu jari,
Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30-50°
arah lima jari,
h) Pinggul
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan rentang 90-120°
atas,
Ekstensi Menggerakan kembali ke samping rentang 90-120°
tungkai yang lain,
Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang rentang 30-50°
tubuh,
Abduksi Menggerakan tungkai ke samping rentang 30-50°
menjauhi tubuh,
Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke
posisi media dan melebihi jika rentang 30-50°
mungkin,
Rotasi Memutar kaki dan tungkai ke arah
rentang 90°
dalam tungkai lain,
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi
rentang 90°
tungkai lain.
Sirkumduksi Menggerakan tungkai melingkar -
i) Lutut
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan tumit ke arah belakang rentang 120-130°
paha,
Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°
j) Mata kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari rentang 20-30°
kaki menekuk ke atas,
Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari rentang 45-50°
kaki menekuk ke bawah,
k) Kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Inversi Memutar telapak kaki ke samping rentang 10°
dalam,
Eversi Memutar telapak kaki ke samping rentang 10°
luar,
l) Jari-Jari Kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu rentang 15°
dengan yang lain,
Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°
d. Operatif
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1) Endarterektomi karotis(CEA) membentuk kembali arteri karotis , yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
gpaling dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Craniektomi, lobektomi, clipping untuk mengatasi perdarahan pada stroke
haemorhagik.
A. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1. Kebutuhan Oksigenasi
Adanya perubahan pola nafas karena penurunan kesadaran ataupun kelemahan otot
pernafasan. Pemenuhan oksigenasi klien akan terganggu tergantung pada area otak
terkana infark atau iskemi.
2. Kebutuhan Nutrisi
Penurunan asupan nutrisi klien karena gangguan menelan, kelemahan otot.
3. Kebutuhan aktivitas
Gangguan aktivitas akibat hemiparese yang dialami klien, kelemahan otot. Kebutuhan
dasar klien dan aktivitas sehari-hari klien dibantu secara penuh atau sebagian oleh
keluarga tau perawat
4. Konsep diri
Adanya kecemasan akibat perubahan status kesehatan pasien terutama pada pasien yang
mengalami hemiparese.
5. Kebutuhan Rasa Aman
Peningkatan resiko jatuh dan cedera karena kelemahan otot ataupun penurunan kesadaran.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Provocative
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
b) Quality/Quantity
Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi sesuai perkembangan penyakit
seperti letargi, tidak responsive.
c) Region/daerah
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intracranial. Terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain
d) Severity scale
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial
e) Timing
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
c. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan
dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Stroke dapat menyebabkan klien mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke dapat mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada
sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Klien
yang kekurangan oksigen pada kulitnya akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan menurun. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Astrid, M., Nurachmah, E., Budiharto. (2011). Pengaruh latihan Range of Motion (ROM)
terhadap kekuatan otot, luas gerak sendi dan kemampuan fungsional pasien stroke di RS
Sint Carolus Jakarta. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan (JIKK). Vol. 1, no. 4. Juni
2011.
Black, M., Joyce and Hawk, H., Jane. (2005). Medical Surgical Nursing: Clinical Management
For Positive Outcomes.(7thed). St. Louis,Missouri: Elsevier Saunders.
Cahyati, Y., Nuracmah, E., Hastono, S.P. (2013). Perbandingan peningkatan kekuatan otot
pasien hemiparese melalui latihan Range of Motion unilateral dan bilateral. Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 16 No. 1, Maret 2013, hal 40-60 pISSN 1410-4490,
eISSN 2354-9203
Doengoes, E., Marilynn., Moorhouse, F., Mary., and Geissler, C., Alice. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentsianperawatan
pasien (Nursing care plan: guidelines for planning and documenting patient care). ( 3th
ed). Jakarta: EGC.
Lewis., H., Kemper and Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing : Assessment and
Management of Clinical Problems. Volume 2. St. Louis, Missouri: Mosby.
Mertha, I.M., Laksmi, A. (2013). Pengaruh terapi latihan terhadap kemandirian melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari pasien stroke iskemik. Jurnal skala husada volume 10
nomor 1 April 2013 : 60-64.
Nanda Internasional. (2015). Diagnosa keperawatan: defenisis dan klasifikasi 2015-2017 (10Th
ed). Jakarta:EGC.
Potter, P.A., dan Perry, A.G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan , konsep, proses dan
praktik, edisi 4 volume 2. (Renata Komalasari, S.Kp, dkk., Penerjemah). Jakarta :
EGC.
Smeltzer, S., C & Bare, B., G. (1996). Brunner & Suddarth Textbook Of Medical Surgical
Nursing , Alih bahasa Agung Waluyo...(et al), (ed 8). Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI