Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN TUTORIAL

KASUS TUTORIAL 2
KASUS HIV/B20

Disusun oleh :
Inayatus solikha
(1811040013)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
I. STEP 1 ( KLARIFIKASI ISTILAH)
1. Pemeriksaan elisa
2. Terapi ARV
3. Stadium 2 asimtomatis
4. Pengertian HIV/B20
5. OAT
6. CD4
7. IgM CMV, IgG CMV
II. STEP II (DEFINISI ISTILAH)
1. Pemeriksaan elisa
Antibodi Immunosorbent Enzyme-linked (ELISAs) adalah teknik yang
menggabungkan spesifisitas antibodi dengan sensitivitas uji enzim secara
sederhana, dengan menggunakan antibodi atau antigen yang digabungkan ke
suatu enzim yang mudah diuji. ELISA memberikan pengukuran antigen atau
antibodi yang baik secara relatif maupun kuantitatif. ELISA dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya antigen yang dikenali oleh antibodi atau dapat
digunakan untuk menguji antibodi yang mengenali antigen.
Teknik ELISA seacara umum mengikuti lima prosedur:
1) Melapisi pelat microtiter dengan antigen;
2) Memblokir semua situs yang tidak terikat untuk mencegah hasil positif
palsu;
3) Menambahkan antibodi primer (misalnya antibodi rabbit monoklonal )
ke sumur;
4) Mambahkan antibodi sekunder yang terkonjugasi ke enzim (misalnya
IgG anti-rat);
5) Meaksi substrat dengan enzim untuk menghasilkan produk berwarna,
sehingga menunjukkan reaksi positif.

2. Terapi ARV
Obat Antiretroviral (ARV) makin tersedia secara luas dan mengubah
dengan cepat perawatan HIV/AIDS. Obat ARV tidak untuk menyembuhkan
HIV, tetapi dapat menurunkan kesakitan dan kematian secara dramatis, serta
memperbaiki kualitas hidup pada orang dewasa maupun anak. Di Indonesia
yang sumber dayanya terbatas dianjurkan orang dewasa dan anak yang
terindikasi infeksi HIV, harus segera mulai ART. Kriteria memulai didasarkan
pada kriteria klinis dan imunologis dan menggunakan pedoman pengobatan
baku yang sederhana yaitu Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral Pada Anak di Indonesia (Depkes RI-2008)
Golongan ARV :
A. Inhibititor reverse transkriptase nucleusida ( NRTI)
Zidofudin, didanocyn, zalatabin
B. Inhibititor reverse transkriptase non nucleusida (NNRTI)
Nevirapin, delafirdin, evavirane
C. Inhibitor protease (IP)
Indivoir, Nelvivoir
Fungsi ARV:
A. Memulihkan fungsi kekebalan tubuh
B. Meningkatkan jumlah CD4
C. Menghentikan progresifitas HIV
D. Mencegah atau menurunkan penuluran dari ke bayi, dan orang lain
Efek samping
A. Kehilangan nafsu makan
B. Diare
C. Kelelahan
D. Kolesterol & lipid tinggi pada darah
E. Gangguan tidur
F. Mual muntuh
Terapi ARV dilakukan jika CD4< 350
Permenkes 2014, ARVdiberikan pada :
A. Penderita HIVdewasa dan anak 5 tahun ke atas, CD4 < 350, stadium
klinis 3 atau 4
B. Ibu hamil dengan HIV
C. Bayi lahir dari ibu dengan HIV
D. Penderita HIV dengan TB

3. Stadium 2 asimtomatis
Walaupun lamanya waktu dari infeksi inisial menuju perkembangan
penyakit klinis sangat bermacam – macam, waktu rata – rata untuk pasien
yang tidak diobati adalah 10 tahun. Menurut penjelasan diatas, penyakit HIV
dengan replikasi virus aktif terus berjalan dan progresif selama periode
asimtomatis. Jangkauan progresifitas penyakit secara langsung dihubungkan
dengan level RNA HIV. Pasien dengan level RNA HIV yang tinggi didalam
plasma lebih cepat progresifitasnya menuju fase simtomatis dibandingkan
pasien dengan kadar RNA HIV yang rendah. Beberapa pasien bersifat
nonprogresor jika terdapat penurunan sel T CD4 namun dalam waktu yang
sangat lama. Pasien ini secara umum mempunyai kadar RNA HIV yang sangat
rendah. Beberapa pasien tertentu tetap asimtomatis walaupun fakta bahwa sel
T CD4 mereka menunjukkan progresifitas penurunan yang cepat. Pada pasien
ini, adanya penyakit oportunistik mungkin menjadi manifestasi awal dari
infeksi HIV. Selama masa asimtomatis dari infeksi HIV, rentang rata – rata
dari penurunan sel T CD4 adalah 50/µL per tahun. Ketika jumlah sel T CD4
turun menjadi < 200/µL, keadaan imunodefisiensi menjadi cukup berat untuk
menempatkan pasien pada resiko tinggi untuk infeksi oportunistik dan
neoplasma (Harrison, 2005).
Tanda dan gejala stadium 2 asimtomatis :
a) Penurunan berat badan <10 % dari perkiraan beratbadan sebelum
terkena penyakit, yangtidak diketahui penyebabnya. Pendertia tidak
dalam diet atau pengobatan yangdapat menurunkan berat badan.
b) Infeksi saluran nafas atas yang sering kambuh, seperti :
sinusitis,brochitis, radang telinga tengah(otitis media),radang
tenggorokan (faringitis)
c) Herpes zooster yang berulang dalam 5 tahun
d) Radang pada mulut dan stomatitis (sariawan) yang berulang
e) Gatal pada kulit (papular pruritic erution)
f) Dermatitis seboroik yang ditandai ketombe luas yang tiba-tiba muncul
g) Infeksi pada kuku dan jari jari.

4. Pengertian HIV/B20
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4.
Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin
lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit. Infeksi HIV yang tidak
segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari
infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi
sudah hilang sepenuhnya.
5. OAT
─ Obat Anti Tuberkulosis primer
a. Isoniazid
Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis
yang diajukan belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis yang diajukan,
diantara efek pada lemak, biosintesis asam nukleat, dan glikolisis. Ada
pendapat bahwa efek utamanya ialah penghambat biosintesis asam nikolat
(mycolic acid) yang merupakan unsure penting dinding sel mikobakterium.
Isoniazid kadar rendah mencegah perpanjangan rantai asam lemak yang
sangat panjang yang merupakan bentuk awal molekul asam mikolat.
Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumal lemak
yang terekstraksi oleh methanol oleh obat kedalam selnya, dan ambilan ini
merupakan proses aktif.
b. Rifampisin
Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya
menghambat DNA – dependent RNA polymerase dari mikrobakteria
mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan
pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA initi RNA polymerase dari berbagai
sel eukariotik tidak mengikat rifampisin dan sintesis RNAnya tidak
dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA ini mitokondria
mamalia tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar untuk
menghambat pada bakteri.
c. Etambutol
Etambutol memiliki mekanisme kerja dengan cara menghambat sintesis
metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Karena itu
obat ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik.
─ Obat Anti Tuberkulosis Sekunder
a. Asam Para-amino Salisilat (PAS)
Ditemukan tahun 1940, dahulu merupakan OAT garis pertama yang
disunakan bersama dengan isoniazid dan streptomycin; kemudian
kedudukannya digantikan oleh ethambutol. PAS memperlihatkan efek
bakteriostatik terhadap M. tuberculosis dengan menghambat secara
kompetitif pembentukan asam folat dari asam para-amino benzoat1.
Penggunaan PAS sering disertai efek samping yang mencakup keluhan
saluran cerna, reaksi hipersensitifitas (10% penderita), hipotiroid,
trombositopenia, dan malabsorpsi.
b. Ethionamide
Setelah penemuan isoniazid beberapa turunan pyridine lainnya telah diuji
dan ditemukan ethionamide dan prthionamide memperlihatkan aktifitas
antimikobakteri2. Mekanisme kerjanya sama seperti isoniazid, yaitu
menghambat sintesis asam mikolat. In-viro kedua turunan pyridine ini
bersifat bakterisid, tetapi resistensi mudah terjadi. Dosis harian adalah 500-
1000 mg, terbagi dua dosis. Efek samping utama adalah gangguan saluran
cerna, hepatotoksisitas (4.3% penderita); ethionamide memperlihatkan
kekerapan efek samping yang sedikit lebih rendah dari efek samping
prothioamide. Efek samping yang lain adalah neuritis, kejang, pusing, dan
ginekomastia. Untungnya, basil yang sudah resisten terhadap isoniazid masih
rentan dengan ethioamide, walaupun keduanya berasal dari senyawaan induk
yang sama yaitu asam nikotinat. Antara ethionamide dan prothionamide
terjadi resistensi silang.
c. Aminoglikosida dan Capreomycin
Kelompok obat suntik ini mempunyai mekanisme kerja mengikat
ribosom di subunit 30S, yang selanjutnya berakibat pengambatan
sistesiprotein6. Obat ini harus dapat melintasi dinding sel supaya tempat
kerjanya di ribosom. Pada pH rendah yaitu di dalam kavitas dan abses,
penetrasi obat meliwati dinding sel mikobakteri terhalang, dan ini dapat
menerangkan kekurangmanjuran aminoglikosida sebagai antitiberkulosis.
Lebih lanjut aminoglikosida tak dapat melintasi dinding sel, sebab itu tak
berkhasiat terhadap mikobakteri intrasel.
Aminoglikosida berkhasiat bakterisid hanya terhadap mikobakteri yang
sedang membelah dan sedikit sekali efeknya terhadap basil yang tak sedang
membelah. Oleh karena itu aminoglikodsida hanya bermanfaat pada
pengobatan fase induksi, ketika mikobakteri dalam jumlah besar sedang
membelah diri, sedangkan pada pengobatan fase lanjut yang diperlukan
adalah OAT yang aktif terhadap mikobakteri intrasel yang sedang membelah
diri secara lambat.
Resistensi terhadap streptomycin biasanya sering dijumpai pada
wilayah dimana obat itu luas digunakan. Tempat kerja masing-masing
aminoglikosida di ribosom 30S adalah tak sama. Amikacin umumnya aktif
terhadap mikobakteri yang sudah resistant terhadap streptomycin, tetapi
antara amikacin dengan kanamycin selalu ada resistensi silang. Di lain fihak
mikobakteri yang sudah resisten dengan amikasin selalu resisten pula dengan
streptomycin. Capreomycin adalah obat mahal, tetapi aktif terhadap strain
mikobakteri yang sudah resisten terhadap streptomycin. Strain yang sudah
resisten dengan capreomycin masih dapat diatasi dengan amikacin, tetapi
sebaliknya tidak.
d. Beta-laktam
Co-amoxiclav dan ampicillin/sulbactam in-vitro mempunyai aktifitas
terhadap M tuberculosis. Penghambat beta-laktamase adalah esensial untuk
menghambat hidrolisis oleh beta-laktamase yang dihasilkan oleh
mikobakteri, sehingga memungkinkan penetrasi aminopenicillin meliwati
dinding sel. Aktifitas bakterisidal dini coamoxiclav yang dilaporkan
sebanding dengan oxofloxacin menyokong penggunaan obat ini di klinik.
Akan tetapi aktifitas bakterisid hanya terhadap mikobakteri pada fase
eksponensial dan tidak pada fase stasioner, sehingga diperkirakan obat ini
hanye bermanfaat untuk mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat
lainnya yang diberikan bersama..Kemanjuran coamoxiclav dalam regimen
pengobatan pada kasus tuberkulosis yang resisten sudah dilaporkan, tetapi
belum ada uji klinik yang menilai efeknya secara definitif.
e. Rifabutin
Rifabutin dan rifampicin adalah turunan rifamycin,resitensi silang
dapat terjadi antara keduanya, akan tetapi masih ada sekitar 15%
strain Mtuberculosis yang sudah resisten dengan rifampicin ditemui masih
sensitif dengan rifabutin. Rifabutin lebih disukai dari rifampicin pada
pengobatan penderita tuberkulosis dengan HIV yang sedang diobati
dengan proteaseinhibitor, karena rifabutinmerupakan metabolic inducer yang
lebih lemah daripada rifampicin.
6. CD4
a. Pengertian CD4
CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel
darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD 4 pada orang dengan sistem
kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai
CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau
limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke
tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4
berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan
semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol)
b. Fungsi Sel CD4
Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk
melawan berbagai macam infeksi. Di sekitar kita banyak sekali infeksi yang
beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun kita
tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik
untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen
di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan
penyakit pada tubuh manusia
c. Jumlah normal sel CD4
Jumlah sel CD4 dihitung dalam milimeter kubik darah, bisa manual dengan
mikroskop atau otomatis dengan cytometer. Angka normal bervariasi, ada yang
menyebut 600-1200; 500-1000; 500-1500 dan 1400-1500 per mm kubik darah.
Dapat disimpulkan bahwa angka normal adalah di atas 500 per mm kubik darah.
Makin tinggi jumlah sel CD4 berarti makin baik sistem imun kita.
Sebaliknya makin rendah jumlah sel CD4 berarti makin rendah daya tahan tubuh
kita. How low is lowsehingga kita harus memulai pengobatan dengan ARV ada
banyak pendapat. Ada yang memberi batas di bawah 500 sudah perlu diberikan
pengobatan, tetapi pada umumnya mengatakan bahwa pengobatan dengan ARV
dimulai bila CD4 count ada pada angka 350 atau lebih rendah.
7. IgM CMV dan IgG CMV
CMV atau Cytomegalovirus adalah infeksi virus yang sangat umum terjadi
pada orang di segala usia, dari anak-anak hingga orang tua. Infeksi ini biasanya
adalah infeksi yang ringan, pada sebagian besar orang bahkan tidak menimbulkan
gejala apapun. Pada sebagian kecil orang, infeksi CMV dapat memberikan gejala-
gejala seperti:
a. demam
b. nyeri tenggorok
c. rasa lelah dan lemas
d. pembengkakkan kelenjar getah bening

Pada orang dengan sistem imun yang melemah seperti pada orang dengan
HIV, orang yang dalam kemoterapi, paska transplantasi organ, termasuk pada bayi,
infeksi CMV bisa menimbulkan kerusakan pada organ seperti mata, paru, hati,
lambung, dan usus.
a. IgM positif (+) menunjukkan infeksi kurang dari 1 tahun terakhir. Pada awal
infeksi virus, tubuh akan membentuk IgM setelah 1-2 minggu terinfeksi.
Konsentrasi IgM akan meninggi selama 4-6 minggu dan kemudia turun serta
menjadi negatif setelah 1 tahun terinfeksi.
b. IgG positif (+) merupaakn pertanda pernah terinfeksi. Tubuh akan membentuk
IgG setelah terinfeksi virus 8 minggu (2 bulan). Konsentrasi IgG akan menetap
(terus positif) sekalinya seseorang terinfeksi walaupun sudah tidak menimbulkan
gejala atau virus dalam kondisi tidak aktif.
III. STEP III (MENETAPKAN MASALAH)
a. Diagnosa keperawatan utama dari kasus?
b. Penatalaksanaan medis dan keperawatan?
c. Prognosis pasien?
d. Mengapa bisa terkena HIV? Bagaimana supaya tidak tertular?
e. Bagaimana proses bisa mengalami sariawan, tb, BB turun, nafsu makan turun,
Hb turun?
f. Mengapa dokter mendiagnosis pasien stadium I HIV, Stadium 2 asimtomatis?
bagaimana cara menegakan diagnosa tersebut?
g. Mengapa pasien ditempatkan satu ruang dengan penyakit lain? Apakah boleh
atau harus di isolasi? Apakah dampaknya?

Anda mungkin juga menyukai