Anda di halaman 1dari 59

Nama:

Prodi:

Dosen pembimbing:

Penyakit penyakit yang lazim pada bayi.

1.Bercak Mongol

A. Definisi

Pigmentasi yang datar dan berwarna gelap didaerah pinggang bawah dan bokong yang
ditemukan saat lahir pada beberapa bayi, yang akan menghilang secara perlahan-lahan selama
tahun pertama dan tahun kedua kehidupan.

Lesi makula biru / hitam / coklat / abu-abu tua yang memiliki batasan yang beragam.

Kebanyakan timbul pada daerah bokong dan lumbosakral, serta pada posterior, tungkai,
punggung dan bahu.

Dapat soliter maupun multiple dan seringkali melibatkan daerah yang luas.

B. Etiologi
 Lokasi dermal melanin berisi melanosit yang terperangkap saat migrasinya dari celah
nueral ke epidermis.
 Sering hilang dalam beberapa minggu pertama kehidupan / sekitar 1 tahun tetapi kadang-
kadang menetap.
 Lesi multiple yang tersebar luas, sering tidak menghilang.

C. Tanda dan gejala

Pigmentasi keabu-abuan atau kebiru-biruan, biasanya di regio lumbo sacral, tetapi dapat terjadi
di tempat lain pada badan atau anggota gerak.

D. Penatalaksanaan

Tindakan konservatif dan sinar laser untuk estetika

E. Contoh asuhan kebidanan bayi dengan bintik mongol


Data Subjektif : usia bayi 2 bulan

Data Obyektif :

1. Terdapat bercak kebiruan pada daerah bokong

2. Tanda vital normal

3. Berat badan 6000 gram

Pengkajian : Bayi usia 2 bulan dengan bintik mongol pada daerah bokong

Perencanaan :

1. Jelaskan penyebab bintik mongol pada keluarga ( yang akan menghilang dalam 1 tahun)

2. Penuhi kebutuhan nutrisi

3. Pencegahan infeksi dengan menjaga kebersihan bayi

4. Libatkan kedua orang tua pada perawatan

5. Lakukan program imunisasi

2.Hemangioma

A. Definisi

Tumor jinak yang terdapat pada pembuluh darah yang baru terbentuk dan berasal dari
malformasi jaringan angioblastik.

Tumor jinak yang terjadi akibat gangguan pada perkembangan dan pembentukan pembuluh
darah yang dapat terjadi disegala organ seperti hati, limfa, otak, tulang dan kulit (paling sering),
hampir 60% pada daerah kepala dan leher.

Terjadi pada 10% anak kulit putih dan 20% pada bayi prematur dengan berat badan kurang dari
1000 gr.

Sering soliter, lebih banyak terjadi pada anak perempuan.


Fase proliferasi (pertumbuhan) 6 – 10 bln dan fase involusi yang ditandai dengan regresi
hemangioma yang hebat.

Terjadi secara sporadis dan tanpa dasar genetis.

Kejadian 60% pada kelainan superfisial (kapiler), 15% pada kelainan dalam (kavernosa) dan
20% memiliki keduanya (superfisial dan dalam).

B. Jenis Hemangioma
1. Nevus Flammeus / Nevus Anggur Merah
 Selalu muncul pada saat lahir
 Daerah kapiler dermis yang tidak menonjol berbatas tegas, berwarna merah – ungu yang
tidak bertambah ukurannya, bisa menghilang atau memudar warnanya.
 Biasanya timbul didaerah leher dan kepala.
2. Kapiler / Nevus Strawberi
 Muncul kadang-kadang pada saat lahir, lebih sering tampak pada 2 bulan pertama.
 Berwarna merah terang, agak menonjol, dapat ditekan, berbatas tegas.
 Dapat timbul di berbagai tempat pada tubuh, seperti pada wajah, kulit kapala, punggung
dan dada.

3. Kavernosa
 Lesi yang dalam dan tampak lebih jelas dan tegas, lebih sakit dar pada hemangioma
kapiler, keras atau dapat ditekan dan kulit diatanya tampak berwarna normal atau
kebiruan.
C. Patofisiologi

Malformasi dari kapiler, arteri, atau aliran limfe atau kombinasi dari keempatnya.

D. Penatalaksanaan
 Cara Konservatif : pembesaran pada bulan pertama kemudian regresi spontan umur 12
bulan sampai dengan 5 tahun.
 Cara Aktif : pembedahan, radiasi, kortikosteroid, obat sklerotik, elektrokoagulasi dan
pembekuan.
E. Contoh asuhan kebidanan bayi hemangioma

Data subjektif : usia bayi 2 bulan

Data objektif :

1. Terdapat lesi merah kebiruan di kepala dan agak menonjol

2. Bayi agak rewel

Pengkajian : bayi usia 2 bulan yang dicurigai menderita hemangioma

Perencanaan :

1. Jelaskan penyebab hemangioma kepada keluarga (akan menghilang dalam 1 tahun)

2. Penuhi kebutuhan nutrisi

3. Cegah infeksi dengan menjaga kebersihan bayi

4. Libatkan kedua orang tuan untuk perawatan

5. Lakukan program imunisasi

6. Lakukan kolaborasi untuk tindakan lanjut

3.Muntah dan Gumoh

1. Muntah

A.Definisi

Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi secara
paksa melalui mulut, disertai dengan kontraksi lambung dan abdomen (Markum).

Pengeluaran isi lambung secara ekspulsif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot-otot perut
atau kelaurnya kembali sebagian / seluruh isi lambung yang terjadi setelah makan dan masuk
kedalam lambung.
B.Etiologi

 Muntah bisa disebabkan karena adanya factor fisiologis, seperti kelainan kongenital dan
infeksi.
 Muntah juga dapat disebabkan oleh gangguan psikologis, seperti keadaan tertekan atau
cemas, terutama pada anak yang lebih besar.
 Iritasi lambung atau usus.

C.Tanda dan gejala

Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah, yaitu:

 Muntah terjadi beberapa jam setelah keluarnya lendir yang kadang disertai dengan sedikit
darah. Hal ini kemungkinan terjadi karena iritasi lambung akibat sejumlah bahan yang
tertelan selama proses kelahiran.
 Muntah yang terjadi pada hari-hari pertama kelahiran, dalam jumlah banyak, tidak secara
proyektil, tidak berwarna hijau dan cenderung menetap biasanya terjadi akibat dari
obstruksi usus halus.
 Muntah yang terjadi secara proyektil (menyemprot) dan tidak berwarna kehijauan
merupakan tanda adanya stenosis pylorus.
 Selain keadaan tersebut diatas, yang juga dapat menjadi salah satu tanda adalah
peningkatan tekanan intrakranial, alergi susu, infeksi saluran kemih.
 Muntah yang terjadi pada anak yang tampak sehat. Hal ini mungkin terjadi karena
kesalahan pada teknik pemberian makan.

F. Patofisiologi

Muntah merupakan aksi refleks yang dikoordinasi medula oblongata yang melibatkan aktivitas
otot perut dan pernapasan, sehingga isi lambung dikeluarkan dengan paksa melalui mulut.

Proses muntah dibagi atas 3 fase :

1. Nausea
Sesuai psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada organ dalam, labirin/emosi dan
tidak selalu diikuti oleh retching atau emesis/ekspulsi.

2. Retching

Gerak nafas spasmodik dengan glotis tertutup bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot
dada dan diafragma menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.

3. Emesis/Ekspulsi

Fase retching mencapai puncaknya kontraksi kuat otot perut, bertambah turunnya diafragma,
penekanan antirefleks, pilorus dan antrum berkontaksi, fundus dan esophagus relaksasi dan
mulut terbuka.

G. Penatalaksanaan
 Mencari dan mengatasi penyebab muntah.
 Terapi subsitif, seperti menghentikan makanan peroral dibantu dengan pemberian
makanan / cairan sesuai dengan kebutuhan baik secara oral ataupun secara parental.
 Pemberian obat anti muntah, seperti antihistamin (parametazin 0,5 mg/kgBB/hr),
antikolinergik, fenatiazin (proklor parametazin 0,25 mg/kgBB/hr), metokhopiamid 0,5
mg/kgBB/hr, dan Cisaprit 0,2 mg/kgBB/hr.
 Lakukan kolaborasi. Apabila muntah disertai dengan gangguan fisiologis, seperti warna
muntah yang kehijauan, muntah secara proyektil.
 Konseling untuk orang tua tentang :
a. Ciptakan suasana tenang dan menyenangkan pada saat makan hindari anak makan sambil
berbaring atau tergesa-gesa agar saluran cerna mempunyai kesempatan yang cukup untuk
mencerna makanan yang masuk.
b. Ajarkan pola makan yang benar dan hindari makan yang merangsang serta menimbulkan
alergi. Kemudian makanan juga harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak,
dengan memperhatikan menu gizi seimbang, yaitu makanan yang bervariasi dan
mengandung unsur karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
c. Ciptakan hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak.

4.Gumoh (Regurgitasi)

A.Definisi

Keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan melalui mulut dan tanpa paksaan, beberapa
saat setelah minum susu (Depkes RI).

Keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah minum susu botol /
menyusui dalam jumlah sedikit.

B.Etiologi

 Posisi pada saat menyusui yang salah


 Posisi minum dengan botol salah
 Minum terburu-buru
 Anak sudah kenyang tapi tetap diberi minum
 Patofisiologi
 Kebanyakan minum atau kegagalan untuk mengeluarkan udara yang tertelan.

C. Tanda dan gejala

Tampak keluar sedikit cairan putih/susu dari mulut secara spontan.

D. Penatalaksanaan
 Perbaiki teknik menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada
sebagian areola dan dagu menempel payudara ibu.
 Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya. Posisi botol susu diatur
sedemikian rupa sehingga susu menutupi seluruh permukaan botol dan dot harus masuk
seluruhnya kedalam mulut bayi.
 Sendawakan bayi sesaat setelah minum. Bayi yang selesai minum jangan langsung
ditidurkan, tetapi perlu disendawakan terlebih dahulu. Sendawa dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
 Bayi digendong agak tinggi (posisi berdiri) dengan kepala bersandar di pundak ibu.
Kemudian, punggung bayi ditepuk perlahan-lahan sampai terdengar suara bersendawa.
 Menelungkupkan bayi di pangkuan ibu, lalu usap/tepuk punggung bayi sampai terdengar
suara bersendawa.

E. Contoh asuhan kebidanan bayi gumoh

Data subjektif: usia bayi 3 bulan, seri ng muntah setiap kali habis menyusu.

Data objektif :

1. Bayi cukup bulan

2. Refleks isap kuat

3. Mengeluarkan sedikit susu pada saat menyusui

4. Keadaan bayi baik

Pengkajian: bayi usia 3 bulan dengan gumoh

Perencanaan:

1. Jelaskan penyebab terjadinya gumoh pada keluarga

2. Ajarkan ibu dan keluarga tentng teknik menyusui yang benar atau berikan susu dengan cara
yang benar

3. Jika bayi diberi susu botol, perbaiki posisi botol pada saat menyusu

4. Anjurkan ibu untuk menyendawakan anak/bayinya setelah menyusu

5.Oral trush
A. Definisi

Penyakit yang disebabkan oleh jamur yang menyerang selaput lendir mulut.

Oral trush adalah adanya bercak putih pada lidah, langit-langit dan pipi bagian dalam (Wong).

B. Etiologi

Pada umumnya disebabkan oleh candida albicans.

C. Patofisiologi

Ditularkan melalui vagina ibu yang terinfeksi selama persalinan atau transmisi melalui botol susu
dan puting susu yang tidak bersih atau cuci tangan yang tidak benar.

D. Tanda dan gejala


 Tampak bercak keputihan pada mulut, terutama di lidah dan pipi bagian dalam, yang sulit
dibersihkan.
 Anak kadang-kadang menolak untuk minum.
 Mukosa mulut mengelupas.
 Lesi multiple pada selaput lendir mulut sampai bibir memutih menyerupai koagulasi milk
(bekuan susu) yang melekat dan jika dihilangkan akan berdarah.
 Kronis apabila lesi granulamatosa (luka benjolan kecil) yang menyerang sejak bayi
sampai anak-anak, menyerang kulit anak.

E. Penatalaksanaan
 Bersihkan mulut dengan kapas lembab, pengobatan dengan gentian violet 0,25% pada
mulut dengan kapas lidi atau memberikan mycostatin (oral mycostatin) 4 x sehari atau
tiap 6 jam sebanyak 1 cc selama 1 minggu atau sampai gejala menghilang.
 Jaga kebersihan bayi dan peralatan yang digunakan.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi.
 Ibu yang terinfeksi candida albicans harus diobati untuk mencegah infeksi berulang.
 Oleskan gentian violet 0,25% pada mulut dengan kapas lidi atau memberikan mycostatin
(oral mycostatin) 4 x sehari atau tiap 6 jam sebanyak 1 cc selama 1 minggu atau sampai
gejala menghilang.
F. Contoh asuhan kebidanan bayi dengan oral trush:

Data subjektif : usia bayi 1 bulan dengan keinginan menyusu kurang.

Data objektif:

1. Bayi cukup bulan

2. Tampak bercak putih agak menonjol pada daerah lidah dan mulut

3. Keadaan bayi baik

Pengkajian: bayi usia 1 bulan dengan oral trush

Perencanaan:

1. Jelaskan penyebab oral trush pada keluarga

2. Ajarkan ibu dan kelurga tentang teknik menyusui yang benar dan cara memberi susu yang
benar

3. Anjurkan ibu untuk membersihkan mulut dan daerah sekitar mulut bayinya sesudah
menyusui

4. Anjurkan ibu untuk membilas mulut bayinya dengan air putih setelah menyusu

5. Berikan larutan nistatin 1 ml 4 kali sehari

6. Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan lebih lanjut

6.Diaper rush

A.Definisi

 Warna merah menyeluruh, atau ruam atau keduanya pada pantat bayi sebagai reaksi kulit
terhadap ammonia pada urin dan penyebaran bakteri dari feaces.
 Merupakan reaksi kulit dari amoniak dalam urine dan kombinasi bakteri dari benda-
benda sekitar anus (Varney’s Midwifery Third Edition).
 Inflamasi akut pada kulit yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh
pemakaian popok (wong, 1993 : 1044).
 Merupakan dermatitis kontak iritan karena bahan kimia yang terkandung dalam urine dan
faeces (Agus Harianto, 1998).
 Akibat karena kontak yang terus menerus dengan keadaan lingkungan yang tidak baik,
sehingga menyebabkan iritasi / dermatitis pada daerah perianal (Depkes RI, 1994).

B.Etiologi

 kebersihan kulit tidak terjaga.


 Jarang ganti popok setelah bayi kencing
 Suhu/udara lingkungan terlalu panas/lembab
 Akibat mencret
 Reaksi terhadap kontak karet, plastik, deterjen

C.Patofisiologi

Kontak yang lama antara kulit dan popok yang basah memengaruhi beberapa bagian kulit.
Gesekan yang lebih sering dan lama menimbulkan kerusakan / iritasi pada kulit yang dapat
meningkatkan permeabilitas kulit dan jumlah mikroorganisme. Dengan demikian, kulit menjadi
sensitif dan mudah mengalami iritasi. Amonia juga dipandang sebagai penyebab ruam popok,
meskipun amonia tidak berdiri sendiri. Peningkatan PH urine mengakibatkan peningkatan enzim
fecal, yaitu protease dan lipase, sehingga memudahkan terjadinya iritasi pada daerah bokong.
Enzim fecal juga meningkatkan permeabilitas kulit akibat garam empedu yang terkandung pada
faeces, terutama saat diare, sehingga juga mengakibatkan iritasi pada daerah anal.

D.Tanda dan gejala

 Iritasi kulit yang terkena muncul sebagai eritema pada kulit yang tertutup popok.
 Erupsi daerah kontak yang menonjol
 Keadaan yang lebih parah dapat terjadi : papulla vesicular dan pustula, ulcerasi.

E.Penatalaksanaan
 Segera ganti popok segera setiap beyi BAK/BAB secara teratur.
 Gunakan lap bersih/kapas yang telah dibasahi untuk memberikan kotorannya. Sebaiknya
gunakan kapas dengan air hangat atau kapas dengan minyak untuk membersihkan daerah
perinatal segera setelah BAK/BAB.
 Mulai memnbersihkan dari vagina sampai ke anus.
 Gunakan sabun bersih dan bilas dengan air bersih. Hindari penggunaan sabun yang
berlebihan untuk membersihkan daerah pantat/bokong. Sabun yang berlebihan dan keras
sifatnya dapat menyebabkan iritasi.
 Berilah lapisan popok jika bayi menggunakan lapisan kain.
 Gunakan popok rangkap setiap malam dan pelindung krim body lotion setiap mengganti
popok.
 Bila terdapat bintik kemerahan, berikan krem atau salep, dan biarkan terbuka setiap
menganti popok untuk beberapa saat.
 Jaga agar kulit tetap kering dengan cara :
1) Apabila menggunakan popok kain, perhatikan agar sirkulasi udara tetap terjaga.
2) Hindari penggunaan popok / celana yang terbuat dari karet atau plastik.
3) Penggunaan bedak sangat berbahaya jika masuk ke saluran napas dan dapat
menyebabkan iritasi kulit perianal bila tercampur dengan urine / faeces (Wong).
4) Berikan posisi tidur selang seling, terutama pada daerah pantat agar pantat tidak tertekan
dan memberikan kesempatan pada bagian tersebut untuk kontak dengan udara.
5) Rendam popok bayi dalam cairan pencuci (acidum boricum) hama selama 2 jam,
kemudian dibilas, lalu keringkan. Hindari penggunaan deterjen atau pengharum pakaian
pada saat mencuci pakaian. Kemungkinan deterjen / sabun cuci yang digunakan
menyebabkan alergi pada anak.
6) Jaga kebersihan tubuh dan lingkungan.

F. Contoh asuhan pada bayi dengan Diaper Rush

Data subjektif: usia bayi 1 bulan, ibu mengatakan kulit bayi kemerahan pada daerah bokong dan
genetalia, bayi menggunakan popok sekali pakai.

Data objektif:
1. Tampak kemerahan pada daerah genetalia dan bookong

2. Bayi terlihat rewel.

Pengkajian: bayi usia 1 bulan dengan diaper rush

Perencanaan:

1. Jelaskan penyebab terjadinya diaper rush pada keluarga

2. Jangan biarkan bayi berbaring dengan popok yang basah

3. Sering cek poopok apakah sudah penuh atau belum

4. Jaga agar bokong dan genetalia bayi tetap bersih dan kering

5. Usahakan bokkong bayi terbuka agar terkena angin

6. Hindari kontak dengan karet atau plastik

7. Jaga kebersihan kulit

7.Seborrhea

A.Definisi

Seborrhea adalah lapisan kulit yang berlapis-lapis pada kepala bayi, hal ini bukan masalah,
hanya terlihat kurang bagus.

Gangguan kelenjar palit yang ditandai dengan pengeluaran palit (sebum) secara berlebihan dari
kelenjar palit sehingga membentuk sisik putih kekuning-kuningan pada daerah kepala.

B.Etiologi

Penyebab pasti belum diketahui, tapi diduga akibat disfungsi kelenjar sebasea, dugaan lainnya
karena pengaruh hormon sisa kehamilan ibunya. Produksi sebum oleh kelenjar keringat yang
berlebihan. Kambuh jika makanan berlemak/berkalori tinggi, minuman alkohol dan gangguan
emosi.
C.Tanda dan gejala

Tidak gatal, kulit merah dan skuama berminyak , flouresensi berupa sisik yang berlemak dan
eritema, terdapat di daerah kulit kepala, belakang telinga, ketiak, daerah popok terkena sampai
usia 8 bulan.

D.Penatalaksanaan

 Dengan menggosokkan pelan-pelan kulit kepala dengan minyak sayur, cuci dengan
sampo dan kemudian lepaskan dengan menggunakan sisir bergigi halus.
 Hindari makan berlemak, kacang dan coklat.
 Berikan vitamin B6 dan B kompleks untuk waktu yang lama.
 Jika terdapat infeksi sekunder dan eksudat , kompres dahulu dengan kompres dengan
larutan kalium permangat 1/5000, berikan krim yang mengandung asam salisilat (2%),
sulfur presipitatus (4%), vioform (3%), dan hidrokortison (0,5-1 %), neomisin dan
basitrasin.
 Penggunaan shampo yang tidak berbusa 2-3 kali seminggu.
 Gunakan krim yang mengandung selenium sulfida atau Hg presipitatus albus 2%.

F. Contoh asuhan kebidanan bayi dengan seborea

Data subjektif: usia bayi 1 bulan

Data objektif:

1. Tampak kumpulan lemak warna yang berwarna putih agak kecoklatan pada daerah kepala.

2. Tampak ruas merah pada daerah kepala.

Pengkajian: bayi usia 1 bulan dengan seborea

Perencanaan:

1. Jelaskan penyebab terjadinya seborea pada keluarga.


2. Anjurkan ibu untuk tidak megelupaskan sebum lemak yang terdapat pada bagian kepala
bayi atau pada bagian lain yang terkena.

3. Gunakan emolien atau hidrokortison 0,5% dan kulit kepala diurut secara perlahan tanpa
dipaksa dengan sampo ringan.

4. Jaga kebersihan kulit.

8.Bisulan

A.Definisi

Pembengkakan dikulit yang sakit bila disentuh dan dikelilingi oleh bagian berwarna
merah/bagian dari sisi pembengkakan dan biasanya disertai dengan nanah.

Karbunkel : bisul yang berdekatan sekali, yang kemudian membentuk suatu bisul yang besar
dengan beberapa lubang besar kepermukaan.

Bisulan adalah kemerahan atau pembengkakan kulit atau jaringan lunak.

B. Klasifikasi
 furunkel (bisul mata satua) yaitu benjolan nyeri dalam kulit karena radang yang terbatas
pada kulit dan jaringan bawah kulit yang meliputi mata bisul. Furunkel disebabkan oleh
bakterri yang masuk kedalam kulit melalui folikel rambut, kelenjar palit, atau kelenjar
keringat.
 karbunkel yaitu sekumpulan bisul yang sangat besar dengan beberapa lubang besar
dipermukaan.
C. Etiologi
 Sangat nyeri karenakulit yang nyeri melakat erat dengan jaringan dibawahnya..
 Lebih sering terjadi pada usia dewasa awal.
 Nanah yang keluar mudah berjangkit.
D. Tanda dan gejala
 Kulit merah atau pembengkakan jaringan subkutan didaerah manapun dibadan.
 Bengkak disertai nyeri tekan.
 Bengkak disertai fluktuasi.
E. .Penatalaksanaan
 taruk lembab dan hangat 3-4kali perhari pada bagian yang sakit untuk mempercepat
pengaliran nanah keluar.
 kulit disekelilingnya di lindungi dengan salep neomycin dan bacitracin.
 Bisul besar. Berikan Obat pemati rasa dengan cara menyemprotkan Ethyl Chlorida dan
antibiotik penisilin setiap 600.000, untuk mempersingkat masa infeksi.
 antibiotik lain : Achromycin 250 mg 3-4 kali perhari.
 kulit disekelilingnya harus dimandikan dengan cairan sabun halus dan dicuci.
 setelah kering, simpan kapas alkohol selama 5 menit 2-3 kali perhari pada semua kulit
disekelilingnya.
 Karbunkel yang sangat besar harus dirawat di Rumah sakit.

F. Contoh asuhan kebidanan bayi dengan bisul

Data subjektif: usia bayi 5 bulan, bayi rewel

Data objektif:

1. Tampak lesi merah, agak keras, terdapat bintik kuning pada puncaknya dsibagian leher.

2. Suhu 37,50 C

Pengkajian: bayi usia 5 bulan dengan bisul pada daerah leher

Perencanaan:

1. Jelaskan penyebab terjadinya bisul pada keluarga

2. Anjurkan ibu untuk memberi kompres hangat pada bisul

3. Cegah pecahan bisul mengenai bagian kulit lain agar tidak tertular

4. Pengobatannya dengan parasetamol, antibiotik, penisilin


9.Milliariasis

A.Definisi

Milliariasis adalah sumbatan pada kelenjar sebasea, tampak sebagai bercak putih menonjol pada
muka, terutama didaerah hidung.

Dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringan akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat.
Timbul jika udara panas atau lembab.

B. klasifikasi

1. Miliariasis kristalina

Keringat dapat keluar sampai stratum korneum, terlihat vesikel yang menyerupai titik nembun,
dan biasanya asimtomatik. Vesikel mudah pecah karenagesekan dengan pakaian.

2. Miliariasis rubra

Keringat merembes kedalam epidemis. Terlihat papula, vesikel, dan eritema disekitarnya.
Biasanya gejala ynag timbul disertai rasa gatal dan mudah terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo dan furun kulosis. Lokasi penyakit ini biasanya didaerah tertutup, terutama dada dan
punggung.

C. Etiologi

Bakteri respirasi yang tidak dapat keluar dan diabsorbsi oleh stratum korneum.

Jenis :

1) Milliariasis klitaline

Keringat dapat keluar sampai stratum korneum terlihat vesikel yang menyerupai titik embun,
asimptomatis, vesikel mudah pecah karena gesekan dengan pakaian.

2) Milliariasis rubra
Keringat merembes kedalam epidermis, terdapat papula, vesikel, eritema, terasa gatal, mudah
terjadi infeksi sekunder seperti impetigo dan furunkulosis, lokasi daerah yang tertutup pakaian
terutama dibagian punggung dan dada.

D. .Patofisiologi
 Akibat maserasi kulit akan menyebabkan keratin menyumbat saluran keringat.
 Sekresi keringat menyebabkan pecahnya sumbatan pada duktus, kemudian keringat yang
lolos membentuk vesikel intraepidermol.
 Infeksi sekunder disebabkan oleh staphilococcus.
E. Tanda dan gejala
 Terjadi pada udara panas dan lembab.
 Ruam popula vesikular eritematosa pada badan dan lipat lutut dan siku.
 Amat gatal.
 Tampak papula miliar, putih dan agak keras yang terdapat pada pipi, hidung, dada dan
dahi.
F. .Penatalaksanaan
 Prinsip pengobatan
 Mengurangi produksi keringat sehingga sumbatan pori menghilang sendiri.
 Tinggal ditempat sejuk dan kering udaranya.
 Dapat diberikan obat antikolinergik yang bisa menyebabkan produksi keringat berkurang
(Prantal, Probatine)
 Pakaian yang dikenakan harus tipis dan dapat mendinginkan, desinfektan serta anti gatal.

10.Bayi meninggal mendadak

A.Definisi

Kematian mendadak pada bayi atau anak kecil yang tidak terkirakan pada anamnesis dan tidak
terjelaskan dengan pemeriksaan postmorten menyeluruh, yang meliputi autopsi, penyidikan
terjadinya kematian, dan tinjauan riwayat medis keseluruhan.

B.Etiologi
 Penyebab belum diketahui.
 Faktor predisposisi ibu dan risiko antenatal
 Retardasi pertumbuhan janin
 Anemia
 Pemajanan obat
 Defisiensi nutrisi
 Usia muda
 Interval antar kehamilan pendek
 Paritas tinggi
 Faktor risiko neonatus
 Gagal tumbuh
 Asfiksia
 Prematuritas

C. Faktor risiko pasca lahir


 Umur (puncak 2-4 bulan)
 Minum susu botol
 Stres suhu
 Tidur bersama
 Bedung bayi yang terlalu erat
 Posisi tidur tengkurap

D. Penatalaksanaan
 Tidak ada pengobatan yang efektif untuk mencegah Sindrom Kematian Bayi Mendadak
(SKBM), meskipun kafein dan teofilin yang diberikan untuk apnea pada bayi prematur
mampu memperbaiki pola pernapasan dan kejadian apnea pada kelompok ini.
 Kematian mendadak jarang terjadi, menurut penelitian ada beberapa cara untuk
mengurangi risiko ini, yaitu :
 Letakkan bayi dalam posisi terlentang bila tidur.
 Jangan merokok selama hamil atau setelah melahirkan dan jangan membawa bayi
ketempat yang penuh asap rokok.
 Jangan biarkan bayi kepanasan, gunakan kelambu yang tipis.
 Hubungi dokter bila bayi terlihat tidak sehat
 Jangan biarkan bayi tidur dikasur bekas
 Jangan biarkan kepala bayi tertutup sprei

10. Diare ( Gastroenteritis )

definisi

Diare adalah penyakit yang lazim dijumpai pada bayi dan anak-anak. Menurut WHO, diare
merupakan defekasi dalam bentuk cair lebih dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya
berlangsung selama dua hari atau lebih.

(naomy marie tando,S.ST,M.Kes,2016)

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan karena frekuensi 1 X/lebih , BAB
konsistensi cair atau encer.

(arfiana,arum lusiana, 2016)

CARA MENGKLASIFIKASIKAN DIARE

TANDA/GEJALA KLASIFIKASI

Terdapat dua atau lebih tanda Diare dehidrasi berat


berikut ini

 Letargi atau tidak sadar


 Mata cekung
 Cubitan kulit perut
kembali dengan sangat lambat
Terdapat dua atau lebih tanda Diare dehidrasi ringan/sedang
berikut ini

 Gelisah atau rewel


 Mata cekung
 Cubitan kulit perut
kembali dengan lambat
Tidak cukup tanda untuk Diare tanpa dehidrasi
dehidrasi berat atau
ringan/sedang

Diare Pada Bayi Dan Anak

Angka Kesakitan ± 150-430 Perseribu Penduduk Setahun

Penyebab :

1) Faktor Infeksi
 Infeksi Enteral:

Infeksi Saluran Pencernaan Yang Merupakan Penyebab Utama Diare Pada Anak

Infeksi Bakteri : E.Coli, Salmonella

Infeksi Virus : Enterovirus

 Infestasi Parasit :

Cacing ( Ascaris )

Protozoa ( Trichomonas )

Jamur ( Candida Albicans )

 Infeksi Parenteral :
Infeksi Dibagian Tubuh Lain Diluar Alat Pencernaan ( Otitis Media Acute = Oma ),
Bronkopneumonia )

Terutama Terdapat Pada Anak Pada Bayi Dan Anak Berumur Dibawah 2 Tahun

2) Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi Karbohidrat
 Malabsorbsi Lemak
 Malabsorbsi Protein
3) Faktor Makanan
4) Faktor Psikologis

Patogenesis :

 Mekanisme Dasar Yang Menyebabkan Timbulnya Diare Adalah :


 Gangguan Osmotik
 Gangguan Sekresi
 Gangguan Motilitas Usus

Patogenesis Diare Akut

 Jasad Renik Yang Masih Hidup

 Usus Halus

 Multiplikasi
 Toksin ( Toksin Diaregenis )

 Hiperseksresi

 Diare

Patogenesis Diare Kronis

Lebih Kompleks Dan Faktor Yang Menimbulkannya :

 Infeksi Bakteri
 Parasit
 Malabsorbsi
 Malnutrisis
 Dll

Patofisiologi

Sebagai Akibat Diare ( Akut / Kronis ) Akan Terjadi :

 Kehilangan Air Dan Elektrolit ( Dehidrasi ) Yang Mengakibatkan Terjadinya Ggn


Keseimbangan Asam-Basa ( Asidosis Metabolik, Hipokalemia, Dll )
 Ggn Gizi Akibat Kelaparan ( Masukan Makanan Kurang, Pengeluaran Bertambah )
 Hipoglikemia
 Ggn Sirkulasi Darah

Gejala Klinis :

 Bayi / Anak Menjadi Cengeng, Gelisah, Suhu ↑, Nafsu Makan ↓


 Timbul Diare :
 Tinja Cair + Lendir / Darah
 Tinja Menjadi Kehijau-Hijauan ( Tercampur Dengan Empedu )
 Anus Dan Daerah Sekitarnya Lecet
 Muntah : Sebelum / Sesudah ( Lambung Turut Meradang )
 Dehidrasi : ( Kehilangan Cairan +++ )
 Bb ↓, Turgor <<<, Mata Dan Uub Menjadi Cekung, Selaput Lendir Bibir Dan Mulut
Serta Kulit Tampak Kering
 Dehidrasi
 Berdasarkan Banyaknya Cairan Yang Hilang :
a) Dehidrasi Ringan
b) Dehidrasi Sedang
c) Dehidrasi Berat
d) Berdasarkan Tonusitas Plasma
e) Dehidrasi Hipotonik ( Dehidrasi Hiponatremia )
f) Dehidrasi Isotonik ( Dehidrasi Isonatremia )
g) Dehidrasi Hipertonik ( Dehidrasi Hipernatremia )

Komplikasi :

 Sebagai Akibat Kehilangan Cairan Dan Elektrolit Secara Mendadak Dapat Terjadi
Berbagai Macam Komplikasi Seperti :
 Dehidrasi
 Renjatan Hipovolemik
 Hipokalemia
 Hipoglikemia
 Intoleransi
 Kejang
 Malnutrisi Energi Protein
 Pengobatan
 Dasar Pengobatan Diare Adalah :
 Pemberian Cairan ( Rehidrasi Awal Dan Umur )
 Dietetik ( Pemberian Makanan )
 Obat-Obatan

Cth : Memberikan Zinc selama 10 hari dengan dosis 10 mg (<6 bulan), 20 mg (>6bulan).

11. Diaper Rush ( Ruam Popok )

A.Pengertian :

Diaper Rush ( Ruam Popok ) Merupakan Akibat Akhir Karena Kontak Terus-Menerus Dengan
Keadaan Lingkungan

Penyebab :

 Kebersihan Kulit Yang Tidak Terjaga


 Jarang Ganti Popok Setelah Bayi/Anak Kencing
 Udara / Suhu Lingkungan Yang Terlalu Panas / Lembab
 Akibat Mencret
 Reaksi Kontak Terhadap Karet, Plastik, Deterjen

Tanda Dan Gejala :

 Iritasi Pada Kulit Yang Terkena, Muncul Sebagai Erythema


 Erupsi Pada Daerah Kontak Yang Menonjol, Seperti : Pantat, Alat Kemaluan, Perut
Bawah, Paha Atas.
 Keadaan Lebih Parah Dapat Terdapat :Papila Erythematosa, Vesicula Dan Ulcerasi

Penatalaksanaan :

 Daerah Yang Terkena Diaper Rush, Tidak Boleh Terkena Air Dan Harus Dibiarkan
Terbuka Dan Tetap Kering
 Untuk Membersihkan Kulit Yang Iritasi Dengan Menggunakan Kapas Halus Yang
Mengandung Minyak
 Segera Dibersihkan Dan Dikeringkan Bila Anak Kencing Atau Berak
 Posisi Tidur Anak Diatur Supaya Tidak Menekan Kulit / Daerah Yang Iritasi
 Usahakan Memberikan Makanan Tktp Dengan Porsi Yang Cukup
 Memperhatikan Kebersihan Kulit Dan Kebersihan Tubuh Secara Keseluruhan
 Memelihara Kebersihan Pakaian Dan Alat-Alatnya
 Pakaian / Celana Yang Basah Oleh Air Kencing Harus Direndam Dalam Air Yang
Dicampur Acidum Boricum
 Kemudian Dibersihkan Dan Tidak Boleh Menggunakan Sabun Cuci. Langsung Dibilas
Sampai Bersih Dan Dikeringkan.

12. Gumoh / Regurgitasi

A.Pengertian :

Keluarnya Kembali Susu Yang Telah Ditelan Ketika Atau Beberapa Saat Setelah Minum Susu
Botol / Menyusui Dan Dalam Jumlah Sedikit

B.Penyebab :

 Anak / Bayi Yang Sudah Kenyang


 Posisi Anak / Bayi Saat Menyusui
 Posisi Botol
 Terburu-Buru / Tergesa-Gesa
 Dll

C. Penatalaksanaan :

Regurgitasi Yang Tidak Berlebihan Merupakan Keadaan Yang Normal, Terutama Pada Bayi
Muda Dibawah 6 Bulan

13. Muntah Pada Bayi

Penyebab :

 Dalam Masa Neonatus


 Setelah Masa Neonatus
 Sebab Muntah Makin Banyak Dan Makin Sulit Didiagnosanya :

Psikogenik :

Infeksi : Apendicsitis, Peritonitis, Hepatitis, Dll


Lain : Kelainan Intrakranial, Intoksikasi, Refleks

Komplikasi

Kehilangan Cairan Tubuh Dan Elektrolit, Sehingga Dapat Timbul Dehidrasi Dan Alkalosis

Ketosis ( Karena Tidak Dapat Makan Dan Minum )

Ketosis Akan Menyebabkan Asidosis Dan Kemudian Renjatan

Bila Muntah Dan Hebat : Ketegangan Otot Dinding Perut, Perdarahan Konjungtiva, Ruptura
Esofagus, Dll
PENYAKIT JEJAS PERSALINAN

A.Caput Succedaneum

1.1. Pengertian

Caput succedaneum adalah edema kulit kepala anak yang terjadi karena tekanan dari
jalan lahir kepada kepala anak. Atau pembengkakan difus, kadang-kadang bersifat ekimotik atau
edematosa, pada jaringan lunak kulit kepala, yang mengenai bagian kepala terbawah, yang
terjadi pada kelahiran verteks. Karena tekanan ini vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler
meninggi hingga cairan masuk ke dalam jaringan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada
tempat yang terendah. Dan merupakan benjolan yang difus kepala, dan melampaui sutura garis
tengah. (Obstetri fisiologi, UNPAD.1985)

Caput succedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi
bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran
serum dari pembuluh darah. Caput succedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan
biasanya menghilang setelah 2-5 hari.(Sarwono Prawiroharjo.2002). Kejadian caput
succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada kepala bayi akibat tekanan uterus atau
dinding vagina dan juga pada persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi.(Sarwono
Prawiroharjo.2002)

1.2. Etiologi

Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya caput succedaneum pada bayi baru
lahir(Obstetri fisiologi,UNPAD, 1985, hal 254), yaitu :

Persalinan lama : dapat menyebabkan caput succedaneum karena terjadi tekanan pada
jalan lahir yang terlalu lama, menyebabkan pembuluh darah vena tertutup, tekanan dalam vena
kapiler meninggi hingga cairan masuk kedalam cairan longgar dibawah lingkaran tekanan dan
pada tempat yang terendah.

Persalinan dengan ekstraksi vakum : pada bayi yang dilahirkan vakum yang cukup berat,
sering terlihat adanya caput vakum sebagai edema sirkulasi berbatas dengan sebesar alat
penyedot vakum yang digunakan.
1.3. Patofisiologi

Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir
sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke
jaringan ekstra vaskuler. Benjolan caput ini berisi cairan serum dan sering bercampur dengan
sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di
daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk mengecilkan
lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada
sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat pada
bayi premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai dua hari.

1.4. Manifestasi Klinis

Menurut Nelson dalam Ilmu Kesehatan Anak (Richard E, Behrman.dkk.2000), tanda dan
gejala yang dapat ditemui pada anak dengan caput succedaneum adalah sebagi berikut :

 Adanya edema dikepala


 Pada perabaan teraba lembut dan lunak
 Edema melampaui sela-sela tengkorak
 Batas yang tidak jelas
 Biasanya menghilang 2-3 hari tanpa pengobatan

1.5. Pemeriksaan Diagnostik

Sebenarnya dalam pemeriksaan caput succedaneum tidak perlu dilakukan pemeriksaan


diagnostik lebih lanjut melihat caput succedaneum sangat mudah untuk dikenali. Namun juga
sangat perlu untuk melakukan diagnosa banding dengan menggunakan foto rontgen (X-Ray)
terkait dengan penyerta caput succedaneum yaitu fraktur tengkorak, koagulopati dan perdarahan
intrakranial. (Meida.2009)
1.6. Penatalaksanaan

Berikut adalah penatalaksanaan secara umum yang bisa diberikan pada anak dengan
caput succedaneum :

 Bayi dengan caput succedaneum diberi ASI langsung dari ibu tanpa makanan tambahan
apapun, maka dari itu perlu diperhatikan penatalaksanaan pemberian ASI yang adekuat
dan teratur.
 Bayi jangan sering diangkat karena dapat memperluas daerah edema kepala.
 Atur posisi tidur bayi tanpa menggunakan bantal
 Mencegah terjadinya infeksi dengan :

1) Perawatan tali pusat

2) Personal hygiene baik

 Berikan penyuluhan pada orang tua tentang :

1) Perawatan bayi sehari-hari, bayi dirawat seperti perawatan bayi normal.

2) Keadaan trauma pada bayi , agar tidak usah khawatir karena benjolan akan menghilang 2-3
hari. Berikan lingkungan yang nyaman dan hangat pada bayi. Awasi keadaan umum bayi.

B.Cephal Hematom

2.1. Pengertian

Cephal hematom adalah perdarahan subperiosteal akibat kerusakan jaringan poriesteum


karena tarikan atau tekanan jalan lahir. Dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah.
Tulang tengkorak yang sering terkena adalah tulang temporal atau parietal ditemukan pada 0,5 –
2 % dari kelahiran hidup. (Prawiraharjo,Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan)
Menurut Abdul Bari Saifudin, cephal hematoma adalah pendarahan sub periosteum akibat
keruasakan jaringan periosteum karena tarikan/tekanan jalan lahir dan tidak pernah melampaui
batas sutura garis tengah.(Ika Nugroho.2011)

2.2. Klasifikasi

Menurut letak jaringan yang terkena ada 2 jenis yaitu(Ika Nugroho.2011) :

 Subgaleal

Galea merupakan lapiasan aponeurotik yang melekat secara longgar pada sisi sebelah dalan
periosteum. Pembuluh-pembuluh darah vena di daerah ini dapat tercabik sehingga
mengakibatkan hematoma yang berisi sampai sebanyak 250 ml darah. Terjadi anemia dan bisa
menjadi shock. Hematoma tidak terbatas pada suatu daerah tertentu (Oxorn, Harry, 1996).

Penyebabnya adalah perdarahan yang letaknya antara aponeurosis epikranial dan periosteum.
Dapat terjadi setelah tindakan ekstraksi vakum. Jarang terjadi karena komplikasi tindakan
mengambil darah janin untuk pemeriksaan selama persalinan, risiko terjadinya terutama pada
bayi dengan gangguan hemostasis darah.

Sedangkan untuk kadang-kadang sukar didiagnosis, karena terdapat edema menyeluruh pada
kulit kepala. Perdarahan biasanya lebih berat dibandingkan dengan perdarahan subperiosteal,
bahaya ikterus lebih besar.

 Subperiosteal

Karena periosteum melekat pada tulang tengkorak di garis-garis sutura, maka hematoma
terbatas pada daerah yang dibatasi oleh sutura-sutura tersebut. Jumlah darah pada tipe
subperiosteal ini lebih sedikit dibandingkan pada tipe subgaleal, fraktur tengkorak bisa
menyertai.

Gambaran Klinis : kulit kepala membengkak. Biasanya tidak terdeteksi samapai hari ke 2 atau ke
3. Dapat lebih dari 1 tempat. Perdarahan dibatasi oleh garis sutura, biasanya di daerah parietal.
Perjalanan Klinis dan Diagnosis : Pinggirnya biasanya mengalami klasifikasi. Bagian tengah
tetap lunak dan sedikit darah akan diserap oleh tubuh. Mirip fraktur depresi pada tengkorak.
Kadang-kadang menyebabkan ikterus neonatorum.

2.3. Etiologi

Menurut Sarwono Prawiraharjo dalam Ilmu Kebidanan 2002, cephal hematom dapat terjadi
karena :

 Persalinan lama

Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis ibu terhadap
tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah.

 Tarikan vakum atau cunam

Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat menyebabakan penumpukan
darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum.

Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.

2.4. Patofisiologi

Kadang-kadang, cephal hematom terjadi ketika pembuluh darah pecah selama persalinan
atau kelahiran yang menyebabkan perdarahan ke dalam daerah antara tulang dan periosteum.
Cedera ini terjadi paling sering pada wanita primipara dan sering berhubungan dengan persalinan
dengan forsep dan ekstraksi vacum. Tidak seperti kapu suksedaneum, cephal hematoma berbatas
tegas dan tidak melebar sampai batas tulang. Cephal hematom dapat melibatkan salah satu atau
kedua tulang parietal. Tulang oksipetal lebih jarang terlibat, dan tulang frontal sangat jarang
terkena. Pembengkakan biasanya minimal atau tidak ada saat kelahiran dan bertambah ukuranya
pada hari kedua atau ketiga. Kehilangan darah biasanya tidak bermakna.(Wong, 2008)
Menurut FK. UNPAD. 1985 dalam Obstetri Fisiologi Bandung, peroses perjalanan penyakit
cephal hematom adalah : cephal hematom terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang
melintasi tulang kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada
persalinan lama. Akibat pembuluh darah ini timbul timbunan darah di daerah sub periosteal yang
dari luar terlihat benjolan. Bagian kepala yang hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya
penumpukan daerah yang perdarahan subperiosteum.

2.5. Manifestasi Klinis

Berikut ini adalah tanda-tanda dan gejala Cephal hematom.(Menurut Prawiraharjo,


Sarwono.2002.Ilmu Kebidanan):

 Adanya fluktuasi
 Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi lahir .
 Adanya cephal hematom timbul di daerah tulang parietal. Berupa benjolan timbunan
kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian benjolan keras sampai
umur 1-2 tahun.

2.6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan X-Ray tengkorak dilakukan bila dicurigai adanya fraktur (mendekati hampir
5% dari seluruh cephal hematom). Dan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai kadar
bilirubin, hematokrit, dan hemoglobin.(Alpers, ann.2006)

2.7. Penatalaksanaan

Tidak diperlukan penanganan untuk cephal hematom tanpa komplikasi. kebanyakan lesi
diabsorbsi dalam 2 minggu sampai 3 bulan. Lesi yang menyebabkan kehilangan darah hebat ke
daerah tersebut atau yang melibatkan fraktur tulang di bawahnya perlu evaluasi lebih lanjut.
Hiperbilirubinemia dapat tejadi selama resolusi hematoma ini. Infeksi lokal dapat terjadi dan
harus dicurigai bila terjadi pembengkakan mendadak yang bertambah besar.(Wong.2008)
Menurut Ida Bagus Gde Manuaba 1998, cephal hematoma umumnya tidak memerlukan
perawatan khusus. Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu
tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini
akan agak lama menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain :

o Menjaga kebersihan luka.


o Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan cephal hematoma.
o Pemberian vitamin K.
o Bayi dengan cephal hematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya karena
pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah yang mulai pulih.
o Pemantauan bilirubinia, hematokrit, dan hemoglobin.
o Aspirasi darah dengan jarum suntik tidak diperlukan.

C. Trauma Fleksus Brachialis

3.1. Pengertian

Trauma lahir pada pleksus brachialis dapat dijumpai pada persalinan yang mengalami
kesukaran dalam melahirkan kepala atau bahu. Pada kelahiran presentasi verteks yang
mengalami kesukaran melahirkan bahu, dapat terjadi penarikan balik cukup keras ke lateral yang
berakibat terjadinya trauma di pleksus brachialis. Trauma lahir ini dapat pula terjadi pada
kelahiran letak sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.

Gejala klinis trauma lahir pleksus brachialis berupa gangguan fungsi dan posisi otot
ekstremitas atas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi rendahnya serabut syaraf pleksus
braklialis yang rusak dan tergantung pula dari berat ringannya kerusakan serabut syaraf tersebut.
Paresis atau paralisis akibat kerusakan syaraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen.
Hal ini tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut syaraf di pangkal pleksus brachialis yang
akut berupa edema biasa, perdarahan, perobekan atau tercabutnya serabut saraf.

Sesuai dengan tinggi rendahnya pangkal serabut saraf pleksus brachialis, trauma lahir
pada saraf tersebut dapat dibagi menjadi paresis/paralisis (1) paresis/paralisis Duchene-Erb (C.5-
C.6) yang tersering ditemukan (2) paresis/paralisi Klumpke (C.7.8-Th.1) yang jarang ditemukan,
dan (3) kelumpuhan otot lengan bagian dalam yang lebih sering ditemukan dibanding dengan
trauma Klumpke. Anatomi dari anyaman ini, dibagi menjadi : Roots, Trunks, Divisions, Cords,
dan Branches maka cedera di masing-masing level ini akan memberikan cacat/trauma yang
berbeda-beda.

 Roots : berasal dari akar saraf di leher dan thorax pada level C5-C8, T1
 Trunks : dari Roots bergabung menjadi 3 thrunks
 Divisions : dari 3 thrunks masing-masing membagi 2 menjadi 6division
 Cords : 6 division tersebut bergabung menjadi 3 cords
 Branches : cords tersebut bergabung menjadi 5 branches, yaitu : n.musculocutaneus,
n.axilaris,n.radialis,n. medianus, dan n.ulnaris

Trauma pada pleksus brachialis yang dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau
tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh
lengan. Trauma pleksus brachialis sering terjadi pada penarikan lateral yang dipaksakan pada
kepala dan leher, selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan
berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.

Luka pada pleksus brachialis mempengaruhi saraf memasok bahu, lengan lengan bawah, atas
dan tangan, menyebabkan mati rasa, kesemutan, nyeri, kelemahan, gerakan terbatas, atau bahkan
kelumpuhan ekstremitas atas. Meskipun cedera bisa terjadi kapan saja, banyak cedera pleksus
brachialis terjadi selama kelahiran. Bahu bayi mungkin menjadi dampak selama proses
persalinan, menyebabkan saraf pleksus brachialis untuk meregang atau robek. Secara garis besar
macam-macam plesksus brachialis yaitu :

 Paralisis Erb-Duchene

Kerusakan cabang-cabang C5 – C6 dari pleksus brachialis menyebabkan kelemahan dan


kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi, dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks
biseps dan morro. Gejala pada kerusakan fleksus ini, antara lain hilangnya reflek radial dan
biseps, refleks pegang positif. Pada waktu dilakukan abduksi pasif, terlihat lengan akan jatuh
lemah di samping badan dengan posisi yang khas.
Pada trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut saraf
frenikus yang menginervasi otot diafragma. Secara klinis di samping gejala kelumpuhan Erb
akan terlihat pula adanya sindrom gangguan nafas. Terjadi waiters-tip position yaitu rotasi
medial pada sendi bahu menyebabkan telapak tangan mengarah ke posterior.

Lesi pada kelumpuhan Erb terjadi akibat regangan atau robekan pada radiks superior
pleksus brachialis yang mudah mengalami tegangan ekstrim akibat tarikan kepala ke lateral,
sehingga dengan tajam memfleksikan pleksus tersebut ke arah salah satu bahu. Mengingat traksi
dengan arah ini sering dilakukan untuk melahirkan bahu pada presentasi verteks yang normal,
paralisis Erb dapat tejadi pada persalinan yang terlihat mudah. Karena itu, dalam melakukan
ekstraksi kedua bahu bayi, harus berhati-hati agar tidak melakukan flaksi lateral leher yang
berlebihan. Yang paling sering terjadi, pada kasus dengan persentasi kepala, janin yang
menderita paralisis ini memiliki ukuran khas abnormal yang besar, yaitu denga berat 4000 gram
atau lebih.

Penanganan pada kerusakan fleksus ini, antara lain meletakkan lengan atas dalam posisi
abduksi 900 dalam putaran keluar, siku dalam fleksi 900 dengan supinasi lengan bawah dan
ekstensi pergelangan tangan, serta telapak tangan menghadap depan. Kerusakan ini akan sembuh
dalam waktu 3-6 bulan. Penanganan terhadap trauma pleksus brachialis ditujukan untuk
mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi
lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi
tertentu selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi
dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi
karakteristik kelumpuhan Erb.

 Paralisis Klumpke

Kerusakan cabang-cabang C7 – Th1 pleksus brachialis menyebabkan kelemahan lengan otot-


otot fleksus pergelangan, maka bayi tidak dapat mengepal. Secara klinis terlihat refleks pegang
menjadi negatif, telapak tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap
positif. Jika serabut simpatis ikut terkena, maka akan terlihat sindrom Horner yang ditandai
antara lain oleh adanya gejalaprosis, miosis, enoftalmus, dan hilangnya keringat di daerah kepala
dan muka homolateral dari trauma lahir tersebut. Penanganan pada kerusakan fleksus brachialis
adalah melakukan fisioterapi. Kerusakan akan sembuh dalam waktu 3-6 minggu. Ibu dari bayi
harus diingatkan agar berhati-hati ketika mengangkat bayi sehingga trauma tidak bertambah
parah. Dalam minggu pertama, membalut lengan untuk mengurangi rasa nyeri. Bila ibu dapat
merawat bayinya dan tidak ada masalah lain, bayi bisa dipulangkan dan menganjurkan ibu untuk
kunjungan ulang 1minggu lagi untuk melihat kondisi bayi dan latihan pasif. Melakukan tindak
lanjut setiap bulan dan menjelaskan bahwa sebagian besar kasus sembuh 6-9 bulan.

3.2. Etiologi

Etiologi trauma fleksus brakhialis pada bayi baru lahir. Trauma fleksus brakhialis pada bayi
dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain:

1) Faktor bayi sendiri : makrosomia, presentasi ganda, letak sunsang, distosia bahu,
malpresentasi, bayi kurang bulan

2) Faktor ibu : ibu sefalo pelvic disease (panggul ibu yang sempit), umur ibu yang sudah tua,
adanya penyulit saat persalinan

3) faktor penolong persalinan : tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat menolong
kelahiran bahu pada presentasi kepala, tarikan yang berlebihan pada bahu pada presentasi
bokong.

3.3. Patofisiologis

Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus mengalami traksi atau kompresi.
Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed pada prevertebral fascia
dan mid fore armakan melukai pleksus. Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi,
yang akan merusak pembuluh darah. Cedera pleksus brachialis dianggap disebabkan oleh traksi
yang berlebihan diterapkan pada saraf. Cedera ini bisa disebabkan karena distosia bahu,
penggunaan traksi yang berlebihan atau salah arah, atau hiperekstensi dari alat ekstraksi
sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu dan ukuran bahu dan posisi janin selama proses
persalinan untuk menentukan cedera pada pleksus brachialis. Secara umum, bahu anterior
terlibat ketika distosia bahu, namun lengan posterior biasanya terpengaruh tanpa adanya distosia
bahu. Karena traksi yang kuat diterapkan selama distosia bahu adalah mekanisme yang tidak bisa
dipungkuri dapat menyebabkan cedera, cedera pleksus brakiali. Kompresi yang berat dapat
menyebabkan hematome intraneural,dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.

3.4. Tanda dan gejala

 Tanda dan gejala trauma fleksus brachialis antara lain :


 gangguan motorik pada lengan atas
 paralisis atau kelumpuhan pada lengan atas dan lengan bawah
 lengan atas dalam keadaan ekstensi dan abduksi
 jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan tergantung
 reflex moro negative
 tangan tidak bisa menggenggam
 reflex meraih dengan tangan tidak ada

3.5. Penanganan terhadap trauma fleksus brakhialis

Penanganan atau penatalaksanaan kebidanan meliputi rujukan untuk membebat yang


terkena dekat dengan tubuh dan konsultasi dengan tim pediatric. Penanganan terhadap trauma
pleksus brachialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan
mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain
dengan cara :

1) Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal
saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan
penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.

2) Immobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 90 derajat, siku fleksi 90
derajat disertai supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi
3) Beri penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara meletakkan
tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya.

4) Rujuk ke rumah sakit jika tidak bisa ditangani.

Penatalaksanaan dengan bentuk kuratif atau pengobatan. Pengobatan tergantung pada


lokasi dan jenis cedera pada pleksus brachialis dan mungkin termasuk terapi okupasi dan fisik
dan dalam beberapa kasus, pembedahan. Beberapa cedera pleksus brachialis menyembuhkan
sendiri. Anak-anak dapat pulih atau sembuh dengan 3 sampai 4 bulan.

D.Fraktur Humerus dan Fraktur Klavikula

4.1. Fraktur humerus

Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus
(Mansjoer, Arif, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidayat (2004) Fraktur humerus adalah
fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak
langsung.

Fraktur humerus adalah Kelainan yang terjadi pada kesalahan teknik dalam melahirkan
lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang dengan lengan membumbung ke atas.
Pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak dapat digerakkan dan refleks Moro pada sisi
tersebut menghilang.

Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan
menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab
terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan
fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang
pelvis. Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total.
4.1.1. Klasifikasi fraktur humerus

Fraktur atau patah tulang humerus terbagi atas :

Fraktur Suprakondilar humerus. Jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi :

Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan
pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasidan lengan siku dalam posisi ekstensi dengan
tangan terfikasi

Jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan tangan
dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit fleksi

Fraktur interkondiler humerus : fraktur yang sering terjadi pada anak adalah fraktur
kondiler lateralis dan fraktur kondiler medialis humerus

Fraktur batang humerus : fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang
mengakibatkan fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi)

Fraktur kolum humerus : fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di
bawah kaput humeri) dan kolum sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum)

4.1.2. Etiologi

Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan
menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab
terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan
fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang
pelvis. Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total. Fraktur menurut Strek,1999 terjadi
paling sering sekunder akibat kesulitan pelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi
sefalopelvik, serta malpresentasi).
4.1.3. Gejala

 Berkurangnya gerakan tangan yang sakit


 Refleks moro asimetris
 Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur disertai rasa sakit
 Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif

4.1.2. Gejala klinis

Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan adanya gerakan kaki yang
berkurang dan asimetris.

Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya deformitas dan krepitasi pada tulang
femur.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.

4.1.3. Penanganan

Imobilisasi lengan pada sisi bayi dengan siku fleksi 90 derajat selama 10 sampai 14 hari
serta control nyeri. Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang
tindih ringan dengan deformitas, umumnya akan baik. Dalam masa pertumbuhan dan
pembentukkan tulang pada bayi, maka tulang yang fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya
mempunyai bentuk panjang yang normal

4.2. Fraktur Tulang Klavikula

Fraktur tulang klavikula merupakan trauma lahir pada tulang yang tersering ditemukan
dibandingkan dengan trauma tulang lainnya. Trauma ini ditemukan pada kelahiran letak kepala
yang mengalami kesukaran pada waktu melahirkan bahu, atau sering pula ditemukan pada waktu
melahirkan bahu atau sering juga terjadi pada lahir letak sungsang dengan tangan menjungkit ke
atas.
Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur freenstick, walaupun kadang-kadang
dapat juga terjadi suatu fraktur total, fraktur ini ditemukan 1 – 2 minggu kemudian setelah teraba
adanya pembentukan kalus.

4.2.1. Gejala Klinis

Yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan adanya trauma lahir klavikula jenis greenstick
adalah :

o Gerakan tangan kanan-kiri tidak sama


o Refleks moro asimotris
o Bayi menangis pada perabaan tulang klavikula
o Gerakan pasif tangan yang sakit disertai riwayat persalinan yang sukar.

4.2.2. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang kavikula

o Imobilisasi lengan untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat pembentukan kalus.
o Lengan difiksasi pada tubuh anak dalam posisi abduksi 600 dan fleksi pergelangan siku
900.
o Umumnya dalam waktu 7 – 10 hari rasa sakit telah berkurang dan pembentukan kalus
telah terjadi.
JENIS-JENIS KELAINAN KONGENITAL
a) Labioskizis/Labiopalatoskizis

1). Pengertian

Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka serta
langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.

2). Etiologi

banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara lain , yaitu :

1. factor Genetik atau keturunan

Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi/. Dimana dapat terjadi karena adaya
adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom
yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex (
kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13
atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total
kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan
menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat
jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

2. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil,
kekurangan asam folat.

` 3. Radiasi

4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.

5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan
Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia

6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama
kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin

7. Multifaktoral dan mutasi genetic

8. Diplasia ektodermal

3). Patofisiologi

Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya
mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris)
pecah kembali.

Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis
medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum
nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke-7 sampai 12 mgg

4). Klasifikasi

1. Berdasarkan organ yang terlibat

a. Celah di bibir (labioskizis)


b. Celah di gusi (gnatoskizis)

c. Celah di langit (palatoskizis)

d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa
jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.

b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.

c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.

5). Gejala dan tanda

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

1. Terjadi pemisahan langit – langit

2. Terjadi pemisahan bibir

3. Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit.

4. Infeksi telinga berulang.

5. Berat badan tidak bertambah.

6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.

6). Diagnosis

Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing
mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui
keadaan janin apakah terjadi kelainan atau idak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu
hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG.

7). Komplikasi

Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi
karenannya, yaitu ;

1. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum.
Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran
dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing

2. Infeksi telinga dan hilangnya Dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan
telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi makan akan kehilangan pendengaran.
3. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah.
Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya

4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu
perawatan dan penanganan khusus.

8). Penatalaksanaan

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia
2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan
sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum
Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10
minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.

1. Perawatan

a. Menyusu ibu

Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir
sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk
mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan
memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu
sampai 6 mgg

b. Menggunakan alat khusus

 Dot domba

Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih
baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang
besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.

 Botol peras

Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat
dihisap bayi

 Ortodonsi

Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan
pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan
bedah definitive

c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi

d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara

e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah
lobang hidung

f. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot
ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh

g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang
dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air
2. Pengobatan

a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi
akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut
bervariasi.

b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu umur >
10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui

c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-
24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara.
Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla
untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.

d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka
mendeteksi selesai.

e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang lbar. Dalam
hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring
dan membantu anak bicara yang lebih baik.

f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk
pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yamh telah diperbaik, dapat mempengaruhi
pola bicar secara permanen.

Perinsip perawatan secara umum;

1. lahir ; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu
masuknya makanan kedalam lambung.

2. umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan
pertumbuhan, pemberian dot khusus.

3. umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi
telingga.

4. umur 18 bulan – 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada
langit-langit.

5. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.

6. umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.

b) Meningokel

1. pengertian
Meningokel merupakan penyakit kongenital dari kelainan embriologis yang disebut Neural tube defect
(NTD). Meningokel disebabkan oleh banyak faktor dan metibatkan banyak gen (multifaktoral dan
poligenik). Banyak sekali penetitian yang mengungkap bahwa sekitar tujuhpuluh persen kasus NTD dapat
dicegah dengan suplementasi asam fclai, sehingga defisiensi asam folat dianggap sebagai salah satu
faktor penting dalam teratogenesis meningokel. Basis molekut defisiensi asam folat adafah kurang
adekuatnya enzim enzim yang mentransfer gugus, karbon dalam proses metiiasi protein dalam se1, baik
dalam nukleus maupun mitokhondria, sehingga terjadi gangguan biosintesis DNA dan RNA. serta
kenaikan kadar homosistein.

1. Etiologi
Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan

1. Tanda dan Gejala


– Gangguan persarafan

– Gangguan mental

– Gangguan tingkat kesadaran

1. Penatalaksanaan
Pembedahan

c) Ensefalokel

1. Defenisi
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens
(selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.
Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan janin.

1. Gejala
Gejalanya berupa :

 Hidrosefalus
 kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik)
 gangguan perkembangan
 Mikrosefalus
 gangguan penglihatan
 keterbeiakangan mental dan pertumbuhan
 Ataksia
 kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. ensefalokel seringkali disertai dengan kelainan
kraniofasial atau kelainan otak lainnya.

3. Etiologi

Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang tertaiu muda atau
tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan
asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam
jumlah cukup. Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.

4. Penatalaksanaan

Mencegah Ensefalokel

Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan jauh jauh hari. Misalnya, mengonsumsi
makanan bergizi serta menambah supfemen yang mengandung asam folat. Hal itu dilakukan untuk
mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi_ Safah satunya, encephalocele atau
ensefalokel. Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke
dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk
hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. pengobatan lainnya bersifat, simtomatis dan suportif.
Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang
menyertainya.

d) Hidrosefalus

1. Defenisi
Hidrosefalus (kepala air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: “hydro” yang berarti air dan “cephalus”
yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengati “kepala air”) adalab penyakit yang terjadi
akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal). Gangguan itu menyebabkan cairan
tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya
pusat-pusat saraf yang vital.

1.Etiologi
 • Gangguan sirkulasi LCS
 • Gangguan produksi LCS
1.Tanda dan Gejala
 • Terjadi pembesaran tengkorak
 • Terjadi kelainan neurologis, yaitu Sun Set Sign (Mata selalu mengarah kebawah)
 • Gangguan perkembangan motorik
 • Gangguan penglihatan karena atrofi saraf penglihatan
1. Penatalaksanaan
 • Pembedahan
 • Pemasangan “Suchn Suction”
e) Fimosis

1. Definisi

Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis. Fimosis merupakan suatu keadaan
normal yang sering ditemukan pada bayi baru lahir atau anak kecit, dan biasanya pada masa pubertas
akan menghilang dengan sendirinya.

Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses
berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi).

Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih.
Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering
menangis keras sebelum urine keluar. Keadaan demikian lebih baik segera disunat, tetapi kadang orang
tua tidak tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lubang
prepusium dengar, cara mendorong ke belakang kulit prepusium tersebut dan biasanyaa akan terjadi
luka.

Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut dioleskan salep antibiotik.
Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter. Selanjutrnya di rumah orang tua sendiri diminta
tnelakukannya seperti yang dilakukan dokter (pada orang Barat, sunat dilakukan pada seorangbayi laki-
laki ketika masih dirawat/ ketika baru lahir. Tindakan ini dimaksudkan untuk kebersihan/mencegah infeksi
karena adanya smegma, bukan karena keagamaan).

Adanya smegma pada ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih maka setiap memandikan bayi
hendaknya prepusium didorong ke belakang kemudian ujungnya dibersihkan dengan kapas yang telah
dijerang dengan air matang.

1. Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang barn lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak
berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga
sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena
infeksi atau benturan. Bagaimana gejalanya?

Untuk menandai apakah anak memang mengalami funosis, orang tua sebaiknya mencermati beberapa
gejala berikut : Kulit penis anak tak bisa ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan. Anak mengejan
saat buang air kecil karena muara saluran kencing diujung tertutup. Biasanya ia menangis dan pada
ujung penisnya tampak menggembung. Air seni yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan
memancar dengan arah yang tidak dapat diduga. Kalau sampai timbul infeksi, maka si buyung akan
mengangis setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam.

Jika gejala-gejala di atas ditemukan pada anak, sebaiknya bawa ia ke dokter. Jangan sekali-kali
mencoba membuka kulup secara paksa dengan menariknya ke pangkal penis. Tindakan ini berbahaya,
karena kulup yang ditarik ke pangkal dapat menjepit batang penis dan menimbulkan rasa nyeri dan
pembekakan yang hebat. Hal ini dalam istilah kedokteran disebut para Fimosis. Jika si Buyung
mengalami kesulitan buang air kecil, dokter akan mencoba melebarkan kulit yang melekat, namun hal ini
harus dilakukan dengan sangat hati-hati oleh seorang dokter yang berpengalaman.

Jika upaya ini gagal, maka tindakan sirkumsisi (sunat) adalah jaian keluarnya, apalagi jika fimosisnya
menetap dan terjadi infeksi. Untuk melakukan sirkumsisi pada anak juga harus dipertimbangkan masalah
pembiusannya karena jika si Buyung takut dan merasa sakit maka hal ini akan mempengaruhi kondisi
kejiwaannya kelak kemudian hari. Selain itu jika si Buyung meronta-ronta karena taku[ atau sakit, mal:a
tindakan sirkumsisi ini malah akan membahayakan, karena dapat melukai penisnya dan jahitan kulit
penis tidak dapat dikerjakan secara sempurna (info-sehat.com)
1. Penatalaksanaan
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbu! kemudian setelah
lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik gtans
penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful
retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat
bagian kulit preputiurn yang membuka.

Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat
berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya tubang di ujung preputium.
Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu
menunjukkan adanya hambatan (obstruks) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni,
buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat
darurat. Fimosis kongenital seyogyanya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat alasan agama dan/atau
sosial untuk disirkumsisi. Hanva diperlukan penjelasan dan pengertian mengenai fimosis kongenital yang
memang normal dan lazim terjadi pada masa kanak-kanak serta menjaga kebersihan alat kelamin
dengan secara rutin membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium secara berlebihan ke belakang
batang penis dan mengembalikan kembali kulit preputium ke depan batang penis setiap selesai
membersihkan. Upaya untuk membersihkan alat kelamin dengan menarik kulit preputium secara
berlebihan ke belakang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan luka, fimosis didapat, bahkan
parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu, perlekatan antara lapis bagian dalam kulit preputium dan
glans penis akan lepas dengan sendirinya. Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan
aliran air seni, dipertukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium)
atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputiurn tanpa
memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya tindakan siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis
patotogik.

Penggunaan krim steroid topikal yang dioleskan pada kutit preputium 1 atau 2 kali sehari, selama 4-5
minggu, juga efektif dalam tatalaksana fimosis. Namun jika fimosis telah membaik, kebersihan atat
ketamin tetap dijaga, kulit preputium harus ditarik dan dikembalikan lagi ke posisi semula pada saat
mandi dan setelah berkemih untuk mencegah kekambuhan fimosis.

f) Hipospadia
1. Definisi
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk
mendiagnosanya, hanya pengolahannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-beul ahli supaya
mendapatkan hasil yang memuaskan.

Hipospadia merupakan kelainan kelamian bawaan sejak lahir, cirinya, letak lubang uretra terdapat di
penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Menurut dokter bedah urologi RSU Dr Kariadi, dr Andi, S.
SpBU, berat hipospadia bervarian, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada
glans penis.

Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah bantang penis atau pada
pangkal penis dan kadang pad skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini sering kali
berhubungan dengan kardi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang yang menyebabkan penis
melengkung ke bawah pada saat ereksi.

Pada hipospadia muara orifisium uretra eksterna (lubang tempat air seni keluar) berada diproksimal dari
normalnya yaitu pada ujung distal glans penis, sepanjang ventral batang penis sampai perineum. Jadi
lubang saluran kencing letaknya bukan pada tempat yang semestinya dan terletak di sebelah bawah
penis bahkan ada yang terletak di rentang kemaluan.
Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada scrotum dapat berupa undescensus
testis, meorchisdism, disgenesis testis dan hidrotole pada penis berupa propenil scrotum mikrophalasus
dari torsi penile. Sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney, malrotasi, duplek dan refluk
ureter.

1. Etiologi
Trend peningkatan jumlah penderita salah satunya disebabkan faktor lingkungan dan pola hidup yang
kurang sehat, akibatnya marak penggunaan pestisida serta tinginya kandungan polusi di udara. Zat
polutan dari pabrik, limbah dan menumpuknya sampah bisa menimbulkan hipospadia.

Dari beberapa pasien yang ditangani ternyata mereka tinggal disekitar daerah pembuangan sampah. Ada
pula yang berasal ari keluarga petani. Penderita hipospadia umumnya berasal dari keluarga kurang
mampu. Akibatnya banyak diantara penderita tak bisa segera ditangani.

Angka kejadian penderita hipospadia di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi dari hasil
penelitian pakar kedokteran di sejumlah negara, kelainan ini terjadi pada satu dari 125 bayi laki-laki
kelahiran hidup. Salah satu penyebab kelainan ini adalah karena keturunan.

1. Penatalaksanaan
Tindakan operasi harus dilakukan sebelum anak memasuki usia sekolah, diharapkan anak tidak malu
dengan keadaanya setelah tahu bahwa anak laki-laki lain kalau BAK beriri sedangkan anak pengidap
hipospadia harus jongkok seperti anak perempuan (karena lubang penisnya berada di bagian bawah
penis).

Selain itu jika hipospadia tidk dioperasi maka setelah dewasa dia akan sulit untuk melakukan
penetrasi/coitus , selain penis tidak dapat tegak dan lurus (pada hipospadia penis bengkok akibat adanya
chordae), lubangkeluar sperma terletak di bagian bawah.

Operasi hiposdia satu tahap (one stage urethra plasty) adalah tehnik operasi sederhana yang sering
dapat digunakan terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini yang meatusnya letak anterior atau
di middle. Meskipun hasilnya sering kurang begitu bagus untukkelainan yang berat sehingga banyak
dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan
kelainan yang jauh lebih berat maka one stage uretroplasty nyaris tidak dapat dilakukan.

Tipe hipospadia yang sering kali diikuti dengan kelainn-kelainan yang berat seperti korda yang berat,
globuler glans ygbengkok kearah ventral (bawah) dengan dorsal skinhood dan propenil bifid scrotum.
Intinya tipe hipospadi yang letak lubang air seninya lebih kearah proksimal (jauh dari tempat semestinya)
biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain diskrotum atau sisa kulit yang sulit ditarik
pada sat dilakukan operasi pembuatan uretra.

 Kelainan seperti ini biasanya harus dilakukan dengan 2 tahap yaitu:


Tahap 1 :

Dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang tempat keluar kencing) nantinya
letaknya lebih proksimal (lebih mendekatiletak yang normal), memobilisasi kulit dan prepurium untuk
menutup bagian ventral/bawah penis.

Tahap 2 :

Dilakukan urethroplasty (pembuatan uretra) sesudah 6 bulan.

Tujuan utama penanganan operasi hipospadia adalah merekonstruksi penismenjadi lurus dengan meatus
uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya kedepan dan dapat
melakukan koitus dengan normal, prosedur operasi satutahap pada usia yang dini dengan komplikasi
yang minimal. Penyempurnaan tehnik operasi danperawatan paska operasi menjadi prioritas utama.

Setelah operasi biasanya pad lubang kencingbaru (post uretroplasty) masih dilindungi dengan kateter
sampai luka betul-betul menyembuh dan dapat dialiri air seni. Di bagian supra pubik (bawah perut)
dipasang juga kateter yang langsung menuju kandung kemih untuk mengalirkan air seni. Tahap
penyembuhan biasanya kateter diatas di non fungsikan terlebih dahulu sampai seorang dokter yakin
betul bahwa hasil urethroplasty nya dapat difungsikan dengan baik, baru setelah itu kateter di lepas.

 Komplikasi paska operasi yang terjadi:


1) Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan, besarnya bervariasi, juga terbentuknya
hematom/kumpulan darah dibawah kulit yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2-3 hari
pasca operasi.

2) Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai parameter
untuk menilai keberhasilan operasi.

3) Striktur, pada proksimal anastomosis, yang kemungkinan disebabkan oleh argulasi dari
anestomosis.

4) Divertikulum, terjadi pembentukan neuretra yang terlalu lebar, atau adanya srenosis meatal yang
mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

5) Residual chordae/rekuren (hordoe, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, diman tidak
melakukan ereksi artificial saat operasi atau pembentukan skor yang berlebihan di ventral penis
walaupun sangat jarang

6) Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang/pembentukan
batu saat pubertas.

g) Gangguan Metabolik dan Endokrin

Gangguan metabolik herediter :

Ada lebih dari 400 gangguan genetik biokimia, kebanyakan terkait-X atau autosom resesif.

1. Etiologi
1) Bisa berhubungan dengan terputusnya sintesis atau katabolisme molekul kompleks yang
mengakibatkan gejala progresif permanen.
2) Bisa berhubungan dengan gangguan sekuens metabolisme yang menyebabkan akumulasi
senyawa toksik.

3) Bisa berhubungan dengan detisiensi produksi atau penggunaan energi.

1. Manifestasi klinis umum


1) Bisa terjadi dalam beberapa jam sampai berbulan-bulan setelah lahir.

2) Bisa menyerupai tanda dan gejala sepsis. Banyak orang merekomendasikan pemeriksaan kadar
amonia serum untuk tiap bayi < 3 bulan yang dicurigai sepsis.

3) Harus dicurigai pada tiap bayi yang: nampak sehat setelah lahir tetapi mengalami gejala setelah
pengenalan makanan; mengalami asidosis metabolic berat yang tak dapat dijelaskan; muntah rekuren
datang dengan penurunan kesadaran, dicurigai sepsis; serta memiliki riwayat keluarga dengan gejala
serupa, retardasi mental, sindrom kematian bayi mendadak, utau kematian neonatal yang tak dapat
dijelaskan.

4) Bisa datang dengan kejadian akut mengancam jiwa yang tidak berespons terhadap terapi yang
biasa.

5) Temuan klinis bisa meliputi: gastrointestinal (curigai selalu bila disertai muntah, strkar makan, sukar
menambah berat badan, diare, ikterus, atau hepatomegali); neurologis (letargi, iritabilitas, mengisap
lemah, tremor, kejang, hipertonia, rigiditas, atau koma); jantung (kardiomiopati atau aritmia); bau atau
warna urine yang tak biasa; pernapasan (takipnea, apnea, atau distres pcrnapasan); gambaran tubuh
dismorfisme; mata (katarak, lensa ektopik, bintik merahceri, pengabutan kornea, atau retinitis
pigmentosa); rambut (alopesia, steely hair- atau kinky hair); kulit (nodulus kulit, kulit tebal, iktiosis, atau
lesi Wit)-, dan kepala (makrosefali atau mikrosefali).

1. Pemeriksaan diagnostic
1) Lakukan penapisan metabolik

2) Hitung darah lengkap dan hitung jenis.

3) Urinalisis: zat pereduksi, keton, bau, dan warna.

4) Gas darah arteri: asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik.

5) Elektrolit serum: peningkatan anion gap biasanya > 16 anion gap tidak terjadi pada semua
kesalahan metabolisme sejak lahir.

6) Glukosa darah

Hipoglikemia dapat dihubungkan dengan 3-Metil-gultakonik asiduria; penyakit urine rnaple syrup;
defisiensi 3-hidroksi-3-Metilglutaril CoA Liase; propionik asidemia; metilmalonik asidemia; defisiensi
Asil CoA dehidrogenase rantai sedang; defisiensi karnitinl asilkarnitin translokase; serta defisiensi
karnitin-palmitil transferase I dan karnitin-palmitil transferase II.
 Hipoglikemia tidak berhubungan dengan penyakit penyimpanan glikogen tipe II.
7) Kadar amonia plasma: sering melebihi 1000 µmol/L

8) Enzim hepar, termasuk kadar hilirubin total dan direk.

9) Asam amino plasma dan urine-, asam organik urine.

10) Kadar laktat plasma.


11) Mungkin memerlukan pemeriksaan khusus (mis., pemeriksaan biopsi kulit dan cairan serebrospitial
[CSFJ).

1. Intervensi
1) Berikan perawatan suportif. Hasilnya relatif cepat diperoleh.

2) Puasa sampai diagnosis diperoleh.

3) Lakukan selalu rujukan rnetabolik/genetik dan pertimbangkan pemindahan ke institusi yang


mengkhususkan pada gangguan metabolik herediter.

1. Hasil akhir: sebagian kesalahan metabolisme sejak lahir responsif terhadap pembahan diet: sebagian
kesalahan metabolisme sejak lahir letal dan memerlukan perawatan paliatif.
h) Atresia esofagus

1. Pengertian
 Esofagus/kerongkongan yang tidak terbentuk secara sempurna, kerongkongan menyempit dan
buntu tidak tersambung dengan lambung sebagaimana mestinya.

 Atresia esophagus adalah tidak adanya kesinambungan esophagus secara congenital umumnya
disertai fistula trakheo esophageal dan ditandai dengan salvias (pengeluaran air liur) berlebihan, tercekik,
muntah bila makan, Cyanosis, dan dyspnea.

 Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan yang diseababkan
karena penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distal berhubungan dengan trakea.

1.
Etiologi
 Beberapa etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelaianan kongenital atresia
esofagus :

1. Faktor obat; Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah
thalidomine

2. Faktor radiasi; Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital
pada janian yang dapat mengakibatkan mutasi pada gen.

3. Faktor gizi; Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan congenital pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan

1. Patofisiologi
Secara epidemiologi anomaly ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat :

1. Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri untuk masing-masing menjadi
esophagus dan trekea

2. Perkembangan sel endoteral yang tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia

3. Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trekeo
esophagus. Faktor genetic tidak berperan dalam patogenesis ini

1. Klasifikasi
1. Tipe A = 87 %

Segmen bagian atas esophagus berakhir dikantong, segmen bagian bawah berhubungan trachea melalui
fistula, karena berhubungan dengan trachea maka berbahaya, bisa tersedak dan sesak nafas
i) Atresia Rekti dan Atresia Anus

1. pengertian
Atresia rekti yaitu obstruksi pada rektum (sekitar 2 c dari batas kulit anus). Pada pasien ini, umumnya
memiliki kanal dan anus yang normal

Atresia anus yaitu obstruksi pada anus

1. Etiologi
Malformasi kongenital

Manifestasi Klinik

– Tidak bisa BAB melalui anus

– Distensi abdomen

– Tidak dapat dilakukan pemeriksaan suhu rektal

– Perut kembung

– Muntah

3. Penatalaksanaan :

Dilakukan tindakan kolostomi

j) Obstruksi Billiaris

1. pengertian
Obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran kandung empedu karena terbentuknya jaringan fibrosis

1. Etiologi :
– Degenerasi sekunder

– Kelainan kongenital

1. Tanda dan Gejala :


– Ikterik (pada umur 2-3 minggu)

– Peningkatan billirubin direct dalam serum (kerusakan parenkim hati, sehingga bilirubin indirek
meningkat)

– Bilirubinuria

– Tinja berwarna seperti dempul

– Terjadi hepatomegali

1. Penatalaksanaan
Pembedahan

k) Omfalokel

1. pengertian
Omfalokel merupakan hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar dalam kantong peritoneum

1. Etiologi
Kegagalan alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu

1. Tanda dan Gejala


– Gangguan pencernaan, karena polisitemia dan hiperinsulin

– Berat badan lahir > 2500 gr

1. Penatalaksanaan
– Bila kantong belum pecah, diberikan merkurokrom yang bertujuan untuk penebalan selaput yang
menutupi kantong

– Pembedahan

l) Hernia Diafragmatika

Hernia diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada
diafragma. Diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Secara anatomi
serat otot yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal dari arkus lumboskral
dan vertebrocostal triagone adalah tempat yang paling lemah dan mudah terjadi rupture.

Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69% pada sisi kiri, 24% pada sisi kanan, dan 15% terjadi
bilateral. Hal ini terjadi karena adanya hepar di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai proteksi dan
memperkuat struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan. Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi
antara lain gaster, omentum, usus halus, kolon, limpa’dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata
maupun strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga toraks ini.

Lubang hernia dapat terjadi di peritoneal (tipr bochdalek) yang tersering ditemukan. Pada hernia
bochdalek umumnya langsung menunjukkan gejala pada saat bayi. Pada kasus hernia bochdalek, bayi
akan tampak kebiruan dan perut kembung.
Kemudian, anterolateral (tipe morgagni) atau di esofageal hiatus hernia. Umumnya baru menimbulkan
gejala pada usia dewasa.

Merupakan penonjolan pada bagian gelung atau ruas organ atau jaringan melalui lubang abnormal.
sedangkan Diafragmatika merupakan sekat yang membatasi pada rongga dada dan rongga perut.

Pembagian Hernia diafragmatika :

1. Traumatica : hernia akuisita, yang di sebabkan akibat pukulan, tembakan, tusukan.


2. Non-Traumatica
Kongenital
1. Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal
Celah dibentuk pars lumbalis, pars costalis diafragma.
2. Hernia Morgagni atau Para sternalis
Celah dibentuk perlekatan diafragma pada costa dan sternum
Akuisita
1. Hernia Hiatus esophagus
Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.
Penyebab

penyebab penyakit hernia ini adalah Janin tumbuh di uterus ibu sebelum lahir, berbagai sistem organ
berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara minggu ke-7 sampai 10 minggu kehamilan.
Esofagus (saluran yang menghubungkan tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga
berkembang pada minggu itu.

Pada hernia tipe Bockdalek, diafragma berkembang tidak normal atau usus mungkin terperangkap di
rongga dada pada saat diafragma berkembang. Pada hernia tipe Morgagni, otot yang seharusnya
berkembang di tengah diafragma tidak berkembang secara wajar.

Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran pencernaan tidak terjadi secara normal.
Hernia difragmatika terjadi karena berbagai faktor, yang berarti “banyak faktor” baik faktor genetik
maupun lingkungan.

Patofisiologis

pada bagian Disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Diafragma terbentuk dari 3 unsur
yaitu membrane pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-
otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan seperti diafragma,
gangguan fusi ketiga unsure dan gangguan pembentukan seperti pembentukan otot. Pada gangguan
pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan
menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi.

Para ahli belum seluruhnya mengetahui faktor yang berperan dari penyebab hernia diafragmatika, antara
faktor lingkungan dan gen yang diturunkan orang tua.

Tanda dan gejala penyakit hernia

Gejalanya berupa:
a. Gangguan pernafasan yang berat
b. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)
c. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
d. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
e. Takikardia (denyut jantung yang cepat).

Komplikasi

Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-
paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna.

Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk
massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.

Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika tipe Bockdalek antara
lain 20 % mengalami kerusakan kongenital paru-paru dan 5 – 16 % mengalami kelainan kromosom.

Penatalaksanaan

 • Berikan diit RKTP


 • Berikan Extracorporeal Membrane Oxygenation(EMCO)
 • Dilakukan tindakan pembedahan
m) Atresia Duodeni
1. Pengertian
Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua
ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak
bersambung

1. Etiologi
 Kegagalan rekanalisasi lumen usus selama masa kehamilan minggu ke-4 dan ke-5
 Banyak terjadi pada bayi yang lahir prematur
1. Tanda dan Gejala
 Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen
 Ikterik
1. Penatalaksanaan
 Pemberian terapi cairan intravena
 Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi
1. DAMPAK TERHADAP ANAK PEMILIK KELAINAN KONGENITAL
Masalah Perilaku

Masalah Perilaku adalah pola perilaku yang sulit, yang dapat mengancam hubungan yang normal antara
anak dengan orang lain di sekelilingnya.

Masalah perilaku bisa merupakan akibat dari lingkungan, kesehatan, tabiat atau perkembangan anak.
Masalah perilaku juga bisa timbul akibat hubungan yang tidak harmonis dengan orang tua, guru maupun
pengasuhnya.

Untuk mendiagnosis suatu masalah perilaku, biasanya ditanyakan menganai kegiatan anak sehari-hari
secara kronologis dan menyeluruh. Pembahasan dipusatkan pada lingkungan yang menyebabkan
timbulnya gangguan perilaku dan perilaku itu sendiri secara terperinci.
Juga dilakukan pengamatan terhadap interaksi antara anak dan orang tua.

Masalah perilaku semakin lama cenderung semakin memburuk karena itu untuk mencegah
progresivitasnya perlu dilakukan pengobatan dini .
Kontak yang lebih positif dan lebih menyenangkan antara orang tua dan anak dapat meningkatkan harga
diri anak dan orang tua. Interaksi yang lebih baik dapat membantu memecahkan lingkaran setan dari
perilaku negatif yang menyebabkan timbulnya respon negatif.

Masalah Interaksi Anak-Orang tua

Masalah Interaksi Anak-Orang Tua adalah kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam hubungan antara anak
dan orang tuanya.

Masalah interaksi bisa mulai timbul pada beberapa bulan pertama kehidupan anak.

Hubungan antara ibu dan anak mungkin menjadi tegang akibat:


– kesulitan yang dialami ibu selama kehamilan maupun persalinan
– depresi pasca persalinan
– kurangnya dukungan dari suami, keluarga maupun teman
– waktu menyusu dan waktu tidur bayi yang tidak teratur (sampai umur 2-3 bulan, kebanyakan bayi tidak
tidur pada malam hari; pada saat-saat ini mereka sering menangis).

Kelelahan, kebencian dan rasa bersalah orang tua bercampur dengan rasa putus asa sehingga
mempengaruhi hubungan orang tua dengan bayinya.
Hubungan yang buruk antara anak dan orang tua bisa memperlambat perkembangan mental dan
kemampuan sosial anak dan bisa menyebabkan terjadinya kegagalan berkembang.
Kepada orang tua sebaiknya diberikan informasi yang lengkap mengenai perkembangan bayi disertai
nasihat atau kiat untuk menghadapinya.
Tabiat bayi bisa dievaluasi dan didiskusikan.Hal ini bisa membantu orang tua untuk lebih realistis dan
menyadari bahwa rasa bersalah dan konflik merupakan emosi yang normal dalam pengasuhan anak.
Dengan demikian orang tua akan belajar menerima perasaannya dan mencoba membangun hubungan
yang sehat.
Masalah Sosial

 merasa malu dengan keadaannya


 cenderung menutup diri karena merasa berbeda dengan keadaan kelompoknya
 masyarakat sering menilai bahwa keadaan ini hal yang tabu, sehingga dianggap kutukan dan bisa
menjadi pembawa sial
 bisa juga menjadi anak yang nakal atau mencari perhatian orang lain untuk menunjukkan bahwa dia
tidak berbeda, dan ingin dianggap sama
Masalah Spiritual

 lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta


 atau melah menyalahkan Tuhan karena lahir berbeda

1. ASUHAN DAN PERAN BIDAN


1. a. ASUHAN BIDAN
Adapun penatalaksanann dari kelainan bawaan adalah :

 Tindakan segera : dimana penanganan kelainan bawaan harus segera dilakukan. Dimana sebagai
upaya pertama untuk menyelamatkan penderita karena kelainan tersebut mengancam jiwanya,
seperti hernia diagfragmatika
 Berencana : tindakan lanjutan sebagai koreksi atas kelainan bawaan yang dialami sesuai dengan
waktu yang ditentukan, seperti anencepali. Kelainan congenital yang bersifat multiple sering kali
sukar untuk dikoreksi, sehingga koreksi bedah belum memungkinkan, sementara penanganan secara
klinis bersifat konservatif saja.
 Secara medik : tindakan ini dilakukan sesuai prosedur untuk mencegah kejadian komplikasi.
1. b. PERAN BIDAN
Peran bidan pada kasus kelainan bawaan disini adalah memberikan informasi yang jelas dan sesuai
dengan yang detemukan, dimana dijelaskan mengenai jenis, etiologi, penanganan, dan prognosis
kepada klien atau keluarganya, sehingga keluarga dapat menerima dan siap dengan asuhan yang akan
diberikan. Asuhan atau penanganan yang diberikan baik bedah, medik, maupun koreksi lain yang dapat
diberikan dapat berhasil secara optimal.

Komunikasi dan dukungan emosional . Kelahiran bayi dengan kelainan bawaan dapat memberikan
pengalaman yang menyedihkan bagi orang tua. Memiliki bayi dengan kelainan akan menimbulkan
berbagai reaksi yang jelas membuat orang tua sangat tertekan dan bagi beberapa kelompok masyarakat,
hal ini dikaitkan dengan stigma tertentu pada ibunya. Setiap keluarga memiliki respon dan kebutuhan
yang berbeda dan petugas kesehatan tidak dapat menggunakan pendekatan yang sama untuk semua
keluarga.

Hal-hal yang dapat dilakukan adalah :

1. Pasien dan keluarga akan merasakan perasaan yang tidak percaya, tidak bias menerima dan sedih, hal
tersebut merupakan reaksi yang normal khususnya bila kelainan tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Perasaan diberlakukan tidak adil, putus asa, ertekan, cemas, marah, gagal, dan ketakutan merupakan
hal yang biasa.
2. Tanyakan pada ibu, apakah ia ingin melihat dan menggendong bayinya.
3. Berikan penjelasan bahwa kelainan bawaan bukanlah kesalahan orang tua. Memberikan penjelasan
atau gambaran tentang penyebab kelainan pada bayi mungkin dapat sedikit menenangkan orang tua
dan keluarganya.
4. Berikan penjelasan mengenai kemungkinan yang terjadi pada bayi, namun tidak memberikan tekanan
pada sisi negative pada kehidupan bayi di masa depan.
5. Jika bayi memiliki kelainan bawaan tertentu yang dapat diperbaiki melalui jalan operasi (misal
labioschizis), berikan penjelasan dan support pada orang tua dan keluarga. Namun tidak memberikan
harapan yang berlebihan jika tidak dapat disembuhkan.
6. Berikan orang tua menentukan pilihannya sendiri dan pendapat yang jujur tentang kemungkinan
hasilnya. Pastikan keputusan mereka dibuat berdasarkan inform consent dan pemahaman yang cukup
tentang semua kemungkinan yang terjadi.
7. Berikan kebebasan pada orang tua untuk menemui bayinya dan jika memungkinkan biarkan bayi
berada dengan ibu sepanjang waktu. Semakin banyak hal yang bisa dilakukan oleh orang tua terhadap
bayinya, semakin cepat pula mereka akan menerima bayinya
8. Bila memungkinkan berikan bantuan pada orang tua untuk memperoleh akses dukungan dari individu
atau kelompok professional.

Anda mungkin juga menyukai