Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM RAMSAY HUNT

Disusun Oleh :
Daondy Friarsa Soeharto (1702612062)
Putu Dharma Putri Mahastuti (1702612108)
Krisna Priya Ponusamy (1702612087)
Gusti Ngurah Bagus Wira Gunawan (1702612160)

Pembimbing :
dr. Ni Putu Witari, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2019

1
SINDROM RAMSAY HUNT

Lembar Pengesahan

Tinjauan pustaka ini telah disahkan pada tanggal


…… Mei 2019

Pembimbing,

dr. Ni Putu Witari, Sp.S


NIP.

Mengetahui, Ketua Departemen/KSM Neurologi


FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar,

Dr. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S (K)


NIP. 195610101983121001

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya tinjauan kepustakaan dengan judul “Sindrom Ramsay Hunt” ini selesai pada
waktunya. Tinjauan kepustakaan ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan
Klinik Madya di Departemen/KSM Neurologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu penyelesaian tinjauan pustaka ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada:
1. Dr. dr. I Made Oka Adnyana, Sp. S(K), selaku Ketua Departemen/KSM Neurologi FK
Unud/RSUP Sanglah Denpasar yang telah memfasilitasi dan memberikan penulis kesempatan
selama proses pembelajaran di bagian ini;
2. dr. I A Sri Indrayani, Sp.S selaku Penanggung jawab Pendidikan Jenjang Profesi Dokter
Departemen/KSM Neurologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar yang telah memfasilitasi dan
memberikan penulis kesempatan selama proses pembelajaran di bagian ini.
3. dr. Ni Putu Witari, Sp.S selaku pembimbing dalam pembuatan tinjauan kepustakaan yang
telah memberikan penulis kesempatan dan membantu penulis selama proses pembelajaran di
bagian ini.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan tinjauan kepustakaan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna sehingga saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tinjauan kepustakaan
ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 12 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Definisi ........................................................................................................3
2.2 Epidemiologi................................................................................................3
2.3 Etiology........................................................................................................4
2.4 Patofisiologi..................................................................................................4
2.5 Diagnosis......................................................................................................7
2.6 Diagnosis Banding......................................................................................11
2.7 Tatalaksana..................................................................................................11
2.8 Prognosis....................................................................................................12
BAB III RINGKASAN.........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................15

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom Ramsay Hunt (SRH) adalah suatu kumpulan gejala yang terdiri dari otalgia akut
disertai dengan timbulnya vesikel herpetik dan paresis fasialis. Sindrom Ramsay Hunt
dipublikasikan pertama kali pada tahun 1907 oleh James Ramsay Hunt pada pasien yang
menderita otalgia disertai dengan rash pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh infeksi
human herpes virus 3, yaitu virus varisela-zoster (VVZ) pada ganglion genikulatum.1,4

Sindrom Ramsay Hunt merupakan komplikasi infeksi laten VVZ yang jarang terjadi.
Sindrom Ramsay Hunt diperkirakan terjadi sekitar 16% dari seluruh kasus paresis fasial
unilateral pada anak dan 18% pada dewasa. Sindrom Ramsay Hunt jarang didapatkan pada anak
kurang dari usia enam tahun. Sindrom ini diduga merupakan penyebab kedua tersering pada
paresis fasialis setelah Bell’s palsy. Infeksi VVZ dapat lebih tinggi terjadi pada populasi umum
terutama pada individu dengan HIV.1,2

Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang. Dari wawancara, pasien dapat mengeluh adanya nyeri telinga, mual, muntah, vertigo
atau kurangnya pendengaran serta pengecapan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan paresis saraf
fasial unilateral dan lesi berupa vesikel atau eschar pada aurikulum (konka), meatus akustikus
eksternus, kulit di belakang aurikulum, membrana timpani, kavum oris, leher dan bahu. Penyakit
ini juga dapat mengenai saraf kranialis yang lain yaitu saraf auditorius, vestibular, trigeminal,
glosofaringeal dan vagus sehingga disebut herpes zoster cephalicus. Penting dilakukan
pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neuro-otologi dan audiometri. Pemeriksaan saraf
fasialis dapat memperkirakan letak lesi, meliputi fungsi motoric otot-otot wajah, fungsi tonus ada
atau tidaknya hemispasme. Pemeriksaan pendengaran harus dilakukan walaupun penderita tidak
pernah mengeluhkan adanya gangguan pendengaran. Adanya gangguan pengecap menunjukkan
lokasi lesi proksimal dari foramen stilomastoideus dan distal dari batang otak.1,3

Penatalaksanaan SRH adalah dengan kortikosteroid (antiinflamasi) dan antiviral.


Kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi dari nervus kranial dan mengurangi nyeri serta gejala

1
neurologis, sedangkan asiklovir oral digunakan untuk infeksi yang disebabkan herpes virus
seperti virus varisela-zoster.1

Pemberian antivirus harus sedini mungkin untuk mendapatkan hasil terapi yang maksimal.
Pemberian analgetik bertujuan untuk mengurangi derajat nyeri sedangkan steroid selama fase
akut dapat mengurangi nyeri dan mencegah post herpetic neuralgia karena
inflamasi pada ganglion sensoris serta meningkatkan fungsi saraf pada infeksi VZV
yang menimbulkan paresis nervus fasialis. Beberapa laporan kepustakaan menyebutkan
kesembuhan total dapat mencapai 70-75% dengan menggunakan steroid dan antiviral.3

Tujuan
1. Untuk mempelajari dan mengetahui lebih banyak tentang etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis dan tatalaksana sindrom Ramsay Hunt.
2. Untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pengobatan dan mencegah
komplikasi yang lebih buruk dari sindrom Ramsay Hunt.

Manfaat
1. Untuk Penulis dan Pembaca
Untuk mengetahui dan memahami lebih banyak tentang etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis dan tatalaksana sindrom Ramsay Hunt.
2. Untuk Komunitas
Untuk menjadi lebih sadar akan sindrom Ramsay Hunt sehingga dapat mencegah
komplikasi yang lebih buruk.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom Ramsay Hunt merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri dari paresis fasialis
yang disertai ruam vesikular eritema pada telinga (zoster oticus) atau mulut, otalgia akut dan
gejala lain seperti tinitus, kehilangan pendengaran, mual, muntah, vertigo, dan nystagmus.
Sindrom Ramsay Hunt dipublikasikan pertama kali pada tahun 1907 oleh James Ramsay Hunt
pada pasien yang menderita otalgia disertai dengan ruam pada kulit dan mukosa yang disebabkan
oleh infeksi human herpes virus 3, yaitu virus varisela-zoster (VVZ) pada ganglion
genikulatun.5,6
Sindrom ini juga merupakan salah satu kasus paralisis fasialis non-trauma yang sering
terjadi,.terkadang disebut dengan herpes zoster oticus karena memiliki karakteristik yang sama
yaitu ruam di telinga.7

2.2 Epidemiologi
Sindrom Ramsay Hunt merupakan komplikasi infeksi laten VVZ yang jarang terjadi,
menurut The Office of Rare Disease of the National Institute of Health (Amerika Serikat)
penyakit ini diderita kurang dari 200,000 orang dari keseluruhan populasi di Amerika Serikat,
diperkirakan 10-15% dari seluruh kasus paresis fasial unilateral akut. Insiden sindrom ini lebih
tinggi pada anak dengan usia diatas 6 tahun sebesar 24.3% dibandingkan dengan anak yang
berusia dibawah 6 tahun (10.5%). Sekitar 10-22% penderita yang mengalami paralisis fasialis
dapat sembuh sempurna sebesar 66% pada penderita paralisis komplit. Sindrom ini merupakan
penyebab kedua tersering pada paresis fasialis setelah Bells Palsy.5,8
Studi yang dilakukan oleh Hato et al. melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan insiden
sindrom Ramsay Hunt yang signifikan antara dewasa dan anak diatas usia 6 tahun. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Nahm et al. dan Ragozzino et al. menunjukan terdapat peningkatan
saraf kranialis yang terlibat pada sindroma Ramsay Hunt seiring dengan bertambahnya usia.
Studi yang dilakukan oleh Robillard et al., menemukan pasien berjenis kelamin perempuan lebih
banyak mengalami herpes zoster oticus, tetapi pada studi Ragozzino et al. dan Devriese et al.,
melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara perempuan atau laki-laki. 8 Individu

3
dengan penurunan mediasi sel imun akibat adanya keganasan, terapi radiasi, kemoterapi, atau
dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) memiliki resiko lebih tinggi terjadinya
reaktivasi laten VVZ.9
Di Indonesia sendiri tidak ditemukan data angka yang menunjukkan kejadian sindroma
Ramsay Hunt, hal ini mungkin disebabkan karena jarangnya kasus sindroma Ramsay Hunt yang
terjadi atau dengan manifestasi klinis yang muncul diarahkan ke diagnosis yang serupa seperti
herpes zoster.

2.3 Etiologi
Sindroma Ramsay Hunt disebabkan oleh virus varisela zoster (VVZ). VVZ mempunyai
kapsid yang tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk simetriikosehedral dengan diameter
100 nm. Airion lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang
bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dapat dihancurkan dengan cepat oleh detergen, enzim
proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.10
VVZ yang juga merupakan penyebab cacar air pada anak-anak dan herpes zoster pada
dewasa, dimana pada sindroma ini virus varisela zoster bersifat inaktif (dormant) dan saat daya
tahan tubuh pasien menurun, virus tersebut mengalami reaktiftasi, menyebar, dan menginsfeksi
saraf fasialis.7

2.4 Patofisiologi
Pada tahap awal virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas atas dan
mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada kelenjar limfe regional dan tonsil. Virus
kemudian menyebar melalui aliran darah dan berkembang biak di organ dalam. Fokus replikasi
virus terdapat pada system retikuloendotelial hati, limpa dan organ lain. Selama terjadinya
infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf
sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut
menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan disini
tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya
infeksinya.10
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, dan titer virus tinggi, virus
dilepaskan kembali ke aliran darah (viremia kedua) dan membentuk vesikel pada kulit dan

4
mukosa saluran nafas atas. Kemudian berkembang dan menyebar melalui saraf sensoris dari
jaringan kutaneus, menetap pada ganglion serebrospinalis dan ganglion saraf kranial. 11 Virus ini
berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis, kelainan kulit yang
timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-
kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga
memberikan gejala-gejala gangguan motorik.12 Virus yang mengalami multiplikasi dan menyebar
di dalam ganglion ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan
biasanya disertai neuralgia yang hebat. VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik,
sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan
gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster.13

5
Gambar 2.1 Anatomy Nervus VII11
Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang menetap pada
ganglion genikulatum dan proses ini disebut dengan ganglionitis. Ganglionitis menekan selubung
jaringan saraf, sehingga menimbulkan gejala pada nervus VII. Peradangan dapat meluas sampai
ke foramen stilomastoid.11 Lokasi ruam bervariasi dari pasien ke pasien, seperti halnya wilayah
dipersarafi oleh nervus intermedius (yaitu, bagian sensorik dari CN VII). Daerah ini mungkin
termasuk anterior dua pertiga dari lidah, langit-langit lunak, kanal auditori eksternal, dan pinna. 14
Gejala kelainan nervus VIII yang juga dapat timbul akibat infeksi pada ganglion yang terdapat di
telinga dalam atau penyebaran proses peradangan dari nervus VII.11,15 Hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan lainnya seperti tinnitus, hilang pendengaran, mual, muntah, vertigo, dan
nistagmus. Gasserian, genikulata, petrosus, aksesorius, jugular, fleksiform, ganglion dorsalis C2
dan C3 merupakan akibat dari rantai inflamasi yang terjadi pada salah satu ganglion dan
menyebar ke ganglion sekitarnya. Hipotesis ini menjelaskan penyebab terjadinya kelumpuhan
fasialis disertai dengan neuropati lainnya seperti vesikel pada daerah mulut biasanya pada daerah

6
lidah dan palatum ataupun telinga. Walaupun hipotesisnya tetap valid, neuropati cranial yang
menyebar dapat pula dijelaskan melalui pembuluh darah yang terkontaminasi dengan virus
varicela zoster dan suplai darah dari cabang kecil A. karotis, meningeal media, dan system
faringeal asendens yang saraf cranial. Sebagai contoh A. pharingeus asendes menyuplai darah
kepada N. glossopharingeus, vagus, aksesorius, dan hipoglosus dan cabang A. meningeal media
menyuplai darah untuk N. fasialis serta cabang N. trigeminus yaitu maksilaris dan mandibularis.
Penyebaran transaksonal dari virus varicela zoster dari satu atau lebih serabut saraf aferen ke
vasa vasorum saraf cranial dapat mengakibatkan infark oleh karena polyneuritis kranialis
zoster.16

2.5 Diagnosis
Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi
pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah, gustatometri dan
tes Schimer.17
1. Anamnesis
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada riwayat
terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala prodromal berupa nyeri
kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat di
telinga luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang
eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya
(nyeri radikuler).Gejala yang biasanya dikeluhkan adalah nyeri telinga paroksismal, ruam
pada telinga atau mulut (80% pada kasus yang ada, ruam bisa menjadi awal dari adanya
paresis), ipsilatereal lower motor neuron paresis wajah (N. VII), vertigo, ipsilateral
ketulian (50% kasus), tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait ataxia, cervical adenopathy.
Nyeri telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga sampai ke daun telinga.Nyeri
bersifat konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul biasanya beberapa jam sampai
beberapa hari setelah muncul ruam.14

2. Pemeriksaan Fisik

7
a. Pada inspeksi biasanya terlihat vesikel pada meatus eksternus dan konka aurikuler.
Disertai juga dengan limfadenitis pada kelenjar limfa.

8
9
Gambar 2.2 Manifestasi Klinis SRH 9
b. Pemeriksaan N. VII
 Fungsi saraf motorik dinilai dengan cara menggerakkan otot-otot wajah utama di
muka, mulai dari mengangkat alis (m. frontalis), mengerutkan alis (m. soucilier),
mengangkat serta mengerutkan hidung ke atas (m. piramidalis), memejamkan
mata kuat-kuat (m. orbicularis okuli), tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi
(m. zygomatikus), memoncongkan mulut ke depan sambil memperlihatkan gigi
(m. relever komunis), meggembungkan kedua pipi (m. businator), bersiul (m.
orbicularis oris), menarik kedua sudut bibir ke bawah (m. triangularis), dan
memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan (m. mentalis).Setiap
gerakkan yang dilakukan dibandingkan kanan dan kiri. Penilaian yang diberikan
adalah:17
a) jika gerakkan normal serta simetrisangka 3,
b) jika sedikit ada gerakkanangka 1,
c) gerakkan yang berada diantara angka 3 dan 1dinilai dengan angka
2,
d) jika tidak ada gerakkan sama sekaliangka 0.

 Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan letak lesi
saraf fasialis dengan tes Schirmer dan tes gustometri. Tes gustatomeri ini
digunakan untuk menilai n.korda timpani, dengan cara membandingkan ambang
rasa antara sisi lidah kanan dan kiri. Perbedaan 50% anatara kanan dan kiri adalah

10
patologis.17 Tes Schimer (Naso-lacrymal reflex) digunakan untuk mengetahui
fungsi serabut serabut pada simpatis dari N.VII yang disalurkan melalui nervus
petrosus superfisialis mayor setinggi genikulatum, dengan cara meletekkan kertas
lakmus pada bagian inferior konjungtiva dan dihitung berapa banyak sekresi
kelenjar lakrimalis17
 Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan
menggunakan sistim House-Brackmann selain itu derajatdapat digunakan untuk
evaluasi pengobatan.18

. Tabel 1: House – Brackman18,19

c. Pemeriksaan Nervus VIII


 Tes Garpu Tala
Macam-macam Penala : Penala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan frekuensi
128Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz. Jika akan memakai hanya 1 penala
digunakan 512 Hz. Untuk mempermudah interpretasi secara klinik dipakai tes
Rinne, tes Weber, tes Schwabach secara bersamaan Pemeriksaan ini merupakan
tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala, seperti:17
 Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang yang diperiksa

11
 Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kiri dengan telinga kanan
 Tes Schwabach ialah tes untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis


Positif Tidak ada lateralisasi Sama dgn pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi ke telinga yangMemanjang Tuli konduktif
sakit
Positif Lateralisasi ke telinga yangMemendek Tuli sensorineural
sehat
Tabel 2: Intepretasi Tes Rinner, Webber, dan Schwabach 17

 Tes Berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara


kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang
minimal 6 meter. Nilai normal tes berbisisk 5/6-6/6.17

3. Pemeriksaan Penunjang
 Audiometri Nada Murni

Pada Sindrom Ramsay Hunt biasanya terjadi tuli sensorineural20. Adapun


audiogram pada tuli sensorineural adalah sebagai berikut:

12
Gambar: Grafik audiogram pada tuli sensorineural17

 Polymerase Chain Reaction


Penggunaan polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteks ivirus varicella-
zoster pada kulit yang terkena daerah teling adapat membantu membedakan
antara pasien Bellpalsy dan pasien dengan sindrom Ramsay Hunt pada tahap
awal.16,21

2.6 Diagnosis Banding


 Bell Palsy
 Post herpetic neuralgia
 Trigeminal Neuralgia

2.7 Tatalaksana

Penanganan awal dengan kombinasi antiviral dan kortikosteroid dikatakan efektif untuk
menangani Sindroma Ramsay Hunt. Kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi dari nervus
kranial dan mengurangi nyeri serta gejala neurologis, sedangkan asiklovir oral digunakan untuk
infeksi yang disebabkan herpes virus seperti virus varisela-zoster.

Obat anti viral merupakan standar terapi lini pertama pada SRH, obat yang biasa digunakan
ialah acyclovir dan modifikasinya misalnya valacyclovir. Pemberian antivirus dengan dosis22,23 :
 Acyclovir dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 7-10 hari
 Atau Acyclovir (IV) 3 x 10 mg/KgBB/hari

13
 Valacyclovir dewasa : 3 x 1 gram/hari selama 7 hari, atau
 Famsiclovir dewasa : 3 x 250 mg/hari selama 7 hari
Indikasi pemberian kortikosteroid harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
paralisis. Obat yang biasa digunakan adalah methylprednisolone dengan dosis 500 mg hari
pertama, 250 mg pada hari kedua dan ketiga, dan 100 mg untuk 4 hari selanjutnya, dosis
diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednisone setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral.22
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi
sekunder. Bila erosive diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep
antibiotik.23
Bila paralisis fasial menetap lebih dari 60 hari tanpa tanda-tanda perbaikan, tindakan
dekompresi harus dikerjakan. Dalam hal ini dekompresi dikerjakan pada segmen horizontal dan
ganglion genikulatum.23

2.8 Prognosis
Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis SRH adalah usia, diabetes mellitus,
hipertensi dan vertigo. Pada pasien dengan diabetes, hipertensi dan usia lanjut umumnya
memberikan prognosis yang buruk. Penelitian menunjukkan penyembuhan yang komplet pada
fungsi motor fasial sekitar 10-31%. Tetapi, pasien dengan paresis fasial yang disertai disfungsi
auditori dan vestibular umumnya memberikan prognosis yang lebih buruk. Sedangkan vesikel
dan rasa nyeri biasanya akan menghilang dalam 3-5 minggu, tetapi sekitar 1 dari 5 pasien dapat
menderita neuralgia pasca herpetik yang biasanya sulit diatasi. Berkurangnya pendengaran dapat
bersifat permanen, vertigo menghilang dalam beberapa hari atau minggu.25

BAB III
RINGKASAN

14
Sindrom Ramsay Hunt adalah sekelompok gejala akibat komplikasi infeksi virus yang
disebut herpes zoster. Herpes zoster menyebabkan rasa sakit dan adanya bintil merah yang
melepuh. Selain itu, sindrom Ramsay Hunt juga dapat menyebabkan kelumpuhan otot wajah dan
kehilangan pendengaran di telinga yang terinfeksi. Nama lain untuk sindrom ini adalah zoster
geniculate, herpes zoster oticus, dan herpes geniculate ganglionitis.
Sindrom Ramsay Hunt jarang terjadi pada anak-anak tetapi sering terjadi pada orang tua,
baik laki-laki dan perempuan. Gejala umum dari sindrom Ramsay Hunt adalah lecet kecil yang
terjadi di dalam dan sekitar telinga, pada membran timpani telinga, dan di sepanjang sisi mulut,
kehilangan pendengaran, kelumpuhan wajah di satu sisi dan nyeri wajah dengan sakit kepala.
Penyebabnya adalah virus varicella zoster. Virus ini diyakini menginfeksi saraf wajah
yang terletak dekat telinga bagian dalam. Virus ini aktif kembali ketika sistem kekebalan tubuh
melemah dan menyebabkan herpes zoster atau cacar api. Jika infeksi terjadi di daerah dekat
telinga, bisa menyebabkan sindrom Ramsay Hunt. Faktor-faktor tertentu yang meningkatkan
risiko mengalami sindrom Ramsay Hunt adalah pasien berusia lebih tua dari 60 tahun, pasien
yang belum pernah menderita cacar air atau melakukan vaksinasi untuk cacar, dan pasien yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Pengobatan sindrom Ramsay Hunt yang dilakukan dengan cepat dapat mengurangi risiko
komplikasi yang dapat menyebabkan lemahnya otot wajah dan hilangnya pendengaran secara
permanen. Pengobatan dengan obat antivirus (seperti acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir)
dapat membantu penyembuhan luka pada kulit lebih cepat dan mengurangi rasa sakit yang
terkait dengan herpes zoster. Obat pengurang nyeri seperti ibuprofen dan naproxen juga dapat
diberikan untuk meredakan bintil merah dan nyeri yang timbul setelah bintil merah hilang yang
dikenal sebagai neuralgia post herpetic.
Edukasi kepada pasien yang menderita Sindrom Ramsay Hunt agar gejalanya dapat
berkurang dengan lebih cepat adalah dengan manjaga kebersihan daerah yang terkena, gunakan
kompres basah yang dingin pada bintil merah untuk meringankan rasa sakit, gunakan obat pereda
nyeri atau obat anti radang, seperti ibuprofen, gunakan obat tetes mata sepanjang hari jika mata
menjadi kering, dan pada malam hari, gunakan salep mata dan pejamkan mata atau gunakan
penutup mata.

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Ramsay Hunt Syndrome: Background, Pathophysiology, Epidemiology [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2019 [cited 5 May 2019]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1166804-overview

16
2. Herpes Zoster Oticus: Overview of Herpes Zoster Oticus, Pathophysiology of Herpes
Zoster Oticus, Clinical Manifestations of Herpes Zoster Oticus [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2019 [cited 13 May 2019]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1952189-overview

3. Shim J, Park J, Kwon B, Ryu K, Lee H, Lim W et al. Dysphagia in Ramsay Hunt's
Syndrome - A Case Report -. Annals of Rehabilitation Medicine. 2011;35(5):738.

4. Astari N, Sudana I, Wulan S. SINDROM RAMSAY HUNT. MEDICINA. 2014;45(3).

5. Ss

6. Ss

7. Kim D, Bhimani M. Ramsay Hunt syndrome presenting as simple otitis externa. CJEM.
2008;10(03):247-250.

8. Jeon Y, Lee H. Ramsay Hunt syndrome. Journal of Dental Anesthesia and Pain Medicine.
2018;18(6):333.

9. Dhavalshankh G, Dhavalshankh A, Mhasvekar V. A rare case of Herpes zoster oticus in


an immunocompetent patient. Our Dermatology Online. 2012;3(4):350-352.

10. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. 1st ed. Jakarta: Hipokrates; 2000.

11. Kim J, Chung P, Oh S, Hong S, Chung C, Jung C et al. Ramsay Hunt syndrome
complicated by a brainstem lesion. Journal of Clinical Virology. 2007;39(4):322-325.

12. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.

13. Boies A. BOIES: Buku Ajar Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT). 6th ed.
Jakarta: EGC; 2019.

14. Munilson, J., Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Ramsay Hunt. Padang: Bagian
Telinga HIdung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas, 2009, p. 133.

15. Pusponegoro E, Nilasari H, Lumintang H, Niode N, Daili S, Djauzi S. Buku Panduan


Herpes Zoster di Indonesia. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.

16. Sweeney C. NOSOLOGICAL ENTITIES?: Ramsay Hunt syndrome. Journal of


Neurology, Neurosurgery & Psychiatry. 2001;71(2):149-154.

17
17. Sjarifudin B. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga dan Tenggorok, Kepala dan
Leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

18. Ho C, Tsai K. The Intervention of Rehabilitation Therapy on the Treatment of Ramsay


Hunt Syndrome. J Med Sci. 2004;24(1):37-42.

19. Cummings, C., Bells Palsy: Spontaneus Idiopatic of Facial Paralysis, in Cummings
Otolaringology, Cumming, Editor. 2013, Elsevier Mosby.

20. Kim, D., Ramsay Hunt Syndrome Presenting as Simple Otitis Exerna Departement of,
2008. 3: p. 248.

21. Uscatgui, T., Antiviral therapy for ramsay hunt syndrome (herpes zoster oticus with
facial palsy) in adults. The Cochrane Collaboration, 2009. 2: p. 1.

22. Monsanto et al. 2016. Treatment and Prognosis of Facial Palsy on Ramsay Hunt
Syndrome: Results Based on a Review of the Literature. International Archives of
Otorhinolaryngology Vol. 20 No. 4

23. Broek, P. Van et al. 2010. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga.
Edisi kedua belas. EGC Jakarta

24. Pusponegoro, EH. et al. 2014. Buku Panduan Herpes Zoster. Jakarta. FKUI

25. Cai, Z., Li, H., et al. 2017. Prognostic factors of Bell’s Palsy and Ramsay Hunt
Syndrome. Medicine 96:2.

26. Fred F. Ferri. 2012. Ferri’s Netter Patient Advisor 3rd Edition.

27. U.S. National Library of Medicine. 2016. Ramsay Hunt Syndrome.

18

Anda mungkin juga menyukai