Anda di halaman 1dari 13

ANEMIA

DEFINISI

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell
mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer.

KLASIFIKASI

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi


morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin. Menurut etiologinya, anemia
dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu gangguan produksi sel darah merah pada
sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang
tidak efektif), dan penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis):

1. Hipoproliferatif

Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini


dapat disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia,
limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi.
c.Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat
Keadaaniniterjadipadagangguanfungsiginjal
d.Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi
(misalnya: interleukin 1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada
keadaan hipotiroid)

Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula
ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan
hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui
pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.

2. Gangguan pematangan

Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”, gangguan
morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan
pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:

a. Gangguan pematangan inti

Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari
gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan
yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan
myelodisplasia. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan
ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.

b. Gangguan pematangan sitoplasma

Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik.
Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan
sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia
sideroblastik)

3. Penurunan waktu hidup sel darah merah

Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua
keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi
secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang
bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi
sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia
defisiensi besi.

Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun kronis. Pada
anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien datang bukan karena
keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi yang ditimbulkan oleh pemecahan
sel darah merah dalam jangka waktu lama, seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu
empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara
episodik (self limiting).

Morfologi
I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)

Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin dan
hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai abnormalitas ukuran
eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.

Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai makrositosis.
Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa hemoglobin
(hipokromia)

II. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)

SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek pada
produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit yang bervariasi,
sedangkan poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit yang beraneka ragam.

III. Hitung Retikulosit

Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia. Normalnya,
retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum tulang. Retikulosit
mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36 jam (waktu hidup
retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian
harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di sirkulasi.

Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai retikulosit akan
disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien berdasarkan usia, gender, sarta
koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit prematur (polikromasia). Hal ini disebabkan
karena waktu hidup dari retikulosit prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai
retikulosit yang seolah- olah tinggi.

IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi


Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC
dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi transferin,
terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk. 10.00. Serum feritin
digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga merupakan suatu
reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun kronis, kadarnya dapat
meningkat.

V. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum tulang
misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif. Peningkatan atau
penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari
hitung jenis sel-sel berinti pada suumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid).

Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan
terutama di negara berkembang. Penyebabnya antara lain:

Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau bioavailabilitas besi yang
dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat, rendah daging, dan rendah vitamin C).
Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu hamil
dan menyusui. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau achlorhydria.
Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan tukak peptik, keganasan
lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang, menometrorraghia, hematuria, atau
hemaptoe.

Tiga tahap mendiagnosa suatu anemia defisiensi besi:

1).Menentukan adanya anemia


2).Memastikan adanya defisiensi besi
3).Menentukan penyebab defisiensi. Secara laboratoris dipakai kriteria modifikasi Kerlin
untuk menegakkan diagnosa:
Anemia hipokrom mikrositer pada SADT ATAU MCV <80 fl dan MCH < 31%
dengan satu atau lebih kriteria berikut:

1. Terdapat 2 dari parameter di bawah ini:


Besi serum <50 mg/dl
TIBC >350 mg/dl
Saturasi transferrin <15%

2.Feritin serum <20 mg/dl

3.Pengecatan sumsum tulang dengan biru prussia menunjukkan sideroblas negatif

4. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200mg/hari selama 4 minggu terdapat


kenaikan Hb >2 gr/dl

Terapi

1. Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang diderita. Bila
tidak dapat menyebabkan kekambuhan.

2. Pemberian preparat besi:

Oral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman, terutama sulfas ferosus.
Dosis anjuran 3x200mg/hari yang dapat meningkatkan eritropoiesis hingga 2-3 kali dari
normal. Pemberian dilakukan sebaiknya saat lambung kosong (lebih sering menimbulkan efek
samping) paling sedikit selama 3-12 bulan. Bila terdapat efek samping gastrointestinal (mual,
muntah, konstipasi) pemberian dilakukan setelah makan atau osis dikurangi menjadi 3x100mg.
Untuk meningkatkan penyerapan dapat diberikan bersama vitamin C 3x100 mg/hari.

Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV pelan atau IM). Pemberian
secara IM menimbulkan nyeri dan warna hitam pada lokasi suntikan. Indikasi pemberian
parenteral:

a. Intoleransi terhadap preparat oral


b. Kepatuhan berobat rendah
c. Gangguan pencernaan, seperti kolitis ulseratif (dapat kambuh dengan pemberian besi)
d. Penyerapan besi terganggu, seperti gastrektomi
e. Kehilangan darah banyak
f. Kebutuhan besi besar yang harus dipenuhi dalam jangka waktu yang pendek, misalnya ibu
hamil trimester 3 atau pre operasi. Dosis yang diberikan dihitung menurut formula:
Kebutuhan besi (mg) = {(15 – Hbsekarang ) x BB x 2,4} + (500 atau 1000)

3. Diet, terutama yang tinggi protein hewani dan kaya vitamin C.

4. Transfusi diberikan bila terdapat indikasi yaitu:

- Terdapat penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung

- Gejala sangat berat, misalnya pusing sangat menyolok

- Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, misalnya


kehamilan trimester akhir atau pre operasi

Dalam pengobatan, pasien dinyatakan memberikan respon baik apabila retikulosit naik pada
minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke 10, dan kembali normal pada hari ke 14
pengobatan. Diikuti dengan kenaikan Hb 0,15 gr/dl/hari atau 2 gr/dl setelah 3-4 minggu
pengobatan.

Anemia Megaloblastik

Anemia yang disebabkan abnormalitas hematopoesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus


dan sitoplasma sel mieloid dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA.

Etilogi
1. Defisiensi asam folat
a. Asupan Kurang
Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua,
hemodialisis, anoreksia nervosa.
Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi parsial, reseksi usus
halus, Crohn’s disease, skleroderma, obat anti konvulsan (fenitoin, fenobarbital,
karbamazepin), sulfasalazine, kolestiramin, limfoma intestinal, hipotiroidisme.

b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme,


dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif (anemia pernisisosa, anemia
sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik, mielofibrosis).

c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase (metotreksat, pirimetamin,


triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol, defisiensi enzim.1,2

d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol,


hepatoma.1

e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6 merkaptopurin,


azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin arabinose, dll), prokarbazin,
hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.

f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom


Lesch-Nyhan.

2. Defisiensi vitamin B12 (kobalamin)


a. Asupan Kurang : vegetarian

b. Malabsorbsi

- Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis atropikan, tropikal sprue, blind
loop syndrome (operasi striktur, divertikel, reseksi ileum), Crohn's disease, parasit
(Diphyllobothrium latum), limfoma intestinal, skleroderma, obat-obatan (asam para amino
salisilat, kolkisin, neomisin, etanol, KCl).

- Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor


intrinsik lambung, Imerslund-Grasbeck syndrome.

c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein pembawa kobalamin


(defisiensi transkobalamin II), paparan NO yang berlangsung lama.
Diagnosis

Guna menegakkan diagnosis anemia megalobalstik, perlu menelusuri pemeriksaan


fisik, laboratorium darah juga sumsusm tulang2. Bisanya penderita datang berobat karena
keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare dan biukan oleh keluhan aneminya. penyakit
biasanya terjadi perlahan-lahan. Keluhan lain berupa rambut cepat memutih, lemah badan,
penurunan berat badan. Pada defisiensi B12, diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan
dari onset gejala, biasanya didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai
gangguan berjalan1. Pada Anemia megaloblastik ditemukan :

- Gejala : Anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati.


- SADT : eritrosit yang besar berbentuk lonjong, trombosit dan lekosit aga
menurun, hipersegmentasi netrofil, Giant stab-cell, retikulosit menurun.
- Sumsum tulang hiperseluler dengan sel-sel eritroblast yang besar
(megaloblast), Giant steb-cell.
- Pada anemia pernisiosa, schilling test positif.
Terapi
1. Suportif : - transfusi bila ada hipoksia
- suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa
2. Defisiensi B12 : Pemberian sianokobalamin atau hidroksokobalamin.
3. Defisiensi asam folat : Pemberian asam folat 1mg/hari selama 2-3 minggu, Kemudian
dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari
4. Terapi penyakit dasar
5. Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik.

Anemia Aplastik

Definisi
Anemia anaplastik merupakan anemia yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan
jumlah sel-sel darah yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit) dan hiposelularitas dari sumsum
tulang. Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang jarang ditemukan namun
berpotensi membahayakan jiwa.

Penyebab anemia aplastik pada umumnya adalah idiopatik (kurang lebih pada 75%
kasus), namun selain itu anemia aplastik juga dapat disebabkan oleh:
1. Radiasi
2. Bahan Kimia : benzen, arsen
3. Obat-obatan : klorampenikol, obat-obat kemoterapi (6-merkaptopurin, vinkristin, busulfan),
fenilbutazon, antikonvulsan, senyawa sulfur, emas.
4. Infeksi: virus hepatitis (non-A, non-B, non-C), Epstein Barr Virus, Parvovirus B19, HIV,
sitomegalovirus
5. Kelainan Imunologis : eosinophillic fascitis
6. Kehamilan

Diagnosis

Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan
(berminggu-minggu atau berbulan-bulan)

Anamnesa:
Dapat ditemukan keluhan:
1. Trombositopenia (manifestasi awal) : perdarahan gusi, GIT, epistaksis, menoragia, petekie,
perdarahan retina
2. Anemia : lemah, pucat, dyspnea, jantung berdebar
3. Leukopenia : sering terkena infeksi
4. Sistemik: sakit kepala, demam, penurunan berat badan, nafsu makan menurun

Pemeriksaan fisik
5. Petekie, ekimosis
6. Perdarahan retina
7. Perdarahan serviks
8. Darah pada feses
9. Pucat pada kulit dan mukosa membran
10. Cafe au lait spot dan perawakan yang pendek (Fanconi syndrome)

Diagnosa dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria dibawah ini:


1. jumlah granulosit < 500/ µL
2. Jumlah platelet <20.000/ µL
3. Hitung retikulosit < 40 x 109/L
4. Selularitas sumsum tulang <25%

I. Terapi
1. Menghindari kontak dengan toksin/ obat penyebab

2. Umum: menghindari kontak dengan penderita infeksi, isolasi, menggunakan sabun


antiseptik, sikat gigi lunak, obat pelunak buang air besar, pencegahan menstruasi: obat
anovulatoir

3. Transfusi:
1. PRC
2. Trombosit: profilaksis pada penderita dengan trombosit <10.000- 20.000/mm3. Bila terdapat
infeksi, perdarahan, demam, maka diperlukan transfusi pada kadar trombosit yang lebih tinggi.
3. Granulosit : tidak bermanfaat sebagai profilaksis. Dapat dipertimbangkan pemberian 1 x
1010 neutrofil selama 4-7 hari pada infeksi bakterial yang tidak berespon dengan pemberian
antibiotik
4. Penanganan infeksi
5. Transplantasi sumsum tulang
Merupakan terapi terpilih untuk usia muda 9-40 tahun dengan anemi aplastik berat
dan HLA cocok
6. Imunosupresif
a. ATG (Anti Thymocyte Globulin)
Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari, diberikan selama 4-6 jam dalam larutan NaCl dengan filter
selama 8-14 hari, lakukan skin test terlebih dahulu. Untuk mencegah serum sickness, diberikan
Prednison 40mg/m2/hari selama 2 minggu, kemudian dilakukan tappering off.

Anemia Hemolitik

Anemia yang disebakan adanya peningkatan destruksi eritrosit yang melebihi


kemampuan kompensasi eritropoiesis sumsum tulang. Sel darah merah usianya sekitar 120 hari
tetapi pada anemia hemolitik usianya berkurang. Lisis dari sel darah merah normal terjadi di
makrofag sumsum tulang, hati

Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena 1) Defek molekular


hemoglobinopati atau enzimopati 2) Abnormalitas struktur dan fungsi membran- membran 3)
faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi.

Diagnosis

Dapat asimptomatik, maupun akut dan berat. Pada bentuk berat dan akut, pada
umumnya berupa :
1. Mendadak mual, panas badan, muntah, menggigil, nyeri perut, pinggang dan
ekstrimitas, lemah badan, sesak nafas, pucat
2. Gangguan kardiovaskuler
3. BAK warna merah/gelap
Bentuk kronis, keluhan lemah badan berlangsung dalm periode beberapa minggu sampai bulan.
Bentuk asimptomatik biasanya tanpa gejala. Bentuk sedang berat : pucat, subikterik,
splenomegali, petekhie, purpura (Sindrom Evan’s), hemolisis kongenital. Dapat terjadi
komplikasi berupa kolelitihiasis/kolesistitis, hepatitis pasca transfusi, hemokromatosis.

Terapi

1. Tergantung etiologi
a) Anemia Hemolitik autoimun :
-Glukokortikoid : Prednison 40 mg/m2 luas permukaan tubub
(LPT)/hari. Respon biasanya terlihat setelah 7 hari, retikulosit meningkat, Hb meningkat 2-3
gr %/minggu. Bila Hb sudah mencapai 10 gr%, dosis steroid dapat diturunkan dalam 4-6
minggu sampi 20 mg/m2 LPT/bari; kemudian diturunkan salam 3-4 bulan. Beberapa kasus
memerlukan prednison dosis pemeliharaan 5-10 mg selang sehari
- Splenoktomi : pada kasus yang tidak berespon dengan
pemberian glukokortikoid
- Imunosupresif : pada kasus gagal steroid dan tidak
memungkinkan splenoktomi
- Azatioprin : 80 mg/m2/hari, atau
- Siklofosfamid : 60-75 mg/m2/hari
- Obat imunosupresif diberikan selama 6 bulan. kemudian tappering off, biasanya
dikombinasikan dengan Prednison 40 mg/m2 LPT/hari. Dosis prednison diturunkan bertahap
dalam waktu 3 bulan
- Obat imunosupresif intravena : 0,4 gr/kgBB/hari sampai 1
gr/kgBB/hari selama 5 hari
- Danazol : 600-800 mg/hari, bila ada respon, dosis diturunkan
menjadi 200-400 mg/hari.
- Diberikan bersama dengan Prednison.
- Plasmaferes’s
b) Obati penyakit dasar : SLE, infeksi, malaria, keganasan
c) Stop obat-obat yang diduga menjadi penyebab
d) Kelainan congenital, misalnya:Talasemia
• Transfusi berkala, pertahankan Hb 10 gr %
• Desferal untuk mencegah penumpukan besi :
• Diberikan bila serum Feritin mencapai 1000 μg/dL biasanya setelah
transfusi labu ke 12
• Dosis inisial 20 mg/kgBB, diberikan 8-12 jam infus SC di dinding
anterior abdomen, selama 5 hari/minggu.
• Diberikan bersama dengan 100-200 mg vitamin C per oral untuk
meningkatkan ekskresi Fe
• Pada keadaan pemunpukan Fe bcrat, terutama disertai komplikasi
jantung dan endokrin, deferoxamine diberikan 50 mg/kgBB secara infus
kontinue IV.
• Sferositosis herediter.
• Splenektomi, umur optimal 6-7 thn, Kl limfopeni, hipogamaglobulinemi

2. Bila perlu transfusi darah : washed red cell (pada hemolitik autoimun) atau
packed red cell

3. Pada hemolisis kronik diberikan Asam Folat 0,15-0,3 mg/hari untuk


mencegah krisis megaloblastik

4. HUS (Hemolytic Uremic Syndrome) :


Adanya Triad : Hemolitik mikroangiopati, trombositopeni, GGA
• Terapi suportif, perhatikan kesimbangan cairan, transfusi (pertahankan Hb 9 gr
%), jangan beri suspensi trombosit
• Dialisis

5. TTP (Thrombotic Thrombocytopenic Purpura)


Adanya pentad : gangguan neurologik, anemia hemolitik, trombositopenia.
gangguan fungsi ginjal, demam.
Terapi : Kortikosteroid, prednison 200 mg/hari atau metil prednisolon 0,75 mg/kg IV tiap 12
jam, bila tidak ada respon, dilakukan plasmaferesis denuan FFP 3-4 L/hari

Anda mungkin juga menyukai