Anda di halaman 1dari 35

Masa Demokrasi Liberal

Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni
Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak
dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3
November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang
meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 samapai
1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa itu
(PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet

sering menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan


keamanan. Kabinet-kabinet yang berkuasa adalah :
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Setelah bentuk negara RIS dibubarkan, kabinet pertama yang membentuk NKRI adalah
kabinet Natsir yang merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh Masyumi dan PNI
sebagai partai kedua terbesar menjadi oposisi. PNI menolak ikut serta dalam komite
karena merasa tidak diberi kedudukan yang tepat sesuai dengan kekuatannya.
Tokoh-tokoh terkenal yang mendukung kabinet ini adalah Sri Sultan HB IX, Mr. Asaat,
Mr. Moh Roem, Ir Djuanda dan Dr. Sumitro Djojohadikusuma. Program pokoknya
adalah :
a. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
b. Konsolidasi dan menyempurnakan pemerintahan
c. Menyempurnakan organisasi angkatan perang
d. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatan
e. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat
Pada masa kabinet ini, terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia,
masalah dalam keamanan negeri, seperti gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, Gerakan RMS. Perundingan masalah Irian Barat juga mulai dirintis, tetapi
mengalami jalan buntu. Pada tanggal 22 Januari 1951, parlemen menyampaikan mosi
tidak percaya dan mendapat kemenangan sehingga pada tanggal 21 Maret 1951, Perdana
Menteri Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

2. Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)


Presiden menunjuk Sartono (ketua PNI) menjadi formatur.
Hampir 1 bulan Sartono membuat kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi, tetapi
gagal.
Sartono mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 23 hari (28
Maret 1951-18 April 1951).
 Presiden menunjuk Sukiman (Masyumi) dan menunjuk Djojosukarto sebagai formatur,
mereka berhasil membentuk kabinet koalisi antara Masyumi, PNI, dan sejumlah partai
kecil.
Memiliki 7 pasal, mirip dengan Kabinet Natsir.
 Usia tidak jauh beda dengan Kabinet Natsir karena menghadapi berbagai macam
masalah seperti krisis moral, korupsi pada setiap lembaga pemerintahan, dan kegemaran
terhadap barang-barang mewah.
Penyebab ketidakstabilan Kabinet Sukiman :
a. Hubungan dengan militer yang kurang baik (sikap pemerintah menghadapi
pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan kurang tegas.
b. Adanya pertukaran nota antara Menteri Luar Negeri Subardjo dengan Duta Besar AS,
Merle Cochran mengenai bantuan ekonomi dan militer berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA) atau UU kerjasama keamanan yang dinilai sangat merugikan
IndonesiaKarena harus memperhatikan kepentingan AS.
c. Dituduh telah memasukkan Indonesia ke dalam Blok Barat.
DPR menggugat Kabinet Sukiman sehingga mengalami kejatuhan dan mengembalikan
mandatnya kepada Presiden.
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, PSI.
Wilopo adalah tokoh PNI.
Program kerja ada 6 pasal, yang paling penting adalah mempersiapkan pelaksanaan
pemilihan umum.
Masalah yang menggoyahkan Kabinet Wilopo:
a. Masalah angkatan darat yang dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober 1952.
Dilatarbelakangi oleh :
i. Masalah ekonomi (perkembangan ekonomi dunia kurang menguntungkan hasil ekspor
Indonesia),
ii. Reorganisasi (profesionalisasi tentara): menimbulkan kericuhan di kalangan militer
yang menjurus ke arah perpecahan.
Parlemen mengecam tindakan pemerintah. Pada tanggal 17 Oktober 1952, muncul
demokrasi rakyat terhadap presiden yang menuntut presiden membubarkan parlemen
serta memintanya memimpin langsung pemerintahan sampai diselenggarakannya pemilu,
tetapi presiden menolaknya. Menteri Pertahanan Sekjend Ali Budiharjo dan sejumlah
perwira yang merasa bertanggungjawab atas peristiwa 17 Oktober 1952 (KASD TB.
Simatupang dan KSAD A.H. Nasution) mengundurkan diri dari jabatannya. KSAD A.H.
Nasution diganti oleh Bambang Sugeng. Peristiwa ini mengakibatkan menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
b. Masalah tanah di Tanjung Morawa (kecamatan di Sumatera Timur), di mana di daerah
itu terdapat perkebunan asing. Para pengusaha asing menuntut pengembalian lahan
perkebunan mereka, tetapi rakyat menolak karena mereka sudah menggarapnya sejak
Zaman pendudukan Jepang. Pada tanggal 16 Maret 1953, terjadi pentraktoran lahan
tersebut. Hal itu menimbulkan protes dari rakyat yang disambut tembakan oleh polisi
sehingga jatuh korban di kalangan rakyat.
Peristiwa di atas dijadikan sarana oleh kelompok yang antikabinet dan pihak oposisi
lainnya untuk mencela pemerintah. Mosi tidak percaya muncul di parlemen.
Kabinet Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Preisden tanggal 2 Juni 1953.
4. Kabinet Ali Sastroamidjojo (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
Terbentuk setelah 2 bulan Kabinet Wilopo mundur.
Mendapat dukungan dari PNI dan NU, Masyumi sebagai oposisi.
Programnya 4 pasal :
a. Program dalam negeri antara lain meningkatkan keamanan, kemakmuran dan segera
menyelenggarakan Pemilu.
b. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
c. Program luar negeri :
i. Pelaksanaan politik bebas aktif.
ii. Peninjauan kembali Persetujuan KMB.
d. Penyelesaian pertikaian politik.
Kesulitan mewujudkan peningkatan keamanan dan kemakmuran karena inflasi dan
korupsi.
 Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) menuntut Aceh sebagai Propinsi. Daud
Beurueh (pimpinan PUSA) menilai bahwa tuntutan itu diabaikan dan menyatakan Aceh
sebagian dari NII.
Penyebab jatuhya Kabinet Ali
• Masalah angkatan darat. Setelah peristiwa 17 Oktober, Nasution mengundurkan diri
sebagai KSAD dan digantikan oleh Bambang Sugeng. Bambang Sugeng memohon untuk
berhenti karena tugasnya dirasakan sangat berat dan pemerintah mengangkat Bambang
Utoyo sebagai KSAD baru, tetapi Angkatan Darat di bawah KSAD Zulkifli Lubis
menolak. Ketika Bambang Utoyo dilantik pada tanggal 27 Juni 1955, TNI AD
memboikot pengangkatan itu karena Bambang Utoyo adalah KSAD yang tidak pernah
berkantor di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).
Karena berbagai hal di atas, kabinet ini dinilai gagal. Pada tanggal 24 Juli 1955, Ali
Sastroamidjojo mengembalikan mandatnya kepada wakil Presiden.
Di balik kegagalannya, kabinet Ali memiliki kesuksesan, di antaranya adalah
menyiapkan pemilihan umum dan menyelenggarakan konferensi Asia Afrika.
5. Kabinet Burhanudi Harahap (12 Agustus 1955-3Maret 1956)
Burhanudin Harahap berasal dari Masyumi, sedangkan PNI membentuk partai oposisi..
 Hasil yang menonjol adalah penyelenggaraan Pemilu untuk yang pertama kalinya bagi
Indonesia. Pemilu dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota
DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante.
Peristiwa tanggal 27 Juni 1955 berhasil diselesaikan dengan mengembalikan Nasution
sebagai KSAD.
Prestasi lainnya adalah pembubaran Uni Indonesia Belanda.
 Setelah hasil-hasil pemilihan umum di ketahui mengubah susunan dan keseimbangan
perwakilan di DPR. Tanggal 3 Maret 1956, Kabinet Burhanudin mengembalikan
mandatnya kepada presiden. Kabinet ini merupakan kabinet peralihan dari DPR.
Sementara ke DPR hasil Pemilu.

6. Kabinet Alisastroamidjojo II
Kabinet Ali kembali diserahi mandat pada tanggal 20 Maret 1956 yang merupakan
koalisi antara PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok kabinet ini :
a. Pembatalan KMB pada tanggal 3 Mei 1956 untuk memperbaiki masalah ekonomi yang
mengalami kesulitan, disusul oleh munculnya gerakan separatisme yang dikenal dengan
PRRI/Permesta.
b. Perjuangan mengembalikan Iriran Barat ke pangkuan RI.
c. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan ekonomi, keuangan, industri,
perhubungan, pendidikan dan pertanian.
d. Melaksanakan keputusan Konferensi Asia Afrika.
Tanggal 14 Maret 1957 Kabinet Ali Sastroamidjojo II menyerahkan mandatnya kepada
presiden.
Presiden menunjuk dirinya menjadi pembentuk kabinet yang bernama kabinet Karya dan
Ir. Djuanda sebagai perdana menteri.
7. Kabinet Karya (Zaken kabinet (kabinet kerja)) (9 April 1957-10 Juli 1959)
 Resmi dilantik 9 April 1957 tidak berdasarkan atas dukungan dari parlemen. Di bawah
3 orang wakil PM, yaitu Hardi, Idham Chalid dan Leimena.
Untuk mengatasi masalah Irian Barat dan keuangan yang sangat buruk, menyusun 5
pasal (Pancakarya)
a. Membentuk dewan nasional dan menampung/menyalurkan aspirasi dari kekuatan-
kekuatan nonpartai yang ada di masyarakat.
b. Normalisasi keadaan Republik.
c. Melancarkan pelaksanaan pembatalan persetujuan KMB.
d. Memperjuangkan Irian Barat.
e. Mempercepat proses pembangunan.
Mengadakan Munas (Musyawarah Nasional) pada tanggal 14 September 1957.
 Tanggal 30 November 1957 perstiwa percobaan pembunuhan atas presiden Soekarno
(Peristiwa Cikini) pelaku diduga pemuda pendukung Zulkifli Lubis.
Prestasi yang didapat:
• Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia dengan deklarasi Djuanda pada
tanggal 13 Desember 1957. Melalui deklarasi Djuanda tercipta Kesatuan Wilayah
Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dalam berbagai kurun


waktu
Masih ingatkah Anda, apakah yang dimaksud dengan demokrasi?

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘demos’ artinya rakyat dan ‘kratos/kratein
artinya pemerintahan. Jadi pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, yang
artinya: pemerintahan di mana rakyat memegang peranan penting.
Itulah pengertian demokrasi dilihat dari asal katanya. Pasti Anda sudah memahaminya
bukan? Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai kurun waktu,
yaitu:

a. Kurun waktu 1945 - 1949


Pada periode ini sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila seperti yang diamanatkan oleh
UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena negara dalam keadaan darurat dalam
rangka mempertahankan kemerdekaan. Misalnya, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
yang semula berfungsi sebagai pembantu Presiden menjadi berubah fungsi sebagai MPR.
Sistem kabinet yang seharusnya Presidensil dalam pelaksanaannya menjadi Parlementer
seperti yang berlaku dalam Demokrasi Liberal.

b. Kurun Waktu 1949 - 1950


Pada periode ini berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian.
Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer (Sistem Demokrasi Liberal).
Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai lambang. Karena
pada umumnya rakyat menolak RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno
menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.

c. Kurun Waktu 1950 - 1959


Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi
Liberal dan diberlakukan UUDS 1950.

Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.

Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami
rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS
1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan
ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta
tidak berlakunya UUDS 1950.

d. Kurun Waktu 1959 - 1965


Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan adalah UUD
1945 dengan sistem demokrasi terpimpin.

Menurut UUD 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan
DPR berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat
Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di
tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”.

Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan


kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan
terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan
oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana
nasional bagi bangsa Indonesia.

e. Kurun Waktu 1966 - 1998


Periode ini dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde baru yang bertekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Secara tegas dilaksanakan sistem Demokrasi Pancasila dan dikembalikan fungsi


lembaga tertinggi dan tinggi negara sesuai dengan amanat UUD 1945.

Dalam pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan presiden
tidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada presiden, sehingga
terjadilah penyalahgunaan kekuasaan, dengan tumbuh suburnya budaya korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN). Kebebasan bicara dibatasi, praktek demokrasi menjadi
semu. Lembaga negara berfungsi sebagai alat kekuasaan pemerintah.

Lahirlah gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa yang menuntut reformasi


dalam berbagai bidang. Puncaknya adalah dengan pernyataan pengunduran diri
Soeharto sebagai presiden.

f. Kurun Waktu 1998 - sekarang (Orde Reformasi)


Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah
demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan
penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak
demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara
dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada
prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR - MPR hasil
Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain.

Nah! Coba Anda simak kembali tentang pelaksanaan demokrasi di Indonesia dalam
berbagai kurun waktu!

Gambar 1: Suasana reformasi.

Bagaimana dengan pelaksanaan demokrasi saat ini, apakah sudah lebih baik dari kurun
waktu sebelumnya? Bagaimana tanggapan Anda? Pelaksanaan demokrasi saat ini dilihat
dari kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat memang lebih terbuka
dibanding dengan kurun waktu sebelumnya (Orde Baru). Akan tetapi kebebasan tersebut
seakan-akan tanpa batas sehingga akhirnya terjadi situasi perdebatan politik dan hukum
yang berkepanjangan. Anda setuju dengan pernyataan tersebut bukan?

Tentu saja perlu ada perangkat peraturan perundang-undangan yang harus ditaati oleh
semua pihak seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
Demokrasi & Pelaksanaannya di Indonesia
December 9th, 2008
Goto comments Leave a comment

Pengertian Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaanwarga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Atau dengan kata lain, Demokrasi dapat
dikatakan sebagai kekuasaan atau pemerintahan ada ditangan rakyat, yaitu kekuasaan
yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Macam-Macam Demokrasi:

1. Demokrasi Sederhana (terdapat di desa).


2. Demokrasi Barat (kontinen dan Amerika, terdapat di barat).
3. Demokrasi Kapitalis.
4. Demokrasi Timur (Negara sosialis seperti Unisoviet, cina, Korut).
5. Demokrasi Tengah (dianut saat Jerman masa Hitler Dan Itali Masa Mussolini).
6. Demokrasi Parlementer adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan
badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif.
7. Demokrasi sistem pemisahan kekuasaan.
8. Demokrasi sistem referendum adalah pengawasan dilakukan oleh rakyat dengan
cara referendum.

Model Demokrasi:

1. Model demokrasi berwawasan radikal (radical democracy)adalah demokrasi yang


ditandai dengan kuatnya pandangan bahwa hak-hak setiap warganegara dilindungi
dengan prinsip persamaan di depan hukum.
2. Model demokrasi berwawasan liberal (liberal democracy) merupakan demokrasi
yang lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warganegara, baik
sebagai individu maupun anggota masyarakat.
3. Model demokrasi klasik Athena.
4. Model demokrasi republikanisme protektif dan republika-nisme perkembangan.
5. Model demokrasi pro-tektif dan demokrasi developmental, dimana demokrasi ini
menempatkan penge-tahuan berpolitik bagi individu, dan bukan menyandarkan
mereka pada perlindungan penguasa.
6. Model demokrasi langsung, yang menempatkan tiap individu memilih dan
merealisasikan keinginan sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.
7. Model demokrasi kompetisi elite, yang berisi metode pemilihan elite politik yang
mampu mengambil keputusan yang diperlukan.
8. Model pluralisme, yaitu mementingkan kebebasan politik bagi minoritas.
9. Model demokrasi legal, yang mementingkan prinsip mayoritas yang mampu
berfungsi dengan pantas dan bijak.
10. Model demokrasi partisipatif, yaitu sebuah hak yang sama pada kebebasan dan
pengem-bangan diri yang dapat diperoleh dalam sebuah ‘masyarakat partisipatif’.
11. Model demokrasi deliberatif, yaitu persya-ratan kelompok politik yang dilakukan
dengan kesepakatan warga negara yang bebas dan berdasarkan pada nalar.
12. Model otonomi demokrasi dan demo-krasi kosmopolitan, yaitu demokrasi yang
mementingkan kesetaraan dalam sebuah komunitas nasib yang saling melengkapi.
13. Model demokrasi Terpimpin.
14. Model demokrasi Pancasila.

Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dibagi menjadi beberapa periodesasi:

1. Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 - 1950 ).

Tahun 1945 - 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali
ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu
disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat
sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi
sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan
oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :

 Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah


menjadi lembaga legislatif.
 Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai
Politik.
 Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem
pemerintahn presidensil menjadi parlementer

2. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama

a. Masa demokrasi Liberal 1950 - 1959

Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan
sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan
parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.

Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

 Dominannya partai politik


 Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
 Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
 Bubarkan konstituante
 Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
 Pembentukan MPRS dan DPAS

b. Masa demokrasi Terpimpin 1959 - 1966

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah


kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara
semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom
dengan ciri:

1. Dominasi Presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
3. Berkembangnya pengaruh PKI

Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan


2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan
presiden membentuk DPRGR
3. Jaminan HAM lemah
4. Terjadi sentralisasi kekuasaan
5. Terbatasnya peranan pers
6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.

3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 - 1998

Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret
1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala
bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan
Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:

1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada


2. Rekrutmen politik yang tertutup
3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4. Pengakuan HAM yang terbatas
5. Tumbuhnya KKN yang merajalela

Sebab jatuhnya Orde Baru:


1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2. Terjadinya krisis politik
3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun
jadi Presiden
5. Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.

Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden
Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:

1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi


2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari
KKN
4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan
Wakil Presiden RI
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu
tahun 1999 dan tahun 2004.

Referensi

[1] “Pelaksanaan demokrasi di indonesia.” Http://www.edupkn.smansarbg.com/


pelakdemo.html

[2] “Mengawal demokrasi. ” Http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/archive_


wacana/kliping_wawasan/klip_wsn_2006/wawasan_179.htm

[3] “Arti kehidupan tertib dalam negara demokrasi.” Http://tutorial.mysimplebiz.info/isi/


ppkn3.htm

[4] Irwan prayitno. “Perkembangan dmokrasi di indonesia: Cabaran dan Pengharapan.”


Http://www.pas.org.my/kertaskerja/perkembangan_demokrasi_di_indonesia_cabaran_da
n_pengharapan.pdf

[5] “Implementasi demokrasi ekonomi di indonesia.” Http://www.damandiri.or.id/file/


buku/subiaktobukukoperasibab1.pdf

[6] “Pelaksanaan demokrasi di indonesia dalam berbagai kurun waktu.” Http://www.e-


dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=18&fname=ppkn106_04.htm

[7] “Hak - Hak Warga Negara Indonesia.” Http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?


moid=21&fname=ppkn203_03.htm
Orde Lama

Aktif Kembali

Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950,
obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya
kembali Pasar Modal Indonesia.

Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951,


yang kelak ditetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah
RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama
12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan
Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan
Bank Indonesia sebagai penasihat.

Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah
Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank
Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956.
Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun badan hukum.
Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase dengan luar negeri terutama
dengan Amsterdam.

Masa Konfrontasi

Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat
kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang
dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua
negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.

Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik


Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-
alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi
No. 86 Tahun 1958.

Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada
tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari
perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi
mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia.

Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah
yang mencapai puncaknya pada tahun 1966.

Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak
menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman
Orde Lama.
Sejarah Indonesia (1968-1998)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde
Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan Orde
Lama Soekarno.

Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar.

Masa Jabatan Suharto


Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan 1998.

Politik

Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya.

Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi
anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada
tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru.
Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-
orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan
menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan
Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
"dibuang" ke Pulau Buru.

Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan


administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama
ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun
dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara
efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka
yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang
didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi
tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan
antara pusat dan daerah.

Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966
dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas
politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan
Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu
menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

Eksploitasi sumber daya

Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber


daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun
tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan
besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Warga Tionghoa

Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan
dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah
warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka.
Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa
Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa
Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan
sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis
dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa
Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia
berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia.

Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian
Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola
dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang
Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang.
Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.

Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu
mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan
menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa
kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang
dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan
dilakukan[rujukan?].

Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.

Perpecahan bangsa

Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap
hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan
kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan
transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar
Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak
negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi
terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang
banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi
sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun
tidak semua transmigran itu orang Jawa.

Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam
bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu
gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian
keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap
para transmigran.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru


 perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan
pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
 sukses transmigrasi
 sukses KB
 sukses memerangi buta huruf
 sukses swasembada pangan
 pengangguran minimum
 sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
 sukses Gerakan Wajib Belajar
 sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
 sukses keamanan dalam negeri
 Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
 sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru


 semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
 pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan
daerah sebagian besar disedot ke pusat
 munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
 kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang
memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun
pertamanya
 bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi
si kaya dan si miskin)
 kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
 kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibreidel
 penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius" (petrus)
 tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden
selanjutnya)

Krisis finansial Asia


Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk
lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir
dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh,
inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang
awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah
gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998,
tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian
memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".

Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada
masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih
belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut
sebagai "Era Pasca Orde Baru".

Lihat pula
 Orde Lama
 Kerusuhan Mei 1998
 Tragedi Trisakti
Orde Baru

Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan kepercayaan
rakyat terhadap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui
tabungan dan deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk
Pasar Modal.

Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim
persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih
dari PM di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena
situasi politik dan masyarakat masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek
di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran.

Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu
No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk
Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu
Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral.

Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk
kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan
fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.

Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 pasar modal diaktifkan
kembali dan go publik-nya beberapa perusahaan. Pada jaman orde baru inilah perkembangan
PM dapat di bagi menjadi 2, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang.

Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan meskipun
pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan
dana dari bursa efek. Fasilitas-fasilitas yang telah diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk
merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.

Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa
masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya
batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya.

Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan
dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket
Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.

Pakdes 1987

Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi,
dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi
efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49%
dari total emisi.

Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan
bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa
efek.

Pakto 88

Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap


perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit),
dan pengenaan pajak atas bunga deposito.

Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan
keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor
perbankan dan sektor pasar modal.

Pakdes 88

Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan
membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.

Karena tiga kebijaksanaan inilah pasar modal menjadi aktif untuk periode 1988 hingga sekarang.
Indonesia: Era Orde Baru

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.

Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar.

Orde Baru
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan [[1998].

Politik

Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan
ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan
Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali
dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini
mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga
kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada
Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.

Eksploitasi sumber daya

Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber


daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun
tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan
besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa

Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan
dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah
warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka.
Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa
Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas china
indonesia terutama dari komunitas pengobatan china tradisional karena pelarangan sama
sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa di tulis dengan
bahasa mandarin. Mereka pergi hingga ke Makhamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung
indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa china indonesia bejanji tidak
menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Untuk keberhasilan ini kita mesti memberi penghormatan bagi Ikatan Naturopatis
Indonesia ( I.N.I ) yang anggota dan pengurus nya pada waktu itu memperjuangkan hal
ini demi masyarakat china indonesia dan kesehatan rakyat indonesia. Hingga china
indonesia mempunyai sedikit kebebasan dalam menggunakan bahasa Mandarin.
[rujukan?]

Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian
Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola
dan diawasi oleh militer indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang
china indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya
agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.

Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu
mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan
menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa
kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang
dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan
dilakukan [rujukan?].

Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru


* perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
* sukses transmigrasi
* sukses KB
* sukses memerangi buta huruf

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru


* semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
* pembangunan Indonesia yang tidak merata
* bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si
kaya dan si miskin)
* kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
* kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel

Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk
lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir
dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh,
inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang
awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah
gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998,
tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian
memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".

Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada
masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih
belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut
sebagai "Era Pasca Orde Baru".
masa-masa reformasi 1998 - reform period in Nov 29, '07 10:10 PM
indonesia 1998 for everyone
Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden
Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ
Habibie.

Latar belakang

Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin
besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto
saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai
organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.

Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun
meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun
luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Garis waktu

* 22 Januari 1998
o Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.

* 12 Februari
o Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata.

* 10 Maret
o Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kali dengan
menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden.

* 4 Mei
o Harga BBM meroket 71%, disusul 3 hari kerusuhan di Medan dengan korban
sedikitnya 6 meninggal.

* 7 Mei
o Peristiwa Cimanggis, Bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di
kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan
sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena
tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan
dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.

* 8 Mei
o Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.

* 9 Mei
o Soeharto berangkat seminggu ke Mesir.

* 12 Mei
o Tragedi Trisakti, 4 Mahasiswa Trisakti terbunuh.

* 13 Mei
o Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. Kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
o Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di
Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan
tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.
o Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.

* 14 Mei
o Demonstrasi terus bertambah besar hampir di seluruh kota-kota di Indonesia,
demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.

* 18 Mei
o Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko, meminta Soeharto untuk turun
dari jabatannya sebagai presiden.
o Jenderal Wiranto mengatakan bahwa pernyataan Harmoko tidak mempunyai dasar
hukum; Wiranto mengusulkan pembentukan "Dewan Reformasi".
o Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan
menginap di Gedung DPR/MPR.

Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR


Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR
* 19 Mei
o Soeharto berbicara di TV, menyatakan dia tidak akan turun dari jabatannya, tetapi
menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya.
o Beberapa tokoh Muslim, termasuk Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid,
bertemu dengan Soeharto.
o Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
o Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.

* 20 Mei
o Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000
tentara bersiaga di kawasan Monas.
o 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X.
Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
o Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau
DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru
o Sebelas menteri kabinet mengundurkan diri, termasuk Ginandjar Kartasasmita,
milyuner kayu Bob Hasan, dan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin.

Pernyataan pengunduran diri


Pernyataan pengunduran diri

* 21 Mei
o Dini hari, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Amien Rais dan cendekiawan
Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan, "Selamat tinggal
pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru".
o Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB.
Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat
dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav)
Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam
yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR.
o Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
o Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-
mantan presiden, "ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan
presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta keluarga."
o Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang
pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.

* 22 Mei
o Habibie mengumumkan susunan "Kabinet Reformasi".
o Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad.
o Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang
memakai simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan
di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari
Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke
Universitas Atma Jaya
Habibie

Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh
gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-
kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi,
yang menewaskan 18 orang.

Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana


Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu,
Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan
berekspresi.

Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan


politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari
setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang. Tetapi,
Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan
pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik,
tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina
pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer
yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik.
Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum
dan dipecat karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.

Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi parpol, pemberian
kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Walaupun begitu
Habibie juga sempat tergoda meloloskan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun
urung dilakukan karena besarnya tekanan politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang
menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap.

Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk


mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan
berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut
terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan
Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.
Abdurrahman Wahid

Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu 1999), partai PDI-P
pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar 35%). Tetapi
karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung
menjadi presiden. Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak
kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri
dipilih Gus Dur sebagai wakil presiden.

Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme


yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan
Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR.
Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus
Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar,
Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden
Megawati Soekarnoputri. Sekitar pukul 20.48, Gus Dur keluar dari Istana Merdeka. Saat
berdiri di ujung teras, Gus Dur malah sempat melambaikan tangan kepada massa
pendukungnya yang berunjuk rasa. Hanya pohon yang ditebang kelompok pendukung
Gus Dur sebagai pelampiasan emosi.

Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan
menjadi Presiden Indonesia ke-5.
Megawati

Megawati dilantik di tengah harapan akan membawa perubahan kepada Indonesia karena
merupakan putri presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah
yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan
perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.

Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun


seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi
dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang
'dingin'.

Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi Indonesia,


dan pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk mempertahankan
kekuasaannya sebagai presiden.

Pemilu 2004

Artikel utama: Pemilu 2004

Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung


pertamanya. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih
bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Dalam kampanye, seorang calon dari partai
baru bernama Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan
yang hebat baginya.

Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan
pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia.
Karisma Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan Demokrat
memenangkan pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Yudhoyono
pada pemilihan presiden.
reformasi1.jpg

reformasi98 depan kampus UMI-Makassar.jpg

Suharto - resigns 1998.jpg

tokoh reformis 1998.jpg


makassar 1998.jpg

reformasi di jakarta.gif

reformasi jakarta.gif

korban berjatuhan 1998.gif

mereka yg hilang.jpg
poster-mahasiswa.jpg

soeharto-turun.jpg

suasana penembakan mahasiswa reformasi 1998.jpg

reformasi 98.jpg

suasana reformasi.jpg

10th-reform.jpg
Tragedi Trisakti.jpg

demo 98.jpg

Trisakti.preview.jpg

Semanggi aja.preview.JPG

Semanggi IA.preview.jpg

JakartaMei 98.preview.jpg

reformasi 98.jpg
demo jalanan.jpg

jembatan semanggi.jpg

mahasiswa - abri 98.jpg

reformasi2.jpg

reformasi3-98.jpg

abri - reformasi 98.jpg


mahasiswa reformis 98.jpg

pawai reformasi 98.jpg

bentrok - mahasiswa aparat.jpg

demonstran dari forum kota.jpg

demonstran 98.jpg

demonstran3-98.jpg
demonstran 4 - 98.jpg

spanduk turut berduka cita.jpg

aparat serang demonstran.jpg

aparat serang demonstran 2.jpg

kacau 98.jpg

kacau2.jpg
adili suharto.jpg

anarkisme demonstran 98.jpg

TURUNKAN SOEHARTO !!.jpg

BENCI PADA Soeharto.jpg


spanduk.jpg

demo di atas truk.jpg

tebaran karton putih.jpg

foto600007.preview.jpg

foto600005.preview.jpg
peluru yang dipakai menembak oleh aparat.jpg

korban.jpg

korban jatuh 98.jpg

alm.Munir soal kasus Trisakti.jpg


hand in hand.jpg

di bawah jembatan semanggi.jpg

sujud depan aparat.jpg

Prev: sulawesi bangetzz

Anda mungkin juga menyukai