ASKEP GERONTIK New
ASKEP GERONTIK New
H
DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH BINAAN PANTI
TRESNA WERDA NATAR LAMPUNG SELATAN
DISUSUN OLEH:
NPM: 18350014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BPSTW (Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha) merupakan unit atau lembaga
teknis di bawah naungan Departemen Sosial yang mengelola pelayanan kepada Lansia.
Terletak di daerah Natar Lampung Selatan. Dalam melayani para Lansia BPSTW diasuh
oleh beberapa petugas dari pekerja Sosial, Psikolog, Perawat, ahli gizi, dan sebagainya,
serta bekerja sama dengan Puskesmas maupun Rumah Sakit. BPSTW merupakan panti
sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi masyarakat,
baik yang berada di dalam panti maupun di luar panti.
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang biasa
dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun dan mengalami
menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam
penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat, dan ada pula yang
mengidap penyakit kronis.Di samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri
sendiri, sementara sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain.
Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang
dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jika asupan gizi
tidak dijaga
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada lansia.
Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak 7,2% dari
estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa sebanyak 81,5%
penderita hipertensi menyadari bahwa mereka menderita hipertensi, 74,9% menerima
pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan darah
sistolik). Sekitar 69% pasien serangan jantung, 77% pasien stroke, dan 74% pasien
congestive heart failure (CHF) menderita hipertensi dengan tekanan darah >140/90
mmHg. Hipertensi menyebabkan kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan 51%
kematian pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya di provinsi Lampung menduduki
urutan nomor 15 hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 berdasarkan pengukuran tekanan
darah. Dibandingkan hasil riset tahun2007 kasus hipertensi tidak mengalami penurunan,
dimana (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami hipertensi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami gangguan rasa nyaman(nyeri).
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia hipertensi yang
mengalami insomnia.
c. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami risiko jatuh.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hipertensi seperti kualitas
tidur sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengembangkan terapi
hipertensi non farmakologi agar tidak meningkaktan nyeri pada lansia.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan informasi bagi
petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri pada lansia terhadap tingkat
kekambuhan pada pasien hipertensi.
3. Bagi lansia
Dapat meningkatkan kualitas tidur sebagai upaya untuk melakukan kontrol untuk
meningkatkan rasa nyaman.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Lanjut Usia
1. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai
usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum,
seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia
bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
2. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia
sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur
yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua
(very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama
(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga
(fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup
usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi
menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan
very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
b. Klasifikasi Hipertensi
WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of
Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:
Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH
Kategori Tekanan darah Tekanan darah
c. Jenis Hipertensi
Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi yang tidak
jelas penyebabnya. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung
akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Lebih dari 90% kasus hipertensi
termasuk dalam kelompok ini. Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari
faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan.
b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
sistemik
lainyaitu, seperti renal arteri stenosis, hyperldosteronism, hyperthyroidism,pheoc
hromocytoma, gangguan hormon dan penyakit sistemik lainnya (Herbert Benson,
dkk, 2012).
d. Gejala Hipertensi
Gejala-gejala hipertensi, yaitu: sakit kepala, mimisan, jantung berdebar-
debar, sering buang air kecil di malam hari, sulit bernafas, mudah lelah, wajah
memerah, telinga berdenging, vertigo, pandangan kabur. Pada orang yang
mempunyai riwayat hipertensi kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak
adekuat ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer
yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi temporer (Kaplan N.M, 2010).
e. Patofisiologi Hipertensi
Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu peningkatan
volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas
jantung.
f. Pathway Hipertensi
Perubahan struktur
vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi
otak
Nyeri tengkuk/kepala
g. Komplikasi Hipertensi
1. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan darah.
2. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
3. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
4. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna.
Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan
saraf pusat (Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
i. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.
3) Glukosa: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat di
akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
adanya DM.
2. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. EKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan
ginjal.
5. Photo thorak: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
j. Penatalaksanaan Hipertensi
Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penanganan secara farmakologi
Pemberian obat deuretik, betabloker, antagonis kalsium, golongan penghambat
konversi rennin angiotensi(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
b. Penanganan secara non-farmakologi
1) Pemijatan untuk pelepasan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah,
dan inisiasi respon relaksasi. Pelepasan otot tegang akan meningkatkan
keseimbangan dan koordinasi sehingga tidur bisa lebih nyenyak dan sebagai
pengobat nyeri secara non-farmakologi.
2) Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas).
3) Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik.
4) Mengurangi asupan natrium.
5) Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol (Widyastuti, 2015).
2. Insomnia
a.Pengertian
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik
kualitas maupun kuantitas.Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau
tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur
atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak dapat
tidur kembali (Potter, 2005).
Untuk menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus dikenali
penyebabnya.Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu, maka untuk mengobatinya
maka penyakitnya yang harus disembuhkan terlebih dahulu (Aman, 2005).
b.Penyebab Insomnia
Sebab-sebab terjadinya insomnia antara lain :
a. Suara atau bunyi : Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara dan bunyi
sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang takut diserang
atau dirampok, pada malam hari terbangun berkali-kali hanya suara yang halus
sekalipun.
b. Suhu udara : Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang
menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan bila
suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini sering dijumpai didaerah tropic.
c. Tinggi suatu daerah ; Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada
mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki gunung yang lebih
dari 3500 meter diatas permukaan air laut.
d. Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia dapat
terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein,
tembakau yang mengandung nikotin dan obatobat pengurus badan yang
mengandung anfetamin atau yang sejenis.
e. Penyakit psikologi : Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain dengan
adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotic, beberapa
gangguan kepribadian, gangguan stress pascatrauma dan lain-lain (Joewana,
2006).
c.Tipe-tipe insomnia
Insomnia terdiri atas tiga tipe :
a. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia inisial
dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda.Berlangsung selama
1-3 jam dan kemudian karena kelelahan iabias tertidur juga. Tipe insomnia ini
bisa diartikan ketidakmampuanseseorang untuk tidur.
b. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuktidur
dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidurkembali,
kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia inidisebut jaga intermitent
insomnia.
c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomniaterminal,
dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukupnyenyak, tetapi pada
saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat tidur lagi (Erry 2000)
d. Dampak Insomnia
Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain :
a. Efek fisiologis : Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress
b. Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi,
kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.
c. Efek fisik/somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan
sebagainya.
d. Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat
promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmatihubungan sosial dan
keluarga.
e. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan
hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.
Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi insomnia yang
memperpendek angka harapan hidup atau karena higharousal state yang terdapat
pada insomnia. Selain itu, orang yangmenderita insomnia memiliki kemungkinan
2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan
dengan orangyang normal (Turana, 2007).
c. Resiko Jatuh
1. Definisi
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di
dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizzines,
serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-
benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /
tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben,
1996 ).
2. Prevalensi
Berdasar survai di masyarakat AS, Tinetti ( 1992 ) mendapatkan sekitar 30%
lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut
mengalami jatuh berulang.
Reuben dkk ( 1996 ) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umum
lebih dari 65 tahun berkisar ⅓ populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh
0,6/orang. Insiden di rumah – rumah perawatan (nursing home) 3 kali lebih banyak (
Tinetti, 1992 ). 5 % dari penderita jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan
perawatan di rumah sakit.
Kane dkk ( 1994 ) mendapatkan dari survai masyarakat di AS ⅓ lansia umur
lebih dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan
perawatan rumah sakit. Sedangkan di rumah – rumah perawatan sekitar 50%
penghuninya mengalami jatuh dengan akibat antara 10 – 25%nya memerlukan
perawatan di rumah sakit.
3. Morbiditas
Kecelakan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun
1992, dan no.5 pada 1994 untuk penderita lansia, 2/3 nya akibat jatuh. Kematian
akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena sering tidak disadari oleh keluarga atau
dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga bisa merupakan akibat penyakit lain
misalnya serangan jantung mendadak. (Tinetty, 1992).
Fraktur kolum femoris merupakan merupakan komplikasi utama akibat jatuh
pada lansia, diderita oleh 200.000 lebih lansia di AS pertahun, sebagian besar wanita.
Di estimasikan 1% lansia yang jatuh akan mengalami fraktur kolum femoris, 5%
akan mengalami fraktur tulang lain seperti iga, humerus, pelvis dan lain-lain, 5%
akan mengalami perlukaan jaringan lunak. Perlukaan jaringan lunak yang serius
seperti subdural hematom, hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering
merupakan komplikasi akibat jatuh.( Kane et al, 1994 ).
Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses
menua dan osteoporosis. Wanita mempunyai risiko tinggi dibanding laki – laki untuk
terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh.Risiko untuk terjadinya perlukaan akibat
jatuh merupakan efek gabungan dari penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh
dan besar kekuatan terbantingnya (Reuben, 1996).
4. Faktor Resiko
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa
stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
a. Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah: visus ( penglihatan ), pendengaran, fungsi
vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan
menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang
diduga karpena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua.
Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi
proprioseptif ( Tinetti, 1992 ). Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir
sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji
klinik.
b. Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik.
Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, sering
diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon
tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).
c. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan risiko
jatuh.
d. Muskuloskeletal ( Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987;
Brocklehurs, 1987 ).
e. Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar –
benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.Gangguan
muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini
berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi
akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:
9. Pencegahan
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila
sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : ( Tinetti, 1992; Van – der –
Cammen, 1991; Reuben, 1996 )
a. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya
faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik,
neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari /
menyebabkan jatuh.
Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan
jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak
menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda – benda kecil
yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yangsudah tidak aman ( lapuk, dapat
bergeser sendiri ) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan / tempat aktifitas lansia.
Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya,
pintu yang mudah dibuka.WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi
pegangan di dinding.
Obat – obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik atau
penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan dengan penjelasan
yang komprehensif pada lansia dan keluargannya tentang risiko terjadinya jatuh
akibat minum obat tertentu.
Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk
atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah
bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam
melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi.Penilaian postural sway sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia.Bila goyangan badan
pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh
rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan ( gait ) juga harus dilakukan dengan
cermat apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan,
apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa
bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan / penurunan.
c. Mengatur / mengatasi fraktur situasional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut,
penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan
lansia secara periodik.Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah
dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor
situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi
kesehatan penderita.Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa
jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan
yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik.Bila lansia
sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak
melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya
jatuh.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
a. Nama : Ny. H
b. Umur : 72 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Suku : Lampung
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SR ( Sekolah Rakyat) tidak tamat
g. Status perkawinan : Janda
h. Tanggal pengkajian : Sabtu, 01 Desember 2018
2. Riwayat Keperawatan
1) Status kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama : Jantung berdebar – debar, Kaki kanan sakit dan bengkak
b. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu:
Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Saat ini klien mengkonsumsi obat antihipertensi tetapi tidak rutin.
Klien mengalami jatuh di kamar mandi 3 bulan yang lalu dan jatuh lagi saat
akan duduk 2 minggu yang lalu.
Klien mengatakan kaki kanan sakit bila digerakan dan kaki kiri lemas ( tidak
kuat untuk menopang badan saat berjalan
Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari dan sulit untuk tidur
kembali
Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur pada siang
hari, selama kakinya sakit terkadang tertidur pada siang hari karena lebih
banyak berbaring ditempat tidur
Kegiatan sebelum sakit, berdagang di pasar dan berdagang makanan di panti
Klien mengatakan dadanya sering berdebar debar, pusing dan kadang seperti
mau pingsan, cara mengatasinya dengan istirahat duduk atau berbaring
sebentar sampai merasa lebih enak
Klien mengatakan tidak teratur berobat, minum obat saat merasa badan tidak
enak, kepala sakit
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6)
b. Tanda-tanda vital : TD : 170/ 80, HR: 84x/menit, RR: 18x/menit
c. Sistem penglihatan : posisi mata simetris, kelopak normal,
gerakan bola mata normal, konjungtiva
ananemis, Kornea tidak keruh, sclera
anikterik, pupil isokor, visus tidak diperiksa,
fungsi penglihatan kabur untuk melihat
tulisan atau jarak yang dekat, menggunakan
kaca mata untuk membaca, tidak tampak
tanda – tanda radang.
d. Sistem Pendengaran : Daun telingan simetris, bentuk normal,
telinga bersih, tidak ada caiaran yang keluar,
fungsi pendengaran berkurang.
e. Sistem wicara : tidak mengalami kesulitan atau gangguan
f. Sistem Pernafasan : Jalan nafas bersih tidak sesak, suara nafas
vesicular, RR 18x/menit
g. Sistem kardiovaskular : TD 170/80, HR 84x/menit, Irama regular,
kuat, tidak ditemukan distensi vena jugularis,
temperature kulit hangat, warna kulit
kemerahan, CRT < 2 detik, edema pada kaki
kanan. Dada sering berdebar dan terkadang
terasa nyeri.
h. Sistem Syaraf pusat : kesadaran composmentis, reflek pupil positif
isokor, GCS E4 V5 M6, tidak ada tanda
peningkatan TIK
i. Sistem pencernaan : Keadaan mulut bersih, gigi bersih sudah
banyak yang tanggal, bibir lembab, gusi
kemerahan, tidak ada nyeri perut peristaltic 6
x/menit
j. Sistem Urogenitalia : frekwensi BAK sering ± 10x siang 6 x
malam, BAK terkontrol, warna kuning jernih,
k. Sistem Integumen : rambut bersih dan tidak beruban, klien
mengatakan rambutnya sering rontok, kuku
bersih, kulit bersih, turgor kulit kering warna
coklat
l. Sistem muskuleskeletal : Klien mengatakan sulit bergerak karena kaki
kanannya bengkak dan sakit setelah jatuh 3
bulan yang lalu sduah berobat dan rontgen
mengalami dislokasi colum femur. Untuk
berjalan klien menggunakan tongkat dengan
bantuan anaknya.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 85 artinya klien termasuk dalam kategori
ketergantungaan sebagian.
Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 2 sehingga disimpulkan Ny. H
memiliki fungsi intelektual utuh.
a. Tahun : 2018
b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 30
d. Hari : Sabtu
e. Bulan : November
a. Negara :Indonesia
b. Provinsi: lampung
c. Kota : Natar
d. Di : rumah
a. Buku
b. Pensil
B. ANALISA DATA
3. DS:
Ansietas Gangguan
1. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi
tidur
atau tekanan darah tinggi dan pernah dirawat
karena stroke 18 tahun yang lalu
2. Saat ini Ny. H masih mengkonsumsi obat
antihipertensi tetapi tidak teratur
3. Klien mengatakan dada sering berdebar - debar
4. Klien mengatakan sering terbangun pada malam
hari jika ingin BAK sampai 6 kali.
5. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena
tidak bisa tidur pada saat siang hari.
6. Klien mengatakan mengalami susah tidur, tetapi
tidak banyak pikiran.
Do :
- Mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
Sabtu, 30 11.00 1. Mengkaji nyeri klien S:
november 2. Mengajarkan teknik
2018 relaksasi nafas - klien mengatakan nyeri
dalam berkurang
3. Mengukur TTV - nyeri terasa
mencengkram
- nyeri di kaki kanan
- skala nyeri 4
- terasa terutama saat
bergerak
P:
P:
O:
- Klien tampak kesulitan
saat berpindah
- Kaki kanan tampak
bengkak dan hematom
- TD:170/80 mmhg, Hr
84x/menit
A:
- Masalah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasi
- Ajarkan teknik
penggunaan alat bantu
- Ajarkan teknik
ambulasi yang aman
Sabtu 30 11.00 1.Mengkaji keadaan S: - Klien mengatakan masih
november imobilisasi takut untuk melakukan
2018 2. Mengkaji kesiapan latihan
untuk latihan - Klien mengatakan
2. Mengukur TTV kakinya masih nyeri dan
3. Mengajarkan teknik lemas
penggunaan tongkat O:- Kaki masih tampak
4. Mengajarkan teknik bengkak dan sedikit
ambulasi yang aman hematom
5. Mendorong klien - Aktifitas berpindah dan
untuk melakukan kekamar mandi dibantu
aktifitas mandiri anaknya
- TD 170/80 mmhg, HR
80x/menit
A: - Masalah hambatan
mobilitas fiisik belum
teratasi
-. TD 140/80 mmhg, HR
80x/menit
A: - maslah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasi
-monitor TTV
O:
-TD 180/90
A:
P: - Memonitor TTV
-mengajarkan teknik
relaksasi dengan hidroterapi
O: - TD 140/80
A. PENGKAJIAN
Secara teoritis dan lapangan ditemukan:
1. Pengkajian
Menurut teori ditemukan dalam pengkajian adalah