Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA Ny.

H
DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH BINAAN PANTI
TRESNA WERDA NATAR LAMPUNG SELATAN

DISUSUN OLEH:

NAMA : EVI KARSOLINDA BUKIT

NPM: 18350014

PROGRAM PROFESI NERS

UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BPSTW (Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha) merupakan unit atau lembaga
teknis di bawah naungan Departemen Sosial yang mengelola pelayanan kepada Lansia.
Terletak di daerah Natar Lampung Selatan. Dalam melayani para Lansia BPSTW diasuh
oleh beberapa petugas dari pekerja Sosial, Psikolog, Perawat, ahli gizi, dan sebagainya,
serta bekerja sama dengan Puskesmas maupun Rumah Sakit. BPSTW merupakan panti
sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi masyarakat,
baik yang berada di dalam panti maupun di luar panti.
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang biasa
dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun dan mengalami
menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam
penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat, dan ada pula yang
mengidap penyakit kronis.Di samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri
sendiri, sementara sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain.
Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang
dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jika asupan gizi
tidak dijaga
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada lansia.
Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak 7,2% dari
estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa sebanyak 81,5%
penderita hipertensi menyadari bahwa mereka menderita hipertensi, 74,9% menerima
pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan darah
sistolik). Sekitar 69% pasien serangan jantung, 77% pasien stroke, dan 74% pasien
congestive heart failure (CHF) menderita hipertensi dengan tekanan darah >140/90
mmHg. Hipertensi menyebabkan kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan 51%
kematian pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya di provinsi Lampung menduduki
urutan nomor 15 hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 berdasarkan pengukuran tekanan
darah. Dibandingkan hasil riset tahun2007 kasus hipertensi tidak mengalami penurunan,
dimana (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami hipertensi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami gangguan rasa nyaman(nyeri).
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia hipertensi yang
mengalami insomnia.
c. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami risiko jatuh.

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hipertensi seperti kualitas
tidur sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengembangkan terapi
hipertensi non farmakologi agar tidak meningkaktan nyeri pada lansia.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan informasi bagi
petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri pada lansia terhadap tingkat
kekambuhan pada pasien hipertensi.
3. Bagi lansia
Dapat meningkatkan kualitas tidur sebagai upaya untuk melakukan kontrol untuk
meningkatkan rasa nyaman.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Lanjut Usia
1. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai
usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum,
seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia
bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Efendi, 2009).

2. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia
sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur
yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua
(very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama
(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga
(fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup
usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi
menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan
very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan
kognitif dan perubahan spiritual.
a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua organ
tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria,
endokrin dan integumen.
1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-lean body
mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastis
karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit pucat dan
terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan
menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki
menjadi tebal dan rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya. Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun
1) Temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak diakibatkan oleh rendahnya aktifitas otot.
2) Sistem muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot
akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos tidak begitu terpengaruh.
3) Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac output, berkurangnya
heart rate terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah,
tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer, bertaTn. Sanjang dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima
bertambah tebal, fibrosis.
4) Sistem perkemihan
Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan urin, BJ urin menurun,
proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,
kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah,
frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria
akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65
tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal blood
flow, berat ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron menurun,
kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal menurun.
5) Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli ukurannya melebar dari
biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg,
berkurangnya maximal oxygen uptake, berkurangnya reflek batuk.
6) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltik melemah sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan
absorbsi menurun, produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin
menurun pada lambung.
7) Rangka tubuh
Osteoartritis, hilangnya bone substance.
8) Sistem penglihatan
Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang
pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah
melihat cahaya gelap), berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya
sensitivitas terhadap warna yaitu menurunnya daya membedakan warna
hijau atau biru pada skala dan depth perception).
9) Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran timpani
menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan serumen sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratif osikel,
bertambahnya obstruksi tuba eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.
10) Sistem syaraf
Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol, reaksi
menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan, berkurangnya aktifitas
sel T, hantaran neuron motorik melemah, kemunduran fungsi saraf otonom.
11) Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH, TSH, FSH
dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal metabolisme menurun,
menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon gonads yaitu
progesteron, estrogen dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin,
parathormon.
12) Sistem reproduksi
Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie dan uterus,
atropi payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun adanya
penurunan berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai di atas usia
70 tahun, asal kondisi kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat
menopause.
13) Daya pengecap dan pembauan
Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan pembauan,
sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula, garam, mentega, asam,
setelah usia 50 tahun.
c. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan
tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan
timbulnya suatu penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi.
Faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:
1) Perubahan fisik, terutama organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d. Perubahan psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia
cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk pensiun dengan
menciptakan minat untuk memanfaatkan waktu, sehingga masa pensiun
memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi banyak pekerja
pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan
disingkirkan untuk duduk-duduk di rumah. Perubahan psikososial yang lain
adalah merasakan atau sadar akan kematian, kesepian akibat pengasingan diri
lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya
kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan kematian pasangan
hidup.
e. Perubahan kognitif
Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:
1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan
kecepatan dan tugas tugas yang memerlukan memori jangka pendek.
2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila
tidak ada penyakit.
f. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler: universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan
cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan

B. Konsek Asuhan Keperawatan


1. Perdaekatan Perawatan Lansia
 Pendekatan Fisik
 Pendekatan Psikis
 Pendekatan Sosial
 Pendekatan Spiritual
2. Tujuan Asuhan Keperawatan Lansia
 Mempertahankan kesehatan serta kemampuan
 Mempertahankan, membebaskan daya hidup atau semangat hidup ( life support)
 Petugas kesehatan dapat mengenal dan menegakan diagnose yang tepat
3. Fokus Keperawatan lansia
 Peningkatan kesehatan ( health promotion)
 Pencegahan penyakit (prevenetif)
 Mengoptimalkan fungsi mental
 Mengatasi gangguan kesehatan yang umum
C. Tinjuan Teori Penyakit
1. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian dalam
arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan darah tidak
pernah konstan. Tekanan darah dapat berubah drastis dalam hitungan detik dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert Benson,dkk,2012).
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah penyakit
kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri.
Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi
berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik baik diastolik maupun
sistolik atau kedua-duanya secara terus-menerus (Sutanto,2010).

b. Klasifikasi Hipertensi
WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of
Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:
Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH
Kategori Tekanan darah Tekanan darah

sistol (mmHg) diastol (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Normal-tinggi 130-139 85-89

Grade 1 (hipertensi ringan) 140-149 90-99


Sub group (perbatasan) 150-159 90-94

Grade 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110

Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90

Sub-group (perbatasan) 140-149 <90

Sumber: (Suparto, 2010)

c. Jenis Hipertensi
Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi yang tidak
jelas penyebabnya. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung
akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Lebih dari 90% kasus hipertensi
termasuk dalam kelompok ini. Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari
faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan.
b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
sistemik
lainyaitu, seperti renal arteri stenosis, hyperldosteronism, hyperthyroidism,pheoc
hromocytoma, gangguan hormon dan penyakit sistemik lainnya (Herbert Benson,
dkk, 2012).

d. Gejala Hipertensi
Gejala-gejala hipertensi, yaitu: sakit kepala, mimisan, jantung berdebar-
debar, sering buang air kecil di malam hari, sulit bernafas, mudah lelah, wajah
memerah, telinga berdenging, vertigo, pandangan kabur. Pada orang yang
mempunyai riwayat hipertensi kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak
adekuat ataupun kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer
yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi temporer (Kaplan N.M, 2010).
e. Patofisiologi Hipertensi
Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu peningkatan
volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas
jantung.

f. Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, stress, kurang


olahraga, genetik, konsentrasi garam.

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak

Resistensi pembuluh darah otak

Nyeri tengkuk/kepala

Gangguan pola tidur

Sumber : Huda Nurarif & Kusuma H., (2015)

g. Komplikasi Hipertensi
1. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan darah.
2. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
3. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
4. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna.
Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan
saraf pusat (Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

h. Cara Pencegahan Hipertensi


 Penurunan berat badan
 Mengurangi tingkat stress
 Olahraga
 Mengontrolkan diri rutin jika mempunyai riwayat hipertensi keturunan(Huda
Nurarif & Kusuma H, 2015).

i. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.
3) Glukosa: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat di
akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
adanya DM.
2. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. EKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan
ginjal.
5. Photo thorak: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

j. Penatalaksanaan Hipertensi
Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penanganan secara farmakologi
Pemberian obat deuretik, betabloker, antagonis kalsium, golongan penghambat
konversi rennin angiotensi(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
b. Penanganan secara non-farmakologi
1) Pemijatan untuk pelepasan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah,
dan inisiasi respon relaksasi. Pelepasan otot tegang akan meningkatkan
keseimbangan dan koordinasi sehingga tidur bisa lebih nyenyak dan sebagai
pengobat nyeri secara non-farmakologi.
2) Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas).
3) Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik.
4) Mengurangi asupan natrium.
5) Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol (Widyastuti, 2015).

2. Insomnia
a.Pengertian
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik
kualitas maupun kuantitas.Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau
tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur
atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak dapat
tidur kembali (Potter, 2005).
Untuk menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus dikenali
penyebabnya.Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu, maka untuk mengobatinya
maka penyakitnya yang harus disembuhkan terlebih dahulu (Aman, 2005).

b.Penyebab Insomnia
Sebab-sebab terjadinya insomnia antara lain :
a. Suara atau bunyi : Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara dan bunyi
sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang takut diserang
atau dirampok, pada malam hari terbangun berkali-kali hanya suara yang halus
sekalipun.
b. Suhu udara : Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang
menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan bila
suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini sering dijumpai didaerah tropic.
c. Tinggi suatu daerah ; Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada
mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki gunung yang lebih
dari 3500 meter diatas permukaan air laut.
d. Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia dapat
terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein,
tembakau yang mengandung nikotin dan obatobat pengurus badan yang
mengandung anfetamin atau yang sejenis.
e. Penyakit psikologi : Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain dengan
adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotic, beberapa
gangguan kepribadian, gangguan stress pascatrauma dan lain-lain (Joewana,
2006).

c.Tipe-tipe insomnia
Insomnia terdiri atas tiga tipe :
a. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia inisial
dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda.Berlangsung selama
1-3 jam dan kemudian karena kelelahan iabias tertidur juga. Tipe insomnia ini
bisa diartikan ketidakmampuanseseorang untuk tidur.
b. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuktidur
dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidurkembali,
kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia inidisebut jaga intermitent
insomnia.
c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomniaterminal,
dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukupnyenyak, tetapi pada
saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat tidur lagi (Erry 2000)

d. Dampak Insomnia
Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, antara lain :
a. Efek fisiologis : Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress
b. Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi,
kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.
c. Efek fisik/somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan
sebagainya.
d. Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat
promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmatihubungan sosial dan
keluarga.
e. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan
hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.
Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi insomnia yang
memperpendek angka harapan hidup atau karena higharousal state yang terdapat
pada insomnia. Selain itu, orang yangmenderita insomnia memiliki kemungkinan
2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan
dengan orangyang normal (Turana, 2007).

c. Resiko Jatuh
1. Definisi
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di
dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizzines,
serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-
benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /
tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben,
1996 ).

2. Prevalensi
Berdasar survai di masyarakat AS, Tinetti ( 1992 ) mendapatkan sekitar 30%
lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut
mengalami jatuh berulang.
Reuben dkk ( 1996 ) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umum
lebih dari 65 tahun berkisar ⅓ populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh
0,6/orang. Insiden di rumah – rumah perawatan (nursing home) 3 kali lebih banyak (
Tinetti, 1992 ). 5 % dari penderita jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan
perawatan di rumah sakit.
Kane dkk ( 1994 ) mendapatkan dari survai masyarakat di AS ⅓ lansia umur
lebih dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan
perawatan rumah sakit. Sedangkan di rumah – rumah perawatan sekitar 50%
penghuninya mengalami jatuh dengan akibat antara 10 – 25%nya memerlukan
perawatan di rumah sakit.

3. Morbiditas
Kecelakan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun
1992, dan no.5 pada 1994 untuk penderita lansia, 2/3 nya akibat jatuh. Kematian
akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena sering tidak disadari oleh keluarga atau
dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga bisa merupakan akibat penyakit lain
misalnya serangan jantung mendadak. (Tinetty, 1992).
Fraktur kolum femoris merupakan merupakan komplikasi utama akibat jatuh
pada lansia, diderita oleh 200.000 lebih lansia di AS pertahun, sebagian besar wanita.
Di estimasikan 1% lansia yang jatuh akan mengalami fraktur kolum femoris, 5%
akan mengalami fraktur tulang lain seperti iga, humerus, pelvis dan lain-lain, 5%
akan mengalami perlukaan jaringan lunak. Perlukaan jaringan lunak yang serius
seperti subdural hematom, hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering
merupakan komplikasi akibat jatuh.( Kane et al, 1994 ).
Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses
menua dan osteoporosis. Wanita mempunyai risiko tinggi dibanding laki – laki untuk
terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh.Risiko untuk terjadinya perlukaan akibat
jatuh merupakan efek gabungan dari penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh
dan besar kekuatan terbantingnya (Reuben, 1996).

4. Faktor Resiko
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa
stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
a. Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah: visus ( penglihatan ), pendengaran, fungsi
vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan
menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang
diduga karpena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua.
Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi
proprioseptif ( Tinetti, 1992 ). Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir
sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji
klinik.
b. Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik.
Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, sering
diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon
tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).
c. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan risiko
jatuh.
d. Muskuloskeletal ( Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987;
Brocklehurs, 1987 ).
e. Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar –
benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.Gangguan
muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini
berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi
akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:

1) Kekakuan jaringan penghubung


2) Berkurangnya massa otot
3) Perlambatan konduksi saraf
4) Penurunan visus / lapang pandang
5) Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan:
1) Penurunan range of motion ( ROM ) sendi
2) Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas
bawah
3) Perpanjangan waktu reaksi
4) Kerusakan persepsi dalam
5) Peningkatan postural sway ( goyangan badan )
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak,
langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal.Kaki
tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah.
Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian
tiba – tiba, sehingga memudahkan jatuh.

5. Penyebab Jatuh Pada Lansia


Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor,
antara lain: ( Kane, 1994; Reuben , 1996; Tinetti, 1992; campbell, 1987; Brocklehurs,
1987 ).
a. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50% kasus jatuh
lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.
b. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan – kelainan akibat proses
menua misalnya karena mata kurang awas, benda – benda yang ada di rumah
tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi orthostatic,
hipovilemia / curah jantung rendah, disfungsi otonom, penurunan kembalinya
darah vena ke jantung, terlalu lama berbaring, pengaruh obat-obat hipotensi,
hipotensi sesudah makan.
c. Obat – obatan
1) Diuretik / antihipertensi
2) Antidepresen trisiklik
3) Sedativa
4) Antipsikotik
5) Obat – obat hipoglikemia
6) Alkohol
d. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit – penyakit akut seperti :
1) Kardiovaskuler : – aritmia
2) stenosis aorta
3) sinkope sinus carotis
4) Neurologi : – TIA
5) Stroke
6) Serangan kejang
7) Parkinson
8) Kompresi saraf spinal karena spondilosis
9) Penyakit serebelum
10) Idiopatik ( tak jelas sebabnya)
11) Sinkope : kehilangan kesadaransecara tiba-tiba
a) Drop attack ( serangan roboh )
b) Penurunan darah ke otak secara tiba – tiba
c) Terbakar matahari

6. Faktor Lingkungan Yang Sering Dihubungkan Dengan Kecelakaan Pada Lansia


a. Alat – alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau
tergeletak di bawah
b. tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok
c. tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang
d. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun
e. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk pinggirnya,
dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser
f. Lantai yang licin atau basah
g. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)
h. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.

7. Faktor Situasional Yang Mungkin Mempresipitasi Jatuh


( Reuben, 1996; Campbell, 1987 )
a. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti
berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali ( 5% ),
jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki
gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak
kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya
yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada lansia yang imobil ( jarang
bergerak ) ketika tiba – tiba dia ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu
tanpa pertolongan.
b. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga, dengan
kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik, yang lainnya
terjadi karena tersandung / menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai
yang licin atau tak rata, penerangan ruang yang kurang
c. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari penyakit
kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas
akut pada penderita penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada tiba – tiba pada
penderita penyakit jantung iskenmik, dan lain – lain.
8. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane,
1994; Van – der – Cammen, 1991 )
a. Perlukaan ( injury )
1) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
2) Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus, lengan
bawah, tungkai bawah, kista.
3) Hematom subdural
b. Perawatan rumah sakit
1) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi )
2) Risiko penyakit – penyakit iatrogenic
c. Disabilitas
1) Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
2) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak
3) Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan ( nursing home )
4) Kematian

9. Pencegahan
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila
sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : ( Tinetti, 1992; Van – der –
Cammen, 1991; Reuben, 1996 )
a. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya
faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik,
neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari /
menyebabkan jatuh.
Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan
jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak
menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda – benda kecil
yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yangsudah tidak aman ( lapuk, dapat
bergeser sendiri ) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan / tempat aktifitas lansia.
Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya,
pintu yang mudah dibuka.WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi
pegangan di dinding.
Obat – obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik atau
penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan dengan penjelasan
yang komprehensif pada lansia dan keluargannya tentang risiko terjadinya jatuh
akibat minum obat tertentu.
Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk
atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah
bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam
melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi.Penilaian postural sway sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia.Bila goyangan badan
pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh
rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan ( gait ) juga harus dilakukan dengan
cermat apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan,
apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa
bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan / penurunan.
c. Mengatur / mengatasi fraktur situasional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut,
penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan
lansia secara periodik.Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah
dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor
situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi
kesehatan penderita.Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa
jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan
yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik.Bila lansia
sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak
melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya
jatuh.

D. JURNAL – JURNAL TERKAIT


1. Berdasarkan jurnal yang berjudul “ Pengaruh Rendam Kaki Dengan air Hangat
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Dengan Hipertensi
DiPuskesmas Bahu Manado”, diperoleh kesimpulan tekanan darah sistolik pasien
dengan hipertensi di puskesman Bahu manado sebelum diberikan terapi rendam
kaki dengan air hangat didapat rata-rata sebesar 147,6 mmHg. Setelah diberi
terapi rendam kaki dengan air hangat didapat rata – rata tekanan darah sistolik
sebesar 136,4 mmHg, sehingga dapat disimpulkan terapi rendam kaki dengan air
hangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
2. Berdasarkan jurnal yang berjudul ” Terapi Rendam Kaki Menggunakan Air
hangat Efektif Menurunkan Tekanan Darah Pada Lanjut Usia” didapat hasil uji
statistic didapatkan rata – rata tekanan darah diastolic sesudah diberi terapi
rendam kaki menggunakan air hangat adalah 74,00 dan standar deviasi 5,02
dengan nilai p value sistolik yaiut 0,000 ( , o,oo5) dan p value diastolic 0,000
sehingga dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh rendam kaki dengan air hangat
terhadap penurunan tekanan darah pada lanjut usia.
3. Berdasarkan jurnal yang berjudul “ Efektifitas Pemberian Terapi rendam kaki
dengan air hangat terhadap penurunan Tekanan darah Pada Lansia Dengan
hipertensi dip anti werdha Puncang Gading Semarang”. Uji statistic yang
digunakan adalah uji dependen t- test didapat p value tekanan darah sistolik
0.001 dan p value tekanan diastolic 0,0001 maka Ha diterima artinya ada
pengaruh pemberian rendam kaki dengan air hangat terhadap penurunan tekana
darah pada lansia dipanti Werda Pucang semarang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
a. Nama : Ny. H
b. Umur : 72 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Suku : Lampung
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SR ( Sekolah Rakyat) tidak tamat
g. Status perkawinan : Janda
h. Tanggal pengkajian : Sabtu, 01 Desember 2018

2. Riwayat Keperawatan
1) Status kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama : Jantung berdebar – debar, Kaki kanan sakit dan bengkak
b. Status kesehatan umum selama setahun yang lalu:
 Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi.
 Saat ini klien mengkonsumsi obat antihipertensi tetapi tidak rutin.
 Klien mengalami jatuh di kamar mandi 3 bulan yang lalu dan jatuh lagi saat
akan duduk 2 minggu yang lalu.
 Klien mengatakan kaki kanan sakit bila digerakan dan kaki kiri lemas ( tidak
kuat untuk menopang badan saat berjalan
 Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari dan sulit untuk tidur
kembali
 Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur pada siang
hari, selama kakinya sakit terkadang tertidur pada siang hari karena lebih
banyak berbaring ditempat tidur
 Kegiatan sebelum sakit, berdagang di pasar dan berdagang makanan di panti
 Klien mengatakan dadanya sering berdebar debar, pusing dan kadang seperti
mau pingsan, cara mengatasinya dengan istirahat duduk atau berbaring
sebentar sampai merasa lebih enak
 Klien mengatakan tidak teratur berobat, minum obat saat merasa badan tidak
enak, kepala sakit

2) Riwayat kesehatan dahulu


a. Penyakit : Klien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit karena stoke ringan dan
darah tinggi tahun 2000, setelah perawatan sembuh tidak ada keluhan lemas di kaki
maupun tangan aktifitas kembali seperti semula, tahun….. dirawat kembali karena
sakit maag dan mencret.
b. Alergi : Klien mengatakan tidak ada alergi baik obat, makanan maupun lingkungan
c. Obat – obat yang digunakan:
- Nama obat : Amlodipin
- Dosis : 1 x 40 mg
- Cara pengunaan : diminum 1x / hari ( pagi) setelah makan
- Yang menginstruksikan : dokter faskes Tk I Natar ( dr. A )

3) Riwayat kesehatan keluarga


Ny. H mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yang mempunyai sakit
hipertensi atau darah tinggi yaitu adiknya yang bungsu.

3. Aspek Psikososial Spiritual


Psikologis
- Klien tinggal bersama dengan anak sulungnya, menantu dan cucunya
- Klien selama sakit tidak pernah ditinggalkan sendiri dirumah
- Klien menganggap menjadi tua sudah kodrat dan semua orang akan mengalami
- Klien berharap sakit kakinya segera sembuh sehingga dapat berjualan kembali dan
bertemu dengan teman – temannya dipanti
Sosial
- Sumber keuangan klien dibantu anak- anaknya sepenuhnya selama 3 bulan terakhir,
biasanya klien berjualan ke pasar dan kepanti
- Kesibukan klien saat luang membaca Alquran, sebelum jatuh membantu anaknya
menjahit
- Klien mengikuti kegiatan dipanti seperti senam tetapi tidak rutin. Sejak jatuh 3 bulan
terakhir ini klien tidak mengikuti kegiatan panti.
Spiritual
- Klien mengatakan tetap menjalankan ibadah walaupun sedang sakit
- Klien yakin dengan berdoa dan membaca Alquran menjadi lebih tenang

4. Pola Kebiasaan sehari – hari ( saat ini )


a. Pola Nutrisi
Makan 3 x sehari, porsi sedikit karena sudah tidak bisa makan terlalu banyak (
mudah kenyang). Nafsu makan baik, jenis makanan nasi, sayur dan lauk yang
disukai ikan. Kebiasaan sebelum makan ngemil ( makan makanan ringan seperti
keripik), Klien mengatakan mengunyah pelan – pelan karena gigi grahamnya
sudah ompong semua.
b. Pola Eliminasi
BAK : sering BAk siang 10 x , BAK malam 6 – 7 x, klien mengatakan tidak
mengalami nyeri saat BAK.
BAB : 1 – 2 x sehari ( pagi – sore ) tidak keluhan saat BAB
c. Pola Personal Hygiene
Mandi 2 x sehari dibantu anaknya ke kamar mandi, mandi menggunakan sabun
mandi. Sikat gigi 2 x sehari saat mandi menggunakan pasta gigi. Keramas 3 x
seminggu menggunakan shampoo.
d. Pola istirahat dan tidur
Lama tidur 5 – 6 jam, klien kadang tidur siang selama sakit ini karena banyak
berbaring, kebiasaab sebelum tidur BAK sebelum tidur, keluhan/ maslah sering
terbangun dan sulit tidur kembali
e. Pola aktifitas dan latihan
Kegiataan saat ini banyak duduk dan berbaring ditempat tidur, kegiatan yang dapat
dilakukan baca Alquran, dan belum bisa olahraga, keluhan / masalah aktifitas
terbatas karena nyeri pada kaki kanan.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6)
b. Tanda-tanda vital : TD : 170/ 80, HR: 84x/menit, RR: 18x/menit
c. Sistem penglihatan : posisi mata simetris, kelopak normal,
gerakan bola mata normal, konjungtiva
ananemis, Kornea tidak keruh, sclera
anikterik, pupil isokor, visus tidak diperiksa,
fungsi penglihatan kabur untuk melihat
tulisan atau jarak yang dekat, menggunakan
kaca mata untuk membaca, tidak tampak
tanda – tanda radang.
d. Sistem Pendengaran : Daun telingan simetris, bentuk normal,
telinga bersih, tidak ada caiaran yang keluar,
fungsi pendengaran berkurang.
e. Sistem wicara : tidak mengalami kesulitan atau gangguan
f. Sistem Pernafasan : Jalan nafas bersih tidak sesak, suara nafas
vesicular, RR 18x/menit
g. Sistem kardiovaskular : TD 170/80, HR 84x/menit, Irama regular,
kuat, tidak ditemukan distensi vena jugularis,
temperature kulit hangat, warna kulit
kemerahan, CRT < 2 detik, edema pada kaki
kanan. Dada sering berdebar dan terkadang
terasa nyeri.
h. Sistem Syaraf pusat : kesadaran composmentis, reflek pupil positif
isokor, GCS E4 V5 M6, tidak ada tanda
peningkatan TIK
i. Sistem pencernaan : Keadaan mulut bersih, gigi bersih sudah
banyak yang tanggal, bibir lembab, gusi
kemerahan, tidak ada nyeri perut peristaltic 6
x/menit
j. Sistem Urogenitalia : frekwensi BAK sering ± 10x siang 6 x
malam, BAK terkontrol, warna kuning jernih,
k. Sistem Integumen : rambut bersih dan tidak beruban, klien
mengatakan rambutnya sering rontok, kuku
bersih, kulit bersih, turgor kulit kering warna
coklat
l. Sistem muskuleskeletal : Klien mengatakan sulit bergerak karena kaki
kanannya bengkak dan sakit setelah jatuh 3
bulan yang lalu sduah berobat dan rontgen
mengalami dislokasi colum femur. Untuk
berjalan klien menggunakan tongkat dengan
bantuan anaknya.

6. Pengkajian Keamanan Klien


a. KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori C karena klien mandiri akan tetapi untuk mandi dan
berpindah klien menggunakan alat bantu tongkat atau kursi dan membutuhkan
bantuan orang lain, bantuan dari orang lain diantaranya yaitu berpindah dan mandi.
b. Modifikasi dari bartel indeks
Dengan Keterangan
No Kriteria Mandiri
Bantuan
1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari
Jumlah: secukupnya
Jenis, nasi, sayur, lauk

2 Minum 10 Frekuensi: 6-10 kali


sehari
Jumlah: secangkir kecil
Jenis: air putih

3 Berpindah dari satu tempat 5 Mandiri


ketempat lain
4 Personal toilet (cuci muka, 5 Frekuensi: 3x
menyisir rambut, gosok gigi).
5 Keluar masuk toilet ( mencuci 5 Frekuensi: 2-3 kali
pakaian, menyeka tubuh,
meyiram)
6 Mandi 5 2x sehari pada pagi hari
dan sore hari sebelum
Ashar.

7 Jalan dipermukaan datar 0 Setiap ingin melakukan


sesuatu misalnya
mengambil minum atau
ke kamar mandi.

8 Naik turun tangga 5 Tidak dilakukan

9 Mengenakan pakaian 10 Mandiri dan rapi

10 Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi: 1- 2 x sehari


Konsistensi: padat

11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6 – 10x


sehari
Warna: kuning jernih

12 Olah raga/ latihan 5 Semetara klien belum


bisa mengikuti senam

13 Rekreasi/ pemanfaatan waktu 5 Jenis: rekreasi


luang mengunjungi anak atau
keluarganya

Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 85 artinya klien termasuk dalam kategori
ketergantungaan sebagian.

7. Pengkajian Status Mental Gerontik


a. Short Portable Status Mental Questioner (SPSMQ)
Benar Salah No Pertanyaan

√ 01 Tanggal berapa hari ini? Tanggal 30

√ 02 Hari apa sekarang? Sabtu

√ 03 Apa nama tempat ini? Kamar

√ 04 Dimana alamat anda? Natar

√ 05 Berapa umur anda? 72 tahun

√ 06 Kapan anda lahir? Tahun 1943

√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang? Jokowi

√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya? Lupa

√ 09 Siapa nama ibu anda? Halijah

√ 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru,


semua secara menurun ( 17, 14, 11, 9, 6, 3, 0)

Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 2 sehingga disimpulkan Ny. H
memiliki fungsi intelektual utuh.

b. MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Klien

1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar

a. Tahun : 2018
b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 30
d. Hari : Sabtu
e. Bulan : November

Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?

a. Negara :Indonesia
b. Provinsi: lampung
c. Kota : Natar
d. Di : rumah

2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh pemeriksa) 1


detik dan mengatakan masing-masing obyek.

a. Kasur, kursi, lemari

*Klien mampu menyebutkan kembali obyek


yang di perintahkan

3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari angka 100


dan kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali / tingkat:
kalkulasi
(93, 86, 79, 72, 65)

*Klien dapat menghitung pertanyaan semuanya.

4. Menginga 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek pada


t no 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point masing-
masing obyek.

*Klien mampu mengulang obyek yang disebutkan

5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan tanyakan


nama pada klien

a. Buku
b. Pensil

Minta klien untuk mengulangi kata berikut:


“tidakada, jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar nilai
satu poin

a. Pertanyaan benar 3 buah: tak ada, dan,


tetapi

Minta klien untuk menuruti perintah berikut


terdiri dari 3 langkah.

“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan taruh


dilantai”

a. Ambil kertas ditangan anda


b. Lipat dua
c. Taruh dilantai

Perintahkan pada klien untuk hal berikut ( bila


aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)

a. “tutup mata anda”

Perintahkan pada klien untuk menulis satu kalimat


dan menyalin gambar

b. Tulis satu kalimat


c. Menyalin gambar

*Klien bisa menyebutkan benda yang ditunjuk


pemeriksa. Selain itu, klien bisa mengambil
kertas, melipat jadi dua, dan menaruh di bawah
sesuai perintah. klien dapat menulis satu kalimat.
Total 29
Nilai

Interpretasi hasil : 29 (>23)


Keterangan : Terdapat aspek fungsi mental baik

B. ANALISA DATA

No Data Fokus Etiologi Problem

1 DS : Cedera fisik Nyeri

1. Klien mengatakan kanan sakit setelah jatuh 3


bulan yang lalu dan jatuh lagi 2 minggu yang lalu
2. Klien mengatakan kaki kiri agak lemas
3. Klien mengatakan untuk berpindah dan mandi
dibantu oleh anaknya
4. Klien mengatakan telapak kaki terasa dingin

DO: 1. Kaki kanan tampak bengkak, hematom pada lutut


sampai tungkai bawah kanan setelah jatuh 2
minggu yang lalu
2. Klien tampak menahan sakit ketika akan
bergerak
3. Klien mengangkat kakinya dengan bantuan
tangan
4. Skala nyeri 6
5. TD ; 170/80, HR 84x/menit9

2. DS: 1. Klien mengatakan untuk berpindah dan mandi Kerusakan Hambatan


dibantu anakny, muskuloskel mobilitas fisik
etal
2. Mobilisasi dikamar pasien ketika akan BAK
dengan cara berpegangan pada kursi

DO: 1. Klien tampak banyak duduk ditempat tidur

3. Kaki kanan tampak bengkak dan hematom di


lutut dan tungkai bawah
4. Untuk berdiri pasien dibantu keluarganya
5. Kaki kanan tampak bengkak dan sakit bila di
gerakan

3. DS:
Ansietas Gangguan
1. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi
tidur
atau tekanan darah tinggi dan pernah dirawat
karena stroke 18 tahun yang lalu
2. Saat ini Ny. H masih mengkonsumsi obat
antihipertensi tetapi tidak teratur
3. Klien mengatakan dada sering berdebar - debar
4. Klien mengatakan sering terbangun pada malam
hari jika ingin BAK sampai 6 kali.
5. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena
tidak bisa tidur pada saat siang hari.
6. Klien mengatakan mengalami susah tidur, tetapi
tidak banyak pikiran.

Do :

1. Klien tampak tidak tidur di waktu siang hari.


2. TD 170/80 mmHg, HR 84x/menit
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan cedera fisik


2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
3. Gangguan tidur berhubungan dengan ansietas

C. NURSING CARE PLAN

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri Setelah dilakukan tindakan asuhan Pain management


keperawatan selama 3x 24 jam nyeri dapat
berhubungan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
berkurang dengan kriteria hasil :
dengan cedera komprehensif.meliputi lokasi,
Pain level karakteristik, frekwensi, kualitas,
fisik intensitas dan faktor penyebab nyeri
1. Nyeri berkurang dari 5menjadi 2 d 2. Observasi reaksi non verbal dari
engan menggunakan menejemen ketidak nyamanan
nyeri. 3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap
2. Pasien merasa nyaman setelah kualitas hidup .
nyeri berkurang. 4. Monitor TTV
3. TTD dalam batas normal TD 5. Ajarkan tehnik non farmakologi
sekitar 130/80 mmHg, Nadi: 60- (relaksasi dengan tarik nafas dalam
100x/menit, R:20-24x/menit, dan merendam kaki dengan air
S:36,5-37°C. hangat)

2. Hambatan Setelah tindakan keperawatan selama 2x 1. Kaji keadaan imobolisasi dan


mobilitas fisik 24 jam klien mulai dapat melakukan persepsi pasien terhadap imobilisasi
berhubungna mobilisasi fisik sesuai dengan criteria
dengan kerusakan hasil:klien mampu berjalan dari satu 2. Observasi tanda tanda vital
muskuloskeletal tempat ketempat lain secara mandiri 3. Ajarkan pasien penggunaan alat
dengan atau tanpa alat bantu. bantu mobilitas misalkan tongkat
Kriteria hasil
4. Ajarkan klien teknik ambulasi dan
:- Klien memperlihatkan penggunaan alat berpindah yang aman
bantu secara benar dengan pengawasan 5. Bantu dan dorong pasien dalam
-. Melakukan aktivitas sehari – hari dengan aktifitas perawatan diri
mandiri dengan menggunkan tongkat 6. Anjurkan klien untuk mengubah
posisi kaki secara periodic dan
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
1.
3. Gangguan tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor TTV
berhubungan selama 3x12 jam, diharapkan masalah
dengan ansietas insomnia Ny. H dapat teratasi dengan 2. Kaji penyebab gangguan tidur
kriteria hasil: 3. Lakukan penyuluhan tentang tekhnik
1. Klien tampak segar dan bergairah relaksasi dengan hidroterapi ( rendam
kaki dengan air hangat)
2. Mata klien tidak nampak merah
(mengantuk) 4. Latih klien untuk melakukan tekhnik
relaksasi dengan hidroterapi
3. Ny.H tidak terbangun pada malam hari
5. Evaluasi tekhnik relaksasi hidroterapi
4. Melaporkan secara verbal bahwa dilakukan oleh klien
insomnia berkurang

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No Diagnosa Hari, Jam Implementasi Evaluasi Ttd


tanggal

1 Nyeri Jumat, 29 14.00 1. Mengkaji nyeri klien S:


november 2. Mengukur TTV
berhubungan - klien mengatakan nyeri
2018
dengan pada kaki kanan
- nyeri terasa mencengkram
cedera fisik terutama saat bergerak
- skala nyeri 6
- bergerak perlahan – lahan

O: TD: 180/90 mmHg, Nadi:


84x/menit, , Klien tampak
menahan sakit saat bergerak,
RR: 22x/menit.

A: Masalah nyeri belum


teratasi

P: - Kaji nyeri klien

- Mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
Sabtu, 30 11.00 1. Mengkaji nyeri klien S:
november 2. Mengajarkan teknik
2018 relaksasi nafas - klien mengatakan nyeri
dalam berkurang
3. Mengukur TTV - nyeri terasa
mencengkram
- nyeri di kaki kanan
- skala nyeri 4
- terasa terutama saat
bergerak

O: TD: 170/80 mmHg, Nadi:


84x/menit, , RR: 20x/menit,
klien tampak lebih nyaman

A: Masalah nyeri teratasi


sebagian

P:

1. Kaji nyeri klien


2. Motivasi klien untuk
melakukan teknik
relaksasi
3. Mengajarkan tenik
relaksasi hidroterapi

Minggu, 1 09.00 1. Mengkaji nyeri klien S


desember 2. Evaluasi teknik
2018 relaksasi nafas - klien mengatakan nyeri
dalam dan sudah berkurang
hidroterapi - nyeri terasa
3. Mengukur TTV mencengkram
- nyeri di kaki kanan
- skala nyeri 2
- nyeri dirasakan saat
bergerak saja

O: TD: 140/80 mmHg, Nadi:


80x/menit, , RR: 22x/menit.

A: Masalah nyeri teratasi


sebagian

P:

1. Kaji nyeri klien


2. Motivasi klien untuk
selalu melakukan tenik
relasasi nafas dalam
dan hidroterapi
2 Hambatan Jumat, 29 14.00 1. Mengkaji keadaan S:
mobilitas fisik novenber imobilisasi
berhubungan 2018 2. Mengukur TTV - Klien mengatakan sulit
dengan utk berdiri
kerusakan - Kaki nyeri dan lemas
muskuloskelet - Kesulitan untuk berdiri,
al berjalan dan melakukan
aktifitas mandi

O:
- Klien tampak kesulitan
saat berpindah
- Kaki kanan tampak
bengkak dan hematom
- TD:170/80 mmhg, Hr
84x/menit

A:
- Masalah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasi

P: - Kaji kemampuan klien


untuk berpindah

- Ajarkan teknik
penggunaan alat bantu
- Ajarkan teknik
ambulasi yang aman
Sabtu 30 11.00 1.Mengkaji keadaan S: - Klien mengatakan masih
november imobilisasi takut untuk melakukan
2018 2. Mengkaji kesiapan latihan
untuk latihan - Klien mengatakan
2. Mengukur TTV kakinya masih nyeri dan
3. Mengajarkan teknik lemas
penggunaan tongkat O:- Kaki masih tampak
4. Mengajarkan teknik bengkak dan sedikit
ambulasi yang aman hematom
5. Mendorong klien - Aktifitas berpindah dan
untuk melakukan kekamar mandi dibantu
aktifitas mandiri anaknya
- TD 170/80 mmhg, HR
80x/menit
A: - Masalah hambatan
mobilitas fiisik belum
teratasi

Minggu 1 1. Mengkaji keadaan


S: - Klien mengatakan pagi
Desember 09.00 imobilisasi tadi mandi dan keramas
2018 2. Mengukur TTV di kamar mandi dibantu
3. Mengajarkan anaknya
penggunaan alat - Klien mengatakan masih
bantu tongkat atau belum berani
penggantinya menggunakan tongkat
4. Mengajarkan teknik O: - Klien berpegangan kursi
ambulasi yang aman untuk berpindah

-. TD 140/80 mmhg, HR
80x/menit

A: - maslah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasi

P: - Kaji kesiapan latihan

-monitor TTV

-ajarkan teknik ambulasi yang


aman
3. Gangguan Jumat 29 14.00 1. Mengukur TTV S:
tidur november
berhubungan 2018 2. Mengkaji penyebab - Klien mengatakan sering
dengan gangguan tidur terbangun saat tidur malam
ansietas dan tidak bisa tidur
kembali
- Klien mengatakan kadang
nyeri kaki saat bergerak
- Klien mengatakan tidak
banyak pikiran

O:

-TD 180/90

-Klien tampak lemah

A:

-Masalah gangguan tidur


belum teratasi.

P: - Memonitor TTV

-mengajarkan teknik
relaksasi dengan hidroterapi

Sabtu 30 11.00 - monitor TTV S : -klien mengatakan


november - Mengajarkan teknik semalam masih terbangun
2018 relaksasi dengan saat tidur karena terasa
hidroterapi ( akan BAK
merendam kaki
dengan air hangat - Klien mengatakan
senang diajarkan teknik
relkasasi
O: - Klien tampak lebih segar
- TD 170/80
A: masalah gangguan tidur
belum teratasai
P: - kaji kecukupan kebutuhan
tidur
- Dorong pasien untuk
melakukan teknik
relaksasi sebelum tidur

Minggu 1 09.00 -Memonitor TTV S: - Klien mengatakan badan


Desember - Mendorong pasien
2018 untuk melakukan lebih segar
relaksasi rendam kaki
dengan air hangat 1x - semalam terbangun sudah
sehari sebelum tidur hampir pagi

O: - TD 140/80

- Klien tampak lebih


segar
A:masalah teratasi sebagian
P: motivasi pasien untuk
melakukan relaksasi
hidoterapi setiap hari
sebelum tidur
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Secara teoritis dan lapangan ditemukan:
1. Pengkajian
Menurut teori ditemukan dalam pengkajian adalah

Anda mungkin juga menyukai