PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bronchiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernapasan bawah
yang ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil (Betz &
Cecily, 2002).
Bronkiolitis yang terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12%
dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu
sekitar setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran
napas bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah
virus Respiratory syncytial, kira-kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan
virus lain seperti Parainfluenza. Bakteri dan mikoplasma sangat jarang
menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sebagian besar infeksi saluran napas
ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya
tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-
tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat. Virus RSV lebih
virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan
lama. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa
dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen
permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak
adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen
bungkus berarti bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke
tahun. Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa
neonatus. Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4-
6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut
mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama
terhadap virus.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan bronchilolitis?
2. Bagaimana Etiologi dari bronchiolitis ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bronchilolitis
2. Untuk mengetahui Etiologi dari bronchiolitis
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari bronchiolitis
4. Untuk mengetahui Manifestasi klinis dari bronchiolitis
5. Untuk mengetahui Patofisiologi dan pathway dari bronchiolitis
6. Untuk mengetahui komplikasi dari bronchiolitis
7. Untuk mengetahui penatalaksaan medis dan keperawatan dari
bronchiolitis
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari bronchiolitis
9. Untuk mengetahui tindakan pencegahan dari bronchiolitis
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI BRONCHILOLITIS
Bronchiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut
pada saluran napas kecil (bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang
dari 2 tahun dengan insidens tertinggi sekitar usia 6 bulan (Mansjoer,
2000).
B. ETIOLOGI BRONCHIOLITIS
Bronchiolitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:
1) Virus
a. Virus Respiratory Syncytial (RSV)
RSV adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi
pada paru dan saluran napas. Sekitar 50% bronchiolitis akut
disebabkan oleh RSV. Virus ini sering sekali menyerang anak-anak,
biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun sudah pernah
terinfeksi oleh virus ini. RSV juga dapat menginfeksi orang
dewasa.
b. Virus parainfluenza
Virus parainfluenza merupakan virus patogen yang
menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bagian atas dan
bagian bawah pada anak anak maupun orang dewasa.
C. Klasifikasi
Berdasarkan keparahannya, bronchiolitis dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
1. Ringan
a. Anak sadar, warna kulit merah muda.
b. Anak dapat makan dengan baik.
c. Saturasi oksigen > 90%.
Pada kondisi ini anak dapat ditangani di rumah dengan cukup
istirahat dan makan lebih sering dalam porsi kecil. Dapat dilakukan
kunjungan follow-up ke dokter dalam 24 jam.
2. Sedang, anak akan mengalami:
a. Kesulitan makan.
b. Lemah.
c. Kesulitan bernapas, dengan penggunaan otot-otot bantu
pernapasan.
d. Adanya kelainan jantung atau saluran napas.
e. Saturasi oksigen < 90%.
f. Usia kurang dari enam bulan.
D. Manifestasi Klinis
Gejala awal bronchiolitis mirip dengan flu biasa, seperti hidung
berair, hidung tersumbat disertai dengan demam ringan, tidak nafsu
makan dan batuk. Tetapi setelah dua atau tiga
hari, gejala menjadi lebih parah bukannya semakin membaik.
Gejala umum dari bronchiolitis yang sering muncul yaitu:
1. Hidung tersumbat disertai dengan demam dan batuk.
2. Kesulitan bernafas, pernapasan cepat dan dangkal (RR 60-80 x/menit),
dengan terengah-engah disertai dengan peningkatan batuk.
3. Kehilangan nafsu makan, akibat dari gangguan pernapasannya.
4. Terlihat pernapasan cuping hidung disertai retraksi interkostal
suprasternal
5. Anak gelisah dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
6. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirasi
memanjang disertai dengan mengi (wheezing). Ronki nyaring halus
kadang terdengar pada akhir ekspirasi atau pada awal ekspirasi. Pada
keadaan yang berat, suara pernapasan hampir tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hampir total.
7. Infeksi ditandai adanya edema mukosa, peningkatan sekresi mukus,
obstruksi bronkiolus, dan peregangan yang berlebihan dari alveoli.
Tanda-tanda dan gejala infeksi RSV biasanya terlihat pada 4-6 hari
setelah terjadi paparan terhadap infeksi virus. Pada orang dewasa dan
anak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun, RSV biasanya menyebabkan
Kondisi paling parah akibat infeksi dari RSV akan diderita oleh
bayi dan balita. Gejala paling berat umumnya dialami di hari kedua atau
ketiga. Bayi dapat sakit selama 7-10 hari dan batuk dapat berlanjut hingga
2-4 minggu. Pada bayi dan balita yang menderita infeksi RSV, tanda-
tandanya adalah:
a. Terlihat jelas tarikan otot dada dan kulit di sekitar tulang iga saat
bernapas, yang menandakan bahwa mereka mengalami kesulitan
bernapas.
b. Napas mereka mungkin pendek, dangkal dan cepat. Napas yang cepat
ini mengakibatkan bayi mengalami kesulitan makan atau minum.
c. Gejala yang lebih mengkhawatirkan adalah jika bayi berhenti bernapas
selama lebih dari sepuluh detik dalam satu kesempatan. Gejala ini
disebut recurrent apnea.
E. Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas
bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis
akut ditandai obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh edema,
penimbunan lendir serta debris- debris seluler. Tekanan udara pada lintasan
udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun selama fase
ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas mengecil selama ekspirasi,
maka obstruksi pernafasan akan mengakibatkan terperangkapnya udara
serta pengisian udara yang berlebihan. Proses patologis yang terjadi akan
mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang
semakin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya
hipoksemia dini. Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak
terjadi kecuali pada penderita yang terserang 3 hebat. Pada umumnya
semakin tinggi pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri.
Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan
melebihi 60 x / menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne
yang terjadi.
PATHWAY BRONKIOLITIS
Perubahan nutrisi
kurang dari
Hipertermi kebutuhan tubuh
Kontriksi pada
bronkiolus
selama ekspirasi
Cairan tubuh
mengalami
penguapan Hiperinflasi
pada paru Bersihan jalan
nafas tak efektif
Atelektasis
Kekurangan volume
cairan
Kurang
Ansietas pengetahuan
Kerusakan pertukaran
gas
Hypoxsia
F. Komplikasi
1. Radang paru-paru. Virus maupun organisme yang menyebabkan
infeksi dapat menginvasi ke bagian paru-paru yang lain bahkan
seluruh bagian.
2. Radang saluran tengah, terjadi saat ada virus yang masuk ke daerah di
belakang gendang telinga
3. Kemungkinan timbulnya penyakit asma di kemudian hari. Reaksi
radang yang terjadi saat anak-anak dapat meningkatkan sensitivitas
pada saluran napas terhadap allergen, sehingga dapat memicu
terjadinya astma.
4. Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronchiolitis dapat
timbul berupa batuk berulang, mengi, dan hiperreaktivitas bronkus,
yang cenderung membaik sebelum usia sekolah.
5. Bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral
(Sindrom Swyer-James). Komplikasi ini sering dihubungkan dengan
adenovirus.
6. Kematian. Pada anak-anak yang berusia kurang dari 6 bulan, bayi-
bayi yang lahir prematur, dan bayi-bayi yang memiliki kelainan
bawaan pada jantung dan paru-parunya, infeksi RSV dapat berakibat
serius sampai menimbulkan kematian.
1. Penatalaksanaan medis
a. Terapi farmakologis
1) Bronkodilator, diberikan untuk membantu anak lebih mudah
bernapas dengan cara membuka saluran udara di paru-paru dan
mengurangi sesak napas. Obat ini dapat diberikan dengan
nebulasi, contoh obat ini adalah proventil, ventolin.
2) Steroid, untuk mengatasi radang saluran pernapasan, membantu
mengurangi sesak napas dan mengontrol demam, namun
pemberiannya tidak dianjurkan.Deksametason 0,5 mg/kgBB
inisial, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
3) Antivirus, seperti ribavirin (Rebetol) dapat diberikan dalam
bentuk nebulasi, penggunanya telah dianjurkan untuk bayi
dengan penyakit jantung konginetal oleh komite penyakit infeksi
akademik pediatric amerikaka (AAP)
4) Antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak berguna untuk
mengobati RSV karena RSV disebabkan oleh infeksi virus.
Meskipun demikian, antibiotik tetap diberikan karena
bronchiolitis sukar dibedakan dengan pneumonia interstisialis,
H. Periksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk anak yang menderita
bronkiolitis adalah :
1. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan
prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
2. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam
batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik
maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri
normal.
3. Pemeriksaan radiologis : Foto dada anterior posterior, hiperinflasi paru,
pada foto lateral, diameter anteroposterior membesar dan terlihat bercak
honsolidasi ,yang tersebar.
4. Analisa gas darah : Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis
metabolik, atau respiratorik ( Raharjoe, 1994).
I. Tindakan Pencegahan
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan penatalaksanaan dari rencana
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik dan melakukan
semua tindakan yang sudah direncanakan pada intervensi.
Implementasi yang akan dilakukan pada pasien
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu 1)Mengobersevasi KU
klien 2)Memonitor TTV 3)Memonitor suara nafas 4)Memposisikan
klien untuk memaksimalkan pernafasan 5)Mengeluarkan sekret
dengan batuk efektif atau suctioning 6)Kolaborasi pemberian O2 7)
Kolaborasi pemberian bronkodilator.
Implementasi yang akan dilakukan pada pasien
Ketidakefektifan pola nafas yaitu 1)Memonitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan kesulita bernafas 2) memonitor suara nafas
tambahan seperti ngorok, atau mengi 3) Memonitor pola nafas
4) Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (nebulizer)
KASUS
Pada tanggal 23 Agustus 2018. Pasien An. S dengan umur 1 tahun datang
bersama kedua orang tuanya ke IGD RSUD X dengan kondisi sesak
nafas,demam,batuk, pilek sudah 2 hari tidak sembuh. Berdasarkan pemeriksaan
fisik didapatkan tanda-tanda vital :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 125 x/menit
RR : 76 x/menit
Suhu : 37,5 0C
Keadaan umum : Sadar Lemah, sesak nafas
2. Riwayat kesehatan
a. Keluahan utama
Saat dilakukan pengkajian, ibu pasien mengatakan anaknya sesak
nafas.
b. Keluhan tambahan
Ibu pasien mengatakan demam,batuk dan pilek
c. Riwayat penyakit sekarang
2 hari sebelum masuk RS pilek tidak sembuh-sembuh
1 hari setelah msuk RS demam,batukdan dan pilek yang disertai
dengan sesak nafas
d. Riwayat penyakit dahulu
Orang tua pasien mengatakan sebelumya belum pernah sakit
seperti ini. Pasien tidak punya penyakit bawaan atau keturunan
serta penyakit menular.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang
memiliki riwayat penyakit menular, menurun atau berbahaya.
3. Pengkajian pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
Orang tua klien mengatakan tidak terlalu mengerti tentang penyakit
anaknya saat ini,dan berobat ke RS dengan harapan agar cepat
sembuh dan baik seperti semula.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Sadar Lemah
b. Kesadaan : compos mentis
c. Tanda – tanda Vital :
TD : 110/70 mmHg
N : 125 x/menit
S : 37,5 ̊C
RR : 76x/ menit
d. Pemeriksaan head toe too
5. Pemeriksaan penunjang
6. Terapi
1. Infus KaEn 3A ( 12 tpm )
2. Inj.Ampi 3x100 mg
3. Inj. Dexa 2x0,3
4. Ambroxol 3x1/2 cth
5. Nebu ventolin dan pulmicort 3x1 ( 1:1 )
B. ANALISA DATA
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus
berlebihan
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
D. INTERVENSI
E. IMPLEMENTASI
12.00
III 23-08- - Memonitor kecemasan - Respon ibu klien mengatakan
2018 sangat cemas dengan kondisi
08.00
anaknya sekarang
- Respon ibu klien terlihat
- Menjelaskan tiap
memperhatikan setiap tindakan
prosedur tindakan yang
yang dilakukan oleh perawat,
akan dilakukan
terkadang bertanya ketika ada hal
P: pertahankan intervensi