Anda di halaman 1dari 22

BAB I

KASUS

IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny.L
 Usia : 15 tahun
 Alamat : Kp. Cimuncang
 Pendidikan : SD
 Agama : Islam
 Status : Menikah
 Pekerjaan :Ibu rumah tangga
 Nama Suami : Tn Y
 Usia : 29 tahun
 Alamat : Kp. Cimuncang
 Pendidikan : SMP
 Agama : Islam
 Status : Menikah
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Masuk RS : 16-01-2016, jam 09.00 WIB
 Keluar RS :20-01-2016

Keterangan : pasien datang tanpa rujukan

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Mulas – mulas

Anamnesa Khusus
Autoanamnesa :
G1P0A0 merasa hamil 8 bulan datang dengan keluhan mulas-mulas sejak 1
minggu SMRS. Mulas yang dirasakan hilang timbul dan tidak bertambah kuat.
Tidak ada lendir bercampur darah yang keluar dari jalan lahir. Tidak ada cairan
bening yang keluar dari jalan lahir. Gerakan janin mulai terasa sejak 4 bulan yang
lalu. Gerakan janin dirasakan aktif dan masih dirasakan hingga saat ini.
Pasien juga mengeluhkan adanya darah yang keluar dari jalan lahir sejak 1
minggu SMRS. Darah yang keluar berwarna merah segar dan berjumlah banyak.
Pasien mengaku menghabiskan 1-2 pembalut dalam sehari namun dalam 3 hari
terakhir darah yang keluar jumlahnya sedikit. Pasien mengaku sebelumnya terjatuh
dari tangga kemudian terjadi pendarahan.
Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada alat kelaminnya sejak 3
bulan SMRS. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan pasien. Awalnya berukuran

1
kecil sebesar kacang hijau namun semakin lama semakin besar sebesar biji jagung.
Awalnya berjumlah 1 buah namun bertambah banyak hingga berjumlah 3 buah.
Benjolan tersebut terasa nyeri terutama saat BAK dan hubungan seksual.
Pasien mengaku bahwa suaminya memiliki benjolan yang sama sejak awal
nikah. Pasien mengaku ini pernikahan pertama namun untuk suami merupakan
pernikahan kedua kalinya. Pasien mengaku bahwa bertemu dengan suaminya hanya
seminggu dalam setiap bulannya karena pekerjaan suami pasien di Riau yaitu di
pabrik kelapa sawit.
Pasien mengaku tidak pernah bergonta-ganti pasangan seksual dan tidak
pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Pasien mengaku hubungan seks
terakhir 1 bulan yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan adanya keputihan sejak 3 bulan SMRS.
Keputihan berwarna kuning kehijauan, berbau dan terasa gatal.

 Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok atau konsumsi alkohol.

 Riwayat Obstreti
Kehamilan Tempat Penolong Umur Cara BB Jenis Usia Keadaan:
ke kehamilan persalinan lahir kelamin hidup/mati
1 Kehamilan Saat Ini

 Riwayat Marital:
Menikah pertama kali istri pada usia 14 tahun dan suami pada usia 25 tahun.
 Haid
Hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 17 juni 2015, siklus teratur,
jumlah darah yang keluar biasa dan disertai nyeri saat haid. Lamanya haid 3-
5 hari. Partama kali menstruasi pada usia 13 tahun.

 KB
Tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

 Prenatal Care
Pasien kontrol kehamilan di bidan sebanyak 4 kali. Terakhir pasien prenatal
care adalah 1 minggu yang lalu.

 Keluhan selama kehamilan


Tidak ada

 Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada

2
.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens:
Keadaan umum : compos mentis
TD : 120/70 mmHg R : 20 kali/menit
N : 72 kali/menit S : 36,5oC

Status Generalis:
 Kepala
konjungtiva : anemis (+/+)
Sklera : ikterik (-/-)
 Leher
KGB : tidak teraba
 Thorak
Paru-paru : sonor, VBS kiri=kanan, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : BJ murni reguler, murmur (-)
 Abdomen : Cembung lembut
 Ekstrimitas :Tidak edema

Status Obstetrik
Pemeriksaan Luar:
 TFU : 25 cm
 LP : 94 cm
 Letak Anak : Kepala, puki, 5/5
 His : 1-2kali/10 menit, lama his 20 detik
 BJA : 148 kali/menit, regular
 TBBA : 1620 gram
 Inspekulo : fluksus -
 Perabaan fornises : tidak ada kelainan
Pemeriksaan Dalam:
 Vulva : terdapat benjolan berjumlah 3 buah di sinistra-
dextra, berukuran 0,5x0,5 cm s/d 1x1 cm, berbentuk
bulat, berbatas tegas, permukaan tidak rata,
konsistensi padat, nyeri (+)
 Vagina : terdapat benjolan berjumlah 1 buah berukuran 1x1
cm, berbentuk bulat,berbatas tegas, permukaan tidak
rata, konsistensi padat, nyeri (+)
 Portio : tebal, lunak
 Pembukaan : tertutup
 Ketuban : sdn

3
 Bagian terendah : sdn

Status Ginekologi
Pemeriksaan Luar
 Inspeksi : tidak ada kelainan
 Palpasi : fundus uteri teraba
tidak teraba massa
 Perkusi/auskultasi : tidak ada kelainan
 Inspekulo : fluksus –
Pemeriksaan Dalam:
 Vulva : terdapat benjolan berjumlah 3 buah di sinistra-
dextra, berukuran 0,5x0,5 cm s/d 1x1 cm, berbentuk
bulat, berbatas tegas, permukaan tidak rata,
konsistensi padat, nyeri (+)
 Vagina : terdapat benjolan berjumlah 1 buah berukuran 1x1
cm, berbentuk bulat,berbatas tegas, permukaan tidak
rata, konsistensi padat, nyeri (+)
 Portio : tebal, lunak
 Ostium uteri eksternum : tertutup
 Corpus uteri : tidak ada kelainan
 Parametrium kanan/kiri : tidak ada kelainan
 Cavum douglas : tidak menonjol

Pemeriksaan Penunjang
Hematologi rutin (16/01/2016)
 Hb : 10,0 g/dL
 Ht : 30 %
 Leukosit : 11.450 / mm3
 Trombosit : 257.000 / mm3
 Eritrosit : 3,35 juta/mmol
Immunoserologi (19/01/2016)
Rapid test HIV : non reaktif

DIAGNOSA
G1P0A0 Gravida 29-30 Minggu D/ Prematur Kontraksi + Kondiloma Akuminata +
Susp. HIV + Anemia

TERAPI
 Observasi KU, TTV, HIS, BJA
 Infus RL 500 cc 20 gtt
 Cek hematologi rutin, urin rutin
 Nifedipin 3 x 20 mg
 Dexamethasone 2 x 1 ampul
 Pro USG

4
 Cek rapid test HIV
 Pro konsul dokter spesialis kulit dan kelamin

FOLLOW UP
Tanggal Catatan Instruksi

17/01/’16 S : mulas namun sudah berkurang, masihP/ Infus RL 500 cc 20


keluar darah sedikit gt
O : KU : CM Inj. Dexamethason
TD : 90/60 mmHg
2x5mg IV
N : 104 x/m
Nifedipin 3x20 mg
R : 20 x/m
Pro USG
S : 36,5 0C
Cek rapid test HIV
Mata : CA +/+, SI -/-
Abd : cembung, lembut, NT (-), DM (-)
TFU : 25 cm
BJA : 140 x/m
HIS : + 1x/10 menit
Perdarahan : +
BAB/BAK : +/+
A : G1P0A0 Gravida 29-30 minggu d/
prematur kontraksi + Susp. Kondiloma
Akuminata + Susp. HIV + Anemia
Hb (16/01/’16) : 10,0 gr/dl

5
18/01/’16 S : mulas (-),masih keluar darah sedikit P/ Infus RL 500 cc 20
O : KU : CM
gt
TD : 90/60 mmHg
Inj. Dexamethason
N : 8 x/m
R : 20 x/m 2x5mg IV
S : 36,5 0C Nifedipin 3x20 mg
Mata : CA +/+, SI -/- Pro USG
Abd : cembung, lembut, NT (-), DM (-) Cek rapid test HIV
TFU : 25 cm Apus Vagina
BJA : 145 x/m
HIS : -
Perdarahan : -
BAB/BAK : +/+
A : G1P0A0 Gravida 29-30 minggu d/
prematur kontraksi + Susp. Kondiloma
Akuminata + Susp. HIV + Anemia

6
19/01/’16 S : mulas (-), nyeri saat BAK (+) P/ Infus RL 500 cc 20
O : KU : CM
gt
TD : 90/60 mmHg
Nifedipin 3x20 mg
N : 78 x/m
Pro USG
R : 22 x/m
Cek rapid test HIV
S : 36,5 0C
Apus vagina
Mata : CA +/+, SI -/-
Cek VDRL – TPHA
Abd : cembung, lembut, NT (-), DM (-)
TFU : 25 cm
BJA : 138 x/m
HIS : -
Perdarahan : +
BAB/BAK : +/+
A : G1P0A0 Gravida 29-30 minggu d/
prematur kontraksi + Susp. Kondiloma
Akuminata + Susp. HIV + Anemia

7
20/01/’16 S : mulas (-), nyeri saat BAK (+) P/ Infus RL 500 cc 20
O : KU : CM
gt
TD : 100/60 mmHg
Nifedipin 3x20 mg
N : 104 x/m
Pro USG
R : 20 x/m
S : 36,5 0C
Mata : CA +/+, SI -/-
Abd : cembung, lembut, NT (-), DM (-)
TFU : 25 cm
BJA : 130 x/m
HIS : + 1x/10 menit
Perdarahan : +
BAB/BAK : +/+
A : G1P0A0 Gravida 29-30 minggu d/
prematur kontraksi + Susp. Kondiloma
Akuminata + Anemia
Rapid test HIV (19/01/2016) : non reaktif

DIAGNOSA AKHIR
G1P0A0 Gravida 29-30 minggu D/ Prematur Kontraksi + Kondiloma Akuminata +
Anemia

PERMASALAHAN
Apakah Diagnosis Pada Pasien Ini Sudah Tepat?
 Pasien belum pernah melahirkan dan ini merupakan kehamilan ke-1 dan
pasien menyangkal pernah mengalami abortus G1P0A0
 Pasien merasa hamil 8 bulan, gerakan janin terasa 4 bulan yang lalu,
HPHT 17 Juni 2015, TFU 25 cm Gravida 29-30 minggu
 Pasien mengeluhkan mules sejak 1 minggu SMRS, hilang timbul dan tidak
bertambah kuat. Belum ada tanda-tanda in partu. Usia kehamilan 29 - 30
minggu Pemeriksaan Luar His: 1-2kali/10 menit, lama his 20 detik.
Pemeriksaan Dalam : Pembukaan tidak ada. Prematur Kontraksi
 Pasien mengaku memiliki benjolan pada alat kelamin. Saat pemeriksaan
terdapat benjolan di vulva dan vagina, berjumlah 3 buah di vulva sinistra-

8
dextra dan berjumlah 1 buah di vagina, berukuran 0,5x0,5 cm s/d 1x1 cm,
berbentuk bulat, berbatas tegas, permukaan tidak rata, konsistensi padat,
nyeri (+) Kondiloma Akuminata
 Pasien mengaku ada perdarahan sejak 1 minggu SMRS dan pada
pemeriksaan fisik tampak konjungtiva anemis +/+, serta pemeriksaan
laboratorium ditemukan kadar Hb 10,0 g/dL Anemia

PROGNOSIS
 Quo ad vitam pada pasien ini ad bonam.
 Qou ad functionam pasien ini untuk fungsi reproduksi ad bonam.
 Fungsi seksual dan menstruasi ad bonam karena pasien masih tetap bisa
menstruasi seperti biasa

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prematur Kontraksi


Prematur kontraksi adalah kontraksi yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari
37 minggu.

9
2.1.1 Etiologi
a. Fetal
b. Maternal (Stress psikologis yang dialami oleh ibu)
c. Infeksi ( bakterial vaginosis, PMS, ISK, korioamnionitis )
d. Iskemia
e. Distensi uterus

2.2.2 Patogenesis

Banyak faktor yang menjadi dasar terjadinya kontraksi prematur antara


lain perdarahan plasenta, merokok, kurang gizi, peningkatan berat badan
berlebihan selama hamil, alkohol, narkoba, senggama, penyakit sistemik ibu
(DM, penyakit jantung, paru-paru), infeksi cairan ketuban, kelamin dan saluran
kencing.
Mekanisme pertama penyebab terjadinya kontraksi prematur karena
adanya aktivitas sumbu hipotalamus - hipofise-adrenal atau perubahan
neurohormonal pada ibu maupun janin. Stres pada ibu maupun janin akan
menyebabkan aktivasi aksis Hyphotalamo-Phytuitary-Adrenal (HPA) yang
menyebabkan peningkatan produksi adrenal kortisol, selain itu adanya
peningkatan aktivasi saraf sensorik di serviks. Kadar Corticotrophin Relesing

10
Hormon (CRH) plasma maternal akan ikut meningkat seiring dengan
berkembangnya kehamilan dan akan mencapai kadar puncak pada saat
melahirkan. Pada akhir kehamilan, terjadi penurunan kadar Cortocotrophine
Relesing Hormone - Binding Protein (CRH-BP). Hormon glukokortikoid ternyata
dapat merangsang pelepasan gen CRH dan kemudian diproduksinya CRH oleh
plasenta, yang akan merangsang kelenjar hipofisis untuk memproduksi dan
mensekresi hormon kortikotropin yang pada akhirnya dapat merangsang korteks
adrenal di ginjal melepaskan hormon kortisol. Kortisol menyebabkan penurunan
kadar progesteron dan peningkatan estrogen.
Sekresi adrenocoticotorpic hormone (ACTH) pada aktivasi HPA
menghasilkan dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) yang kemudian
mengalami dihydroksilasi menjadi 16 - OH - DHEAS di hati janin, kemudian
diaromatisasi oleh plasenta untuk menghasilkan estriol, estrogen. Perubahan
keseimbangan ratio progesteron : estrogen pada kehamilan aterm meningkatkan
kepekaan terhadap oksitosin, pembentukan gap junctions dan produksi
prostaglandin. Peningkatan kortisol meningkatnya produksi protein A surfaktan
dan fosfolipid. Sebagai proinflamasi dapat menstimulasi kontraksi miometrium
melalui peningkatan produksi prostaglandin membran janin (amnion) dan
myometrium. Protein surfaktan yang dihasilkan kortisol yang terdapat dalam
cairan amnion dapat merangsang terjadinya inflamasi pada selaput ketuban,
serviks uteri, dan miomterium akan meningkatkan aktifitas enzim cyclo-
oxygenase-2 (COX2) serta produksi prostaglandin E2 dalam cairan amnion.
Relaksin adalah hormon peptida yang dihasilkan plasenta berfungsi
menstimulasi prokolagenase dan prostromelisin serta penurunan TIMP-1 yang
akan melunakkan serviks.
Mekanisme kedua adalah Adanya infeksi desidua-korioamnion yaitu
infeksi bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Infeksi atau
inflamasi yang terjadi akan mengaktifkan jejaring sitokin yang akan
mengeluarkan sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNFα.
Sitokin ini melalui proses yang berbeda akan meningkatkan produksi uterotonin
dan juga meningkatkan aktivitas enzim protease pemecah matrik ekstraseluler
sehingga meningkatkan kontraksi rahim dan mengubah integritas matriks
ekstraseluler pada khorion, amnion atau serviks uteri. Peningkatan IL-1 dan

11
TNF akan meningkatkan aktivasi makrofag, dan hal ini akan meningkatkan
prostaglandin, aktivasi sitosidal, peningkatan IL-6, IL-8, GM-CSF, TNF
dalam fibroblas dan I-CAM 1. Peningkatan produksi Prostaglandin Plasenta
(PGs) memulai atau menambah kontraksi rahim dan prostaglandin yang terbentuk
akan mengubah ikatan kolagen dan hidrasi jaringan dengan mengubah komposisi
kompleks proteoglikan. Selain itu juga akan menigkatkan enzim kolagenase yang
disebut juga matrik metalloproteinase-1, elastase dan proliferasi PDGF. Perubahan
semua ini akan meningkatkan kontraksi uterus, terjadinya dilatasi serviks, dan
pecahnya selaput amnion hingga pada akhirnya terjadi persalinan prematur.
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan
plasenta. Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari
faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin
menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi
kontraksi miometrium.

Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang


bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih
yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme
ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.

12
Muncul beberapa teori tentang terjadinya persalinan prematur dan
kemungkinan faktor yang menjadi pemicu terjadinya persalinan prematur karena
adanya peningkatan aktivasi dari Nuklear Faktor kappa Beta (NF-kB). Tingginya
aktivitas NF-kB akan meningkatkan aktivasi dari COX2, dan tingginya kadar
COX2 akan meningkatkan kadar prostaglandin melalui perubahan asam
arakhidonat. Prostaglandin inilah yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi
uterus, dilatasi serviks dan pecahnya ketuban sehingga terjadi persalinan
premature. Faktor faktor eksternal lain yang dapat memicu aktivasi NF-kB
diantaranya tembakau, alkohol, diet lemak tinggi, polutan seperti polusi udara
dan air, radiasi, gaya hidup tidak sehat, dan stres mekanis, stress fisik, stres
psikologis, atau kimia. Selain itu, aktivasi NF-kB diatur oleh produk gen yang
terlibat dalam transformasi sel, proliferasi, hormon pertumbuhan, invasi,
angiogenesis, metastasis dan produk bakteri.
Pada kondisi inaktif NF-kB berada di sitoplasma. Adanya stimulus
(misalnya: infeksi atau stress karena sinar UV, iradiasi, oksidan, kerusakan DNA)
akan terbentuk signal ekstraseluler seperti sitokin diantaranya TNFα yang akan
menstimulasi makrofag. TNFα akan mengikat TNFα reseptor membrane sel yang
kemudian akan merangsang aktifitas IKB kinase (IKK) sehingga menyebabkan
NF-kB inaktif akan berikatan dengan IKB sebagai NF-kB kompleks. Selanjutnya
adanya IKK ini akan memicu proses fosforilasi dan ubiquitinasi sehingga akan
memisahkan ikatan antara NF-kB dengan IKBα. IKBα. akan didegradasi di
proteosom dan NF-kB aktif masuk ke dalam nukleus dan berikatan dengan
bagian RE (respon elemen) dari DNA sehingga terbentuk kompleks DNA/NF-kB.
Selanjutnya kompleks DNA/NF-kB akan merekrut protein lain seperti
koaktivator dan RNA Polimerase untuk mengubah DNA menjadi RNA yang
akhirnya akan dihasilkan protein fungsional yang mempengaruhi fungsi sel.
Protein ini dapat berupa Sitokin dan Cyclooxygenase-2 (Cox-2). Menurut
penelitan pada persalinan prematur, NF-kB yang terdapat di amnion,
khoriodesidua dan miometrium cendrung meningkat.
Aktivasi NF-kB yang tinggi akan menurunkan kapasitas insulin dan anti
oksidan serta meningkatkan interaksi platelet endothelial, transmigrasi netrofil dan
oksidasi LDL. Adanya inflamasi menyebabkan fosfolipid membran sel dirubah
oleh fosfolipase A2 dan hal ini akan meningkatkan arakhidonat yang akan dirubah

13
menjadi prostaglandin oleh aktivasi dari COX2 yang tinggi. Tingginya COX2
juga akan menyebabkan penarikan fungsional progesteron melalui interaksi
dengan reseptor progesteron ,dan ini akan meningkatkan prostaglandin).
Peningkatan prostaglandin akan merangsang pelepasan mediator inflamasi.
Ikatan antara TNFα dengan TNF reseptor-1 akan meningkatkan
hubungan TRADD dengan pro-kaspase-8, selanjutnya terjadi pengaktifan
kaspase-8, kemudian mengaktifkan kaspase-3 dan menyebabkan terjadi apoptosis.
Proses apoptosis sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Ekspresi gen kaspase-3
yang berlebihan akan menyebabkan terjadi apoptosis yang berlebihan. Bila
terjadi terus menerus akan menyebabkan kerusakan sel selaput amnion yang
strukturnya terdiri dari satu lapis sel, serta mengurangi kerapatan antara masing-
masing sel, sehingga terjadi degradasi matriks ekstraseluler yang memudahkan
terjadinya robek selaput ketuban. Kenaikan aktivitas konstitutif NF-kB terlihat
dalam sel-sel amnion yang berfungsi untuk meningkatkan ekspresi COX-2. Rasio
fosforilasi IKB untuk jumlah protein meningkat dengan lamanya persalinan,
mencerminkan tingginya aktivasi dari jalur NF-kB. Dilatasi serviks, kontraksi
uterus dan ketuban pecah menyebabkan terjadi persalinan premature.

2.1.3 Diagnosis
Gejala awal
 Rasa nyeri/tegang pada perut bawah
 Nyeri pinggang
 Rasa penekanan pada jalan lahir
 Bertambahnya cairan vagina
 Perdarahan/perdarahan bercak/lendir bercampur darah
Gejala definitif :
 Kontraksi uterus yang teratur ( 1 kali atau lebih dalam 10 menit) → kasus :
1-2 kali dalam 10 menit
 Perubahan serviks seperti :
 Pembukaan serviks ≥ 2 cm
 Pendataran

2.1.4 Penatalaksanaan

KONTRAKSI PREMATUR
Kontraksi umur kehamilan USG
Kontraksi uterus KTG
Perubahan serviks

14
Tirah baring
Pemberian obat tokolitik
Pemberian obat pematangan paru

Terapi berhasil Terapi gagal

Pemberian obat tokolitik Persalinan


Diteruskan sesuai dengan
pedoman
1. Konfirmasi umur kehamilan dengan berbagai cara
2. Penilaian kontraksi uterus (lamanya, intensitasnya, frekuensinya dan
pengaruhnya terhadap pembukaan serviks)
3. Pemantauan tanda-tanda vital ibu
4. Pemantauan DJJ
5. USG
6. Tirah baring (lateral kiri atau semi fowler)
7. Pemberian obat-obat tokolitik
Obat tokolitik adalah obat yang mempunyai pengaruh mengurangi,
meemahkan atau menghilangkan kontraksi rahim.
Kontraksi otot rahim bisa dihambat melalui perangsangan reseptor β
adreenergik, misalnya Ritodrin, Terbutalin, Isoksuprine.
Indikasi : mencegah persalinan kurang bulan
Kontra indikasi : solusio plasenta, infeksi intrauterin, febris yang
tidak diketahui sebabnya, penyakit jantung, pertumbuhan janin terhambat,
hipertensi dalam kehalan, penyakit paru-paru, hipertiroid, diabetes mellitus.
Kriteria pemberian obat tokolitik
 Umur kehamilan 24-34 minggu, pemberian tokolitik diluar usia
kehamilan tersebut harus atas izin konsulen
 Minimal terdapat 2 kontraksi dalam 15 menit dengan pemeriksaan CTG
 Adanya pengaruh kontraksi rahim yang jelas terhadap serviks
(pendataran)
 Pembukaan serviks kurang dari 3 cm
 Tidak ada kontraindikasi pemberian obat-obat β adrenergik agonis
Pemeriksaan khusus : urin, GDS, EKG, hematokrit, leukosit, foto toraks,
USG
Jenis obat, dosis dan cara pemberian :
- Salbutamol : diberikan dosis 10 mg dalam larutan NaCl atau RL.
Dimulai dengan infus 10 tetes/menit, bila kontraksi masih ada tingatkan
tetesan infus 10 tetes/menit setiap 30 menit sampai kontraksi berhenti
atau nadi ibu melebihi 120x/menit. Bila kontraksi berhenti, tetesan

15
tersebut dipertahankan sampai jam setelah kontraksi berakhir. Sebagai
dosis jaga diberikan salbutamol per oral 3x4 mg per hari selama 7 hari.
- Isoksuprin : diberikan per infus dengan kecepatan 0,25-0,5
mg/menit (1,5-3 cc/menit) bisa dinaikkan 1 mg/menit. Dua jam setelah
kontraksi menghilang, dilanjutkan dengan pemberian 10 mg/3-6 jam
secara IM selama 12-24 jam kemudian dianjurkan dengan pemberian
10-20 mg tablet setiap 6 jam selama 3 hari.
- Nifedipin : Diberikan dengan dsis 3x20 mg per oral per hari
sampaikontraksi berhenti. Perhatikan tekanan darah untuk mencegah
keadaan hipotensi.
- Terbutalin : 250 μg secara IV dilanjutkan dengan pemberian per
infus 10 μg/menit. Pengobatan dipertahankan sampai 8 jam, kemudian
dilanjutkan dean pemberian subkutan 250 μg setiap jam selama 24 jam.
Pengobatan dilanjutkan secara oral dengan dosis 2,5 μg/4-6 jam.
Pengawasan : selama pemberian pengobatan perlu diawasi ketat
- Keadaan umum
- Nadi
- Pernapasan
- Tekanan darah
- Bunyi jantung janin
- Kontraksi rahim
- Timbulnya tanda-tanda kontraindikasi pemberian, antara lain
dekompensasi kordis atau edema paru

PEMBERIAN OBAT – OBATAN TOKOLITIK

INDIKASI

Evaluasi KONTRA INDIKASI


Pemberian Parenteral/Oral
kembali

Kontraksi menetap Kontraksi menghilang


8. Pemberian obat untuk pematangan paru Lanjutkan pemberian
janin, diberikan pada Per Oral
semua wanita
hamil 24-34 minggu yaitu deksamethason 6 mg tiap 12 jam (IM) sampai 4
dosis atau Betametason 12 mg (IM) sampai 2 dosis dengan interval 24 jam.
9. Pemberian MgSO4 untuk proteksi otak janin, loading dose 4 gram MgSO4
(10 cc MgSO4 40%) dilarutkan dalam 100 cc ringer laktat diberikan selama
15-20 menit. Setelah habis loading dose dilanjutkan dengan dosis rumatan 8
gram dilarutkan dalam 500 cc RL. Tetesan 20 gtt/ menit selama 4 jam

16
2.2 KONDILOMA AKUMINATA / CONDYLOMA ACUMINATA
Kondiloma akuminata merupakan salah satu manifestasi klinis yang
disebabkan oleh infeksi Human Papillomavirus Virus (HPV). Cara penularan
infeksi biasanya melalui hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi
sebelumnya, penularan ke janin atau bayi dari ibu yang telah terinfeksi sebelumnya
dan risiko mengembangkan karsinoma sel skuamosa.
Kondiloma akuminata merupakan salah satu manifestasi klinis yang
disebabkan oleh infeksi Human Papillomavirus Virus (HPV) terutama disebabkan
oleh HPV tipe 6 dan 11. Penyakit ini biasanya asimptomatik dan terdiri dari
papilomatous papula atau nodul pada perineum, genitalia dan anus. Ada dua bentuk
umum Kondiloma Akuminata, yaitu kondiloma akuminata dan gigantea, yang
dikenal sebagai tumor Buschke-Löwenstein.
2.2.1 Gambaran Umum Penyakit
Kondiloma akuminata (kondiloma akuminata, genital warts, kutil kelamin)
atau lebih dikenal dengan istilah penyakit Jengger Ayam, mungkin karena
bentuknya yang mirip jengger ayam pada kondiloma yang luas, adalah kelainan
kulit berbentuk kutil dengan permukaan berlekuk-lekuk mirip jengger ayam yang
disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu.

2.2.2 Etiologi dan Transmisi


Anogenital kutil (juga dikenal sebagai kutil kelamin, kondiloma acuminata,
condylomas) adalah lesi proliferatif jinak yang disebabkan oleh Human Papilloma
Virus (HPV) tipe 6 dan 11. Cara penularan infeksi biasanya melalui hubungan
seksual dengan orang yang telah terinfeksi sebelumnya, penularan ke janin atau
bayi dari ibu yang telah terinfeksi sebelumnya, dan resiko mengembangkan
karsinoma sel skuamosa. HPV dapat menembus sel-sel basal epidermis. Hal ini
dapat mengaktifkan pembentukan protein, meningkatkan sel-sel proliferasi,
penebalan lapisan yang keras sehingga dapat menimbulkan papillomatosa.
2.2.3 Epidemiologi
Saat ini kondiloma akuminata sekarang menjadi penyebab paling utama suatu
penyakit menular seksual bahkan melebihi herpes genital. Kondiloma akuminata
terjadi pada 5,5 juta orang Amerika setiap tahun dan diperkirakan memiliki

17
prevalensi 20 juta. Kondiloma akuminata adalah infeksi anorektal yang paling
umum yang mempengaruhi pria homoseksual. Namun, juga sering terjadi pada pria
biseksual dan heteroseksual dan wanita. Meskipun cara penularan paling umum
melalui hubungan seksual namun penyebab non seksual juga dapat terjadi.

2.2.4 Patofisiologi
Jenis HPV yang sering menyebabkan kondiloma akuminata yaitu tipe 6 dan 11.
HPV ini masuk melalui mikro lesi pada kulit, biasanya pada daerah kelamin dan
melakukan penetrasi pada kulit sehingga menyebabkan abrasi permukaan epitel.
Human Papilloma Virus adalah epiteliotropik; yang sifatnya mempunyai afinitas
tinggi pada sel-sel epitel. Replikasinya tergantung pada adanya diferensiasi epitel
skuamosa. Virus DNA (Deoxyribonucleic Acid) dapat ditemukan pada lapisan
terbawah dari epitel. Pada wanita menyebabkan keputihan dan infeksi
mikroorganisme. Fase laten virus dimulai dengan tidak adanya tanda dan gejala
yang dapat berlangsung sebulan bahkan setahun. Penumpukan nodul merah ini
membentuk gambaran seperti bunga kol. Nodul ini bisa pecah dan terbuka sehingga
terpajan mikroorganisme dan bisa terjadi penularan karena pelepasan virus bersama
epitel.
HPV yang masuk ke epitel dapat menyebabkan respon radang yang
merangsang pelepasan mediator inflamasi yaitu histamin yang dapat menstimulasi
saraf perifer. Stimulasi ini menghantarkan pesan gatal ke otak dan timbul impuls
elektrokimia sepanjang nervus ke dorsal spinal cord kemudian ke thalamus dan
dipersepsikan sebagai rasa gatal di korteks serebri. Pada wanita yang terinfeksi
HPV dapat menyebabkan keputihan dan disertai infeksi mikroorganisme yang
berbau, gatal dan rasa terbakar sehingga tidak nyaman pada saat melakukan
hubungan seksual.

2.2.5 Manifestasi Klinis


Kebanyakan pasien dengan kondiloma akuminata datang dengan keluhan
ringan. Keluhan yang paling sering adalah ada bejolan atau terdapat lesi di perianal.
1. Gejala
Kebanyakan pasien hanya mengeluhkan adanya lesi, yang dinyatakan tanpa
gejala. Jarang terdapat gejala seperti gatal, perdarahan, atau dispaurenia .
2. Tanda-Tanda Fisik

18
Lesi sering ditemukan di daerah yang mengalami trauma selama hubungan
seksual dan mungkin soliter tetapi sering akan ada 5 sampai 15 lesi dari 1-5 mm
diameter. Kutil dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar dan ini lebih sering
terlihat dengan imunosupresi dan diabetes. Pada pria yang tidak disunat, rongga
prepusium (glans penis, sulkus koronal, frenulum) yang paling sering terkena,
sementara pria yang telah di disunat biasanya terdapat di batang penis.
Pada perempuan, lesi dapat terjadi pada labia minora, labia mayora, pubis,
klitoris, orificium uretra, perineum, daerah perianal, anus, introitus, vagina, dan
ectocervix. Kutil anogenital dapat bervariasi secara signifikan dalam warna, dari
merah muda ke salmon merah, putih keabu-abuan sampai coklat (lesi berpigmen).
Kondiloma Akuminata umumnya berupa lesi yang tidak berpigmen. Lesi
berpigmen sebagian besar dapat terlihat pada labia mayora, pubis, selangkang,
perineum, dan daerah perianal.

2.2.6 Diagnosis
Dalam beberapa kasus diagnosis kondiloma akuminata sulit ditetapkan,
karena langka dan memiliki gambaran klinis yang berbeda-beda. Adapun cara
diagnosis yang menjadi poin kunci sebagai berikut:
a. Periksa dengan cahaya yang baik, sebuah lensa yang mungkin berguna untuk
lesi kecil.
b. Pada pria, selalu periksa meatus, dan memiliki ambang yang rendah untuk
memeriksa daerah perianal proktoskopi untuk memeriksa lubang anus. Pada
wanita, selalu memeriksa daerah perianal dan melakukan pemeriksaan
spekulum untuk membedakan serviks atau lesi pada vagina.
c. Biopsi tidak diperlukan untuk kutil anogenital yang khas, biopsi harus selalu
dilakukan jika ada kecurigaan pra-kanker atau kanker, dan dapat berguna
untuk diferensial diagnosis.
d. Tidak semua lesi papular disebabkan oleh HPV. Selalu mempertimbangkan
varian yang normal.

2.2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding kondiloma akuminata adalah :
1. Veruka Vulgaris: Vegetasi yang tidak bertangkai, kering dan berwarna abu-
abu atau sama dengan warna kulit.

19
2. Karsinoma Sel Skuamosa: Vegetasi yang seperti kembang kol. Mudah
berdarah, dan berbau.

2.2.8 Pengobatan
Karena risiko penularan, serta risiko untuk pengembangan karsinoma sel
skuamosa, lesi umumnya harus diobati. Banyak metode pengobatan kondiloma
akuminata tetapi secara umum dapat dibedakan menjadi topikal, dan bedah.
1. Topikal
a. Podophyllin
Podophyllin adalah bahan kimia yang paling terkenal dan paling banyak
tersedia dalam bentuk topikal. Podophyllin memiliki keuntungan menjadi mudah
digunakan dan sangat murah. Konsentrasi dari 5 sampai 50% telah digunakan tanpa
banyak perbedaan dalam keberhasilan. Podophyllin diterapkan langsung ke
kondiloma akuminata dengan hati-hati untuk menghindari kulit normal yang
berdekatan.

b. Bichloracetic Acid atau Trichloracetic Acid


Bichloracetic Acid adalah keratolitik kuat dan telah berhasil digunakan
untuk terapi kondiloma akuminata. Seperti podophyllin, Bichloracetic Acid atau
Trichloracetic Acid murah dan mudah diterapkan.

c. Kemoterapi
Berbagai agen kemoterapi digunakan untuk pengobatan kondiloma telah
diuraikan, termasuk 5-fluorouracil (5-FU) sebagai krim atau asam salisilat,
thiotepa, bleomycin, dinitrochlorobenzene dalam aseton, krim dan idoxuridine.

2. Bedah Terapi
a. Elektrokauter
Elektrokauter adalah cara yang efektif untuk menghancurkan kondiloma
akuminata di anus internal dan eksternal tetapi teknik ini memerlukan anestesi
lokal dan tergantung pada keterampilan operator untuk mengontrol kedalaman dan
lebar kauterisasi tersebut. Mengontrol kedalaman luka penting untuk mencegah
jaringan parut dan luka pada sfingter ani mendasarinya.

b. Terapi Laser
Terapi laser karbon dioksida untuk menghancurkan. Sebuah tingkat
keberhasilan keseluruhan dari 88 sampai 95% telah dilaporkan. Ini mirip dengan

20
elektrokauter, namun ablasi laser memiliki tingkat kekambuhan tinggi dan
menimbulkan nyeri pasca operasi.

c. Eksisi bedah
Eksisi bedah telah lama digunakan untuk mengobati kondiloma akuminata
dengan tingkat keberhasilan tinggi. Kombinasi eksisi dan elektrokauter dianggap
sebagai gold standard untuk pengobatan kondiloma akuminata.

2.2.9 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pasien wanita harus diberitahu tentang skrining sitologi serviks sesuai dengan
pedoman lokal/nasional. Rekomendasi di Inggris adalah bahwa perempuan
dengan kondiloma akuminata harus diskrining sesuai dengan pedoman
standar.
2. Konseling tentang PMS (Penyakit Menular Seksual) dan pencegahan
penularannya.
3. Analisis apakah kondom melindungi terhadap penularan HPV yang lebih
kompleks dengan hasil yang beragam.

2.2.10 Komplikasi
1. Fisik dan Psikoseksual Implikasi
Kondiloma Akuminata sering dianggap sebagai dampak dari gaya hidup
seksual yang buruk. Dapat menimbulkan perasaan cemas, rasa bersalah,
kemarahan, dan kehilangan harga diri, dan membuat kekhawatiran tentang
kesuburan masa depan dan risiko kanker.
2. Pra-Kanker dan Kanker
Pra-Kanker (vulva, dubur, dan penis intra-epitel neoplasia, yaitu VIN
(Vulva Intraepithelial Neoplasia), AIN (Anal Intraepithelial Neoplasia), dan PIN
(Penis Intraepithelial Neoplasia)) atau lesi invasif (vulva, dubur, dan kanker penis)
dapat muncul bersamaan dengan kondiloma akuminata, dan salah didiagnosa
sebagai kondiloma akuminata. Bowenoid papulosis (BP) adalah lesi coklat
kemerahan terkait dengan onkogenik jenis HPV dan merupakan bagian dari
spektrum klinis neoplasia intraepithelial anogenital.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. F Gary Cunningham, Kenneth J Leveno, Steven LBloom, Jhon C Hauth,


Dwight J Rouse, Catherine Y Spong. Obstetri Williams. Edisi 23. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2010
2. Wiknjosastro, Saifuddin, Rachimhadhi (ed.).Iilmu Kebidanan Edisi ke-4
Cetakan ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2010
3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Bandung. Pedoman Diagnosis dan Terapi dan Ginekologi RS.
DR. Hasan sadikin, Bagian Pertama Bandung. 2015
4. Ni nyoman Mestri Agustini, Ni Luh Kadek Alit Arsani. Infeksi Menular
Seksual dan Kehamilan. Seminar nasional FMIPA UNDIKSHA III tahun
2013. Hal 304-310.
5. Bakardzhiev I, Pehlivanov G, Stransky D, Gonevski M. Treatment of
Candylomata Acuminata and Bowenoid Papulosis With CO2 Laser and
Imiquimod. J of IMAB- Annual Procceding (Scientific Papers).
2012;18:246-9.
6. Dias EP, Gouvea ALF, Eyer CC. Condyoma Acuminatum: its
histopathological Pattern. São Paulo Medical Journal. 1997.
7. Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, Ross J. European guideline for the
management of anogenital warts. IUSTI GW Guidelines. 2011:2-11.
8. Chang GJ, Welton M. Human Papilloma Virus, Condylonata Acuminata,
and Anal Naoplasia. Clinic in Colon and Rectal Surgery. 2004., 17(4), p.
221-230.
9. Djuanda A. Penyakit Virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran

22

Anda mungkin juga menyukai