Anda di halaman 1dari 2

PERIODE KLASIK, DOGMATIK, ATAU OBJEKTIVISME

Periode pertama disebut dogmatik karena secara apriori mereka percaya terhadap
kemampuan rasio, tanpa mengadakan pemahaman mendalam terlebih dahulu. Sokrates adalah
pelopor teori estetika, istilah yang digunakan adalah keindahan itu sendiri sebagaimana ditunjukkan
melalui berbagai dialog anatara sokrates dengan hippias. Sokrates menemui kesimpulan, pertama,
ada benda benda yang indah sesuai dengan sifat dan ciri-ciri masing-masing. Kedua, ada gagasan
umum mengenai keindahan, yang menyebabkan benda yang dimaksudkan menjadi indah.

Tesis pertama menunjukkan bahwa keindahan bukanlah sifat khas objek tertentu, baik
makhluk hidup maupun benda-benda mati, baik gadis cantik maupun bidadari. Tesis kedua
menunjukkan bahwa keindahan ada;ah gagasan umum, yang dapat dipindah pindahkan, memiliki
bentuk dan nilai yang berubah uba, sehingga apablia ia ada pada objek tertentu, maka objek
tersebut dapat di katakan indah. Objek itulah yang pada gilirannya berutang pada keindahan sebab
mata mata atas dasar melekatnya keindahanlah maka objek menjadi indah.

Menurut plato, keindahan hendaknya di dahului dengan cinta. Berbeda dengan cintadalam
pengertian pada umumnya. Cinta dalam pengertian plato dilakukan dengan mengosongkan diri
sehingga subjek benar-benar dapat mencintai benda yang indah. Cinta inilah yang kemudian disebut
dengan cinta platonis. Palto membedakan empat macam keindahan, yaitu keindahan jasmani,
keindahan moral, keindahan akal, dan keindahan ilahi atau keindahan mutlak. Tujuan manusian
adalah mencari keindahan yang terakhir ini. Oleh karena itulah, menurut plato keindahan yang ada
di dunia merupakan imitasi, peneladanan, pembayangan, peniruan, mimesis.

Plato menggambarkan sastra pada tataran terendah di antara gagasan dan benda-benda,
sasrawan hanya dapat meniru benda-benda, sedangkan benda-benda itu pun merupakan tiruan dan
gagasan, yang tertinggi. Menurut plato, karya seni bernilai rendah oleh karena karya seni justru
menjauhkan kita dari kenyataan yang sesungguhnya. Lebih dari itu, karya seni bukannya
mengevokasi rasio dan nalar, tetapi nafsu dan emosi.

Aristoteles pada dasarnya menyatakan seni sebagai imitasi alam. Perwujudan seni
merupakan imitasi dari realitas yang ada. Karya seni tidak lahir dari kekosongan, melainkan
menggambarkan suatu realitas sebagaimana dipahami oleh seniman. Tetapi berbeda dengan plato,
yg secara tegas mengatakan bahwa seni lebih rendah dari alam, sebab seni merupakan tiruan alam.
Menurut aristoteles, karya seni berusaha untuk mengatasi alam , sehingga ada dua kemungkinan,
tiruan akan lebih jelek atau sebaliknya menjadi lebih baik.

Berbeda dengan plato, imitasi bagi Aristoteles bernilai positif. Imitasi merupakan naluri
fundamental, imitasi, dan sifat meniru justru merupakan kelebihan manusia dibandingkan dengan
binatang, ,meniru merupakan awal proses belajar. Pada gilirannya menirupun merupakan sumber
kenimatan. Aristoteles akhirnya menyimpulkan bahwa seni merupakan kemampuan produktif yang
justru di pimpin oleh akal. Seni pada gilirannya adalah keselarasan bentuk. Puisi yang indah dengan
bentuk yang selaras, sebagai pernyataan perasaan mendalam seorang penyair. Baik puisi maupun
lagu harus juga disertai dengan tata ruang yang juga harmonis.

Akhirnya keindahan menurut plato brsifat transendental,berada di luar akal, bahkan diatas
subjek dan diatas alam. Menurut Aristoteles justru berada dalam diri manusia. Berbeda dengan
Plato, melalui kualitas estetis., karya seni justru menyucikan diri manusia, sebagai katharsis,
mengangkat manusia dari nafsu yanmg rendah. Dalam proses kreatif, seniman tidak meniru atau
menciptakan kenyataan sebagaimana adanya, melainkan menciptakan dunianya sendiri. Caranya
dengan menghubungkan antara kenyataan dan tiruan sehingga kita selalu terkoinsidensi diantara
kedua faktor. Dalam hubungan inilah diperlukan interpretasi

Anda mungkin juga menyukai