Oleh :
NPM : 16040028
Group : 2G6
PROGRAM STUDI
2018
Daftar Isi
Daftar Isi.......................................................................................................................................1
BAB I.............................................................................................................................................2
PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI BAHAN TEKSTIL PADA PROSES PENCUCIAN DAN
PENGERINGAN.............................................................................................................................2
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA...........................................................................................8
A. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian.......................................................8
B. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan........................................................17
C. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat.........................................................22
BAB III.........................................................................................................................................29
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN....................................................................................................29
Pengujian Daya Serap Kain Tidak Berbulu (Cara Tetes).......................................................29
Pengujian Daya Serap Kain Berbulu (Cara Keranjang).........................................................32
BAB IV.........................................................................................................................................36
PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN............................................................................36
A. Pengujian Tolak Air dan Tahan Air Kain ( Cara Siram).....................................................36
B. Pengujian Tolak Air dan Tahan Air Kain (Alat Uji Bundesmann)......................................41
BAB V..........................................................................................................................................46
PENGUJIAN SIFAT NYALA API DAN TAHAN API KAIN...................................................................46
LAMPIRAN KAIN CONTOH UJI.....................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................60
1
BAB I
2
Pengeringan tetes (dred dry)
Pengeringan tekanan datar
Pengeringan kasa.
III. Alat dan Bahan
Alat :
Mesincuciotomatis (mesin tipe A, mesin tipe B)
Mesin A : pemasukan dari depan
Bahan :
Deterjen tanpa pemutih optic
Detergen AATCC 1993 WOB (66 g)
Detergen ECE non fosfat A (jumlah tidak diatur, ketinggian busa < 3 cm di
akhir pencucian)
Detergen IEC (OB)
Natrium perborat tetrahedrat
Kain pemberat (supaya total kain yang diproses 2 Kg)
Kain rajut 100% polyester
Kain tenun kapas 100% bleached
Kain tenun kapas 50% polyester 50%
Kain uji yang digunakan yaitu hanya kain tenun, kain diukur terlebih
dahulu sesuai dengan panjang yang telah ditentukan, yaitu 50cm x 50cm.
Pada masing-masing kain kemudian di dalamnya ditandai dengan ukuran
35cm x 35cm.
3
IV. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan dan contoh uji kain tenun ukuran 50 x 50
cm dan kain rajut ukuran
2. Dimasukan contoh uji yang telah disiapkan ke dalam mesin cuci
dilakukan selama 30 menit di mesin cuci. Ditambahkan deterjen 1-3
g/l dengan perkiraan ketebalan buih tidak lebih dari 3 cm pada
waktu mesin berputar. Kesadahan air tidak melampaui 5 ppm
(dinyatakan dalam CaCo3).
3. Contoh uji dipindahkan dengan hati-hati (hindari tarikan dan
perubahan bentuk) dan dikeringkan dimesin cuci pengering selama
15 detik
SNI ISO 5077 : 2011
Cara Uji Perubahan Dimensi pada Pencucian dan Pengeringan
4. Dikondisikan contoh uji yang telah selesai dicuci dan dikeringkan
dalam ruang standar.
5. Dilakukan pengukuran kembali jarak-jarak yang ditandai dan
mencatat hasilnya sebagai panjang dan lebar akhir.
6. Penyajian hasil uji
P . akhir−P . awal
Proses perubahan panjang = x 100%
P. awal
Kain Rajut
4
Wale Course
Awal Akhir Awal Akhir
1. 25.35 cm 25 cm 25.35 cm 25.4 cm
2. 25,35 cm 25 cm 25.35 cm 25.45 cm
3. 25.35 cm 25 cm 25.35 cm 25.5 cm
x 25,35 cm 25 cm 25,35 cm 25.48 cm
Perhitungan
Kain Tenun
panjangakhir− panjangawal
Perubahan dimensi = x 100 %
panjangawal
x́ panjangakhir −x́ panjangawal
Perubahan dimensi lusi = x
x́ panjangawal
100 %
31.5−35
= x 100 %
35
= -10 %
x́ panjangakhir −x́ panjangawal
Perubahan dimensi Pakan = x
x́ panjangawal
100 %
345−35
= x 100 %
35
= -1,4 %
Kain Rajut
panjangakhir− panjangawal
Perubahan dimensi = x 100 %
panjangawal
x́ panjangakhir −x́ panjangawal
Perubahan dimensi wale = x
x́ panjangawal
100 %
25.48−25.35
= x 100 %
25.35
= -1.3 %
x́ panjangakhir −x́ panjangawal
Perubahan dimensi Course = x
x́ panjangawal
100 %
25.48−25.35
= x 100 %
25.35
= 0.5 %
VI. Diskusi dan Kesimpulan
Pada Praktikum stabilitas dimensi ini dapat menyebabkan bertambah
panjang (mulur) baik pada pakan atau lusi dan bertambah pendek
(mengekeret) pada bahan. Karena terjadinya mengkeret atau mulur ini
5
menyebabkan suatu pakaian tidak dapat dipakai lagi. Mengkeret pun
merupakan salah satu masalah mutu. Oleh sebab itu pengujian ini sangat
penting dilakukan agar bahan yang akan di jual sesuai dengan SNI yang ada.
Pada praktikum ini adanya perubahan mulur baik pada kain tenun
maupun kain rajut. Dinyatakan mulur jika dalam perhitungan hasilnya
minus. Seperti pada kain tenun arah pakan hasil perubahan dimensinya
yaitu -1.4 % ini menandakan kain tenun arah pakan terjadi mulur atau
terjadinya perubahan dimensi, sedangkan pada kain tenun arah lusi hasil
perhitungan adalah -10 % ini menandakan kain tenun arah lusi tidak terjadi
mulur atau tidak terjadi perubahan dimensi.
Pada kain Rajut arah pakan didapatkan hasil -1.3 %. Ini tandanya
kainrajut arah pakan tdk mengalami perubahan dimensi, sedangkan pada
kain rajut lusi didapatkan hasil 0.5 % ini menandakan bahwa pada kain rajut
arah lusi terjadi perubahan dimensi. Maksimal mengkeret mulur mencapai
3-5%.Pada uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang mengalami
perubahan dimensi pada pengujian ini adalah kain tenun arah pakan dan
kain rajut arah lusi.Pada kedua bahan baik rajut maupun tenun mengalami
mengkeret bahan, hal ini bisa disebabkan karena pada saat heat setting
kurang mengalami penarikan yang maksimal sehingga masih ada yang
mengkeret.
6
BAB II
I.1 Maksud
dari praktikum pengujian ini yaitu elakukan pengujian tahan luntur
warna terhadap pencucian.
I.2 Tujuan
dari praktikum pengujian ini yaitu mampu melakukan pengujian tahan
luntur warna terhadap pencucian.
7
Kondisi pencucian berbeda-beda bergantung suhu yang dikehendaki.
Jenis sabun yang digunakan dalam pencucian ini adalah sabun standard
detergen yang dikeluarkan oleh AATCC atau ECE.
Detergen AATCC :
8
Table Kondisi Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap pencucian
a. Gray Scale
9
Terdiri dari 9 pasangan standar lempeng abu-abu, setiap pasangan
mewakiliperbedaan warna atau kekontrasan warna (shade and strength) sesuai
dengan penilaian tahan luntur dengan angka.
Penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan
dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan
contoh asli terhadap perbedan standar perubahan warna yang digambarkan
oleh Gray Scale, dan dinyatakan dengan rumus beda warna CIE ; I.a.b. yang ada
pada tabel berikut :
Keterangan :
Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 1 yang
berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan
pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan
berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 ± 1 %. Perbedaan warna
sama dengan nol.
Nilai tahan luntur 4-5 sampai dengan 1 ditunjukkan oleh lempeng
pembanding yang identik dan yang digunakan untuk tingkat 5,
berpasangan dengan lempeng abu-abu netral yang sama tetapi lebih
muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan 1
adalah tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti
tabel diatas.
b. Staining Scale
10
Terdiri dari 1 pasangan lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng
abu-abu dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan atau kekontrasan
warna (shade and strength) sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka.
Staining Scale digunakan untuk mengevaluasi penodaan pada kain putih pada
pengujian tahan luntur warna. Spesifikasi kalorimetrik yang tepat dari Staining
Scale diberikan sebagai nilai yang tetap untuk membandingkan terhadap
standar-standar yang mungkin telah berubah.
Penilaian penodaan warna pada kain putih didalam pengujian tahan
luntur warna dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain
putih yang dinodai dan kain putih yang tidak dinodai, terhadap perbedaan
yang digambarkan oleh Staining Scale, dan dinyatakan dengan Nilai
Kekhromatikan Adam seperti pada Gray Scale, hanya besar perbedaan
warnanya berbeda, yaitu :
Nilai Kekhromatikan Adam
Keterangan :
Penilaian tahan luntur warna dan perbedaan warna yang sesuai dengan
rumus beda warna CIE ; I.a.b. pada lajur pertama dan kedua tabel diatas.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang
identik yang diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak
kurang dari 85%, perbedaan warna sama dengan nol.
Nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih
pembanding yang identik dengan yang digunakan untuk nilai 5,
berpasangan dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu
netral. Perbedaan secara visual dari pasangan nilai 4, 3. 2, dan 1 adalah
tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti tabel
diatas.
11
Penilaian hasil uji untuk Staining Scale dan Grey Scale sesuai dengan tabel
berikut.
Alat:
12
Tabel Pasangan Kain Pelapis Tunggal
Catatan :
- Jenis kain pelapis pertama adalah kain sejenis dengan jenis serat
contoh uji.
- Untuk kain contoh uji yang terbuat dari serat campuran, kain
pelapis pertama dipakai kain pelapis tunggal yang sejenis dengan
jenis serat dominan, dan kain pelapis kedua adalah kain dengan
serat dominan kedua.
Sabun tanpa pemutih optik seperti sabun estándar AATCC atau
sabun ECE.
Grey Scale dan Staining Scale.
Air suling.
Larutan 0,2 g/l asam asetat glasial.
Bahan:
Letakkan contoh uji diantara kain pelapis, kemudian jahit salah satu
kain terpendek.
13
IV. Cara Kerja
Untuk pengujian D2S dan E2S, masukkan contoh uji kedalam tabung baja
tahan karat yang berisi larutan pencuci pada suhu kira-kira 60 0C, tutup
tabung dan naikkan suhu larutan sampai suhu pengujian yang disyaratkan
selama waktu tidak lebih dari 10 menit. Perhitungan waktu pencucian
tepat dimulai pada saat tabung ditutup. Jalankan mesin selama waktu
sesuai dengan kondisi pengujian.
Keluarkan contoh uji dan bilas dua kali dengan 100 ml air suling selama 1
menit pada suhu 40 0C.
Bilas dengan 100 ml larutan 0,2 g/l asam asetat glasila selama 1 menit
pada suhu 30 0C kemudian bilas dengan 100 ml air suling selama 1 menit
pada suhu 30 0C kemudian peras.
14
Keringkan contoh uji dengan cara digantung pada suhu tidak lebih dari 60
0
C. Jaga agar kain pelapis tidak kontak dengan contoh uji kecuali bagian
jahitan.
Penilaian.
Data I Data II
Staining Scale Staining Scale
Grey Scale Grey Scale
Poliester Kapas Poliester Kapas
3/4 5 3/4 3/4 4/5 4
VI. Diskusi dan Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh yaitu padadata
pertama didapat nilai Grey Scale yaitu 4 dan Staining Scale untuk poliester 4
serta kapas 4/5 lalu pada data kedua Grey Scale yaitu 4 dan Staining Scale
untuk poliester 4 serta kapas 4/5.Pada perubahan warna kain contoh uji,
kedua data memiliki nilai 4 yaitu baik, hal tersebut menunjukkan jika hanya
terdapat sedikit kekontrasan antara contoh uji asli dengan contoh yang telah
diuji.Terjadinya pelunturan dapat disebabkan oleh zat warna yang ada pada
kain, jenis bahan pada kain yaitu kapas, maka zat warna yang dapat digunakan
adalah zat warna pada bahan tersebut namun memilki tahan luntur yang
kurang baik misalnya zat warna direk. Selain itu terdapat nilai kedua data
penodaan pada kapas pelapis yaitu 4/5 yang evaluasinya baik, hal tersebut
merupakan pelunturan dari kain contoh uji yang menempel pada kapas
pelapis karena kedua bahan sama. Sementara nilai penodaan poliester pelapis
keduanya adalah4 yang evaluasinya baik, kemungkinan karena struktur
poliester yang rapat dan bersifat hidrofob sehingga zat warna tidak dapat
menempel. Dari penilaian, dapat dikatakan kain contoh uji dapat digunakan
sebagai tekstil sehari-hari seperti pakaian.
Pengamatan yang dilakukan menggunakan cahaya Daylightkarena lebih
umum untuk digunakan sama seperti cahaya di siang hari. Pengamatan
dilakukan 3-5 orang untuk jadi pembanding pengamatan tiap orang, karena
pengamatan bersifat subjektif.
Penilaian secara visual setiap orang ada yang berbeda, oleh karena itu
untuk mendapatkan nilai yang akurat perlu beberapa penguji yang nantinya
15
hasil tersebut diambil rata-ratanya.Karena hasil pengujian dievalusi
berdasarkan cara visual, maka hal – hal yang harus diperhatikan adalah:
- Pengaturan cahaya, tempat dilakukan proses pembandingan contoh uji
dengan standar. Penerangan ditempat evaluasi tersebut harus sama (uniform)
dan tetap dimana kekuatan cahayanya menyerupai sinar matahari. Juga
cahaya yang digunakan harus membaur (tidak mempunyai bayangan).
- Kondisi ruangan sedemikian rupa, sehingga mempunyai warna yang
netral.
- Posisi pandangan mata dengan contoh uji yang sedang dibandingkan
tidak mengakibatkan terjadinya suatu pantulan cahaya
I.1 Maksud
Dari praktikum pengujian ini yaitu melakukan pengujian tahan luntur warna
terhadap gosokan.
I.2 Tujuan
Dari praktikum pengujian ini yaitu mampu melakukan pengujian tahan
luntur warna terhadap gosokan.
16
Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya
perubahan warna asli sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup
berubah, dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan
membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar
perubahan warna. Standar yang telah dikenal adalah standar yang dibuat oleh
Society of Dyes and Colorist (SDC) di Inggris dan oleh American Assotiation of
Textile Chemist and Colorist (AATCC) di Amerika Serikat, yaitu berupa Gray
Scale untuk perubahan warna karenakelunturan warna, dan Staining Scale
untuk perubahan warna karena penodaan pada kain putih. Standar Gray Scale
dan Staining Scale digunakan untuk menilai perubahan yang terjadi pada
pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, setrika,
khlor, sinar matahari, zat-zat kimia, air, airlaut, dan sebagainya.
Gray Scale
Terdiri dari 9 pasangan standar lempeng abu-abu, setiap pasangan
mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna (shade and strength)
sesuai dengan penilaian tahan luntur dengan angka.
Penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan
dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan
contoh asli terhadap perbedan standar perubahan warna yang
digambarkan oleh Gray Scale, dan dinyatakan dengan rumus beda warna
CIE ; I.a.b. yang ada pada tabel berikut :
Keterangan :
- Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 1 yang
berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan
pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan
17
berdampingan berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 ± 1 %.
Perbedaan warna sama dengan nol.
- Nilai tahan luntur 4-5 sampai dengan 1 ditunjukkan oleh lempeng
pembanding yang identik dan yang digunakan untuk tingkat 5,
berpasangan dengan lempeng abu-abu netral yang sama tetapi lebih
muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan
1 adalah tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan
seperti tabel diatas.
Staining Scale
Terdiri dari 1 pasangan lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-
abu dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan atau kekontrasan
warna (shade and strength) sesuai dengan penilaian penodaan dengan
angka.
Staining Scale digunakan untuk mengevaluasi penodaan pada kain putih
pada pengujian tahan luntur warna. Spesifikasi kalorimetrik yang tepat dari
Staining Scale diberikan sebagai nilai yang tetap untuk membandingkan
terhadap standar-standar yang mungkin telah berubah.
Penilaian penodaan warna pada kain putih didalam pengujian tahan luntur
warna dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih
yang dinodai dan kain putih yang tidak dinodai, terhadap perbedaan yang
digambarkan oleh Staining Scale, dan dinyatakan dengan Nilai
Kekhromatikan Adam seperti pada Gray Scale, hanya besar perbedaan
warnanya berbeda, yaitu :
18
Keterangan :
- Penilaian tahan luntur warna dan perbedaan warna yang sesuai dengan
rumus beda warna CIE ; I.a.b. pada lajur pertama dan kedua tabel diatas.
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik
yang diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari
85%, perbedaan warna sama dengan nol.
- Nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih
pembanding yang identik dengan yang digunakan untuk nilai 5,
berpasangan dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral.
Perbedaan secara visual dari pasangan nilai 4, 3. 2, dan 1 adalah tingkat
geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti tabel diatas.
Penilaian hasil uji untuk Staining Scale dan Grey Scale sesuai dengan tabel
berikut.
Alat:
Staining Scale.
Air suling.
Kain kapas dengan konstruksi 100 x 96/inchi dan berat 135,3 g/m 2
yang telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan,
dipotong dengan ukuran 5 cm x 5 cm.
19
Bahan:
Gosokan Kering
a. Letakkan contoh uji rata diatas alat penguji dengan sisi yang panjang
searah dengan arah gosokan.
b. Bungkus jari crockmeter dengan kain putih kering dengan
anyamannya miring terhadap arah gosokan.
c. Gosokkan 10 kali maju mundur (20 kali gosokan) dengan memutar
alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran per detik. Kain
putih diambil dan dievaluasi.
d. Bandingkan kain penggosok dengan Staining Scale.
Gosokan Basah
a. Kain putih dibasahi dengan air suling, kemudian diperas diantara
kertas saring, sehingga kadar air dalamkain menjadi 65 ± 5 %
terhadap berat kain contoh uji.
b. Kerjakan seperti pada cara gosokan kering secepat mungkin untuk
menghindarkan penguapan. Kain putih dikeringkan diudara sebelum
dievaluasi.
c. Bandingkan kain penggosok dengan Staining Scale.
Data I Data II
Gosok Basah Gosok Kering Gosok Basah Gosok Kering
4 4/5 3/4 4
3/4 4/5 4 4/5
VI. Diskusi
20
Dari praktikum yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh yaitu nilai
Staining Scale pada data pertama dan kedua untuk gosok basah adalah ¾ & 4
dan gosok kering 4/5. Nilai Grey Scalepada data pertama dan kedua untuk
gosok basah adalah 4 & 4/5 dan gosok kering 4/5.Hal tersebut menunjukkan
adanya zat warna dari bahan tidak luntur dan tidak mengenai kapas
penggosok.Untuk gosokan basah dan kering evaluasinya baik.
Adanya zat warna yang luntur lebih banyak jika digosok basah mungkin
dikarenakan zat warna yang digunakan memiliki ketahanan luntur yang kurang
baik seperti pada direk.Kemudian faktor air yang membasahi bahan sehingga
membantu pelunturan warna lebih banyak. Hal lain yang mungkin terjadi
adalah proses pencucian yang kurang sempurna pada bahan sehingga zat
warna yang tidak berikatan dengan serat, masih menempel dan membuat
warnanya luntur.
I.1 Maksud
Dari praktikum pengujian ini yaitu melakukan pengujian tahan luntur warna
terhadap keringat asam dan basa.
I.2 Tujuan
Dari praktikum pengujian ini yaitu mampu melakukan pengujian tahan
luntur warna terhadap keringat asam dan basa .
Cara ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna dari segala
macam dan bentuk bahan tekstil berwarna terhadap keringat. Contoh-contoh
uji yang terpisah dari bahan tekstil berwarna direndam dalam larutan keringat
buatan bersifat asam dan basa, kemudian diberikan tekanan mekanik tertentu
dan dikeringkan perlahan-lahan pada suhu yang naik sedikit demi sedikit.
21
Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya
perubahan warna asli sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan,
cukup berubah, dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan
dengan membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu
standar perubahan warna. Standar yang telah dikenal adalah standar yang
dibuat oleh Society of Dyes and Colorist (SDC) di Inggris dan oleh American
Assotiation of Textile Chemist and Colorist (AATCC) di Amerika Serikat, yaitu
berupa Gray Scale untuk perubahan warna karenakelunturan warna, dan
Staining Scale untuk perubahan warna karena penodaan pada kain putih.
Standar Gray Scale dan Staining Scale digunakan untuk menilai perubahan
yang terjadi pada pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian,
keringat, gosokan, setrika, khlor, sinar matahari, zat-zat kimia, air, airlaut, dan
sebagainya.
Gray Scale
Terdiri dari 9 pasangan standar lempeng abu-abu, setiap pasangan
mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna (shade and strength)
sesuai dengan penilaian tahan luntur dengan angka.
Penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai,
dilakukan dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah
diuji dengan contoh asli terhadap perbedan standar perubahan warna
yang digambarkan oleh Gray Scale, dan dinyatakan dengan rumus beda
warna CIE ; I.a.b. yang ada pada tabel berikut :
Keterangan :
Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 1 yang
berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan
pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan
22
berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 ± 1 %. Perbedaan warna
sama dengan nol.
Nilai tahan luntur 4-5 sampai dengan 1 ditunjukkan oleh lempeng
pembanding yang identik dan yang digunakan untuk tingkat 5,
berpasangan dengan lempeng abu-abu netral yang sama tetapi lebih
muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4, 3, 2, dan 1
adalah tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti
tabel diatas.
Staining Scale
Terdiri dari 1 pasangan lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-
abu dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan atau kekontrasan warna
(shade and strength) sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka.
Staining Scale digunakan untuk mengevaluasi penodaan pada kain putih
pada pengujian tahan luntur warna. Spesifikasi kalorimetrik yang tepat dari
Staining Scale diberikan sebagai nilai yang tetap untuk membandingkan
terhadap standar-standar yang mungkin telah berubah.
Penilaian penodaan warna pada kain putih didalam pengujian tahan luntur
warna dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih
yang dinodai dan kain putih yang tidak dinodai, terhadap perbedaan yang
digambarkan oleh Staining Scale, dan dinyatakan dengan Nilai Kekhromatikan
Adam seperti pada Gray Scale, hanya besar perbedaan warnanya berbeda, yaitu
:
Keterangan :
Penilaian tahan luntur warna dan perbedaan warna yang sesuai dengan
rumus beda warna CIE ; I.a.b. pada lajur pertama dan kedua tabel diatas.
23
Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang
identik yang diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak
kurang dari 85%, perbedaan warna sama dengan nol.
Nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih
pembanding yang identik dengan yang digunakan untuk nilai 5,
berpasangan dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu
netral. Perbedaan secara visual dari pasangan nilai 4, 3. 2, dan 1 adalah
tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti tabel
diatas.
Penilaian hasil uji untuk Staining Scale dan Grey Scale sesuai dengan tabel
berikut.
Alat:
24
Lempeng-lempeng kaca atau plastik
Bahan:
Dua helai kain putih dimana sehelai dari serat yang sejenis dengan
vahan yang diuji, sedangkan yang sehelai lagi dari serat pasangan
seperti dibawah ini :
25
- Natrium khlorida (NaCl)
=5g
- Disodium hidrogen orto-fosfat dihidrat (Na2HPO4.2H2O)
= 2,5 g
- Histidin monohidrokhlorida monohidrat
= 0,5 g
- pH
=8
- larutan dibuat pH 8 dengan penambahan larutan Natrium
hidroksida 0,1 N
Bahan:
- Rendam dan aduk-aduk contoh uji dalam larutan, biarkan 15-30 menit untuk
mendapatkan pembasahan sempurna. Apabila kain sukar dibasahi, contoh uji
direndam, diperas dengan mangel, direndam lagi, diperas lagi demikian
dilakukan berulang-ulang, sampai mendapatkan pembasahan yang sempurna.
- Peras contoh uji, sehingga beratnya menjadi 2,25-3 kali berat semula. Untuk
contoh-contoh uji yang sama, kadar larutan dalam contoh uji setelah
pemerasan harus sama, karena derajat penodaan bertambah dengan beratnya
kadar larutan yang tertinggi dalam contoh uji.
- Letakkan contoh uji diantara 2 lempeng kaca atau plastik Perspirator Tester,
kemudian seluruh lempeng kaca dan contoh uji dipasang pada Perspiration
Tester dan diberi tekanan 10 pound (60 g/cm 2), dan diukur sedemikian sehingga
tekanan pada contoh uji tetap.
26
- Masukkan contoh uji yang telah diberi tekanan tersebut kedalam oven dalam
kedudukan contoh uji vertical pada suhu 38 ± 1 0C, selama paling sedikit 6 jam.
apabila setelah 6 jam contoh uji belum kering, maka contoh uji tersebut
dilepaskan dari Perspiration Tester, kemudian dikeringkan diudara pada suhu
tidak lebih dari 60 0C. Agar lebih mudahnya contoh uji tersebut dapat dikerjakan
semalam selama 16 jam. Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa setelah 6
jam tidak terjadi lagi perubahan warna atau penodaan.
Asam
Data I Data II
Staining Scale Staining Scale
Grey Scale Grey Scale
Poliester Kapas Poliester Kapas
4/5 4 3/4 4/5 4 4
Basa
Data I Data II
Staining Scale Staining Scale
Grey Scale Grey Scale
Poliester Kapas Poliester Kapas
3/4 3 4/5 3/4 3/4 4
27
VI. Diskusi
BAB III
I.1 Maksud
28
Mampu melakukan pengujian daya serap tidak berbulu.
I.2 Tujuan
Daya serap kain merupakan salah satu diantara beberapa faktor yang
menentukan kesesuaian kain untuk keperluan tertentu. Sifat ini juga
pengting untuk kain yang akan dicelup, karena ketuaan dan kerataan hasil
pencelupan bergantung pada daya serap.
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus, tetapi
untuk keperluan tertentu, seperti handuk yang mempunyai permukaan
berbulu, baik bulu yang dipotong atau yang masih berbentuk lengkungan.
Perbedaan permukaan tersebut memerlukan cara pengujian daya serap
yang berbeda pula.
Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan
meneteskan setetes air dari ketinggian tertentu ke permukaan contoh uji
yang ditegangkan. Cara tersebut dikenal dengan nama cara tetes. Waktu
menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air, diukur dan dicatat
sebagai waktu pembasahan.
Untuk kain berbulu seperti handuk, cara ini tidak dapat digunakan
karena tetesan air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-bulu tersebut.
Untuk kain berbulu, prinsip pengujiannya dilakukan dengan menjatuhkan
kain contoh uji dari ketinggian tertentu kepermukaan air. Cara tersebut
dikenal dengan nama cara keranjang. Waktu yang diperlukan oleh kain
contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah.
Kapasitas serat kain dihitung dari selisih berat basah kain contoh uji setelah
tenggelam dikurangi berat kering kain contoh uji dibandingkan berat kain
contoh uji kering dinyatakan dalam persen.
29
III. Alat dan Bahan
30
8) Dilakukan pengujian pada tiga tempat yang berbeda.
9) Dicatat waktu daya serap contoh uji.
V. Data Percobaan dan Perhitungan
Daya serap kain merupakan salah satu diantara beberapa faktor yang
menentukan kesesuaian kain untuk keperluan tertentu. Sifat ini juga
31
pengting untuk kain yang akan dicelup, karena ketuaan dan kerataan hasil
pencelupan bergantung pada daya serap.
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus, tetapi
untuk keperluan tertentu, seperti handuk yang mempunyai permukaan
berbulu, baik bulu yang dipotong atau yang masih berbentuk lengkungan.
Perbedaan permukaan tersebut memerlukan cara pengujian daya serap
yang berbeda pula.
Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan
meneteskan setetes air dari ketinggian tertentu ke permukaan contoh uji
yang ditegangkan. Cara tersebut dikenal dengan nama cara tetes. Waktu
menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air, diukur dan dicatat
sebagai waktu pembasahan.
Untuk kain berbulu seperti handuk, cara ini tidak dapat digunakan
karena tetesan air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-bulu tersebut.
Untuk kain berbulu, prinsip pengujiannya dilakukan dengan menjatuhkan
kain contoh uji dari ketinggian tertentu kepermukaan air. Cara tersebut
dikenal dengan nama cara keranjang. Waktu yang diperlukan oleh kain
contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah.
Kapasitas serat kain dihitung dari selisih berat basah kain contoh uji setelah
tenggelam dikurangi berat kering kain contoh uji dibandingkan berat kain
contoh uji kering dinyatakan dalam persen.
32
6) Tang.
7) Contoh uji kain handuk.
8) Contoh uji sebanyak dua buah, dipotong miring 45°, lebar 7,5 cm
(panjang tidak ditentukan) sampai berat kain 5 gram.
Persiapan contoh uji
Kain dikondisikan dalam ruangan dengan kondisi standar pengujian.
Contoh uji dipotong diagonal terhadap arah lusi dan pakan, berbentuk
pita dengan lebar 7,5 mm dan panjang sedemikian hingga berat contoh
uji lima gram.
IV. Cara Kerja
Keterangan I II
Berat Kering 40.49 gr 41.02 gr
Berat basah 69.51 gr 63.59 gr
Berat contoh uji 5,00 gr 5,00 gr
Berat bejana 35,53 gr 35,53 gr
Berat keranjang 3 gr 3 gr
Perhitungan
33
Berat basah−berat kering
% Daya serap= x 100%
CV
Berat basah−berat kering
% Daya Serap I = x 100%
CV
69.51−40.49
= x 100%
5
= 580.4 %
Berat basah−berat kering
% Daya Serap II = x 100%
CV
69.59−41.02
= x 100%
5
= 571.4 %
VI. Diskusi dan Kesimpulan
Praktikum pengujian daya serap air ini diperlukan, karena daya serap
kain merupakan salah satu faktor yang menentukan kesesuaian kain
untuk keperluan tertentu seperti contohnya pada kain handuk yang
sangat memerlukan kemampuan daya serap air yang tinggi. Pada
praktikum ini di dapatkan presentase daya serap kain pertama yaitu
580.4% dan presentase daya serap kain kedua yaitu 571.4 % Standar
pengujian yang digunakan adalah SNI 08 – 0279 – 1989. Dengan standar
yang sesuai yaitu daya serapnya mencapai 500% keatas. Sedangkan yang
diperoleh memiliki presentase 571.4% dan 580.4% presentase di atas
standar pengujian ini menunjukkan bahwa hasil yang di dapat melebihi
dari standar yang ada. Dapat disimpulkan bahwa daya serap kain handuk
ini baik karena presentase standar yang dibutuhkan tercapai,oleh karena
itu kain handuk nyaman dipakai karena daya serapnya baik. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada pengujian ini adalah ketepatan dalam
mempersiapkan contoh uji yaitu berat dan ketelitian dalam menimbang
selain itu ketepatan dalam menghitung waktupun sangat berpengaruh.
34
BAB IV
Daya serap kain merupakan salah satu diantara beberapa faktor yang
menentukan kesesuaian kain untuk keperluan tertentu. Sifat ini juga
35
penting untuk kain yang akan dicelup, karena ketuaan dan kerataan hasil
pencelupan bergantung pada daya serap.
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus, tetapi
untuk keperluan tertentu, seperti handuk yang mempunyai permukaan
berbulu, baik bulu yang dipotong atau yang masih berbentuk lengkungan.
Perbedaan permukaan tersebut memerlukan cara pengujian daya serap
yang berbeda pula.
Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan
meneteskan setetes air dari ketinggian tertentu ke permukaan contoh uji
yang ditegangkan. Cara tersebut dikenal dengan nama cara tetes. Waktu
menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air, diukur dan dicatat
sebagai waktu pembasahan.
Untuk kain berbulu seperti handuk, cara ini tidak dapat digunakan
karena tetesan air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-bulu tersebut.
Untuk kain berbulu, prinsip pengujiannya dilakukan dengan menjatuhkan
kain contoh uji dari ketinggian tertentu kepermukaan air. Cara tersebut
dikenal dengan nama cara keranjang. Waktu yang diperlukan oleh kain
contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah.
Kapasitas serat kain dihitung dari selisih berat basah kain contoh uji setelah
tenggelam dikurangi berat kering kain contoh uji dibandingkan berat kain
contoh uji kering dinyatakan dalam persen. Untuk pakaian biasa diperlukan
sifat tahan air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air.
1. Proses tahan air (water-proof)
Merupakan proses untuk melapisi kain dengan lemak, wax atau
karet untuk mencegah menyerapnya air kedalam kain. Penambahan zat
anti air dapat dilakukan dengan melapisi permukaan kain secara
mekanis atau juga dapat secara reaksi antara serat dan zat
penyempurnaan. Sifat khusus dari kain anti air adalah daya tembus
udara yang rendah.
2. Daya tolak air (water – repellant)
36
Merupakan sifat kain untuk tidak menyebarkan butiran air
keseluruh permukaan kain. Karena kain yang anti air biasanya tidak
tembus udara, maka sifatnya menjadi kurang nyaman dipakai sebagai
bahan pakaian.
2.2. StandarNilaiUjiSiram
5. 90 (ISO 4) = Tidak ada pembasahan tetapi ada tetesan kecil yang menempel
pada permukaan yang disiram.
6. 100 (ISO 5) = Tidak ada pembasahan dan tidak ada penempelan tetesan kecil
pada permukaan yang disiram.
37
Kg 13
2 Kekuatansobek N 10
Minimum
Kg 1,02
3 Ketahananselipbenangpadajahitanbu N 67
Minimum
kaan 6 mm Kg 6,83
4 Tahan air (ujisiram) - 80 Minimum
5 Tolak air (alatjenisBundesman)
5.1 Penyerapan % 30
Maksimum
5.2 Perembesan ml 15
6 Ketahananlunturwarnaterhadap:
6.1 air
6.1.1 Perubahan warna1) - 4 Minimum
6.2 Gosokan
6.2.1 Kering2) - 4
Minimum
6.2.2 Basah2) - 3
6.3 Sinar3) - 4 Minimum
7 Perubahandimensi % 3 Minimum
Keterangan:
1)
Skalaabu - abu
2)
Skalapenodaan
3)
Standarwolbiru
Sumber: SNI 1517:2008
Contoh uji dinyatakan memenuhi standar apabila semua hasil pengujian
memenuhi persyaratan mutu seperti tercantum.
1. AATCC spray tester terdiri dari corong gelas diameter 150 mm, yang
ujungnya dipasang penyemprot diameter 32 mm, dengan 19 lubang-
lubang diameter 0,86 mm, yang diatur melingkar. Satu lubang di titik
pusat penyemprot, enam lubang melingkar ditengah dan 12 lubang
melingkar di luarnya. Penyemprot dipasang di atas penyangga contoh
uji sehingga jarak ujung penyemprot dari permukaan contoh uji 150
mm. Penyangga contoh uji membentuk sudut 45o dengan bidang
datar
38
2. Simpai bordir diameter 150 mm.
3. Kain Parasut
1. Pasang contoh uji pada simpai bordir sehingga tidak terdapat lagi
kerutan-kerutan pada kain.
2. Letakkan simpai beserta contoh uji pada penyangga contoh uji
sedemikian sehingga titik tengah penyemprot tepat di atas titik tengah
simpai.
3. Untuk kain – kain keper, gabardin, atau kain sejenis yang mempunyai
pola rusuk – rusuk. Letakkan simpai sedemikian sehingga rusuk – rusuk
miring terhadap aliran air di permukaan kain.
4. Dituangkan 250 mL air suling, suhu 27 ± 1 oC ke dalam corong
penyemprot dan biarkan air menyemprot contoh uji selama 25-30
detik. Waktu menuang air gelas piala jangan menyentuh corong.
5. Ambil simpai dengan memegangnya pada satu sisi dan ketukkan sisi
lain pada benda keras dengan permukaan kain menghadap ke bawah
dua kali. Putar simpai 180o dan ketukkan sekali pada sisi yang semula
dipegang.
6. Ulangi pekerjaan tersebut untuk 2 contoh uji
39
dengan standar AATCC atau ISO. Pada pengujian ini diperoleh hasil rata-rata
ISO 3 yang bernilai 80. Pada teori dasar dijelaskan bahwa standar ISO 3
pembasahan pada sebagian permukaan atas. Ini sudah dijelaskan pada
standar SNI ISO 4920:2010. Dapat disimpulkan bahwa ISO 80 ini sudah
memenuhi standar untuk pembuatan jas hujan.
40
Menurut Baxser dan Cassie, kekuatan tetesan air hujan dari alat jenis
Bundesmann adalah 5,8 kali tembusan awan; 91 kali kekuatan tetesan hujan
lewat; 480 kali kekuatan tetesan hujan biasa dan 21.000 kali kekuatan hujan
ringan.Pada pengujian ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, sebagai
penunjang percobaan, ada pun alat – alat tersebut adalah:
a. Pengukuran kecepatan aliran. Apabila alat ini dipergunakan disarankan
untuk mengukur kecepatan aliran air hujan sekurang – kurangnya sekali
dalam 1 jam.
b. Penyaringan air. Pembentukan tetesan air hujan bergantung pada aliran air
melalui lubang – lubang kecil yang mungkin dapat tersumbat oleh kotoran –
kotoran. Disarankan untuk mempergunakan penyaring ulang terdiri dari
porselin atau lilin kieselguhr dengan keporian yang sesuai.
c. Pengendalian suhu air, untuk melakukan hal ini dapat digunakan pemanas
air yang suhunya dapat dikendalikan.
d. Pengendalian pH air.
Penghilangan kebasaan dapat dilakukan dengan melewatkan air yang
dipergunakan melalui lapisan resin penukar biasa.
Air dapat menembus kain melalui tiga cara, yaitu:
Oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain
Oleh tekanan air menekannya melalui rongga-rongga pada kain
Oleh kombinasi kedua cara tersebut di atas.
Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga dianatara
benang-benang kain masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi
kain. Hal ini terjadi pada kain kanvas dari kapas yang ditenun sangat rapat.
Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat yang diberi proses kimia sehingga
tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan menggelincir dipermukaan kain
tanpa menembusnya, tetapi jika air berkumpul dipermukaan kain dengan
ketebalan tertentu atau menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air
akan menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Agar kain benar-
benar tidak menembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak
41
tembus air, misalnya untuk jas hujan, kain dilapisi karet atau untuk terpal
dilapisi sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat tidak tembus
udara, sehingga tidak nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperluksn sifat
tahan air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air. Walaupun
terdapat hubungan antara tolak air dan tahan air untuk tujuan masing-
masing diperlukan pengujian yang berbeda, yaitu uji siram untuk menilai
tolak air. Uji hujan untuk menilai tahan air dan uji tekanan hidrostatik untuk
menilai kedap air
42
dipasang pada alat, tutup penahan siraman air masih tertutup dan
kran air dibuka.Jalankan
motor pemutar tabung contoh uji, buka tutup penahan siraman air
selama 1 menit, kemudian ditutup kembali. Dengan membuka kran
pada tabung pemegang contoh uji, ukur jumlah air yang tertampung
pada masing-masing pemegang contoh uji dengan gelas ukur sampai
milliliter terdekat. Ulangi pekerjaan tersebut dengan mengatur kran
tekanan air sehingga jumlah air yang tertampung dalam tabung
pemegang contoh uji 100 mL/menit/tabung.
b. Masing-masing kain contoh uji ditimbang yang telah dikondisikan
dalam ruangan standar pengujian sampai milligram terdekat.
c. Setelah air dalam masing-masing tabung pemegang contoh uji
dikeluarkan, ditutup kembali kran pada tabung tersebut. Pasang
contoh uji pada tabung pemegang contoh uji sehingga tidak
terdapat kerutan-kerutan pada permukaan contoh uji.
d. Tutup penahan siraman air masih tertutup, pasang rangkaian
pemegang contoh uji dengan contoh ujinya pada alat.
e. Jalankan motor pemutar rangkaian tabung pemegang contoh uji,
kemudian buka tutup penahan siraman air, sehingga air
menyirami contoh uji yang berputar selama 10 menit dan tutup
kembali.
f. Matikan motor, ambil rangkaian pemegang contoh ujitetesan air
pada permukaan contoh uji. Timbang berat contoh uji tersebut
sampai milligram terdekat.
g. Dengan membuka kran pada tabung pemegang contoh uji, ukur
jumlah air yang tertampung pada masing-masing pemegang
contoh uji denga gelas ukur sampai milliliter terdetat. Jumlah air
yang tertampung tersebut adalah jumlah air yang menembus
contoh uji selama 10 menit.
V. Data percobaan dan Perhitungan
43
Berat basah−berat kering
% Penyerapan = x 100%
Berat Kering
6,57−5.59
= x 100%
5.59
= 17.5%
VI. Diskusi dan Kesimpulan.
44
BAB V
I.1 Maksud
I.2 Tujuan
Pengujian ini dimaksudkan untuk pengukuran tahan api kain apabila api
dikenakan pada salah satu ujungnya selama waktu tertentu. Adapun yaang
dimaksud dengan tahan api adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan
atau tidak meneruskan nyala api. Waktu nyala adalah lama contoh uji
meneruskan nyala sejak nyala pembakar diambil atau dipadamkan, dinyatakan
dalam sekon. Sedangkan yang dimaksud dengan waktu bara yaitu lama contoh
uji tetap membara sejak nyala api pada kain padam, dinyatakan dalam sekon.
Panjang arang adalah jarak dari ujung contoh uji yang dikenai api sampai ujung
atas daerah terbakar atau mengarang, yang dapat disobek oleh beban tertentu,
dinyatakan dalam centimeter.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan tahan nyala api antara lain
adalah:
45
c. Nilai tahan api adalah waktu yang diperlukan untuk meneuskan nyala
api sepanjang 100 inci kain ke arah vertikal.
d. Tahan nyla api, yakni kain yang mempunyai nilai tahan api di atas 150.
e. Bahan asli anti nyala api, bahan yang sudah bersifat tahan nyala api
meskipun tidak diberi proses penyempurnaan anti nyala api.
f. Bahan anti nyala api permanen, adalah kain yang tetap tahan nyala api,
setelah proses pencucuian berulang.
g. Bahan anti nyala api sementara adalah kain yang setelah proses
pencucian berulang akan kehilangan sifat tahan nyala api.
Kontruksi kain yang mempengaruhi tahan nyala api adalah:
a. Komposisi serat pada kain.
b. Berat kain.
Sedangkan jenis benang dan struktur kain tidak berpengaruh pada tahan
nyala api.
Faktor yang berpengaruh pada sifat nyala api atau tahan api adalah jenis
serat berat lain. Struktur benang dan struktur kain seperti kain tenun, kain rajut,
dan sebagainya tidak berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api.Sifat nyala
api sebagian ditentukan oleh jenis serat yang digunakan.serat selulosa seperti
kapas, linen, dan rayon mudah meneruskan pembakaran. Kain wol biasanya
sulit menyala, nylon dan poliester mengerut dari nyala api dan sulit menyala,
tetapi menyempurnakan yang membuat kain kaku memungkinkan nylon dan
polyester mudah menyala.
Pada kain-kain yang meneruskan nyala api, sifat tahana apinya bergantung
pada berat kain dan kandungan seratnya. Untuk kain dengan serat sama, makin
berat kainnya, makin tahan api.Dalam keadaan nyala, banyak faktor yang
berpengaruh pada sifat tahan api, dan terdapat beberapa cara uji tahan api.
Untuk pakaian, pengujian yang banyak digunakan adalah uji sifat nyala api
tekstil (cara 45) dan uji tahan api (cara vertikal).Prinsip pengujian sifat nyala api
tekstil pakaian (cara 45°) adalah mengukur waktu perambatan nyala api
membakar contoh uji yang dijepit rangka dan diletakkan 45° dengan jarak 127
46
mm, sejak api pembakar diambil. Cara ini lebih mudah dan murah sehingga
banyak digunakan untuk pengendalian mutu dalam industri.
Prinsip uji sifat tahan api (cara vertical) adalah membakar kain yang dijepit
rangka dan diletekkan vertical selama waktu tertentu. Diukur dari serat api
diambil sampai nyala padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam
dan panjang sobekan pada contoh uji karena sobekan dengan gaya tertentu.
Alat uji tahan api (cara vertikal) terdiri atas suatu kotak dengan pintu
kaca untuk melindungi nyala api dari hembusan udara. Di dalam alat
terdapat tempat untuk memasang penjepit contoh uji sehinga contoh uji
vertikal. Di bagian bawah contoh uji berjarak 19 mm dari ujung bawah
contoh uji.
47
7) Dicatat waktu api padam dan membiarkan stopwatch berjalan bila ada
bara api atau mematikan stopwatch bila tidak ada bara api.
8) Dinyalakan stopwatch bila ada bara api, dan mengamati sampai bara
api padam sekaligus mematikan stopwatch.
9) Dicatat waktu bara api sampai padam.
10) Dieluarkan contoh uji dari pemegang contoh uji.
11) Dimatikan api dengan menutup keran gas.
48
2) PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP GOSOKAN
49
3) PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT
50
4) PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI BAHAN TEKSTIL PADA PROSES
PENCUCIAN DAN PENGERINGAN
51
5) PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN UJI TETES
52
6) PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN UJI KERANJANG
53
7) PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN CARA BUNDESMANN
54
8) PENGUJIAN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR KAIN CARA SPRAY TEST
55
9) PENGUJIAN SIFAT NYALA API DAN TAHAN API KAIN
56
57
DAFTAR PUSTAKA
58
59