ATAKSIA
Pembimbing :
dr. Perwitasari Bustomi, Sp.S
Disusun oleh :
PRIMADILLA RAHMA ANGGIA AYU
1102015178
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga
pasien pada tanggal 13 Mei 2019 pukul 15.00 WIB
Keluhan Utama
Susah berjalan dan Jalan sempoyongan dan terasa ingin jatuh
Keluhan Tambahan
- Nyeri kepala
- Mual dan muntah
- Kesulitan berbicara
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), Refleks
cahaya (+/+), Pupil isokor
THT : Pembesaran KGB pre/retroauricular (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), tidak ada
peningkatan JVP
Thorax
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, sikatrik (-)
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri pada ICS VI linea axillaris
sinistra, batas pinggang jantung pada ICS III linea sternalis
sinistra.
Kesan: batas jantung melebar
Paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus taktil (+/+), fremitus vokal (+/+)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang perifer paru
kanan kiri
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi basah
kas(-/-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) di seluruh kuadran
abdomen
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen,
batas atas
hepar setinggi ICS VI linea midklavikula
kanan, batas bawah hepar 7 cm ke arah
kaudal dari batas atas hepar, shifting
dullness (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal,
massa (-)
Ekstremitas
Atas: Akral hangat, udem kaki (-)
Bawah: Akral hangat, udem kaki (-/-)
Status Neurologis
(Pemeriksaaan dilakukan di hari ke-6 pasien dirawat)
GCS : E4M6V5 15 (Composmentis)
Pupil
Dextra Sinistra
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 2 mm 2 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
Cochlearis
Menggesekan jari Baik Baik
Garpu tala
Rinne + +
Webber Tidak ada Tidak ada
Swabach lateralisasi lateralisasi
Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
N. IX & N. X
Arkus Faring Simetris
Refleks muntah + +
Pengecapan (1/3 posterior + +
lidah)
N. XI
M. Baik
Sternocleidomastoideus
M. Trapezius Baik
N. XII
Tremor lidah -
Atrofi lidah -
Deviasi lidah -
Fasikulasi -
Motorik
Dextra Sinistra
Kekuatan
Ekstremitas atas 4 5
Ekstremitas bawah 4 5
Tonus
Ekstremitas atas Meningkat Normal
Ekstremitas bawah Meningkat Normal
Trofi
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Refleks
Fisiologis
Biseps + +
Triseps + +
Patella + +
Achilles + +
Patologis
Hoffmann- Tromner - -
Babinski - -
Babinski Group
Oppenheim - -
Gordon - -
Chaddock - -
Gonda - -
Schaeffer - -
Rosolimo - -
Mendel Becthrew - -
Sensorik
Dextra Sinistra
Raba halus
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Nyeri
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Suhu
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Getar
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Gerak abnormal
Gerak abnormal Dextra Sinistra
Tremor - -
Athetose - -
Mioklonik - -
Chorea - -
Otonom
- Alvi : Baik
- Uri : Baik
- Hidrosis : Baik
1.6 Tatalaksana
Medikamentosa
Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Posisikan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 30o
Pasang infus NaCl 0,9 % pada sisi kiri
Pemberian neuroprotektor citicholin 2x1 gr IV
Non Medikamentosa
Fisioterapi pasif
1.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ATAXIA
Definisi
Etiologi
Sifat mendasar gangguan yang menyebabkan ataksia tidak diketahui
pasti. Sebagian besar gangguan yang menghasilkan ataksia menyebabkan
bagian dari otak yang disebut serebelum (otak kecil) memburuk atau atrofi.
Kadang urat saraf tulang belakang (spinal cord) juga terpengaruh. Degenerasi
serebelar dan spinosereberal digunakan untuk mendeskripsikan perubahan
yang terjadi pada sistem saraf manusia, namun bukan diagnosa yang spesifik.
Degenerasi serebelar dan spinosereberal memiliki banyak penyebab.
Patofisiologi
Penyebab dari ataksia tersebut belum diketahui pasti namun ataksia juga dapat
terjadi melalui factor genetic. Gangguan yang dihasilkan ataksia menyebabkan
bagian dari otak yaitu terjadi melalui factor genetic. memburuk atau atrofi dan
kemungkinan urat syaraf tulang belakang(spinal cord) sangat berpengaruh.
Ataksia disebabkan kemunduran jaringan saraf pada urat saraf tulang belakang
(spinal cord) dan saraf yang mengendalikan gerakan otot pada lengan dan kaki. Urat
saraf menjadi tipis dan sel-sel saraf kehilangan serabut myelin yang berfungsi
sebagai penghantar impuls.
Ataksia menyebabkan degenerasi pada sel cerebellum, spino sereberal dan
saraf lengan dan kaki jika cereberlum terjadi kerusakan maka akan menimbulkan
tidak adanya koordinasi gerak tangan, kaki . Juga berpengaruh pada kemampuan
berbicara selain itu juga akan memperlambat pergerakan mata. Ataksia juga tidak
hanya mempengaruhi oto-otot ekstremitas atas juga dapat mempengaruhi kerja
jantung sehingga jantung tidak bisa bekerja dengan maksimal.
Anatomi cerebellum
A.Anatomi
Gerakan tubuh atau anggota tubuh yang tepat dan halus selalu membutuhkan
koordinasi dari berbagai organ. Suatu gerakan volunter akan melibatkan cerebellum
(untuk penyusunan konsep gerakan), sistem penglihatan (untuk memberi informasi
tentang usaha yang harus dibuat dan pengarahan urutan gerakan), sistem motorik
(sebagai pelaksana), sistem sensorik (sebagai monitor), dan cerebellum (sebagai
pengawas, pengatur dan pengarah informasi). Disini akan dibahas tentang fungsi
dan gangguan dari cerebellum yang dianggap sebagai pusat koordinasi.
Cerebellum dan batang otak terletak di fossa kranii posterior dengan atap
tentorium yang memisahkan cerebellum dengan cerebrum. Secara umum dapat
dikatakan fungsi cerebellum adalah untuk memelihara keseimbangan dan
koordinasi aksi otot pada gerakan stereotype dan non stereotype.
Cerebellum melakukan pengaturan kerja otot, sehingga terjadi kontraksi otot
yang tepat pada saat yang tepat. Hali ini terutama penting pada gerakan involunter
sehingga lesi cerebellum menyebabkan gangguan fungsi otot tanpa paralysis
volunter.
A. Intrinsik neuron :
1 Granule sel : mempunyai 4-5 lapisan dendrit pendek, menerima impuls dari
mossy fibers, axon menuju lapisan molekular bercabang 2 (T sahaped)
paralel terhadap sumbu longitudinal folium disebut paralel fiber yang
bersinaps dengan sel purkinje, stealt, basket dan golgi.
2 Sel stelat dan sel basket : dikenal sebagai interneuron. Menerima input dari
climbing dan paralel fibers, utput ke sel purkinje. Axon sel stelat berakhir
pada dendrit sel purkinje (sinap axodendritik) dan axon basket sel berakhir
di badan sel (sinap axosomatic).
3 Sel golgi : menerima input dari paralel, climbing, sel purkinje dan
mengeluarkan output pada glomeruli.
4 Sel purkinje : menerima input dari sel granule, sel stelat, basket da sel
purkinje yang lain. Azon utama bersinap dengan neuron di nucleus
cerebelli
atau nucleus vestibullilateralis. Sedang axon cabangnya bersinap dengan
sel stelat, basket, golgi dan sel purkinje lain.
B. Output neuron :
Sel output terletak pada nucleus cerebelli. Menerima impuls dari climbing,
mossy fibers dan axon sel purkinje. Aksonnya menuju batang otak dan
thalamus melalui pedunculus cerebelli superior dan juxtarestiformis body.
Jalan ke cerebellum :
Ada 3 jalan yang dapat dialui untuk dapat keluar atau masuk dari cerebellum,
di dalam jalur ini terdapat serabut-serabut yang serebelopetal (aferen),
disamping itu ada pula serabut-serabut yang serebelofugal (eferen). Ketiga
jalan itu adalah :
A. Korpus restiforme
a. Serabut-serabut aferen
Tractus spinoserebelaris dorsalis (flechsig)
Serabut-serabut kuneo-serebelaris
Serabut-serabut Vestibulo-serebelaris
Serabut-serabut olivo-serebelaris
Serabut-serabut arkuato-serebelaris
Serabut-serabut retikulo-serebelaris
b. Serabut-serabut eferen
Serabut-serabut festigio-bulbaris
Serabut-serabut kortiko-bulbaris (dari lobus flocculonodularis)
B. Brakhium Pontis
Serabut-serabut eferen : serabut-serabut ponto-serebelaris
C. Brakhium konjungtivum
1) Serabut-serabut aferen :
Traktus spino-serebelaris ventralis (gowers)
Tractus tecto-serebelaris
2) Serabut-serabut eferen :
Tractus dentate-rubro-talamikus
Lobi dan lobulli tersebut diberi nama sesuai dengan bentuk yang
ditampilkannya, namun nama-nama lobi dan lobulli tersebut kini sudah
dianggap kuno dan sebenarnya tak mencerminkan kesatuan fungsi apapun,
hanya saja untuk kebutuhan praktis nama-nama tersebut masih dipakai
Hemisphaerum cerebelli terbagi 2 oleh adanya fissure posterolateral menjadi
:
A. Corpus cerebelli yang secara filogenetik tergolong paleocerebelli maupun
non cerebelli
Corpus cerebelli terbagi 2 pula oleh adanya fissure primaries menjadi :
Lobus anterior (tergolong paleocerebellum) s.spino cerebellum
Lobus posterior (tergolong noncerebellum) s.cerebro
cerebellum
1 Lobus anterior
terletak di depan fissure primarius. Terdiri dari vermis anterior dan
korteks paravermian. Bagian ini dikenal juga sebagai spinocerebellum karena
proyeksi afferent utama berasal dari proprioseptif otot-otot dan tendon
extremitas melalui tractus spinocerebellaris. Fungsi utama bagian ini adalah
untuk regulasi tonus otot dan mempertahankan sikap badan.
Etiologi
Banyak ataxia disebabkan oleh hilangnya fungsi otak , otak kecil, yang mana
berfungsi sebagai pusat koordinasi. Bagian kanan dari otak kecil mengkontrol
koordinasi bagian kanan tubuh sedangkan bagian kiri mengkontrol koordinasi
bagian kiri. Bagian tengah otak kecil mengkontrol pergerakan kompleks dari
berjalan, kepala dan trunk stability, dan pergerakan mata. Bagian lain dari otak
kecil membantu untuk mengkoordinasi pergerakan mata, vocal berbicara, dan
menelan.
Ataxia juga dapat disebabkan oleh tidak berfungsinya jalan masuk dan keluar
dari otak kecil. Informasi masuk ke otak kecil dari saraf spinal dan bagian lain
dari otak dan sinyal-sinyal dari otak kecil keluar ke saraf spinal lalu ke otak.
Walaupun Otak kecil tidak secara langsung mengkontrol kekuatan, (fungsi
motorik) atau perasaan, sensor motorik harus bekerja secara normal untuk
menghasilkan masukan yang benar ke otak kecil. Seorang yang mengalami
kerusakan koordinasi dapat dikatakan orang tersebut terkena ataxia.
Klasifikasi
Ataksia serebelar
ataksia serebelar berkembang sebagai akibat dari lesi otak kecil, dan / atau aferen
dan eferen koneksi dari otak kecil.
Disfungsi Spino-cerebellar sesuai dengan vermis dan paravermis dan pasien akan
hadir dengan kiprah berbasis luas, ditandai dengan mulai tidak menentu dan
berhenti, penyimpangan lateral, dan langkah-langkah yang tidak seimbang dan pola
koordinasi antar-sendi abnormal. Ketika ini bagian dari otak kecil rusak, gait
ataksia atau berjalan di-koordinasi terjadi (en.wikipedia.org, et al. Ilg 2008, et al.
Timmann 2008, Ilg et al. 2007, Morton & Bastian 2007).
Dysmetria: ini mengacu pada ketidakakuratan dalam mencapai posisi akhir akhir
(hypermetria sama overshoot; hypometria sama undershoot). Ini jelas ditunjukkan
oleh pasien mencoba tes jari-hidung.
Tremor: tremor Kinetic, yang merupakan osilasi yang terjadi selama gerakan
tremor postural, yang terjadi ketika memegang anggota tubuh dalam posisi
tertentu
Titubasi, yang merupakan tremor mempengaruhi kepala dan tubuh bagian atas
biasanya setelah lesi dari vermis
Postural tremor trunkal, yang mempengaruhi kaki dan batang bawah, terlihat pada
lesi lobus anterior cerebellar
Hipotonia: ini terjadi pada lesi cerebellar akut, tetapi jarang terlihat pada lesi
kronis.Hipotonia berbeda terutama di proksimal dan anti-gravitasi otot.
Ataxia serebelar dapat diamati pada penyakit seperti ataksia Spino- cerebellar
antara ataksia herediter, ataksia Friedreich, alkoholisme kronis, degenerasi
serebelar paraneoplastik, tumor sudut pontocerebellar dan multiple sclerosis.
Ataxia Vestibular
ataksia vestibular berkembang sebagai akibat dari penyakit perifer atau sentral yang
secara langsung mempengaruhi inti vestibular dan / atau aferen dan eferen koneksi
dari inti vestibular. Seorang pasien dengan ataksia vestibular memiliki gangguan
keseimbangan dalam berdiri dan duduk. Pasien cenderung sempoyongan saat
berjalan, memiliki dukungan dasar yang luas dan dapat bersandar ke belakang atau
ke sisi lesi. Kepala dan gerakan batang dan kemudian lengan gerak sering menurun
(Borello- France et al. 1994).Pasien terbatas terutama ketika menyeberang jalan dan
berbelanja di pasar sejak keseimbangan / nya terganggu saat melakukan kepala
atau mata gerakan. ataksia vestibular mungkin disertai vertigo, mual, muntah,
penglihatan kabur dan nystagmus karena peran sistem vestibular di merasakan dan
memahami diri gerak dan menstabilkan tatapan melalui refleks vestibulo-okular
(Horak & Shupert 1994). Ekstremitas ataksia tidak berarti diamati dalam ataksia
vestibular. refleks tendon dalam dianggap normal.
ataksia vestibular dapat berkembang karena faktor sentral seperti stroke medullar
dan multiple sclerosis, dan penyakit vestibular perifer seperti Menier ini, hydrops,
vertigo paroksismal jinak, atau neuronitis vestibular.
Ataxia Sensorik
ataksia sensorik dapat diamati di jenis ataksia herediter seperti ataksia Friedreich
dan penyakit degeneratif syaraf. ataksia sensorik juga dapat diamati pada penyakit
seperti diabetes atau alkohol neuropati, vitamin B12 tidak mampu neuropati, tabes
dorsalis, kondisi tumoral ditemukan di sumsum posterior medulla spinalis, dan
multiple sclerosis
Pemeriksaan penunjang
1) Elektromiogram (EMG), yang mengukur aktivitas elektrik sel-sel otot.
2) Studi pengantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan
rangsangan.
3) Elektrokardiogram (EKG), yang memberikan hasil grafik aktivitas
elektrik atau
4) pola denyut jantung
5) Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung
6) Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan computed tomography
(CT) scan,
7) yang menyediakan gambar otak dan urat saraf tulang belakang.
8) Ketukan tulang belakang (spinal tap) untuk mengevaluasi cairan
serebrospinal.
9) Tes darah dan urin untuk mengetahui naiknya kadar glukosa.
10) Tes genetik untuk mengidentifikasi gen yang dipengaruhi.
Tatalaksana
Tujuan dari fisioterapis dalam rehabilitasi ataxia akibat cacat pada struktur
neurologis dan mempengaruhi fungsi pasien, adalah untuk meningkatkan tingkat
fungsional pasien melalui teknik restoratif. Bila hal ini tidak mungkin, terapis yang
menggunakan strategi kompensasi untuk membuat pasien melakukan sebagai
independen mungkin dalam tingkat fungsional ini. Tujuan pengobatan fisik
restoratif dapat dijelaskan secara singkat sebagai:
latihan vestibular
Kegiatan olahraga
Menunggang kuda, berenang, bermain biliar, golf dan anak panah cocok untuk
jenis pasien (Bertoti 1988, Hammer et al. 2005