Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

ATAKSIA

Pembimbing :
dr. Perwitasari Bustomi, Sp.S

dr. Eny Waeningsih, Sp.S, M.Kes

Disusun oleh :
PRIMADILLA RAHMA ANGGIA AYU
1102015178

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SYARAF
RSUD DR DRADJAT PRAWIRANEGARA
2019
LAPORAN PRESENTASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


 Nama : Ny. H
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Usia : 32 Tahun
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Agama : Islam
 Alamat : Kp. Pasar Baru, Cikeusal
 Tanggal Masuk RS : 12 Mei 2019
 Tanggal Pemeriksaan: 13 April 2019

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga
pasien pada tanggal 13 Mei 2019 pukul 15.00 WIB

 Keluhan Utama
Susah berjalan dan Jalan sempoyongan dan terasa ingin jatuh

 Keluhan Tambahan
- Nyeri kepala
- Mual dan muntah
- Kesulitan berbicara

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar keluarga ke Instalansi Gawat Darurat RS. dr.
Dradjat Prawiranegara Serang dengan penurunan kesadaran sejak kemarin
siang secara tiba – tiba. Saat pasien sadar, pasien merasa ketika jalan
sempoyongan dan ingin terjatuh. Dan keluhan ini makin bertambah hingga
penderita melangkah harus lebar-lebar tetapi penderita masih dapat berjalan.
Keluarga pasien mengatakan, saat pasien duduk mengeluh nyeri kepala, mual
dan kedua tangan dan kaki terasa lemas serta penderita terbata-bata bila
berbicara dan suara terasa lebih keras seperti hentakan-hentakan

 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya, Riw.
Hipertensi (+), Riw. DM (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi, Riw. DM (-)

1.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan tanggal 13/05/2019 ( Perawatan hari ke 2)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 140/90 mmHg
- Nadi : 86 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,4° C

Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), Refleks
cahaya (+/+), Pupil isokor
THT : Pembesaran KGB pre/retroauricular (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), tidak ada
peningkatan JVP
Thorax

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, sikatrik (-)
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri pada ICS VI linea axillaris
sinistra, batas pinggang jantung pada ICS III linea sternalis
sinistra.
Kesan: batas jantung melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-),


gallop (-)

Paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus taktil (+/+), fremitus vokal (+/+)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang perifer paru
kanan kiri
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi basah
kas(-/-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) di seluruh kuadran
abdomen
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen,
batas atas
hepar setinggi ICS VI linea midklavikula
kanan, batas bawah hepar 7 cm ke arah
kaudal dari batas atas hepar, shifting
dullness (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal,
massa (-)
Ekstremitas
Atas: Akral hangat, udem kaki (-)
Bawah: Akral hangat, udem kaki (-/-)

Status Neurologis
(Pemeriksaaan dilakukan di hari ke-6 pasien dirawat)
 GCS : E4M6V5  15 (Composmentis)

 Pupil
Dextra Sinistra
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 2 mm 2 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +

 Tanda Rangsang Meningeal


Dextra Sinistra
Kaku kuduk -
Brudzinski I - -
Laseque >70° >70°
Kernig ˃ 135° ˃ 135°
Brudzinski II - -
Brudzinski III - -
Brudzinski IV - -

 Pemeriksaan Saraf Kranial


Dextra Sinistra
N.I Baik Baik
N. II
Visus Baik Baik
Lapang Pandang Baik Baik
Warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III. IV dan VI
M. Rektus Medius Baik Baik
M. Rektus Inferior Baik Baik
M. Rektus Superior Baik Baik
M. Rectus Lateralis Baik Baik
M. Obliqus Inferior Baik Baik
M. Obliqus Superior Baik Baik
M. Levator Palpebra Baik Baik
N. V
Sensorik Refleks Kornea + Refleks Kornea +
V1 Sensasi raba V1, Sensasi raba
V2 V2 & V3 V1, V2 & V3
V3 Baik Baik
Motorik Baik Baik
N. VII
Sensorik
Pengecapan (2/3 anterior + +
lidah)
Motorik:
Mengerutkan dahi + +
Mengangkat alis + +
Menutup mata + +
Lipatan nasolabial + +
Sudut mulut + +
N. VIII
Vestibularis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Cochlearis
Menggesekan jari Baik Baik
Garpu tala
Rinne + +
Webber Tidak ada Tidak ada
Swabach lateralisasi lateralisasi
Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
N. IX & N. X
Arkus Faring Simetris
Refleks muntah + +
Pengecapan (1/3 posterior + +
lidah)
N. XI
M. Baik
Sternocleidomastoideus
M. Trapezius Baik
N. XII
Tremor lidah -
Atrofi lidah -
Deviasi lidah -
Fasikulasi -

 Motorik
Dextra Sinistra
Kekuatan
Ekstremitas atas 4 5
Ekstremitas bawah 4 5
Tonus
Ekstremitas atas Meningkat Normal
Ekstremitas bawah Meningkat Normal
Trofi
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Refleks
Fisiologis
Biseps + +
Triseps + +
Patella + +
Achilles + +

Patologis
Hoffmann- Tromner - -
Babinski - -
Babinski Group
Oppenheim - -
Gordon - -
Chaddock - -
Gonda - -
Schaeffer - -
Rosolimo - -
Mendel Becthrew - -

0 = Sama sekali tidak dapat bergerak


1 = Hanya mengahasilkan sedikit sekali gerakan
2 = Tidak dapat melawan gaya berat ekstremitas hanya bisa digeser
3 = Masih dapat melawan gaya berat
4 = Dapat melawan tahanan
5 = Normal

 Sensorik
Dextra Sinistra
Raba halus
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Nyeri
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Suhu
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik
Getar
Ekstremitas atas Menurun Baik
Ekstremitas bawah Menurun Baik

 Koordinasi, gait, dan keseimbangan 


Cara berjalan : melangkah lebar – lebar seperti bebek
Tes Romberg :+
Disdiadokinesis :-
Ataksia :+
Rebound phenomenon :+
Finger to nose : + kanan, - kiri
Heel to knee : + kanan, - kiri

Gerak abnormal
Gerak abnormal Dextra Sinistra

Tremor - -
Athetose - -
Mioklonik - -
Chorea - -

 Otonom
- Alvi : Baik
- Uri : Baik
- Hidrosis : Baik

1.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan laboraturium
- Darah Lengkap : Hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit 

- Gula Darah : GDP dan G2PP 

- Elektrolit : Na, K, Cl 

- Profil Lipid : kolesterol total, trigliseride, HDL, LDL 

- Faal Ginjal : Ureum, Kreatinin, asam urat 

 CT-Scan kepala tanpa kontras
 Foto thoraks
 EKG
1.5 Diagnosis
 Diagnosis Klinis : Ataksia Trunkal ec SOL + Vertigo + Stroke
Hemoragik
Diagnosa Topis : Gangguan sistem vestibular perifer
Diagnosa Etiologi : Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BBPV)

1.6 Tatalaksana
Medikamentosa
 Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
 Posisikan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 30o
 Pasang infus NaCl 0,9 % pada sisi kiri
 Pemberian neuroprotektor citicholin 2x1 gr IV
Non Medikamentosa
 Fisioterapi pasif

1.7 Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad fungsionam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ATAXIA

Definisi

Ataksia adalah inkoordinasi atau clumsiness dari pegerakan yang tidak


dihasilkan oleh kelemahan muskular. Ataksia disebabkan oleh gangguan
vestibular, serebelar atau sensorius (proprioceptif). Ataksia dapat
mempengaruhi pergerakan bola mata, kemampuan berbicara (menghasilkan
dysarthria), tungkai sebagian, trunkus, cara berdiri atau melangkah.

Etiologi
Sifat mendasar gangguan yang menyebabkan ataksia tidak diketahui
pasti. Sebagian besar gangguan yang menghasilkan ataksia menyebabkan
bagian dari otak yang disebut serebelum (otak kecil) memburuk atau atrofi.
Kadang urat saraf tulang belakang (spinal cord) juga terpengaruh. Degenerasi
serebelar dan spinosereberal digunakan untuk mendeskripsikan perubahan
yang terjadi pada sistem saraf manusia, namun bukan diagnosa yang spesifik.
Degenerasi serebelar dan spinosereberal memiliki banyak penyebab.

Tanda dan Gejala


Keseimbangan dan koordinasi yang dipengaruhi pertama kali misalnya
tidak adanya koordinasi tanganlengan dan kaki dan kemampuan berbicara
adalah gejala umum lainnya. Gangguan koordinasi lengan dan tangan
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol gerak yang
baik seperti menulis dan memakan. Gerakan mata yang lambat dapat dilihat
pada beberapa bentuk ataksia.
Seiring berjalannya waktu, ataksia dapat mempengaruhi kemampuan
berbicara & menelan. Bagaimanapun, dalam tahun-tahun terakhir, sejak tes
genetik tersedia, diketahui ataksia mulai terjadi saat dewasa pada beberapa
kasus. Ataksia dominan sering muncul pada umur 20 tahun sampai 30 tahun
atau bahkan lebih tua lagi. Kadang individu dapat tidak menunjukkan gejala
sampai usia 60 tahun.

Patofisiologi
Penyebab dari ataksia tersebut belum diketahui pasti namun ataksia juga dapat
terjadi melalui factor genetic. Gangguan yang dihasilkan ataksia menyebabkan
bagian dari otak yaitu terjadi melalui factor genetic. memburuk atau atrofi dan
kemungkinan urat syaraf tulang belakang(spinal cord) sangat berpengaruh.
Ataksia disebabkan kemunduran jaringan saraf pada urat saraf tulang belakang
(spinal cord) dan saraf yang mengendalikan gerakan otot pada lengan dan kaki. Urat
saraf menjadi tipis dan sel-sel saraf kehilangan serabut myelin yang berfungsi
sebagai penghantar impuls.
Ataksia menyebabkan degenerasi pada sel cerebellum, spino sereberal dan
saraf lengan dan kaki jika cereberlum terjadi kerusakan maka akan menimbulkan
tidak adanya koordinasi gerak tangan, kaki . Juga berpengaruh pada kemampuan
berbicara selain itu juga akan memperlambat pergerakan mata. Ataksia juga tidak
hanya mempengaruhi oto-otot ekstremitas atas juga dapat mempengaruhi kerja
jantung sehingga jantung tidak bisa bekerja dengan maksimal.

Anatomi cerebellum
A.Anatomi
Gerakan tubuh atau anggota tubuh yang tepat dan halus selalu membutuhkan
koordinasi dari berbagai organ. Suatu gerakan volunter akan melibatkan cerebellum
(untuk penyusunan konsep gerakan), sistem penglihatan (untuk memberi informasi
tentang usaha yang harus dibuat dan pengarahan urutan gerakan), sistem motorik
(sebagai pelaksana), sistem sensorik (sebagai monitor), dan cerebellum (sebagai
pengawas, pengatur dan pengarah informasi). Disini akan dibahas tentang fungsi
dan gangguan dari cerebellum yang dianggap sebagai pusat koordinasi.
Cerebellum dan batang otak terletak di fossa kranii posterior dengan atap
tentorium yang memisahkan cerebellum dengan cerebrum. Secara umum dapat
dikatakan fungsi cerebellum adalah untuk memelihara keseimbangan dan
koordinasi aksi otot pada gerakan stereotype dan non stereotype.
Cerebellum melakukan pengaturan kerja otot, sehingga terjadi kontraksi otot
yang tepat pada saat yang tepat. Hali ini terutama penting pada gerakan involunter
sehingga lesi cerebellum menyebabkan gangguan fungsi otot tanpa paralysis
volunter.

Gambar 1. Anatomi Cerebellum


Ukuran cerebellum pada manusia berkembang dibandingkan vertebrata
lain, dimana pada manusia hal ini perlu untuk pengaturan gerakan yang
membutuhkan ketelitian.
Letak : dibelakang pons dan medulla oblongata pada fossa cranii posterior
dan diatas tertutup oleh tentorium cerebelli. Dia terletak di bawah lobus occipitalis
cerebri. Cerebellum terpisah dengan cerebrum oleh sebuah alur melintang: Fissura
Transversa.
Bentuk : Oval dan mengkerut di bagian tengah. Cerebellum merupakan
bagian kedua terbesar dari otak dan beratnya ± 1/8 dari massa otak (sebesar tinju).

Dua tipe serat aferen (input axons) menuju cortex yaitu :


1. Mossy fibers yang berakhir pada kontak sinaptik dengan sel granuler. Mossy
fibers sangat kasar dan bercabang-cabang dan berakhir di lapisan granuler.
Cabang ini berhubungan dengan cabang dendrit yang berbentuk seperti
cakar dari sel granuler. Mossy fiber menghantar impulsnya ke sel-sel
granuler dan sel- sel ini merelaynya baik langsung ataupun tak langsung
melalui sel basket dan sel purkinje.
2. Climbing fingers yang masuk ke lapisan molekuler dan berada diantara
dendrit sel purkinje. Serat ini berakhir di nucleus central cerebelli, dengan
pengecualian beberapa serat dari cortex lobulus flocculonoduler keluar dari
cerebellum dann berakhir di nucleus di batang otak.
Kedua serabut aferen ini mempunyai asal yang berbeda. Mossy fiber adalah
kedua ujung saraf yang memasuki cerebellum dari luar yaitu : traktus
spinocerebellaris, dan prontoselebelaris. Sedangkan climbing fiber berasal
dari nukleus dalam cerebellum.

A. Intrinsik neuron :
1 Granule sel : mempunyai 4-5 lapisan dendrit pendek, menerima impuls dari
mossy fibers, axon menuju lapisan molekular bercabang 2 (T sahaped)
paralel terhadap sumbu longitudinal folium disebut paralel fiber yang
bersinaps dengan sel purkinje, stealt, basket dan golgi.
2 Sel stelat dan sel basket : dikenal sebagai interneuron. Menerima input dari
climbing dan paralel fibers, utput ke sel purkinje. Axon sel stelat berakhir
pada dendrit sel purkinje (sinap axodendritik) dan axon basket sel berakhir
di badan sel (sinap axosomatic).
3 Sel golgi : menerima input dari paralel, climbing, sel purkinje dan
mengeluarkan output pada glomeruli.
4 Sel purkinje : menerima input dari sel granule, sel stelat, basket da sel
purkinje yang lain. Azon utama bersinap dengan neuron di nucleus
cerebelli
atau nucleus vestibullilateralis. Sedang axon cabangnya bersinap dengan
sel stelat, basket, golgi dan sel purkinje lain.

B. Output neuron :
Sel output terletak pada nucleus cerebelli. Menerima impuls dari climbing,
mossy fibers dan axon sel purkinje. Aksonnya menuju batang otak dan
thalamus melalui pedunculus cerebelli superior dan juxtarestiformis body.

Jalan ke cerebellum :
Ada 3 jalan yang dapat dialui untuk dapat keluar atau masuk dari cerebellum,
di dalam jalur ini terdapat serabut-serabut yang serebelopetal (aferen),
disamping itu ada pula serabut-serabut yang serebelofugal (eferen). Ketiga
jalan itu adalah :

A. Korpus restiforme
a. Serabut-serabut aferen
 Tractus spinoserebelaris dorsalis (flechsig)
 Serabut-serabut kuneo-serebelaris
 Serabut-serabut Vestibulo-serebelaris
 Serabut-serabut olivo-serebelaris
 Serabut-serabut arkuato-serebelaris
 Serabut-serabut retikulo-serebelaris

b. Serabut-serabut eferen
 Serabut-serabut festigio-bulbaris
 Serabut-serabut kortiko-bulbaris (dari lobus flocculonodularis)

B. Brakhium Pontis
Serabut-serabut eferen : serabut-serabut ponto-serebelaris
C. Brakhium konjungtivum
1) Serabut-serabut aferen :
 Traktus spino-serebelaris ventralis (gowers)
 Tractus tecto-serebelaris

2) Serabut-serabut eferen :
Tractus dentate-rubro-talamikus

Secara filogenetik cerebellum dapat dibagi atas :


 Paleocerebellum s.spinocerebellum tdd : Lobus anterior,
pyramis, uvula
 Neocerebellum s.cerebro-cerebellum tdd : lobus posterior
 Archicerebellum s.vestibullo-cerebellum tdd : lobus
flocculonodularis

Walaupun secara morfologis tidak tepat, namun untuk praktisnya cerebellum


biasanya dibagi atas 3 bagian :
 Bagian tengah yang tunggal : Vermis (dari
permukaan, memang memperlihatkan bentuk
seperti cacing yang melingkar hamper sempurna)
 Bagian samping sepasang : hemisphaerum cerebelli yang
dibagi oleh adanya sulci dan fissura, sehingga terbentuk lobi
atau lobulli.

Lobi dan lobulli tersebut diberi nama sesuai dengan bentuk yang
ditampilkannya, namun nama-nama lobi dan lobulli tersebut kini sudah
dianggap kuno dan sebenarnya tak mencerminkan kesatuan fungsi apapun,
hanya saja untuk kebutuhan praktis nama-nama tersebut masih dipakai
Hemisphaerum cerebelli terbagi 2 oleh adanya fissure posterolateral menjadi
:
A. Corpus cerebelli yang secara filogenetik tergolong paleocerebelli maupun
non cerebelli
Corpus cerebelli terbagi 2 pula oleh adanya fissure primaries menjadi :
 Lobus anterior (tergolong paleocerebellum) s.spino cerebellum
 Lobus posterior (tergolong noncerebellum) s.cerebro
cerebellum

1 Lobus anterior
terletak di depan fissure primarius. Terdiri dari vermis anterior dan
korteks paravermian. Bagian ini dikenal juga sebagai spinocerebellum karena
proyeksi afferent utama berasal dari proprioseptif otot-otot dan tendon
extremitas melalui tractus spinocerebellaris. Fungsi utama bagian ini adalah
untuk regulasi tonus otot dan mempertahankan sikap badan.

FUNGSI UTAMA CEREBELLUM :


Cerebellum danggap sebagai Head Ganglion dari system proprioseptif,
karenanya dia berfungsi :
1 Mengatur tonus otot skelet
2 Mengontrol aktivitas otot sadar
3 Mengatur postur dan keseimbangan tubuh

Etiologi
Banyak ataxia disebabkan oleh hilangnya fungsi otak , otak kecil, yang mana
berfungsi sebagai pusat koordinasi. Bagian kanan dari otak kecil mengkontrol
koordinasi bagian kanan tubuh sedangkan bagian kiri mengkontrol koordinasi
bagian kiri. Bagian tengah otak kecil mengkontrol pergerakan kompleks dari
berjalan, kepala dan trunk stability, dan pergerakan mata. Bagian lain dari otak
kecil membantu untuk mengkoordinasi pergerakan mata, vocal berbicara, dan
menelan.
Ataxia juga dapat disebabkan oleh tidak berfungsinya jalan masuk dan keluar
dari otak kecil. Informasi masuk ke otak kecil dari saraf spinal dan bagian lain
dari otak dan sinyal-sinyal dari otak kecil keluar ke saraf spinal lalu ke otak.
Walaupun Otak kecil tidak secara langsung mengkontrol kekuatan, (fungsi
motorik) atau perasaan, sensor motorik harus bekerja secara normal untuk
menghasilkan masukan yang benar ke otak kecil. Seorang yang mengalami
kerusakan koordinasi dapat dikatakan orang tersebut terkena ataxia.
Klasifikasi

 Ataksia serebelar

ataksia serebelar berkembang sebagai akibat dari lesi otak kecil, dan / atau aferen
dan eferen koneksi dari otak kecil.

Disfungsi vestibulo-cerebellar berhubungan dengan lobus flocculonodular


(flocculus dan nodulus) dan melibatkan masalah mengatur keseimbangan dan
mengendalikan gerakan mata. Hal ini menunjukkan dirinya dengan ketidakstabilan
postural, di mana orang cenderung untuk memisahkan kaki di berdiri untuk
mendapatkan dasar yang lebih luas, dan menghindari osilasi (terutama yang
posterior-anterior); ketidakstabilan karena itu memburuk ketika berdiri dengan kaki
bersama-sama (terlepas dari apakah mata terbuka atau tertutup: ini adalah Romberg
negatif test) (en.wikipedia.org, Liao et al 2008, Morton & Bastian 2004.).

Disfungsi Spino-cerebellar sesuai dengan vermis dan paravermis dan pasien akan
hadir dengan kiprah berbasis luas, ditandai dengan mulai tidak menentu dan
berhenti, penyimpangan lateral, dan langkah-langkah yang tidak seimbang dan pola
koordinasi antar-sendi abnormal. Ketika ini bagian dari otak kecil rusak, gait
ataksia atau berjalan di-koordinasi terjadi (en.wikipedia.org, et al. Ilg 2008, et al.
Timmann 2008, Ilg et al. 2007, Morton & Bastian 2007).

Disfungsi cerebro-cerebellar menunjukkan lesi dari koneksi pontine inti


mendalam dengan otak kecil. cerebrocereebellum memberikan kontribusi untuk
perencanaan dan pemantauan gerakan dan kerusakan di sini

mengakibatkan gangguan dalam melakukan sukarela, gerakan yang


direncanakan (en.wikipedia.org, Schmahmann 2004).
Gejala yang berhubungan dengan ataksia cerebellar meliputi:

Dysmetria: ini mengacu pada ketidakakuratan dalam mencapai posisi akhir akhir
(hypermetria sama overshoot; hypometria sama undershoot). Ini jelas ditunjukkan
oleh pasien mencoba tes jari-hidung.
Tremor: tremor Kinetic, yang merupakan osilasi yang terjadi selama gerakan

 Niat tremor, yang merupakan peningkatan tremor menjelang akhir gerakan

 tremor postural, yang terjadi ketika memegang anggota tubuh dalam posisi
tertentu

 Titubasi, yang merupakan tremor mempengaruhi kepala dan tubuh bagian atas
biasanya setelah lesi dari vermis

 Postural tremor trunkal, yang mempengaruhi kaki dan batang bawah, terlihat pada
lesi lobus anterior cerebellar

Dyssynergia: berbeda terutama selama gerakan multi-sendi. Ini mungkin memiliki


beberapa alasan: agonis-antagonis dan sinergis otot mungkin tidak dapat
berkontraksi dalam urutan yang benar selama gerakan sukarela; atau otot antagonis
mungkin gagal untuk mengontrol kontraksi eksentrik selama kontraksi konsentris
otot agonis. Dengan kombinasi dari kedua faktor tersebut, ekstremitas mengalami
kecepatan mendadak yang mengakibatkan tidak pantas dan tidak terkendali motorik
gerakan.

Dysdiadockokinesia: ini adalah ketidakmampuan untuk melakukan cepat


bergantian gerakan seperti bergantian menekan dengan telapak dan telapak bawah.
irama miskin dan kekuatan masing-masing keran variabel.

Hipotonia: ini terjadi pada lesi cerebellar akut, tetapi jarang terlihat pada lesi
kronis.Hipotonia berbeda terutama di proksimal dan anti-gravitasi otot.

Kelemahan dan kelelahan: ini menggambarkan kelemahan non-spesifik umum


sebagai fitur disfungsi cerebellar. Hal ini terjadi lebih sering dengan lesi yang luas
dan mendalam dan paling jelas dalam otot proksimal. Kelelahan juga telah
tercatat sebagai fitur umum dari disfungsi cerebellar.
Disartria: ini terjadi karena di-koordinasi antara lidah dan bibir otot. Pasien
berbicara seperti dia mabuk.

Nystagmus: gerakan mata abnormal yang berkembang di arah horisontal dan


vertikal sebagian besar sebagai nystagmus pada titik akhir (Edwards 1996).

refleks tendon dalam diselenggarakan dalam lesi serebelum, dan mendapatkan


karakteristik pendular.

Ataxia serebelar dapat diamati pada penyakit seperti ataksia Spino- cerebellar
antara ataksia herediter, ataksia Friedreich, alkoholisme kronis, degenerasi
serebelar paraneoplastik, tumor sudut pontocerebellar dan multiple sclerosis.

Ataxia Vestibular

ataksia vestibular berkembang sebagai akibat dari penyakit perifer atau sentral yang
secara langsung mempengaruhi inti vestibular dan / atau aferen dan eferen koneksi
dari inti vestibular. Seorang pasien dengan ataksia vestibular memiliki gangguan
keseimbangan dalam berdiri dan duduk. Pasien cenderung sempoyongan saat
berjalan, memiliki dukungan dasar yang luas dan dapat bersandar ke belakang atau
ke sisi lesi. Kepala dan gerakan batang dan kemudian lengan gerak sering menurun
(Borello- France et al. 1994).Pasien terbatas terutama ketika menyeberang jalan dan
berbelanja di pasar sejak keseimbangan / nya terganggu saat melakukan kepala
atau mata gerakan. ataksia vestibular mungkin disertai vertigo, mual, muntah,
penglihatan kabur dan nystagmus karena peran sistem vestibular di merasakan dan
memahami diri gerak dan menstabilkan tatapan melalui refleks vestibulo-okular
(Horak & Shupert 1994). Ekstremitas ataksia tidak berarti diamati dalam ataksia
vestibular. refleks tendon dalam dianggap normal.

ataksia vestibular dapat berkembang karena faktor sentral seperti stroke medullar
dan multiple sclerosis, dan penyakit vestibular perifer seperti Menier ini, hydrops,
vertigo paroksismal jinak, atau neuronitis vestibular.
Ataxia Sensorik

ataksia sensorik istilah digunakan untuk menunjukkan ataksia karena kehilangan


proprioception (kepekaan terhadap sendi dan bagian tubuh posisi), yang umumnya
tergantung pada disfungsi kolom dorsal sumsum tulang belakang, karena mereka
membawa informasi proprioseptif sampai ke otak. Dalam beberapa kasus,
penyebabnya mungkin disfungsi dari berbagai bagian otak yang menerima
informasi itu, termasuk thalamus, dan lobus parietal. ataksia sensorik menunjukkan
dirinya dengan "menghentak" gaya goyah dengan serangan berat tumit dan
ketidakstabilan postural yang khas memburuk ketika kurangnya masukan
proprioseptif tidak dapat dikompensasikan dengan masukan visual, seperti di
lingkungan yang kurang cahaya (en.wikipedia.org). Pasien berdiri dengan / nya
kakinya bersama- sama dan mata tertutup, yang akan menyebabkan ketidakstabilan
pasien memburuk, memproduksi lebar osilasi dan mungkin jatuh
(en.wikipedia.org). Ini merupakan indikator bahwa tes Romberg positif, yang
merupakan temuan paling signifikan yang membedakan ataksia sensorik dari jenis
lain ataksia . Kerugian dari rasa getaran di kaki dan refleks tendon dalam adalah
karakteristik penting dari ataksia sensorik. Memburuknya tes jari-menunjuk
dengan mata tertutup adalah fitur lain dari ataksia sensorik

ataksia sensorik dapat diamati di jenis ataksia herediter seperti ataksia Friedreich
dan penyakit degeneratif syaraf. ataksia sensorik juga dapat diamati pada penyakit
seperti diabetes atau alkohol neuropati, vitamin B12 tidak mampu neuropati, tabes
dorsalis, kondisi tumoral ditemukan di sumsum posterior medulla spinalis, dan
multiple sclerosis

Pemeriksaan penunjang
1) Elektromiogram (EMG), yang mengukur aktivitas elektrik sel-sel otot.
2) Studi pengantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan
rangsangan.
3) Elektrokardiogram (EKG), yang memberikan hasil grafik aktivitas
elektrik atau
4) pola denyut jantung
5) Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung
6) Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan computed tomography
(CT) scan,
7) yang menyediakan gambar otak dan urat saraf tulang belakang.
8) Ketukan tulang belakang (spinal tap) untuk mengevaluasi cairan
serebrospinal.
9) Tes darah dan urin untuk mengetahui naiknya kadar glukosa.
10) Tes genetik untuk mengidentifikasi gen yang dipengaruhi.

Tatalaksana

Terapi Fisik dan Rehabilitasi

Tujuan dari fisioterapis dalam rehabilitasi ataxia akibat cacat pada struktur
neurologis dan mempengaruhi fungsi pasien, adalah untuk meningkatkan tingkat
fungsional pasien melalui teknik restoratif. Bila hal ini tidak mungkin, terapis yang
menggunakan strategi kompensasi untuk membuat pasien melakukan sebagai
independen mungkin dalam tingkat fungsional ini. Tujuan pengobatan fisik
restoratif dapat dijelaskan secara singkat sebagai:

a. Meningkatkan keseimbangan dan postural reaksi terhadap


rangsangan eksternal dan perubahan gravitasi

b. Memperbaiki dan meningkatkan stabilisasi postural mengikuti


perkembangan stabilisasi sendi

c. Mengembangkan fungsi ekstremitas atas

d. Melalui pengembangan kiprah independen dan fungsional,


meningkatkan kualitas hidup pasien dengan meningkatkan
kemandirian pasien saat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
Pendekatan terapi fisik

Program perawatan fisik dibuat dari interpretasi pengukuran dan penilaian


hasil. Isi dari program pengobatan dapat bervariasi tergantung pada jenis dan
karakteristik ataksia.Sebagai contoh, sementara pendekatan yang meningkatkan
proprioception dan menggabungkan alat bantu visual yang digunakan lebih sering
pada pasien dengan ataksia sensorik, pelatihan stabilisasi lebih penting untuk
mengurangi truncal dan ekstremitas ataksia pada pasien dengan ataksia cerebellar.

Pasien dengan ataksia vestibular harus diberikan latihan huni untuk


mengurangi vertigo, dan juga vestibulo- okular, refleks vestibulo-spinal harus
dirangsang untuk meningkatkan keseimbangan. Dalam beberapa kasus, kondisi
bermasalah yang memerlukan penggunaan sejumlah pendekatan, seperti dicampur
ataksia, mungkin timbul. Dalam kasus tersebut, pengalaman fisioterapis dan usaha
pasien memainkan peran penting dalam menentukan program.

Ketika mempersiapkan resep pengobatan, harus diingat bahwa


proprioceptive, vestibular dan sistem visual, dan otak kecil dalam hubungan dekat,
dan bahwa keseimbangan dan koordinasi hasil dari hubungan ini. Misalnya, latihan
proprioseptif berkontribusi untuk menyeimbangkan sementara meningkatkan
proprioception. Kebalikan dari ini juga benar.Pendekatan dalam pengobatan
ekstremitas ataksia dapat memungkinkan masukan proprioseptif untuk
meningkatkan dan keseimbangan untuk mengembangkan dengan mendirikan
stabilisasi. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk mengklasifikasikan metode yang
digunakan dalam rehabilitasi ataksia sebagai pendekatan diarahkan hanya terhadap
proprioception atau keseimbangan, karena semua ini berinteraksi satu sama lain.

latihan vestibular

Sejak pusing menyertai disfungsi keseimbangan dalam masalah vestibular,


gerakan kepala berulang dan Cawthorne dan Cooksey latihan (Dix 1979) adalah
sangat penting. Sebuah program latihan vestibular terdiri dari gerakan berulang,
semakin lebih sulit, mata, kepala dan tubuh dirancang untuk mendorong gerakan
dan memfasilitasi substitusi sensorik.Banyak komponen program latihan ini
digunakan oleh terapis fisik dan pekerjaan hari ini (Ribeiro et al. 2005, Corna et al.
2003, Jauregui-Renaud et al. 2007, Brown et al. 2006.

Pendekatan untuk ekstremitas ataxia

Latihan yang dirancang untuk pengobatan ekstremitas ataxia dimanfaatkan


untuk memberikan fiksasi dengan mendirikan keseimbangan antara kontraksi
eksentrik dan konsentris dalam gerakan multi-sendi ekstremitas bawah dan
ekstremitas atas pada khususnya. Selama kinerja latihan ini, penting untuk
membangun lambat, terkontrol dan timbal balik gerakan multi-sendi dan stabilisasi.
latihan koordinasi Freenkel ini dikembangkan untuk tujuan ini (Edwards 1996,
Danek 2004).
Aktif diulang kontraksi mirip dengan PNF dapat dimanfaatkan sendiri atau
dengan menggabungkan mereka dengan latihan koordinasi Freenkel ini
(Armutlu et al. 2001). Sementara kedua jenis latihan yang efektif dalam kasus
dengan ekstremitas ringan ataksia, mereka dapat cukup pada kasus berat. Dalam
kasus tersebut, stabilisasi berirama dan kombinasi teknik isotonik lebih
efektif daripada PNF (Adler et al. 2000).

Koordinasi Dynamics Therapy (CDT) dikembangkan oleh Dr. Giselher


Schalow. Terapi ini, katanya, "meningkatkan self-organisasi jaringan saraf
dari SSP untuk perbaikan fungsional dengan berolahraga gerakan lengan dan kaki
sangat tepat dikoordinasikan pada perangkat khusus (Giger MD) dan, pada
gilirannya, penembakan terkoordinasi dari banyak miliaran neuron SSP manusia
"(Schalow 2006, Schalow 2004, Schalow 2002).

Penggunaan alat bantu yang mendukung

Dalam kasus yang aplikasi perlakuan fisik restoratif tidak cukup,


penggunaan perangkat yang mendukung memungkinkan pasien untuk berfungsi
lebih mudah dalam tingkat fungsional yang sekarang. Dalam kasus ataksia berat,
menangguhkan bobot dari ekstremitas dan penggunaan pejalan kaki berbobot
dapatdisukai (Gibson- Horn 2008).

Kegiatan olahraga

Menunggang kuda, berenang, bermain biliar, golf dan anak panah cocok untuk
jenis pasien (Bertoti 1988, Hammer et al. 2005

Anda mungkin juga menyukai