Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai


tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya
dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang
harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari
operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa
anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi. 1,2

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka


dinding perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman daripada
dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang
lebih sempurna dan anestesi yang lebih baik. Karena itu kini ada kecenderungan
untuk melakukan sectiocaesarea tanpa dasar yang cukup kuat. Dalam hubungan ini
perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami pembedahan itu merupakan
seorang yang mempunyai parut uterus, dan tiap kali kehamilan serta persalinan
berikut memerlukan pengawasan yang cermat berhubung dengan bahaya ruptura
uteri.1
Indikasi dilakukan tindakan section caesarea diantaranya keadaan yang tidak
memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, keadaan gawat darurat yang
memerlukan pengakhiran kehamilan atau persalinan segera, yang tidak mungkin
menunggu kemajuan persalinan per-vaginam secara fisiologis, persalinan tidak
maju, ataupun riwayat sectio caesarea sebelumnya.WHO (World Health
Organization) memperkirakan bahwa angka persalinan dengan sectiocaesarea
sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang
dibandingkan dengan 20% di Britania Raya dan 23% di Amerika Serikat. Kanada
pada 2003 memiliki angka 21%. Data statistik dari 1990-an menyebutkan bahwa
kurang dari 1 kematian dari 2.500 yang menjalani bedah caesar, dibandingkan
dengan 1 dari 10.000 untuk persalinan normal.3, 4, 5

1
Tubektomi/MOW (Medis Operatif Wanita) atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur
kanan dan kiri yang menyebabakan sel telur tidak dapat melewati saluran telur,
dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperm laki-laki sehingga
tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wanita tidak akan turun.
Pelaksanaan MOW sendiri dibagi menjadi 3 yaitu pelaksanaan MOW pasca
operasi/pasca melahirkan, mempunyai penyakit ginekologi, dan dilakukan pada
masa interval.6

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Tanggal : 21 Mei 2018
Nama : Ny. I
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TB/BB : 157 cm/75 kg
Gol. Darah :A
Alamat : Ma. Bulian RT 10
No. RM : 885931
Ruangan : Bangsal kebidanan
Diagnosa : G4P3A0 gravida 37-38 minggu riwayat sectio caesaria 3 kali,
janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala
Tindakan : Sectio Caesaria + Tubektomi

B. HASIL KUNJUNGAN PRA ANESTESI


1. ANAMNESA

Keluhan utama:

Pasien datang ke poli kebidanan untuk kontrol ulang kehamilan

Riwayat perjalanan penyakit:

Pasien datang ke poli kebidanan untuk melakukan kontrol rutin. Pasien datang ke
poli tanpa keluhan apapun seperti nyeri, keluar darah, ataupun lendir. Kemudian,
pasien dilakukan USG dikatakan bahwa janin mengalami pengapuran, sehingga
pasien dirawat dan direncanakan SC cito. Pasien meminta untuk dilakukan tindakan
steril dikarenakan pasien merasa sudah memiliki cukup anak.

3
Pasien sudah menikah selama 12 tahun, dengan riwayat sectio caesaria sebanyak 3
kali. Sectio caesaria dilakukan karena pinggul pasien kecil. Riwayat penggunaan
KB (-).

Riwayat penyakit dahulu:

 Riwayat Operasi : (+) riwayat 3 kali SC


 Riwayat Hipertensi : (-)
 Riwayat Asma : (-)
 Riwayat DM : (-)
 Riwayat Penyakit lain : (-)

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada yang menderita keluhan serupa

2. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

a. Vital Sign
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguller, kuat angkat, isi dan tahanan cukup.
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5 ̊C
b. Kepala : normochepal
c. Mata : SI -/-, CA -/-, RC +/+, isokor +/+
d. THT : nyeri tekan (-) nyeri tarik (-) rinore (-), otore (-)
e. Leher : simetris, pembesaran KGB (-).
f. Thoraks
Inspeksi : simetris
Palpasi : vokal Fremitus +/+, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor (+)

4
Auskultasi
- Cor : BJ I/II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
- Pulmo : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-

g. Abdomen
Inspeksi : tampak membesar, striae (+), luka bekas operasi (+)
Palpasi : TFU 31 cm, letak punggung janin kiri, presentasi kepala,
taksiran berat janin 3100 gr, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : DJJ 151 x/menit, bising usus (+) normal
h. Genital : dalam batas normal
i. Ekstremitas : akral hangat, udem (-), CRT < 2 detik

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin (tanggal 22 Mei 2018)


WBC : 7.98 x 103/L
RBC : 3.37 x 1012/L
HGB : 9.5 gr/dL
HCT : 27.9 %
PLT : 199 x 109/L
Masa Pendarahan : 2 (1 – 3 menit )
Masa Pembekuan : 3 (2 – 6 menit)

4. STATUS ASA: 1/2/3/4/5/E

5. PERSIAPAN PRA ANESTESI

 Pasien telah diberikan informed consent


 Puasa 6 jam sebelum operasi
 Pasien dirawat 1 hari sebelum tindakan

5
C. LAPORAN ANESTESI

Tanggal : 21 Mei 2018


Nama : Ny. I
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TB/BB : 157cm/75 kg
Gol. Darah :A
Alamat : RT 10 Muara Bulian
Ruangan : Bangsal Kebidanan
Diagnosa : G4P3A0 gravida 37-38 minggu riwayat sectio caesaria 3
kali, janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala
Tindakan : Sectio Caesaria + Tubektomi
Operator : dr. Hanif M. Noor, Sp.OG
Ahli Anestesi : dr. Panal Hendrik Dolok Saribu, Sp.An

1. Keterangan Pra Bedah


a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 ( E=4, M=6, V=5 )
Tanda vital : Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5 ºC

Berat Badan : 75 kg

b. Laboratorium
Darah Rutin (tanggal 22 Mei 2018)
WBC : 7.98 x 103/L
RBC : 3.37 x 1012/L
HGB : 9.5 gr/dL
HCT : 27.9 %

6
PLT : 199 x 109/L
Masa Pendarahan : 2 (1 – 3 menit )
Masa Pembekuan : 3 (2 – 6 menit)

2. Tindakan Anestesi
1. Diagnosa pra bedah : TFU 31 cm, letak punggung janin kiri, presentasi
kepala, taksiran berat janin 3100 gr HIS (+), nyeri tekan (-)
2. Tindakan bedah : Sectio Caesaria + Tubektomi
3. Status fisik ASA : II
4. Jenis anestesi : Spinal
Lokasi penusukan : L3-L4
Pramedikasi :
 Ondansentron 4 mg (IV)
 Dexametasone 5 mg (IV)
 Ranitidine 50 mg (IV)
Anestesi Spinal : Bupivacaine 15 mg
Adjuvant :-
Pemeliharaan anestesi : O2
Posisi : Supine
Infus : Ringer Laktat
Status fisik : ASA II
Induksi mulai : 08.50 WIB
Operasi mulai : 09.00 WIB
Operasi selesai : 09.45 WIB
Berat badan pasien : 80 Kg
Durasi operasi : 45 menit
Pasien puasa : 6 jam
Medikasi :
 Oxytocin 20 IU
 Methylergometrin 0.4 mg
 Ephedrine 10 mg

7
3. Keadaan Selama Operasi
a. Letak Penderita : Terlentang
b. Intubasi :-
c. Penyulit Intubasi :-
d. Penyulit :-
e. Lama Anestesi : ± 1 jam
f. Jumlah Cairan
Input :
 RL 500 ml
 RL 500 ml
 RL 500 ml
 RL 500 ml
 RL 500 ml + Ketorolac 30 mg
Output :
 Urine : ± 100 cc
 Perdarahan : ± 250 cc
g. Kebutuhan cairan pasien ini :
BB = 75 Kg
 Maintenance (M)
M = 2 cc/kgBB
M = 2 cc x 75
M = 150 cc
 Pengganti Puasa (P)
P=6xM
P = 6 x 150
P = 900 cc
 Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (operasi sedang)
O = 75 x 6 cc
O = 450 cc

8
Kebutuhan cairan selama operasi
Jam I = ½ (P) + M + O
= ½ (900) + 150 + 450
= 1050 cc
Jam II = ¼ (P) + M + O
= ¼ (900) + 150 + 450
= 825 cc
 EBV = 65 x BB
= 65 x 75
= 4875 cc
 ABL = Δ Ht x EBV x 3
100
= (37-28) x 4875 x 3
100
= 1316.25 cc

4. Monitoring
TD awal = 110/80 mmHg, Nadi = 82 x/menit, RR = 22 x/menit

Jam Tindakan Nadi Saturasi TD RR


(x/menit) O2 (%) (mmHg) (x/menit)
08.15  Pasien masuk ke kamar operasi,
dan dipindahkan ke meja operasi
08.20  Pemasangan monitoring tekanan 90 98 115/75 18
darah, nadi, saturasi O2 dan urin
bag dikosongkan.
08.30  Diberikan cairan RL 1 kolf dan 86 99 108/68 20
obat premedikasi
08.45  Obat spinal dimasukkan setinggi 85 99 105/65 18
L3-L4 (Bupivacaine 15 mg)
08.47  Pasien diposisikan telentang
08.50  Operasi dimulai

9
09.00  Kondisi terkontrol 88 98 108/60 20
09.15 70 99 109/62 22
09.30 105 97 90/63 20
09.45  Operasi selesai 75 98 90/60 18
10.00  Pelepasan alat monitoring 84 98 98/68 18
10.15  Pasien dipindahkan ke RR

5. Ruang Pemulihan
 Masuk Jam : 10.12 WIB
 Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15
 Tanda vital
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
 Pernafasan : Baik
 Scoring Aldrete:
Aktivitas :1
Pernafasan :2
Warna Kulit :2
Sirkulasi :2
Kesadaran :2
Jumlah :9

Instruksi Post Operasi:

 Monitoring tanda vital dan perdarahan tiap 15 menit


 Tirah baring menggunakan bantal
 Boleh minum bertahap

10
 Instruksi lain sesuai dr. Hanif M. Noor, Sp.OG

BAB III
TIJAUAN PUSTAKA

3.1 Pembagian Anestesi Regional

Anesthesia regional terbagi atas blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi
blok spinal, epidural dan kaudal serta blok perifer misalnya blok pleksus brakhialis,
aksiler, analgesia regional intravena dan lain-lain.1

3.1.1 Anatomi Medula Spinalis

Columna vertebralis terbagi atas 7 vertebra servikal, 12 vertebra thorakal,


5 vertebra lumbal, 5 vertebra sacral menyatu pasa dewasa dan 4-5 vertebrae
koksigeal menyatu pada dewasa. Prosesus spinosus C2 teraba langsung di bawah
oksipital. Prosesus spinosus C7 menonjol dan disebut sebagai vertebra
prominens. Garis lurus yang menghungkan kedua Krista iliaka setinggi akan
memotong prosesus spinosus vertebra L4 atau antara L4-L5.1

Peredaran darah untuk medulla spinalis di perdarahi oleh a.spinalis anterior


dan a. spinalis posterior. Untuk mencapai cairan serebrospinal maka jarum suntik

11
akan menembus kulit ke subkutis kemudian ligamentum supraspinosum ke
ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, duramater dan
ruang subarachnoid.1

Medulla spinalis berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan


serebrospinal, dibungkus meningens ( duramater, lemak dan pleksus venosus).
Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3 dan sakus
duralis berakhir setinggi S2.1

Cairan serebrospinalis merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari


pleksus aryeria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Caitran ini
jernih tak berwarna mengisi ruang subaracnoid dengan jumlah total 100-150 ml,
sedangkan yang ada di punggung sekitar 25-45 ml.1

3.1.2 Analgesia Spinal

Analgesia spinal (intratekal, intradural,subdural, subarachnoid) ialah


pemberian abat anestetik local ke dalam ruang subarachnoid. Anestesia spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik local ke dalam ruang
subarachnoid. Tekhnik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.1

3.1.3 Fisiologi Anestesi Spinal

Ada 3 kelas saraf: motorik, sensorik dan otonom. Stimulasi saraf motorik
menyebabkan otot berkontraksi ketika terjadi blok saraf, otot mengalami
kelumpuhan. Saraf sensorik mengirimkan sensasi seperti sentuhan dan nyeri dari
sumsum tulang belakang ke otak, sedangkan sarf otonom mengontrol caliber
pembuluh darah, denyut jantung, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang tidak
berhubungan dengan kendali kesadaran. Umumnya saraf otonom dansensorik
terblok sebelum saraf motorik. Vasodilatasi dan penurunan tekanan darah pun
dapat terjadi ketika saraf otonom di blok.7

12
3.1.4 Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia1

Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat aesthesia sebelumnya


sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khususs, misalnya alergi, mual, muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau
sesak napas asca bedah sehingga kita dapat merencanakan anesthesia berikutnya
dengan lebih baik.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan rutin lain secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak
boleh dilewakan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang azim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA)

Kelas I : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik dan biokimia

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berrat, sehingga aktivitas rutin terbatas

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin
dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya
tidak akan lebih dari 24 jam

Masukan oral
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan bayi 3-
4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anesthesia.
Minum bening, air putih, the menis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat
air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi.
Premedikasi

13
Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk memperlancar induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia. Obat
peredam kecemasan biasanya diazepam oral 10-15 mg beberapa jam sebelum
indksi. Jika disertai nyeri dapat diberikan petidin 50 mg intramuscular.
Induksi anestesi
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tida sadar,
sehinggamemungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Induksi
anesthesia dapat dikerjakan dengan intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal.
Setelah pasien tidur akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan
pemeliharaan anesthesia sampai tindakan pembedahan selesai.

3.1.5 Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi:1

 Bedah ekstremitas bawah


 Bedah panggul
 Tindakan sekitar rectum-perineum
 Bedah obsetri-genekologi
 Bedah urologi
 Bedah abdomen bawah
 Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi dengan
anesthesia umum ringan

Kontraindikasi Absolut1

 Pasien menolak
 Infeksi pada tempat suntikan
 Hipovolemia berat, syok
 Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
 Tekanan intracranial meninggi
 Fasilitas resusitasi minim
 Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anesthesia

14
Kontraindikasi relatif:1

 Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)


 Infeksi sekitar tempat suntikan
 Kelainan neurologis
 Kelainan psikis
 Bedah lama
 Penyakit jantung
 Hipovolemia ringan
 Nyeri pinggang kronis

Kontraindikasi pada seksio sesarea meliputi:8

 Adanya infeksi pada tempat penyuntikan


 Terdapat gangguan fungsi hepar
 Terdapat gangguan koagulasi
 Tekanan intracranial meninggi
 Alergi terhadap anashesia local
 Hipertensi tak terkontrol
 Pasien menolak
 Syok hipovolemik

3.1.6 Komplikasi anestesi spinal7

Akut
1. Hipotensi  dikarenakan dilatasi pembuluh darah max
2. Bradikardi  dikarenakan blok terlalu tinggi, berikan SA
3. Hipoventilasi  berikan O2
4. Mual muntah  dikarenakan hipotensi terlalu tajam, berikan epedril
5. Total spinal  obat anestesi naik ke atas, berikan GA

15
Pasca tindakan
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala
4. Retensi urin  dikarenakan sakral terblok  pasang kateter

3.1.6 Keuntungan Anestesi Spinal7

1. Biaya
Biaya minimal
2. Kepuasan pasien
Pasien sangat senang dengan teknik ini karena pemulihannya yang cepat dan
tidak ada efek samping.
3. Pernapasan
Efek samping sedikit pada system pernapasan selama blockade yang terlalu
tinggi dihindari.
4. Jalan napas
Control jalan napas tidak terganggu, sehingga menurunkan resiko
penyumbatan saluran napas atau aspirasi isi lambung.keuntungan ini bias
hilang jika obat penenang terlalu banyak diberikan.
5. Relaksasi otot
Anesthesia spinal memberikan relaksasi otot yang sangat baik pada
ekstremitas bawah dan perut bawah.
6. Perdarahan
Kehilangan darah selama operasi minimal bila dibandingkan dengan anestesi
umum. Hal ini karena penurunan tekanan darah dan denyut jantung dan
peningkatan draenase vena menyebabkan aliran.
7. Koagulasi
8. Pada umumnya pasca operasi jarang terjadi thrombosis vena dan emboli paru.

3.1.8 Kekurangan Anestesi Spinal7

Kekurangan anestesi spinal diantaranya adalah sebagai berikut:

16
 Terkadang akan sulit untuk menemukan ruang dural dan mendapatkan CSF.
 Hipotensi dapat terjadi pada saat blockade.
 Beberapa pasien tidak cocok secara psikologis untuk tetap sadar, bahkan jika
dibius, selama operasi.
 Ada risiko teoritis bahwa infeksi ke dalam ruang subarachnoid dan
menyebabkan meningitis. Ini seharusnya tidak pernah terjadi jika peralatan
disterilkan dengan benar dan teknik aseptic digunakan.
 Sakit kepala postural dapat terjadi pasca operasi.

Implikasi praktis dari perubahan fisiologis

Pasien harus terhidrasi dengan baik sebelum anesthesia local di suntikkan dan
harus memiliki infuse intravena ditempat sehingga cairan lebih lanjut atau
vasokonstriktor dapat diberikan jika terjadi hipotensi.

3.1.9 Persiapan Analgisia Spinal7

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada


analgesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau
pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu
perlu diperhatikan hal-hal berikut

1. Informed Consent (izin dari pasien)


Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak ada kelainan spesifik seperti tulang punggung dan lain-lain.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, hematokrit, PT (protrombin time) dan PTT (partial
tromboplastine time)

17
3.1.10 Peralatan Analgesia Spinal1

1. Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri, denyut (pulse oksimeter) dan EKG
2. Peralatan anetesia/resusitasi umum
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quincke bobcock) atau
jarum spinal denga ujung pensil (pensil poit whitecare).

3.1.11 Tekhik analgesia spinal

Pasien duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan pada meja
operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.1,7

1. Setelah dimonitor tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakan stabil. Buat
pasien membungkuk maksima agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain
ialah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau
L4-5. Tusukan pada L1 dan L-2 atau diatasnya beresiko trauma terhadap medulla
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol
4. Beri anestesi local pada tempat tusukan misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml
5. Cara tusukan median atau para median
Unuk jarum spinal besar 22G, 23G, atau 25 G dapat langsung digunakan.
Sedangkan untuk yang kecil 27G aytau 29G dianjurkan menggunakan penuntun
jarum biasanya 10cc. Tusukan intoducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit

18
kearah sefal kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya kelubang
jarum tersebut. JIka menggunakan jarum tajam irisan jarum harus sejajar dengan
duramater yaitu pada posisi tidur miring “bevel” mengarah keatas atau kebawah
untuk menghindari kebocoran liquor yang dapat berakibat timbulnya nyeri pasca
spinal. Setelah resistensi menghilang mandarin jarum spinal juga harus dicabut
dan dikeluarkan likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dikeluarkan
pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit hanya untuk menyakinkan
posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin posisi jarum spinal pada posisi yang
benar dan likuor tidak keluar putar arah jarum 90% biasanya likuor keluar. Untuk
analgetik spinal kontinu dapat dimasukkan kateter
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
dengan anestik hiperbarik. Jarak kulit ligamentum flavum dewasa lebih kurang
6 cm.

3.2 Seksio Sesarea

3.2.1 Definisi

Suatu Persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding Rahim dengan syarat Rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram.9

3.2.2 Indikasi Seksio Sesarea 9

Indikasi Ibu
1. Panggul sempit
2. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Stenosis serviks/ vagina
4. Plasenta previa
5. Disproporsi sefalopelvik
6. Ruptur uteri membakat

19
Indikasi Janin 9
1. Kelainan letak
2. Gawat janin

Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada : 9


1. Janin mati
2. Syok, anemia berat, sebelum diatasi
3. Kelainan kongenital berat

3.3 Tubektomi
3.3.1 Definisi
Tubektomi/MOW (Medis Operatif Wanita) atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur
kanan dan kiri yang menyebabakan sel telur tidak dapat melewati saluran telur,
dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperm laki-laki sehingga
tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wanita tidak akan turun.6

3.3.2 Klasifikasi
Pelaksanaan MOW sendiri dibagi menjadi 3 yaitu pelaksanaan MOW pasca
operasi/pasca melahirkan, mempunyai penyakit ginekologi, dan dilakukan pada
masa interval.6

3.3.3 Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
1) indikasi medis umum adanya gangguan fisik atau pisikis yang akan menjadi
lebih berat bila wanita ini hamil lagi;
2) gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit jantung,
dan sebagainya;

20
3) gangguan pisikis yang di alami yaitu seprti skizofernia (psikosis), sering
menderita psikosa nifas, dan lain-lain.;
4) indikasi medis obstetric yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio
sesarea yang berulang, histerektomi obstetri;
5) indikasi medis ginekologik pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat
pula dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi;
6) indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosaial ekonomi
yang sekarang ini terasa bertambah berat;
7) mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
misalnya umur ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil perkalianya adalah
120;
8) mengikuti rumus 100 umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang,
umur ibu 30 tahun keatas dengan anak hidup 3 orang, umur ibu 35 tahun keatas
dengan anak hidup 2 orang.10

Kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi 2 yang meliputi indikasi


mutlak dan indikasi relatif. Kontraindikasi mutlak meliputi: peradangan dalam
rongga panggul, peradangan liang senggama, kavum duaglas tidak bebas, ada
perlekatan, kontraindikasi relative, obesitas berlebihan, bekas laparotomi.10

3.3.4 Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain: perlindungan terhadap
terjadinya kehamilan sanggat tinggi, tidak menggangu kehidupan suami istri, tidak
mempengaruhi ASI, lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan
satu kali tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis.6

Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap yaitu antara lain, harus di


pertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat dipulihkan
kembali, klien dapat menyesal dikemudian hari. Resiko komplikasi terbilang kecil,
meningkat apabila digunakan anastesi umum, rasa sakit/ketidaknyamanan dalam
jangka pendek setelah tindakan, tidak melindungi diri dari IMS. 6

21
BAB IV

ANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang.

Pasien datang ke poli kebidanan untuk melakukan kontrol rutin. Pasien datang
ke poli tanpa keluhan apapun seperti nyeri, keluar darah, ataupun lendir. Kemudian,
pasien dilakukan USG dikatakan bahwa janin mengalami pengapuran, sehingga
pasien dirawat dan direncanakan SC cito. Pasien meminta untuk dilakukan tindakan
steril dikarenakan pasien merasa sudah memiliki cukup anak. Pasien sudah menikah
selama 12 tahun, dengan riwayat sectio caesaria sebanyak 3 kali. Sectio caesaria
dilakukan karena pinggul pasien kecil. Riwayat penggunaan KB (-).

Pada pemeriksaan fisik abdomen, pada inspeksi diperoleh hasil abdomen


tampak membesar, striae (+), luka bekas operasi (+), pada palpasi diperoleh hasil
tinggi fundus uteri 31 cm, letak punggung janin, presentasi kepala, taksiran berat
janin 3100 gr, pada perkusi diperoleh hasil timpani (+), pada auskultasi didapatkan
hasil denyut jantung janin 151 kali per menit, bising usus (+) normal. Pada
pemeriksaan darah rutin didapatkan bahwa pasien mengalami anemia dengan nilai
haemoglobin 9.5 gr/dL.

Kunjungan Pra Anestesi

Kunjungan pra anestesia dilakukan kurang lebih 10 jam sebelum operasi, untuk
memberi penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anestesi yang dilakukan.
Pada kunjungan tersebut dilakukan penilaian tentang keadaan pasien secara umum,
keadaan fisik dan mental penderita. Dimana didapatkan keadaan pasien secara
umum baik. Berdasarkan The American Society of Anesthesiologists (ASA),
keadaan pasien Ny. I tergolong ke ASA II, yaitu terdapat penyakit sistemik ringan
atau sedang.

22
Pemilihan Jenis Anestesi

Pasien ini direncanakan untuk dilakukan operasi seksio caesaria tubektomi.


Seksio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. Saat ini pembedahan seksio sesarea
jauh lebih aman dibandingkan masa sebelumnya karena tersedianya antibiotika,
transfusi darah, teknik operasi yang lebih baik, serta teknik anestesi yang lebih
sempurna. Hal inilah yang menyebabkan saat ini timbul kecenderungan untuk
melakukan seksio sesarea tanpaadanya indikasi yang cukup kuat.11

Pada operasi SC, kita membutuhkan efek analgesi setinggi T10. Oleh karena itu
maka jenis anestesi yang dipilih adalah anestesi spinal. Anestesi spinal
diindikasikan untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke
bawah (daerah papila mammae ke bawah). Anestesi spinal ini digunakan pada
hampir semua operasi abdomen bagian bawah, bedah obstetri, bedah urologi,
rektum-perineum, dan ekstremitas bawah.1

Adapun beberapa keuntungan spinal anestesi dibandingkan general anestesi


yaitu jumlah perdarahan yang lebih sedikit, angka kejadian thrombosis vena dalam
lebih kecil, menghindari efek samping general anestesi seperti mual, tenggorokan
kering, gangguan kesadaran, dan sebagainya, serta kontrol nyeri yang lebih baik.12

Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dilakukan,


dengan tujuan melancarkan anastesia. Tujuan premedikasi sangat beragam,
diantaranya:

- Mengurangi kecemasan dan ketakutan


- Memperlancar induksi dan anesthesia
- Mengurangi sekresi ludah dan broncus
- Meminimalkan jumlah obat anesthetic
- Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung

23
- Mengurangi reflek yang membahayakan
Pada pasien ini diberikan obat-obat premedikasi yaitu Ondansentron 4 mg (IV),
Dexametasone 5 mg (IV), dan Ranitidine 50 mg (IV). Dalam pemberian obat
premedikasi pada pasien ini terdapat kesalahan waktu pemberian obat. Obat
premedikasi seharusnya diberikan di ruangan rawat 1-2 jam sebelum dilakukan
induksi, namun pada pasien diberikan sekitar 15 menit sebelum induksi spinal.

Anestesi Spinal
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala
menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang
menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra
lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan
tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27 ditusukkan
dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian
dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan.
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL hiperbarik 15 mg. Bupivacain merupakan
anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan
menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara
kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat
reversibel.

Oxiytocin 10 IU (drip) yang bertujuan untuk mencegah perdarahan dengan


merangsan kontraksi uters secara ritmik untuk mempertahankan tonus uterus post
partum.

Monitoring Intraoperatif
Pada pasien dengan anestesi spinal, maka perlu dilakukan monitoring tekanan
darah serta nadi setiap 15 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah
yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar 20-
30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi dan bradikardi merupakan
salah satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja dari
syaraf simpatis. Namun bila dengan cairan infus masih terjadi hipotensi, maka dapat

24
diberikan vasopresor berupa efedrin dengan dosis 10 mg intravena yang dapat
diulang tiap 3-4 menit sampai tekanan darah yang dikehendaki.

Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloid secara
intravena. Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan sesudah
pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit cairan
saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang pindah
ke ruang ketiga. Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam
waktu 3 jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%.

Pasien ini selama operasi telah diberikan cairan infus RL sebanyak 2500 ml (5
kolf) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
karena pasien sudah tidak makan dan minum ± 6 jam.

Kebutuhan cairan pasien ini


Diketahui :
 Berat badan : 75 kg
 Lama puasa : 6 jam
 Lama anestesi : 1 jam 15 menit
 Stress operasi : Sedang
o Maintenance (M)
M = 2 cc/kgBB
= 2 cc x 75
= 150 cc
o Pengganti Puasa (P)
P =6xM
= 6 x 150
= 900 cc

25
o Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (operasi sedang)
= 75 x 6 cc
= 450 cc

Kebutuhan cairan selama operasi


Jam I = ½ (P) + M + O
= ½ (900) + 150 + 450
= 1050 cc
Jam II = ¼ (P) + M + O
= ¼ (900) + 150 + 450
= 825 cc

Total kebutuhan pada pasien ini yaitu:


- 1050 cc pada jam pertama
- 825 cc pada jam kedua
- 250 cc untuk mengganti kehilangan cairan pada perdarahan intraoperatif
- 100 cc untuk mengganti kehilangan cairan urin
Jumlah seluruh cairan yaitu 2225 cc, maka pemberian 2500 ml kristaloid selama
operasi sudah mencukupi kebutuhan cairan pasien.

26
BAB V

KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya. Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada
hambatan yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya.
Selama di ruang pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan
serius. Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi pada kasus ini
berlangsung dengan baik.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, dan Dachlan MR, Eds. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi Ke-2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUI. 2009.
2. Dahlan MR, Soenarto RF. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen
Anestesiologi dan Intensif Care FKUI. 2009.
3. Winkjosastro. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2002.
4. Aaron B Caughey, Jennifer R. Butler. Postterm Pregnancy. Medscape
references, 2011. Diunduh dari: http://emedicine.medscape/article/26136-
overview#aw2aab6b5
5. Anonim. Caesarean section. Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/
caesarean_section
6. BKKBN. Arah Kebijakan dan Strategi Program Kependudukan dan KB
Tahun 2011. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional; 2011.
7. Nugroho AM. Anestesia Obstetrik. Soenarto RF, Chandra S, editor. Buku
ajar anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi dan Intensive Care;
2012. hal 33-34.
8. Adli J. Kontraindikasi Anestesi spinal pada pasien multigravida dengan
section caesaria. Yogyakarta: FKUMY. 2010
9. W. Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta: PT. Bina
Pustaka. 2011.
10. Asih dan Oesman. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang. Jakarta: Puslitbang KB dan Kesehatan
Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional; 2009.
11. Lukito Husodo. Pembedahan dengan laparotomi. Di dalam : Wiknjosastro
H, editor. Ilmu kebidanan, edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2002 . 863 – 875
12. Medscape .Perioperative Medication Management. 2015. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/284801-overview#showall

28

Anda mungkin juga menyukai