Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 sehat adalah

keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial sehingga memungkinkan setiap

orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Salah satu cara untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan adalah perlunya

diselenggarakan fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas Pelayanan kesehatan

adalah suatu tempat atau sarana yang diselenggarakan secara sendiri atau

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Depkes RI, 2009).

Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang dapat membantu mewujudkan

tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat adalah apotek

(Menkes RI, 2009). Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat

dilakukannya praktik kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah

suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan

dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah

mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat

(drug oreiented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif (pharmaceutical

care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian

yang lebih luas mencakup pelayanan farmasi klinik, yaitu pelaksanaan pemberian

informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional,

1
monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan

terjadinya kesalahan pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

hidup pasien. Oleh karena itu Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan, dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien.

Bentuk interaksi tersebut berupa pemberian informasi obat dan konseling kepada

pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2016).


Selain memiliki fungsi sosial sebagai tempat pengabdian dan

pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat perbekalan

kesehatan, apotek juga memiliki fungsi ekonomi yang mengharuskan suatu apotek

memperoleh laba untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga kelangsungan

usahanya. Oleh karena itu, apoteker sebagai salah satu tenaga professional

kesehatan dalam mengelola apotek tidak hanya dituntut dari segi teknis

kefarmasian saja tapi juga dari segi manajemen (Bahfen, 2006). Jika apotek

memiliki pengelolaan manajemen yang baik, dan manajemen yang baik ini

memiliki hubungan erat dengan kemajuan dan berkembangnya sebuah apotek

(Bogadenta, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, maka Program Studi Profesi Apoteker (PSPA)

Fakultas Farmasi, Universitas Tjut Nyak Dhien Medan, bekerjasama dengan

Apotek Kimia Farma untuk menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker

(PKPA) agar calon apoteker dapat terlibat secara langsung dalam pengelolaan

apotek serta mengetahui dan memahami tugas dan peran seorang Apoteker

Pengelola Apotek (APA) dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai

peraturan perundang-undangan dan kaidah profesi yang berlaku. Adapun Praktik

2
Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan mulai tanggal 05 November 2018 hingga 05

Desember 2018.

1.2 Tujuan Kegiatan

Adapun tujuan pelaksanaan PKPA di apotek adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai yang terdiri dari perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

2. Melakukan pelayanan farmasi klinis yang terdiri dari pengkajian resep,

dispensing, pelayanan informasi obat, konseling, pelayanan kefarmasian di

rumah (Home Pharmacy Care), pemantauan terapi obat dan monitoring efek

samping obat.

1.3 Pelaksanaan Kegiatan

PKPA di Apotek Kimia Farma No. 160 Setia Budi dilaksanakan mulai

tanggal 20 Desember 2018 sampai dengan tanggal 18 Januari 2019. Pembagian

tugas PKPA di Apotek Kimia Farma No. 160 Setia Budi dengan menggunakan

dua shift, yaitu shift pagi pukul 08.00 – 15.00 WIB dan shift siang pukul 15.00 –

22.00 WIB.

1.4 Manfaat Kegiatan

Dapat mengetahui dan melihat secara langsung peran dan tugas serta

tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA), stuktur organisasi dan sistem

manajerial yang berlangsung di apotek serta meningkatkan pengetahuan dan

3
keterampilan dalam pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di apotek

dengan cara memberikan informasi obat, edukasi dan konseling.

4
BAB II
TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Apotek dan Peranan Apotik

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73

tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek

merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian

oleh Apoteker, sedangkan pengertian pelayanan kefarmasian itu sendiri adalah

suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan

dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien. Apotek merupakan tempat bagi apoteker

dalam melaksanakan pengabdian profesi berdasarkan keilmuan, tanggung jawab

dan etika profesi.

Definisi apotek di atas juga tercantum dalam Permenkes No. 73 tahun

2016 yang merupakan perubahan atas Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002.

Selain itu juga terdapat dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah RI No. 51

Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan

kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek

mempunyai fungsi utama dalam pelayanan obat atas dasar resep dan yang

berhubungan dengan itu, serta pelayanan obat tanpa resep yang umumnya

digunakan di rumah (Anief, 2005).

Undang-undang yang mengatur tentang apotek telah mengalami banyak

perubahan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kesehatan,

dimulai dari PP 26 tahun 1965 menjadi PP 25 tahun 1980. Tugas dan fungsi

5
apotek sebagaimana tertera dalam PP 25 tahun 1980 pasal 2 adalah sebagai

berikut:

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan.

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran dan penyerahan obat.

c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang

diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan

kefarmasian. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk

meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi

tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat

yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).Standar

pelayanan kefarmasian di apotek ada dua, yaitu:

1. Standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

2. Standar pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing,

pelayanan informasi obat, konseling, pelayanan kefarmasian di rumah

(home pharmacy care), pemantauan terapi obat, monitoring efek samping

obat.(Menkes, 2016).

6
2.2 Persyaratan Pendirian Apotek

Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal

dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Apoteker yang

mendirikan apotek dengan bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan

kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan

(Menkes, 2017).

Ketentuan mengenai persyaratan pendirian apotek yang harus dipenuhi di

dalam Permenkes No. 9 tahun 2017 diantaranya :

1. Lokasi

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di

wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan kefarmasian.

2. Bangunan

Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan

kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan

keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang

lanjut usia. Bangunan Apotek harus bersifat permanen dan dapat merupakan

bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah

kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.

7
3. Sarana, Prasarana dan Peralatan

Bangunan apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:

a. Ruang penerimaan resep

b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

c. Ruang penyerahan obat

d. Ruang konseling

e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai

f. Ruang arsip.

Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas instalasi air bersih, instalasi

listrik, sistem tata udara, dan sistem proteksi kebakaran. Peralatan apotek meliputi

rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi,

komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien

yaitu catatan mengenai riwayat penggunaan sediaan farmasi dan/atau alat

kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang

diberikan kepada pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.

4. Ketenagaan

Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan apotek dapat dibantu

oleh apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.

Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes, 2017).

8
2.3 Perizinan Apotek

Izin mendirikan apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek

kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dimana izin yang dimaksud adalah

Surat Izin Apotek (SIA). SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama

memenuhi persyaratan (Menkes, 2017).

Apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017

Tentang Apotek Surat Izin Apotek (SIA) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai izin untuk

menyelenggarakan Apotek.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2017 Pasal 13 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek,

yaitu:

1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

2. Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan

dokumen administratif meliputi:

a. fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli;

b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);

c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker;

d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan

e. daftar prasarana, sarana, dan peralatan.

9
3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah

menerima permohonan dapat menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan

pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek.

4. Tim pemeriksa yang melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota yang

meliputi tenaga kefarmasian dan tenaga lainnya yang menangani bidang

sarana dan prasarana selambat-lambatnya 6 hari kerja sejak ditugaskan harus

melaporkan hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

5. Dalam jangka 12 hari kerja setelah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

menerima laporan pemeriksaan dan dinyatakan memenuhi persyaratan, maka

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan

kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai

POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi.

6. Dalam hasil pemerikasaan tim pemeriksa bila dinyatakan masih belum

memenuhi syarat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam waktu 12 hari

kerja mengeluarkan surat penundaan.

7. Terhadap surat penundaan, apoteker diberikan kesempatan untuk melengkapi

persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan

sejak tanggal surat penundaan.

8. Terhadap permohonan izin apotek bila tidak memenuhi persyaratan, maka

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib mengeluarkan surat penolakan

disertai dengan alasan-alasannya.

10
9. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA

melebihi jangka waktu, Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek

dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.

10. Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka penerbitannya bersama

dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA. Masa berlaku SIA

mengikuti masa berlaku SIPA (Menkes, 2017).

Untuk memperolehSurat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang

Pekerjaan Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki Surat Tanda

Registrasi Apoteker (STRA). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.889/Menkes/Per/V/2011 bahwa untuk memperoleh

STRA Apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki Ijazah Apoteker;

b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;

c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji apoteker;

d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memiliki surat izin praktik; dan

e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi (Menkes, 2011).

2.4 Penyelenggaraan Apotek

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek harus menjamin

ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Apotek hanya dapat menyerahkan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai kepada apotek

11
lainnya, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, dokter,

bidan praktik mandiri, pasien, dan masyarakat (Menkes, 2017).

Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas: papan nama

apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai nama apotek, nomor SIA,

dan alamat; dan papan nama praktik apoteker, yang memuat paling sedikit

informasi mengenai nama apoteker, nomor SIPA, dan jadwal praktik apoteker.

Papan nama harus dipasang di dinding bagian depan bangunan atau dipancangkan

di tepi jalan secara jelas dan mudah terbaca (Menkes, 2017).

Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan

keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Bila obat yang

diresepkan terdapat obat merek dagang, maka apoteker dapat mengganti obat

merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat

merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. Bila obat yang

diresepkan tidak tersedia di apotek atau pasien tidak mampu menebus obat yang

tertulis di dalam resep, apoteker dapat mengganti obat setelah berkonsultasi

dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat lain (Menkes, 2017).

Apabila apoteker menganggap penulisan resep terdapat kekeliruan atau

tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.Apabila

dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, maka apoteker tetap memberikan

pelayanan sesuai dengan resep dengan memberikan catatan dalam resep bahwa

dokter sesuai dengan pendiriannya (Menkes, 2017).

12
Resep bersifat rahasia dan harus disimpan di apotek dengan baik paling

singkat lima tahun. Resep atau salinan resep hanya dapat diperlihatkan kepada

dokter penulis resep, pasien yang bersangkutan atau yang merawat pasien, petugas

kesehatan atau petugas lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan (Menkes, 2017).

2.5 Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh menteri, kepala dinas

kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota secara berjenjang

sesuai dengan kewenangannya terhadap segala kegiatan yang berhubungan

dengan pelayanan kefarmasian di apotek. Pelaksanaan pengawasan dapat juga

melibatkan organisasi profesi (Menkes, 2017).

Selain menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas provinsi

kabupaten/kota, pengawasan terkait sediaan farrmasi dlakukan juga oleh kepala

badan pengawas obat dan makanan. Pengawasan yang dilakukan oleh dinas

kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota dan kepala badan pengawas

obat dan makanan dilaporkan secara berkala kepada menteri yang disampaikan

paling sedikit satu kali satu tahun (Menkes, 2017).

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan menteri ini dapat dikenai

sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan,

dan pencabutan SIA. Pencabutan SIA dilakukan oleh pemerintah daerah

kabupaten/kota berdasarkan hasil pengawasan dan/atau rekomendasi Badan POM.

Pelaksanaan pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan teguran tertulis

berturut-turut sebanyak tiga kali dengan tenggang waktu masing-masing satu

13
bulan. Bila apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan jiwa, SIA

dapat dicabut tanpa peringatan terlebih dahulu. Keputusan pencabutan SIA oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota disampaikan langsung kepada apoteker dengan

tembusan kepada direktur jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala

badan (Menkes, 2017).

2.6 Peranan Apoteker Pengelola Apotek

Sebagai upaya agar para apoteker penanggung jawab apotek dapat

melaksanakan pelayanan kefarmasian yang profesional, telah dikeluarkan

PerMenkes No. 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.

Adapun tujuan dikeluarkan standar tersebut adalah untuk meningkatkan mutu

pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan

melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Dalam melakukan pelayanan

kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:

a. Care giver (Pemberi layanan)

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.

Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan

kesehatan secara berkesinambungan.

b. Descision maker (Pengambil keputusan)

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan

dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

14
c. Communicator (Komunikator)

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi

kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien.

d. Leader (Pemimpin)

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan

yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola

hasil keputusan.

e. Manager (Pengelola)

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran

dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi

informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan hal-hal lain yang

berhubungan dengan obat.

f. Life-long learner (Pembelajar seumur hidup)

Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan

keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing

Professional Development /CPD).

g. Research (Peneliti)

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam

mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan

memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan

kefarmasian.

15
h. Teacher (Pendidik)

Apoteker harus dapat menjadi pendidik/akademisi/edukator bagi pasien,

masyarakat, maupun tenaga kesehatan lainnya terkait ilmu farmasi dan

kesehatan, baik menjadi guru, dosen, ataupun sebagai seorang

farmasis/apoteker yang menyampaikan informasi kepada pasien, masyarakat

dan tenaga kesehatan lain yang membutuhkan informasi.

i. Enterpeuner

Apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam mengembangkan

kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat. misalnya dengan

mendirikan perusahaan obat, kosmetik, makanan, minuman, alat kesehatan,

baik skala kecil maupun skala besar, mendirikan apotek, serta bisnis tanaman

obat dan lai lainnya.

Adapun tanggung jawab apoteker di apotek menurut Anief (2000) adalah:

1. Tanggung jawab terhadap obat yang diberikan melalui resep dokter. Apoteker

mampu menjelaskan tentang obat kepada pasien, seperti bagaimana obat

tersebut diminum, reaksi efek samping obat yang mungkin ada, stabilitas obat

dalam bermacam-macam kondisi, toksisitas obat, dosis, cara pemberian dan

rute pemakaian obat.

2. Tanggung jawab untuk memberikan informasi pada masyarakat dalam

pemakaian obat bebas dan bebas terbatas. Apoteker mempunyai tanggung

jawab penuh dalam menghadapi kasus pengobatan sendiri dan pemakaian

obat tanpa resep. Apoteker menentukan apakah pengobatan sendiri dari

penderita itu dapat diberikan obatnya atau disarankan untuk berkonsultasi ke

dokter.

16
3. Apoteker bertanggung jawab terhadap mutu obat yang ada di apoteknya. Oleh

karena itu,apoteker harus mengetahui jalan lalu lintas obat, yaitu sumber-

sumber pembelian dan para pembeli.

4. Apoteker bertanggung jawab atas penyerahan obat-obat narkotika dan

psikotropika kepada pasien dan membuat laporan narkotika dan psikotropika.

2.7 Manajemen Apotek

Definisi manajemen secara klasik adalah seni dan ilmu tentang

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan /penggerakan, koordinasi dan

pengawasan usaha manusia dan sumber-sumber untuk kebaikan umum dalam

rangka kerja organisasi dan lingkungan ekonomi dari perusahaan (Anief, 2008).

Manajemen adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilaksanakan secara efektif dan

efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan

bantuan orang lain. Dalam mengelola sebuah apotek berlaku cara mengelola

fungsi-fungsi manajemen dalam menyusun rencana kerja (planning) untuk

mencapai suatu tujuan. Melaksanakan rencana kerja tidak mungkin dilakukan oleh

satu fungsi, maka organisasi (apotek) membagi-bagi pekerjaan (organizing) yang

ada di apotek dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab pada setiap fungsi.

Masing-masing fungsi melaksanakan rencana kerja (actuating) sesuai dengan

fungsi pekerjaan dan sasaran yang akan dicapainya. Kemudian dilakukanlah

pengawasan (controlling) terhadap kinerja yang diperoleh. Fungsi manajemen

adalah sebagai berikut:

17
a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan

organisasi serta penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur,

metoda, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai

tujuan.Perencanaan dalam mendirikan suatu apotek meliputi pemilihan lokasi,

studi kelayakan, rencana anggaran belanja, dan memperhitungkan sumber modal

yang dibutuhkan (Anief, 2008).

b. Pengorganisasian (Organizing)

Fungsi pengorganisasian meliputi aktivitas dalam penentuan dan

perhitungan kegiatan dalam mencapai tujuan perusahaan, mengelompokkan

aktivitas yang sama dalam suatu kesatuan dan menempatkan seorang manajer

yang berkompeten dengan wewenang dan tanggung jawab yang diperlukan

(Anief, 2008).
c. Pengarahan (Actuating)

Fungsi pengarahan atau penggerakan merupakan fungsi manajemen yang

paling dekat dengan interaksi bawahan. Dilakukan dengan mengarahkan

karyawan agar bekerja secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan. Sebagai alat utamanya adalah intruksi atau perintah (Anief, 2008).

d. Pengawasan (Controlling)

Fungsi Pengawasan (controlling) merupakan evaluasi dari suatu pekerjaan

yang sudah direncanakan dan dilakukan terhadap kualitas, kuantitas, dan

penggunaan waktu dan terhadap biaya (Anief, 2008).

18
2.8 Pengelolaan Apotek

2.8.1 Sumber daya manusia (SDM)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73

tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa Pelayanan

Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh

Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat

Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja. Dalam melakukan

Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:

1. Persyaratan administrasi
a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi.
b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku.
d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan dan mampu memberikan pelatihan

yang berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri,

baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau

mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan

perundang-undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan,

standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku (Menkes,

2016).

2.8.2 Sarana dan prasarana

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73

tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa apotek

19
harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana apotek dapat

menjamin mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta

kelancaran praktik pelayanan kefarmasian.


Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan

Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:

1. Ruang penerimaan resep


Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat

penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer.

Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah

terlihat oleh pasien.


2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara

terbatas meliputi rak-rakobat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang

peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan

obat, air minum (air mineral) untuk pengenceran, sendok obat, bahan

pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep,

etiket dan label obat. Ruang ini diatur sedemikian agar mendapatkan cahaya

dan sirkulasi udara yang baik atau cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin

ruangan (air conditioner).

3. Ruang penyerahan obat


Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat

digabungkan dengan ruang penerimaan resep.


4. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi

konseling, lemari buku, buku-buku referensi, poster, alat bantu konseling, buku

catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.


5. Ruang penyimpanan

20
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Ruang

penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembapan,

ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas.

Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari obat, pendingin

ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan

psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu.


6. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan

dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai serta pelayanan kefarmasian dengan jangka waktu tertentu (Menkes,

2016).

2.8.3 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, meliputi

perencanaan,pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,

pencatatan dan pelaporan (Menkes, 2016).

1. Perencanaan

21
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,

budaya dan kemampuan masyarakat.

2. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan

farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,

jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan

dengan kondisi fisik yang diterima.


4. Penyimpanan
a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka

harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas

pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor

batch dan tanggal kadaluarsa.


b. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga

terjamin keamanan dan stabilitasnya.


c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang

lainnya yang menyebabkan terjadinya kontaminasi


d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan

kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.


e. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expired First Out) dan

FIFO (First In First Out).


5. Pemusnahan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis

danbentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang

22
mengandung narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan

disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.


Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh

apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat

izin praktik atau suratizin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita


acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh

sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara

pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep

menggunakan Formulir 2, dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan

atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,

kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan

dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.

Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah

pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.


7. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengandaan (surat

pesanan,faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk

penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

2.9 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek

23
2.9.1 Pengkajian resep

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik

dan pertimbangan klinis.

1. Kajian administratif meliputi:


a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.
b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor

telepon dan paraf.


c. Tanggal penulisan resep.

2. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:


a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Stabilitas
c. Kompatibilitas (ketercampuran obat)
3. Pertimbangan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi dan dosis obat
b. Aturan, cara dan lama penggunaan obat
c. Duplikasi dan/atau polifarmasi
d. Reaksi obat yang tidak diinginkan
e. Kontra indikasi
f. Interaksi (Menkes, 2016).

2.9.2 Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi

obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:

1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep


2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket
4. Memasukkan obat ke dalam wadah tepat dan terpisah untuk obat yang

berbeda

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:

1. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali

mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan

jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).


2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

24
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan

obat.
6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik.
7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.
8. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker

(apabila diperlukan).
9. Menyimpan resep pada tempatnya.
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan

Formulir 5 (Menkes, 2016).

2.9.3 Pelayanan informasi obat (PIO)

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,

dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan

obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. informasi mengenai

obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal (Menkes, 2016).

Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi:

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.

b. Membuat dan menyebarkan bulletin /brosur /leaflet, pemberdayaan

masyarakat (penyuluhan).

c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.

d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang

sedang praktik profesi.

e. Melakukan penelitian penggunaan obat.

f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.

g. Melakukan program jaminan mutu (Menkes, 2016).

25
Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu

penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat (Menkes, 2016).

2.9.4 Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan

kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,

apoteker menggunakan three prime questions.Apabila tingkat kepatuhan pasien

dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.Apoteker

harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami

obat yang digunakan (Menkes, 2016).

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,

ibu hamil dan menyusui).

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,

AIDS, epilepsi).

c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan

kortikosteroid dengan tapering down/off).

d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin)

e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi

penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari

satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis

obat.

26
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah

(Menkes, 2016).

Tahap kegiatan konseling:

1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime

Questions, yaitu:

a. Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?


b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda?
c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah

anda menerima terapi obat tersebut?

3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien

untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.

4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan obat.

5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien(Menkes,

2016).

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan

pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam

konseling (Menkes, 2016).

2.9.5 Pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

pelayan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok

lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya (Menkes, 2016).

27
Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh apoteker,

meliputi:

a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan

pengobatan.

b. Identifikasi kepatuhan pasien.

c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya

cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin.

d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum.

e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat

berdasarkan catatan pengobatan pasien.

f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah (Menkes, 2016).

2.9.6 Pemantauan terapi obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping (Menkes, 2016).

Kriteria pasien pada saat pemantauan terapi obat:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang

merugikan (Menkes, 2016).

Kegiatan yang dilakukan apoteker ketika proses pemantauan terapi obat :

28
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri

dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi; melalui

wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain.

c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara lain

adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi,

pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,

terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat.

d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan

apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi.

e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana

pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan

meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.

f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh

apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk

mengoptimalkan tujuan terapi.

g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat (Menkes, 2016).

2.9.7 Monitoring efek samping obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan

pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi

fungsi fisiologis (Menkes, 2016).

Kegiatan yang dilakukan pada saat Meso :

29
a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami

efek samping obat.

b. Mengisi formulir monitoring efek samping obat (MESO).

c. Melaporkan ke pusat MESO nasional

(Menkes, 2016).

Faktor yang perlu diperhatikan:

a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

b. Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat (Menkes, 2016).

2.10 Penggolongan Obat

2.10.1 Obat bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter.Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran

hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: Parasetamol (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas

2.10.2 Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras

tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan

tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas

adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: CTM (Depkes

RI, 2007).

30
Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas

Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas,

berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima)

centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih

sebagai berikut (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.3 Tanda Peringatan Pada Obat Bebas Terbatas

2.10.3 Obat keras dan obat psikotropika

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep

dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran

merah dengan garis tepi berwarna hitam.Contoh : Asam Mefenamat.

Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun

sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif

pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas

31
mental dan perilaku (Depkes RI, 2015). Contoh: Diazepam, Phenobarbital

(Depkes RI, 2007).

Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras

2.10.4 Obat narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Kodein

(Depkes RI, 2007).

Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika

2.11 Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker

kepada pasien diapotek tanpa resep dokter. Tujuan dari obat wajib apotek adalah

untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri

guna mengatasi masalah kesehatan dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang

dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional (Menkes,

1990).

32
2.12 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika

A. Narkotika

Golongan-golongan narkotika menurut Undang-undang Republik

Indonesia No. 2 tahun 2017 tentang narkotika adalah sebagai berikut:

1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang dilarang digunakan untuk

kepentingan pelayanan kesehatan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Dalam

jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan

pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk reagensia diagnostik,

serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan menteri atas

rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contoh: Tanaman

Papaver Somniferum L, Opium, tanaman ganja, kokain dan heroin.

2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/

Atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, metadon, petidina.

3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Contoh: kodein dan etil morfina

B. Psikotropika

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997

psikotropika dibedakan dalam 4 golongan, yaitu:

33
1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

4. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.

2.12.1 Pemesanan narkotika dan psikotropika

A. Narkotika

Pemesanan narkotika dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat

Pesanan Narkotika (SP Narkotika) kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat pesanan narkotika harus ditandatangani oleh

apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan nama jelas, nomor

SIPA/SIK/SIP, dan stempel apotek. Surat pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3

(tiga) rangkap dan hanya dapat memesan satu jenis obat narkotika (Menkes,

2015).

Pengiriman narkotika yang dilakukan oleh industri farmasi, PBF, atau

instalasi farmasi pemerintah harus dilengkapi dengan:

a. surat pesanan;

34
b. faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:

1. nama Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;

2. bentuk sediaan;

3. kekuatan;

4. kemasan;

5. jumlah;

6. tanggal kadaluarsa; dan

7. nomor batch.

Pengiriman narkotika sebagaimana dimaksud yang dilakukan melalui jasa

pengangkutan hanya dapat membawa narkotika sesuai dengan jumlah yang

tecantum dalam surat pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang yang

dibawa pada saat pengiriman.

B. Psikotropika

Obat golongan psikotropika dapat dipesan dari PBF resmi, dengan

menggunakan Surat Pesanan Psikotropika (SP Psikotropika) dan

ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan nomor

SIKA/SIPA/NIP. Surat Pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap dan

dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika (Menkes, 2015).

2.12.2 Peyimpanan narkotika dan psikotropika

35
Narkotika dan/atau psikotropika harus disimpan secara khusus sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam Undang-Undang

Republik Indonesia No. 3 Tahun 2015 pasal 24, yaitu Tempat penyimpanan

narkotika dan/atau psikotropika harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan

mutu narkotika dan psikotropika. Tempat penyimpanan narkotika dan/atau

psikotropika diapotek berupa lemari khusus. Lemari khusus sebagaimana

dimaksud dalam pasal 25 harus memenuhi syarat sebabagi berikut:

a. Terbuat dari bahan yang kuat;

b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang

berbeda;

c. Harus diletakkan dalam ruang khusus disudut gudang, untuk Instalasi

Farmasi Pemerintah;

d. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk

apotek, Instalasi Farmasi, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan

Lembaga Ilmu Pengetahuan; dan

e. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab /Apoteker

yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

f. Narkotika: tempat penyimpanan narkotika dilarang digunakan untuk

menyimpan barang selain Narkotika.

g. Psikotropika: tempat penyimpanan psikotropika dilarang digunakan untuk

menyimpan barang selain psikotropika.

2.12.3 Penyerahan narkotika dan psikotropika

Penyerahan adalah setiap kegiatan memberikan narkotika, psikotropika

dan prekursor farmasi, baik antar penyerah maupun kepada pasien dalam

36
rangka pelayanan kesehatan (Menkes, 2015). Penyerahan narkotika dan

psikotropika menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3

Tahun 2015 adalah sebagai berikut:

a. Penyerahan narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan dalam

bentuk obat jadi.

b. Dalam hal penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

kepada pasien, harus dilaksanakan oleh apoteker di fasilitas pelayanan

kefarmasian

c. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara

langsung sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.

Pada pasal 19 dinyatakan bahwa penyerahan narkotika dan psikotropika

hanya dapat dilakukan oleh:

a. Apotek,

b. Puskesmas,

c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit,

d. Instalasi Farmasi Klinik,

e. dan dokter.

Apotek sebagaimana yang dimaksud hanya dapat menyerahkan

narkotika/psikotropika kepada:

a. Apotek lain

b. Puskesmas

c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

d. Instalasi Farmasi Klinik

37
e. Dokter

f. Pasien

Penyerahan narkotika dan psikotropika oleh dokter kepada pasien hanya

dapat dilakukan dalam hal:

a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikannarkotika dan

psikotropika melalui suntikan;

b. dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan

narkotika melalui suntikan;

c. dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan

psikotropika; atau

d. dokter menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek

berdasarkan surat penugasan dari pejabat yang berwenang.

2.12.4 Pelaporan narkotika dan psikotropika

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun

2015 pasal 45 apotek, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik,

lembaga ilmu pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat,

menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan

narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi setiap bulan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat. Laporan

disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Pelaporan paling

sedikit terdiri atas:

a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, psikotropika dan

prekursor farmasi;

b. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan;

38
c. Jumlah yang diterima; dan

d. Jumlah yang diserahkan.

2.12.5 Pemusnahan narkotikadan psikotropika

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun

2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,

Psikotropika dan Prekursor Farmasi, dinyatakan bahwa pemusnahan narkotika,

psikotropika dan prekusor hanya dilakukan dalam hal:

a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku

dan/atau tidak dapat diolah kembali.

b. Telah kadaluarsa.

c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan

dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa

penggunaan.

d. Dibatalkan izin edarnya.

e. Berhubungan dengan tindak pidana.

Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada poin 1 sampai dengan 4 pada

pasal 38 dilaksanakan oleh industri farmasi, PBF, instalasi farmasi pemerintah,

apotek, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, lembaga ilmu

pengetahuan, dokter atau toko obat. Memenuhi kriteria pemusnahan tersebut yang

berada di Puskesmas harus dikembalikan kepada Instalasi Farmasi Pemerintah

Daerah setempat. Instalasi farmasi pemerintah yang melaksanakan pemusnahan

harus melakukan penghapusan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang pengelolaan barang milik Negara /daerah. Pemusnahan narkotika,

psikotropika dan prekursor farmasi yang berhubungan dengan tindak pidana

39
dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang berwenang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pemusnahan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi harus

dilakukan dengan: tidak mencemari lingkungan, tidak membahayakan kesehatan

masyarakat.

Mengenai cara pemusnahan dapat dilihat dalam Per Menkes No. 3 tahun

2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan narkotika,

psikotropika dan prekursor farmasi. Berita Acara Pemusnahan (BAP) memuat:

1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.

2. Tempat pemusnahan.

3. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas

pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga /dokter praktik perorangan.

4. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana

tersebut.

5. Nama dan jumlah narkotika, psikotropika dan prekusor yang

dimusnahkan.

6. Cara pemusnahan.

7. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi /fasilitas distribusi

/fasilitas pelayanan kefarmasian /pimpinan lembaga/ dokter praktik

perorangan dan saksi.

Setelah dilakukan pemusnahan, berita acara pemusnahan narkotika,

psikotropika dan prekursor tersebut dikirim ke kepala kantor Dinas Kesehatan RI

dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi, Balai POM dan sebagai arsip

40
apotek. Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 4 (empat) dan

tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Balai POM.

(Menkes, 2015).
2.13 Pengelolaan Prekursor Farmasi

MenurutPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.3 Tahun

2015 tentang prekursor farmasi, prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula

atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk

keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan

produk jadi yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine

/phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat

(Menkes, 2015).

2.13.1 Pemesanan prekursor farmasi

Pengadaan obat yang mengandung prekursor farmasi harus berdasarkan

surat pesanan. Surat pesanan harus:

1. Asli dan dibuat pertinggal sebagai arsip.

2. Ditandatangani oleh apoteker penangunggung jawab/apoteker pendamping

dengan mencantumkan nama lengkap dan nomor SIPA, nomor dan tanggal

SP dan kejelasan identitas pemesan (nama dan alamat jelas, nomor telepon

nomor ijin dan stempel).

3. Mencantumkan nama dan alamat industri farmasi/PBF, tujuan pemesanan.

Pemesanan antar apotek diperbolehkan dalam keadaan mendesak misalnya

pemesanan sejumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan

obat yang diresepkan.

4. Mencantumkan nama obat yang mengandung prekursor farmasi, jumlah,

bentuk, kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan; diberi nomor urut

41
tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas atau cara lain yang dapat

ditelusuri;

5. Khusus untuk pesanan obat yang mengandung prekursor farmasi dibuat

terpisah dari surat pesanan obat lainnya dan jumlah pesanan ditulis dalam

bentuk angka

(BPOM RI, 2013).

2.13.2 Penyimpanan prekursor farmasi

Prekursor farmasi harus disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan

menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.3 Tahun 2015 yaitu

apotek harus menyimpan prekursor farmasi dalam bentuk obat jadi di tempat

penyimpanan obat yang aman berdasarkan analisis risiko. Tempat penyimpanan

prekursor farmasi dalam bentuk bahan baku dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain prekursor farmasi dalam bentuk bahan baku (Menkes, 2015).

2.13.3 Penyerahan prekursor farmasi

Penyerahan prekursor farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 3 Tahun 2015, hanya dapat dilakukan oleh:

1. Apotek,

2. Puskesmas,

3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit,

4. Instalasi FarmasiKlinik,

5. dokter, dan

6. Toko Obat.

Apotek hanya dapat menyerahkan prekursor farmasi golongan obat keras

kepada:

42
1. Apotek lainnya,

2. Puskesmas,

3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit,

4. Instalasi Farmasi Klinik,

5. dokter, dan

6. pasien

Apotek, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit dan instalasi farmasi

klinik hanya dapat menyerahkan prekursor farmasi golongan obat keras kepada

pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan prekursor farmasi oleh apotek

kepada dokter hanya dapat dilakukan apabila diperlukan untuk menjalankan

tugas/praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek atau sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes, 2015).

BAB III
TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA

3.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk

Berawal dengan nama NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co.

kemudian berubah menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhineka Kimia

Farma disebabkan oleh adanya kebijakan peleburan sejumlah perusahaan farmasi

oleh Pemerintah Republik Indonesia pada masa awal kemerdekaan yaitu pada

tahun 1958. Tiga belas tahun kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk

43
badan hukum PNF diubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero) (Kimia Farma,

2015).
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT. Kimia Farma (Persero) kembali mengubah

statusnya menjadi perusahaan publik yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Bersamaan dengan perubahan tersebut, PT. Kimia Farma telah dicatatkan pada

Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger

dan kini bernama Bursa Efek Indonesia) (Kimia Farma, 2015). Selanjutnya pada

tanggal 4 Januari 2003 dibentuk tiga anak perusahaan yaitu PT. Kimia Farma

Trading and Distribution, PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Sinkona Indonesia

Lestari. Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, PT. Kimia Farma telah

berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di

Indonesia. PT. Kimia Farma kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan

dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat

Indonesia (Kimia Farma, 2015).

3.2..Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek

3.2.1 Visi apotek

Menjadi perusahaan Health care pilihan utama yang terintegrasi dan

menghasilkan nilai yang berkesinambungan (Kimia Farma, 2017).

3.2.2 Misi apotek

Misi PT. Kimia Farma Apotek adalah menghasilkan pertumbuhan nilai

perusahaan melalui:

a. Melakukan aktivitas usaha di bidang-bidang industri kimia dan farmasi,

perdagangan dan jaringan distribusi, ritel farmasi dan layanan kesehatan

serta optimalisasi aset.

44
b. Mengelola perusahaan secara Good Corporate Govermance dan

operational excellence didukung oleh. Sumber daya manusia professional

(SDM) profesonal.

c. Memberikan nilai tambah dan manfaat bagi seluruh stakeholder (Kimia

Farma, 2017).

3.3 Logo Kimia Farma

1..Simbol Matahari

a. Paradigma baru Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru


kehidupan yang lebih baik.
b. Optimis Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut

adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan

bisnisnya.
c. Komitmen Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat

secara teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan

konsistensi dalam manjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia

Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.


d. Sumber energi Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma

baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan

masyarakat.
e. Semangat yang abadi warna orange berarti semangat, warna biru berarti

keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna

yaitu semangat yang abadi.


f. Jenis huruf dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan

dengan nilai dan image yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma,

karena prinsip sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah

ada.

2. .Sifat Huruf

45
a. Kokoh memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam

bidang farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan

farmasi pertama yang dimiliki Indonesia.


b. Dinamis dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan dan

optimisme.
c. Bersahabat dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan

keramahan Kimia Farma.

3.4..Budaya Perusahaan Kimia Farma

Perseroan telah menetapkan budaya perusahaan yan merupakan nilai-nilai

inti Perseroan (cororates value), yaitu “I CARE” yang menjadi acuan atau

pedoman bagi Perseroan dalam menjalankan usahanya, untuk berkarya

meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.

1..Innovative

Budaya berpikir out of the box, smart dan kreatif untuk membangun produk

unggulan.

2..Costumer first

Mengutamakan pelanggan sebagai mitra kerja.

3.. Accountable

Senantiasa bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh perusahaan

dengan memegang teguh profesionalisme, integritas dan kerja sama.

4..Responsible

Memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran dan

dapat diandalkan, serta senantiasa berusaha untuk tegar dan bijaksana dalam

menghadapi setiap masalah.

5.. Eco-friendly

46
Menciptakan dan menyediakan baik produk maupun jasa layanan yang ramah

lingkungan (Kimia Farma, 2015).

5 As sebagai Ruh Budaya perusahaan Kimia Farma yang terdiri dari:

a. Kerja ikhlas yaitu Bekerja denga tulus tanpa pamrih untuk kepentingan

bersama.

b. Kerja Cerdas yaitu Kemampuan dalam belajar cepat (Fast Learner) dan

memberikan solusi paling tepat.

c. Kerja Keras yaitu Menyelesaikan pekerjaan dengan mengerahkan segenap

kemampuan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

d. Kerja Antusias yaitu Keinginan kuat dalam bertindak dengan gairah dan

semangat untuk mencapai tujuan bersama.

e. Kerja Tuntas yaitu Melakukan pekerjaan secara teratur dan selesai untuk

menghasilkan output yang maksimal sesuai dengan harapan (Kimia Farma,

2015).

3.5 Aspek Bisnis PT. Kimia Farma Tbk

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk merupakan pionir dalam industri farmasi

Indonesia yang telah berkembang menjadi perusahaan yang menyediakan

pelayanan kesehatan terintegrasi dari hulu ke hilir. Kimia Farma memiliki bidang

usaha utama yaitu Manufaktur Farmasi yang didukung oleh riset dan

pengembangan, Distribusi dan Perdagangan, Pemasaran, Ritel Farmasi,

Laboratorium Klinik dan Klinik Kesehatan (Kimia Farma, 2015).

Dengan dukungan kuat riset dan pengembangan, segmen usaha yang

dikelola oleh perusahaan induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional,

yodium, kina dan produk-produk turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas

47
produksi yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia merupakan tulang

punggung dari segmen industri, dimana kelimanya telah mendapat Sertifikat Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO-9001, ISO-9002, ISO-14001 dari

institusi luar negeri (Kimia Farma, 2015).

Hasil produksi yang dibuat oleh pabrik farmasi perusahaan baik produk

obat-obat kimia dan herbal, dibagi dalam 6 lini produksi yaitu etikal, kosmetik,

obat bebas, generik, narkotika, lisensi dan bahan baku. Hampir semua kelas terapi

diakomodasi oleh produk perusahaan dan dipasarkan ke seluruh Indonesia serta

diekspor ke beberapa negara melalui jaringan distribusi perseroan atau yang

memiliki perjanjian dengan perseroan sebagai bagian dari tanggung jawab

sosialnya berkomitmen untuk memastikan pasokan obat generik yang tetap ke

pasar dalam negeri sesuai dengan misi perusahaan (Kimia Farma, 2015).

Anak perusahaan PT. Kimia Farma adalah:

a..PT. Kimia Farma Trading and Distribution.

PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD), didirikan pada

tanggal 4 Januari 2003, bergerak di bidang layanan distrusi dan perdagangan

produk kesehatan dan memiliki wilayah layanan mencakup 34 provinsi dan 511

kabupaten atau kota. Sebagai penyedia jasa layanan distribusi, KFTD

menyalurkan aneka produk dari perseroan, produk dari keagenan lainnya serta

produk-produk non-keagenan melalui penjualan reguler ke apotek, rumah sakit,

toko obat, supermarket, restoran dan cafe (Kimia Farma, 2015).

b.. PT. Kimia Farma Apotek.

PT. Kimia Farma Apotek (KFA) adalah anak perusahaan yang didirikan
berdasarkan akta pendirian tanggal 4 Januari 2003. Sejak tahun 2011, KFA

menyediakan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi layanan farmasi

48
(apotek), klinik kesehatan, laboratorium klinik dan optik dengan konsep One Stop

Health Care Solution (OSHCS) sehingga semakin memudahkan masyarakat

mendapatkan layanan kesehatan berkualitas (Kimia Farma, 2015).

c..PT. Sinkona Indonesia Lestari

PT. Sinkona Indonesia Lestari adalah perusahaan yang memproduksi kina

garam dan turunan nya bagi banyak industri, terutama obat-obatan, minuman, dan

industri kimia. PT. Sinkona Indonesia Lestari didirikan pada 25 Oktober 1986 dan

sebagai satu-satunya Perusahaan Indonesia yang memproduksi kina.

d..PT. Kimia Farma Diagnostika

PT. Kimia Farma Diagnostika (KFD) dibentuk sejak tahun 2008 dan mulai

beroperasi secara mandiri pada awal tahun 2010. Ruang lingkup bisnis usaha KFD

meliputi pengelolaan dan pengembangan laboratorium klinik dengan visi menjadi

perusahaan jaringan layanan laboratorium terbaik di Indonesia untuk mendukung

kehidupan yang lebih sehat (Kimia Farma, 2015).

e..PT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia

PT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) didirikan pada 25

Januari 2016 dan merupakan pabrik bahan baku farmasi pertama di Indonesia.

Merupakan kerja sama dengan skema joint venture antara PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk dengan PT. Sungwun Pharmacopia Indonesia sebagai perwakilan

Sungwun Pharmacopia Co. Ltd. dari Korea Selatan (Kimia Farma, 2015).

f..PT. Asuransi Inhealth Indonesia

PT. Asuransi Inhealth memiliki usaha di bidang asuransi dan membagi

bidang usahanya menjadi tiga bagian yaitu Asuransi Kesehatan Inhealth,

49
Managed Care, Asuransi Kesehatan Inhealth Indemnnity dan Asuransi Jiwa

(Kimia Farma, 2015).

3.6..PT. Kimia Farma Apotek Bisnis Manager Medan

Kantor Bisnis Manager (BM) Medan beralamat di Jalan Palang Merah

Nomor 32 Medan, dipimpin oleh Muhammad Tri Kurniawan, S. Si., Apt. Apotek

Kimia Farma Medan memiliki 34 store yang tersebar di seluruh Sumatera Utara,

yaitu:

1. Apotek Kimia Farma Pel. 14 R.S Pirngadi, Medan.


2. Apotek Kimia Farma 27 Palang Merah, Medan.
3. Apotek Kimia Farma 28 Belawan.
4. Apotek Kimia Farma 29 Pematang Siantar.
5. Apotek Kimia Farma 30 Tebing Tinggi.
6. Apotek Kimia Farma 39 Gatot Subroto, Medan.

7. Apotek Kimia Farma dr. Basri.

8. Apotek Kimia Farma 41 Kabanjahe.


9. Apotek Kimia Farma Pel.41 R.S Tebing Tinggi.
10. Apotek Kimia Farma Pel. 54 R.S Rantau Prapat.
11. Apotek Kimia Farma 84 Tanjung Balai.
12. Apotek Kimia Farma 85 Pematang Siantar.
13. Apotek Kimia Farma 107 Gatot Subroto, Medan.
14. Apotek Kimia Farma 160 Setia Budi, Medan.
15. Apotek Kimia Farma 162 Pematang Siantar.
16. Apotek Kimia Farma 312 Rantau Prapat.
17. Apotek Kimia Farma 315 Padang Sidempuan.
18. Apotek Kimia Farma 428 J- City.
19. Apotek Kimia Farma 545 Cemara Asri, Deli Serdang.
20. Apotek Kimia Farma 557 Marelan, Medan.
21. Apotek Kimia Farma 542 Tembung Medan.
22. Apotek Kimia Farma 586 Taman Setia Budi Square Medan
23. Apotek Kimia Farma M.Yamin Medan.
24. Apotek Kimia Farma Denai Medan.
25. Apotek Kimia Farma M. Zein Hamid Medan.
26. Apotek Kimia Farma Ringroad Medan.
27. Apotek Kimia Farma Ahmad Yani Siantar.
28. Apotek Kimia Farma Sisingamangaraja Medan.
29. Apotek Kimia Farma Sisingamangaraja Rantau Prapat.
30. Apotek Kimia Farma Kualanamu Deli Serdang.
31. Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi Deli Serdang.
32. Apotek Kimia Farma Jamin Ginting.

50
33. Apotek Kimia Farma Binjai.
34. Apotik Kimia Farma Bandara KNO

3.7 Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi

Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi merupakan salah satu unit usaha

dari PT. Kimia Farma Apotek yang telah berjalan sesuai dengan fungsinya, yaitu

sebagai Apotek Pembantu Pelayanan (APP) yang merupakan sarana penyaluran

perbekalan farmasi dan sebagai tempat dilakukan praktik pelayanan kefarmasian.

Apotek ini juga dituntut untuk mampu memberikan kontribusi laba terhadap

perusahaan PT. Kimia Farma Apotek.

3.7.1 Lokasi Apotek

Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi berada di Jl. Tj. Rejo No. 160

Medan Sunggal. Apotek ini berada di sisi jalan raya dengan arus lalu lintas yang

ramai sehingga jalan apotek sering dilalui dan mudah di jangkau oleh masyarakat

dengan kendaraan umum dan pribadi serta terletak di daerah perkotaan dan

pemukiman penduduk yang cukup padat dan tempat pelayanan kesehatan seperti

praktek dokter, rumah sakit dan klinik.

Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi terdiri atas ruangan praktek dokter

spesialis kulit dan kelamin, dokter spesialis anak, dokter spesialis saraf, dokter spesialis

THT dan ruangan tempat kegiatan pelayanan kefarmasian serta dilengkapi swalayan

farmasi. Apotek ini beraktivitas selama 24 jam, dimulai dari pukul 08.00 s/d 15.00

WIB, 15.00 s/d 22.00 WIB, 22.00 s/d 08.00 WIB dengan pergantian karyawan

sebanyak 3 (dua) shift dalam sehari. Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi

adalah salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melayani pasien dengan

pembayaran tunai dan kredit. Apotek ini dipimpin oleh seorang apoteker yang

bertanggung jawab terhadap semua kegiatan di dalam apotek sesuai dengan

51
prosedur yang berlaku. Aktivitasnya meliputi pengelolaan perbekalan farmasi atau

sistem manajemen perbekalan farmasi yaitu suatu siklus kegiatan yang dimulai

dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,

pencatatan dan pelaporan serta melakukan pelayanan kefarmasian terhadap

pasien.

3.7.2 Tata ruang

Adapun pembagian ruang atau tempat yang terdapat di Apotek Kimia

Farma N0.160 Setia Budi terdiri dari: ruang tunggu, tempat penyerahan resep dan

pengambilan obat, swalayan farmasi, tempat peracikan, tempat adminitstrasi

(kasir), dan ruang praktek dokter.

3.8 Struktur Organisasi

Apotek Kimia Farma Setia budi dikelola oleh Bapak Jasmi Harjo.,

S.Farm., Apt., selaku Apoteker Pengelola Apotek (APA) serta 2 orang apoteker

pendamping dan 6 orang Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki tugasnya

masing-masing.

Struktur organisasi Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi dapat dilihat pada

Gambar 3.3 yaitu:

Apoteker Pengelola Apotek


Apoteker pendamping

Asisten Apoteker Non Asisten Apoteker

Gambar 3.3 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi
Perawat
Apoteker penanggungjawab apotek berjumlah satuSPG orang, sedangkan

penanggungjawab untuk masing-masing seperti bagian keuangan dan bagian

administrasi adalah Tenaga Teknis Kefarmasian.

52
3.9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi pada Apotek Kimia Farma N0.160 Setia

Budi meliputi perencanaan, pengadaan, perbekalan, penerimaan, penyimpanan,

dan pencatatan, serta pelaporan.


3.9.1 Perencanaan pembelian

Perencanaan pembelian dilakukan oleh masing-masing penanggungjawab

rak sesuai kebutuhan. Pemesanan barang dilakukan dua kali seminggu yaitu pada

hari Senin dan Kamis, kecuali barang-barang yang dibeli mendesak (cito) karena

ada permintaan pasien dapat dilakukan pemesanan tiap hari kerja. Apotek Kimia

Farma N0.160 Setia Budi, melakukan pengadaan obat berdasarkan dua data yaitu :

a..Data Saat Ini

Pengadaan obat dilakukan berdasarkan data yang diperoleh saat ini, yang

datanya berasal dari buku defekta (buku kebutuhan) buku ini berisi daftar barang

yang perlu dipesan di apotik.

b..Data Penolakan Resep

Pengadaan obat berdasarkan data yang diperoleh saat ini, yang datanya

berasal buku catatan penolakan resep. Buku ini berisi daftar obat obatan yang

tidak tersedia sehingga perlu dipesan oleh apotek.

3.9.2 Pengadaan barang

Pengadaan sediaan farmasi perbekalan kesehatan di PT. Kimia Farma

Apotek dilakukan secara 1 pintu yang berpusat di Bisnis Manajer (BM) yang

dikelola oleh tim pengadaan. Pengadaan barang di apotek terbagi dalam 3 sistem

yaitu sistem Minmax, sistem Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) dan sistem

droping.

1. Sistem Min Max

53
Merupakan suatu sistem yang secara otomatis memesankan kebutuhan

barang/obat di apotek berdasarkan data history (penjualan 3 bulan sebelumnya).

Sistem minmax terdiri dari:

a. Pareto A:.Kebutuhan barang/obat selama 45 hari


b. Pareto B:.Kebutuhan barang/obat selama 30 hari
c. Pareto C:.Kebutuhan barang/obat selama 15 hari
Pengadaan barang dilihat dari penjualan yang ada selama periode tertentu

yang kemudian dilihat sediaan farmasi perbekalan kesehatan mana yang memiliki

nilai dan permintaan tertinggi.

Setelah pareto didapat maka tim pengadaan akan melakukan sistem

minmax melalui surat pemesanan (SP) ke masing-masing distributor. Surat

pemesanan (SP) dikirim ke distributor kemudian barang/obat akan langsung

dikirim ke apotek oleh distributor.

2. Sistem Droping

a. Apotek meminta barang ke apotek Kimia Farma yang lainnya hanya sesuai

untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu juga, bukan untuk stok.
b. Apotek yang diminta kemudian akan mendroping barang yang diminta.
c. Barang yang diminta kemudian diambil oleh apotek yang meminta.

3.9.3 Prosedur penerimaan barang

Prosedur penerimaan barang yaitu:

a..Petugas menerima barang dari PBF yang disertai dengan faktur atau surat

pengantar barang atau dropping.

b..Petugas memeriksa nama apotek yang tertera pada faktur, kuantitas dan kualitas

barang sesuai dengan yang tertera pada faktur meliputi nama, bentuk sediaan,

potensi, jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluarsa serta kondisi fisik barang.

54
c..Petugas kemudian menandatangani faktur dan membubuhkan stempel Apotek

Kimia Farma N0.160 Setia Budi pada semua lembaran faktur, pertinggal 2

salinan faktur, Faktur asli dikembalikan ke PBF kemudian difoto kopi satu

rangkap untuk arsip apotek, disimpan diberi No. urut sesuai dengan urutan

dengan faktur dan faktur kopian diberikan ke Bisnis Manajer (BM) Medan agar

dilakukan tindakan administrasi selanjutnya.

d..Setelah barang diterima, barang disimpan sesuai dengan prosedur penyimpanan

dan diisi pada kartu stok.

3.9.4 Penyimpanan

Sistem penyimpanan barang di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi.

Dilakukan secara penggolongan farmakologi dan alfabetis berdasarkan bentuk

sediaan (tablet, sirup, salep, tetes mata, tetes telinga, suppositoria) dan

berdasarkan golongan seperti :

a. Golongan obat generik berlogo dan obat produk-produk PT. Kimia Farma

diletakkan di rak tersendiri untuk memudahkan pengambilan.


b. Golongan obat brand disusun secara alfabetis pada rak bagian dalam.
c. Golongan obat narkotik dan Psikotropik disusun di lemari khusus yang
dilengkapi dengan kunci.
d. Golongan obat-obat termolabil disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 2-8

.
e. Golongan obat-obat bebas dan alat kesehatan disimpan pada swalayan farmasi,

ditata dan disusun secara alfabetis seseuai dengan efek farmakologi nya.
f. Golongan obat keras disimpan di rak bagian dalam.
g. Obat-obat dalam jumlah besar yang tidak muat disimpan dalam lemari

penyimpanan, sebagian disimpan di rak atas yang berada diruang

penyimpanan.

55
Pengeluaran obat dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) dan

First Expire First Out (FEFO). Sama seperti sediaan farmasi, perbekalan

kesehatan juga disimpan di etalase atau lemari pajangan apotek, tetapi disusun

terpisah dari penyimpanan sediaan farmasi. Setelah itu, Setiap 3 bulan sekali

dilakukan stok opname, untuk menyesuaikan jumlah fisik barang dengan stok

yang ada di komputer. Obat narkotika dan psikotropika dilakukan satu bulan

sekali oleh petugas penanggung jawab saat dibuat laporan penggunaan obat setiap

bulan dan jika hasilnya tidak sesuai maka akan diperiksa kembali dimana letak

ketidaksamaannya.

3.9.5 Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor

transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan Apotek. Upaya

yang dilakukan untuk mendukung system pencatatan berupa: Kartu stok yang

berada disamping obat digunakan untuk mencatat setiap obat yang keluar dan

buku defekta yaitu catatan obat yang hampir habis atau persediaannya sudah tidak

ada. Pengarsipan resep, resep yang masuk setiap hari diarsipkan berdasarkan

tanggal, bulan dan tahun, lalu dipisahkan menurut resep yang dibayar tunai, resep

kredit, resep narkotika dan psikotropika. Khusus untuk resep-resep narkotika dan
dan psikotropika diarsipkan secara tersendiri.

Pelaporan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi antara lain:

a. Laporan Ikhtisar Penerimaan Harian yang merupakan laporan seluruh hasil

penjualan resep maupun non resep perhari, berasal dari laporan penjualan dari

tiap shift kerja dan selanjutnya laporan ini akan di berikan ke Bisnis Manajer

Medan, serta pengarsipan faktur-faktur pembelian.

56
b. Laporan narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulan sekali yang disusun

oleh Tenaga Kefarmasian dan dan dipisahkan resep narkotik dan psikotropika

lalu dibundel atau diikat dan disetujui oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA).

Laporan Narkotika dan Psikotropika dilaporkan paling lambat tanggal 5 tiap

bulannya ke Dinas Kabupaten/ Kota dan satu rangkap untuk arsip.


3.9.6 Pelayanan

3.9.6.1 Pelayanan resep tunai

Pelayanan terhadap resep di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi

dilakukan dengan cara sebagai berikut:


a. Pasien membawa resep kepada apoteker atau salinan resep dan

menyerahkannya ke petugas penerima resep (Apoteker/ Tenaga Teknis

Kefarmasian (TTK).
b. Apoteker/ TTK melakukan skrining resep yang meliputi; nama dan bahan
obat, ketersediaan obat yang ada dalam resep, lalu kasir akan menanyakan

kepada pasien apakah obat ditebus penuh atau sebagian, kemudian

menetapkan harganya.
c. Bagian penerima resep memberi tahu harga obat kepada pasien untuk

resep yang ditebusnya dan apabila pasien setuju bagian penerima resep

akan menanyakan nama, alamat, dan nomor telepon pasien.


d. Pasien membayar harga obat kepada kasir.
e. Kasir menerima pembayaran dari pasien, kemudian memberikan
f. pembayaran berupa struk yang dapat berfungsi sebagai bukti pengambilan

obat dengan resep.


g. Resep dilayani oleh bagian pengerjaan. Bila resep tidak berupa obat

racikan, bagian pengerjaan dapat langsung mengambil obat pada rak-rak

obat, kemudian, apoteker atau tenaga teknis kefarmasian (TTK) membuat

etiket yang meliputi nomor resep, tanggal resep, nama pasien, aturan

pakai, nama dan jumlah obat, tanggal kadaluarsa serta melakukan

57
pengemasan. Apoteker atau TTK melakukan pemeriksaan obat yang di

ambil, salinan resep, dan kuitansi, lalu dikemas.

Apabila resep berupa obat racikan, bagian pengerjaan melakukan

pengambilan obat sesuai dengan resep yang diminta. Apoteker memeriksa

perhitungan dosis dan jika tepat, TTK melakukan penimbangan sejumlah obat

yang dibutuhkan sesuai dengan hasil perhitungan dosis lalu TTK membuat etiket

nomor resep, tanggal resep, nama pasien, aturan pakai, bentuk sediaan puyer atau

kapsul, serta melakukan pengemasan. Apoteker melakukan pemeriksaan obat

yang diambil, salinan resep, dan kuitansi, lalu dikemas.

a. Melakukan pemeriksaan akhir meliputi; Kesesuaian racikan atau obat

dengan resep, kesesuaian copy resep dengan resep asli, kebenaran

kwitansi.
b. Apabila dalam pemeriksaan akhir semua proses diatas dilakukan dengan

benar, obat dapat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resepnya

disertai dengan KIE mengenai hal yang penting disampaikan mengenai

pengobatan pasien dan jika ditemukan kesalahan maka akan dilakukan

pengkoreksian ulang.

3.9.6.2 Pelayanan resep kredit

Pelayanan terhadap resep kredit di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia

Budi dilakukan dengan cara sebagai berikut:


a. Pada saat pasien datang dan menyerahkan resep, petugas meminta kartu

anggota (menerima resep kredit dari instansi) dan melakukan skrining

resep. Khusus untuk resep kredit di tulis rangkap 2 dan dibelakang resep
pasien akan diminta untuk mengisi nama, alamat dan no. pegawai.

58
b. Pengambilan obat jadi maupun obat racikan, serta pembuatan salinan resep

dan kwitansi tahapannya adalah sama dengan tahapan pada pelayanan

resep tunai.
c. Pada penyerahan obat, pasien harus membubuhkan tandatangan pada

bagian bawah resep.


d. Resep direkap, pengisian pada form khusus yang disediakan oleh instansi

terkait berupa identitas pasien, nama obat dan harga obat. Total nilai resep

resep dikonfirmasikan kepada bagian piutang untuk kemudian dibuatkan

nomor kwitansi dan faktur pajak. Setelah nomor kwitansi dan faktur pajak

diperoleh, kemudian dibuat kwitansi penagihan dan surat permohonan

pembayaran tagihan oleh pimpinan apotek. Rekap resep dikirim via email

ke instansi penanggung jawab biaya pengobatan pasien, sedangkan

kwitansi tagihan, faktur pajak dan surat permohonan pembayaran tagihan

dikirim langsung ke instansi tersebut. Pembayaran ditransfer melalui

rekening terpusat di Bisnis Manajer. Apabila sudah dilakukan pembayaran,

maka bagian piutang akan memberikan informasi kepada pihak apotek.

3.9.6.3 Pelayanan penjualan bebas

Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi melayani resep, ada juga

pelayanan penjualan bebas atau tanpa resep dengan pembayaran langsung.

Prosedur pelayanan penjualan bebas yaitu:


a. Petugas menerima permintaan dari pelanggan dan menginformasikan

harganya.
b. Petugas menerima pembayaran dari pelanggan serta menyerahkan barang

dan memberikan informasi yang diperlukan terkait dengan obatnya.

3.9.6.4 Pelayanan swamedikasi

59
Prosedur pelayanan swamedikasi di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia

Budi adalah sebagai berikut:


a. Pelanggan datang dan berjumpa langsung dengan apoteker/ Tenaga Teknis

Kefarmasian.
b. Pelanggan menyampaikan keluhan-keluhan yang dideritanya.
c. Apoteker/ Tenaga Teknis Kefarmasian memilihkan obat yang sesuai dengan

keluhan pelanggan dan bila pelanggan setuju dengan obat yang diberikan,

apoteker/ Asisten Apoteker segera menyediakan obat yang diminta kemudian

menyerahkannya kepada pelanggan disertai informasi yang diperlukan.

3.9.7 Pemusnahan

Obat-obat yang ada di apotek akan dimusnahkan jika memenuhi kriteria

sebagai berikut:

a. Rusak
b. Lewat tanggal kadaluarsa
c. Adanya ketentuan dari yang berwenang untuk dimusnahkan

Pemusnahan obat ini dilakukan agar obat yang didistribusikan kepada

masyarakat adalah obat yang aman, sehingga mencegah terjadinya medication

error.

BAB IV
PEMBAHASAN

Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi merupakan salah satu apotek

pelayanan. Hal ini merupakan perwujudan dari adanya sistem jejaring antara

apotek berdasarkan wilayah, dimana masing-masing wilayah berada di bawah

koordinasi Apotek Pusat Pengadaan dan Penyaluran (AP3) atau Bisnis Manager

(BM). Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi telah melakukan tugas dan

fungsinya dengan baik sebagai tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang

60
telah mengucapkan sumpah jabatannya, melakukan peracikan, pengubahan

bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat serta sebagai sarana

penyalur perbekalan farmasi yang aman dan bermutu kepada masyarakat.

Apoteker di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi sebagai penanggung jawab

teknis kefarmasian di apotek telah melakukan peran dan kewajibannya dengan

baik sebagai pemegang ujung tombak dalam pendistribusian perbekalan farmasi

kepada masyarakat.

Apoteker juga memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai dalam upaya meningkatkan kualitas hidup

pasien. Kehadiran Apoteker di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi terjadwal

dari hari Senin sampai mingg pada jam 08.00 s/d 15.00 WIB, 15.00 s/d 22.00

WIB, 22.00-08.00 WIB. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat

akan kesehatan dan pentingnya fungsi seorang Apoteker dalam meningkatkan

kesehatan masyarakat, maka sebaiknya Apoteker tetap berada di apotek, hal ini

sesuai dengan fungsi farmasi masa depan yaitu berorientasi kepada pasien

(patient oriented) sehingga apabila Apoteker tidak di tempat maka tidak ada

pelayanan (no pharmacist no service).

Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi berada di Jl. Setiabudi No. 160

Medan Sunggal. Apotek ini berada di sisi jalan raya dengan arus lalu lintas yang

ramai sehingga jalan apotek sering dilalui dan mudah di jangkau oleh masyarakat

dengan kendaraan umum dan pribadi serta terletak di daerah perkotaan dan

pemukiman penduduk yang cukup padat dan tempat pelayanan kesehatan seperti

praktek dokter dan klinik.

61
Bangunan, tata ruang, sarana dan prasarana Apotek Kimia Farma N0.160

Setia Budi telah sesuai dengan persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35

tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek terdiri atas ruang

tunggu yang nyaman, di depan ruang tunggu terdapat swalayan farmasi untuk

obat-obat OTC dan alat-alat kesehatan, tempat penyerahan obat dan konseling,

ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai dan

obat yang merangkap sebagai ruang peracikan selalu dijaga kebersihannya, selain

itu juga dilengkapi dengan pendingin udara dan penerangan yang baik untuk

memberikan kenyamanan pada pasien. Apotek ini juga buka setiap hari termasuk

hari libur.

Keaslian obat yang akan diserahkan kepada pasien juga dijamin

sepenuhnya oleh Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi dan senantiasa berusaha

memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga jika obat tidak tersedia maka dilakukan

permintaan obat antar apotek Kimia Farma, dengan adanya pelayanan tersebut,

pendapatan akan meningkat dan citra apotek Kimia Farma yang mengutamakan

kepuasan pelanggan dapat tercapai.


Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

oleh Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi telah dilakukan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai tersebut meliputi perencanaan,

pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran obat memakai sistem

FEFO dan FIFO, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilakukan

kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi

pelayanan. Administrasi umum meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan

62
narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sedangkan administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan

catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

Secara umum, perbedaan apotek Kimia Farma dengan apotek lain/ swasta

dapat dilihat pada tabel 4.1.


Tabel 4.1 Perbedaan Apotek Kima Farma dengan Apotek Lain/Swasta
Apotek Kimia Farma Apotek Lain/Swasta
Sistem pengadaan obat Terpusat Sendiri
Sistem delivery obat Ada Ada/Tidak ada
Sistem komputerisasi Ada Ada/Tidak ada
Kartu stok Ada Ada/Tidak ada
Swalayan Ada Tidak ada
Layanan lain/laboratorium
Ada/Tidak ada Ada/Tidak ada
klinik/optik

Perencanaan pembelian dilakukan oleh masing-masing penanggungjawab

rak sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pemesanan barang reguler

dilakukan seminggu dua kali dan barang cito dilakukan seminggu satu kali,

kecuali barang-barang yang dibeli secara mendesak karena adanya permintaan

pasien.

Secara garis besar perencanaan pembelian dilakukan sebagai berikut:

1. Bagian perencanaan pembelian menerima informasi mengenai kebutuhan

perbekalan farmasi berupa defekta dari masing-masing penanggung jawab rak

sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

2. Bagian perencanaan pembelian menetapkan jumlah barang yang akan dibeli

berdasarkan defekta dan daftar pareto penjualan, dengan memperhatikan

jumlah kebutuhan perbulan.

Bagian pengadaan menentukan pemasok untuk barang-barang yang akan

dibeli dengan mempertimbangkan legalitas pemasok, kecepatan pelayanan atau

63
pengiriman barang, harga/potongan harga yang diberikan dan kondisi pembayaran

yang ditawarkan. Sistem pengadaan perbekalan farmasi Apotek Kimia Farma

terbagi menjadi dua bagian yaitu pengadaan obat narkotika dan psikotropika dan

pengadaan obat Bebas, Bebas Terbatas, Keras.

Penerimaan barang dilakukan oleh pegawai menurut prosedur sebagai

berikut:

1. Pegawai menerima barang dari pemasok disertai dengan Surat Pengantar

Barang/ Faktur (SPB/F).

2. Pegawai memeriksa kualitas dan kuantitas barang sesuai dengan SPB/ F.

Tanggal kadaluarsa perlu diperhatikan agar batas kadaluarsanya masih cukup

lama, nomor batch dan bila barang yang diterima tidak sesuai dengan

pesanan, maka harus segera dikonfirmasi dengan pemasok yang

bersangkutan.

3. Pegawai membubuhkan tanda tangan, stempel Apotek Kimia Farma

N0.160 Setia Budi pada faktur asli. Faktur asli diserahkan kepada pemasok

sedangkan copy faktur sebagai pertinggal.

Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi melakukan pelayanan yang terdiri

dari pelayanan tunai dan pelayanan kredit. Pelayanan tunai meliputi layanan resep

tunai, resep kredit, layanan swamedikasi serta penjualan obat bebas dan alat

kesehatan yang tersedia. Sedangkan pelayanan kredit meliputi pelayanan resep

untuk kebutuhan beberapa instansi tertentu yang menjalin kerjasama dengan

Kimia Farma. Setiap akhir bulan akan dilakukan Stock Opname di apotek.

Kegiatan ini bertujuan untuk mendata barang-barang yang terdapat di apotek

dengan cara mencocokkan data stok fisik barang dengan data stok barang di

64
komputer untuk mencegah adanya kehilangan. Informasi penting lain yang

diperoleh melalui stock opname adalah kita akan mengetahui beberapa obat yang

akan laku dalam jangka tertentu. Sebagai contoh pada saat musim panas, biasanya

jenis obat yang laku di apotek adalah jenis anti alergi dan obat luar untuk

mengilangkan rasa gatal dan biang keringat. Sehingga pada jangka tersebut,

petugas apotek sudah memprediksikannya dan akan melakukan pengadaan

obatnya dengan cepat sesuai jumlah yang diprediksikan.

Penyimpanan dapat dilakukan di etalase dan rak di ruang peracikan.

Penyimpanan perbekalan farmasi di etalase di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia

Budi adalah untuk:

1. Perbekalan farmasi dalam bentuk sediaan cair seperti sirup golongan bebas,

kemudian disusun berdasarkan abjad atau alfabetis.

2. Alat kesehatan yang disimpan di etalase didekat ruang tunggu dan ada

beberapa alat kesehatan dipajang diruang tunggu.

Sedangkan penyimpanan perbekalan farmasi di ruang racik adalah untuk:

a. Perbekalan farmasi dalam bentuk sediaan cair golongan keras antibiotik dan

non antibiotik. Sediaan cair antibiotik disimpan dirak terpisah dengan sediaan

cair non antibiotik dan kemudian disusun berdasarkan abjad atau alfabetis.

Penyusunan perbekalan farmasi sediaan cair menggunakan prinsip dan FEFO

FIFO.

b. Perbekalan farmasi dalam bentuk sediaan solid seperti tablet, kaplet, dan

kapsul golongan bebas dan golongan keras disusun berdasarkan

penggolongan obat (generik dan merek dagang), dan kemudian disusun

berdasarkan abjad atau alfabetis.

65
c. Perbekalan farmasi dalam bentuk sediaan semi solid seperti salep disimpan di

rak yang terpisah dan disusun berdasarkan alfabetis.

d. Obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus

sesuai ketentuan.

e. Sediaan-sediaan yang penyimpanannya harus dibawah suhu kamar disimpan

dalam lemari pendingin, tetapi supositoria dan ovula tidak disimpan di dalam

lemari pendingin, karena diruang racik menggunakan AC.

f. Obat golongan generik berlogo dan generik bermerek produksi Kimia Farma

dikelompokkan penyimpanannya disusun berdasarkan abjad atau alfabetis.

g. Bahan baku disimpan di rak yang terpisah dengan obat-obat lain dalam wadah

tertutup rapat dan diberi etiket atau label yang jelas.

h. Obat tetes mata, tetes hidung dan tetes telinga diletakkan di rak terpisah

berdasarkan alfabetis.

i. Untuk sediaan infus disusun di rak terpisah.

Sistem penyimpanan di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia Budi sudah

baik dengan mempertimbangkan persyaratan Undang-Undang dan efisiensi dalam

pelayanan. Hal ini terlihat dari kemudahan pegawai untuk mencari obat saat

melayani pasien.
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek dilakukan

pencatatan yang meliputi surat pesanan, faktur, kartu stok, blangko penolakan

resep, buku defekta, Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA), pengarsipan,

pencatatan berkaitan dengan keuangan. Pelaporan yang dilakukan di apotek

meliputi Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH), laporan narkotika dan

psikotropika yang dilakukan setiap bulan.

66
Pelayanan farmasi klinis yang telah dilakukan di Apotek Kimia Farma

N0.160 Setia Budi Utara meliputi pengkajian resep, dispensing perbekalan

farmasi, pelayanan informasi obat melalui brosur dan banner, konseling kepada

pasien khususnya pasien kronis yang menggunakan obat dalam jangka waktu

lama dan pelayanan kefarmasian di rumah. Pelayanan kefarmasian di Apotek

Kimia Farma N0.160 Setia Budi Deli Serdang juga dapat melalui telepon atau

pesan singkat kepada pasien. Pemantaun terapi obat (PTO) dan monitoring efek

samping obat (MESO) belum dilakukan di Apotek Kimia Farma N0.160 Setia

Budi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1..Kesimpulan

a. Praktik pengelolaan apotek dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan secara profesional yaitu menyeimbangkan dan

menerapkan dengan baik dari segi manajemen bisnis maupun dari segi

pelayanan kefarmasian. Hasil dari pelaksanaan PKPA di Apotek Kimia

Farma N0.160 Setia Budi adalah penulis dapat memahami permasalahan

dan pengelolaan apotek berupa perencanaan, pengadaan, cara pemesanan,

penerimaan, penyimpanan dan penjualan; pelayanan resep dan

swamedikasi; laporan narkotika dan psikotropika; stok opname; pengelolaan

obat rusak dan kadaluarsa, sesuai dengan peraturan perundang-undangan

dan kaidah-kaidah profesi yang berlaku.

67
b. Apoteker dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan memberikan

pelayanan informasi obat kepada pasien dengan cara terus melakukan PIO

dan konseling secara langsung, serta harus mempunyai keinginan untuk

belajar dan care giver terhadap pasien


5.1 Saran
a. Perlu dilakukan double check untuk memastikan kesesuaian nama, jenis,

dosis, dan jumlah obat dengan yang tertera di resep untuk meminimalkan

kesalahan.

b. Perlu lebih memperhatikan tata letak penyimpanan obat-obat Look A like

Sound A Like (LASA ) untuk menghindari kesalahan pengambilan obat.

c. Pembinaan dan pelatihan seluruh personil/ staf apotek sebaiknya dilakukan

secara berkesinambungan, agar pengetahuan dan keterampilan karyawan

dapat ditingkatkan sesuai dengan tuntutan konsumen akan pelayanan yang

baik, tepat dan efisien.

68
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2000).Prinsip dan Dasar Manajemen: Pemasaran Umum dan


Farmasi.Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman 46-47.

Anief, M. (2005).Manajemen Farmasi. Cetakan keempat. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press. Halaman 7-12.

Anief, M. (2008).Manajemen Farmasi. Edisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press. Halaman 3-4.

BPOM RI. (2013). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan
Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan
Prekursor Farmasi dan Obat Yang Mengandung Prekursor Farmasi.

Depkes RI. (2007). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas


Terbatas.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 3-
6.

Kimia Farma. (2015). Apotek. [Diakses tanggal: 20 Agustus 2018]. Diambil dari :
http://www.kimiafarma.co.id/?page=general&id=2_2

Mashuda, A. (2011). Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB).


Jakarta: Kerja Sama Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dengan Pengurus
Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. Hal. 12-13.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusaan Menteri Kesehatan


No.347/MENKES RI/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 922/Menkes RI/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek.Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 889/Menkes RI/Per/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 3 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan,

69
dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tentang Narkotik. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Apotek.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia No. 5


Tentang Psikotropika.Jakarta: Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36


Tentang Kesehatan dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 35
Tentang Narkotika.Jakarta: Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sam, T.A dan Parasuraman, A. (2015). The Nine-Star Pharmacist: An Overview.


Journal of Young Pharmacists. 7(4): 281-284.

World Health Organization. (2015). The Nine Star Pharmacist:An Overview by


Aaser Thamby Sam and Subramani Parasuraman.AIMST University
Malaysia.

70

Anda mungkin juga menyukai