SAP 6
“KASUS DIREKSI DAN KOMISARIS”
OLEH:
KELOMPOK 8
PUTU MIRA HASTA ANDIRA (1607531090/ 22)
NI PUTU EKA DEWAYANI (1607531092/ 23)
GEDE MAHAPUTRA CHRISANDITA (1607531095/ 24)
Garuda Indonesia (PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk; IDX: GIAA) adalah maskapai
penerbangan nasionalIndonesia. Garuda adalah nama wahana tunggangan Dewa
Wisnu dalam mitologi India kuno. Pada tahun 2007, maskapai ini bersama dengan maskapai
Indonesia lainnya (termasuk anak perusahaan Garuda Indonesia, Citilink), dilarang terbang
menuju Eropa karena kejadian yang menimpa pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan
200. Setahun kemudian, maskapai ini menerima sertifikasi IATA Operational Safety Audit
(IOSA) dari IATA yang menunjukkan Garuda Indonesia telah memenuhi standar keselamatan
penerbangan Internasional. Perbaikan layanan dan meningkatnya kualitas layanan maskapai
membuat Garuda menjadi pemenang kategori "World's Most Improved Airline"
dari Skytrax. 1 Juni 2010 menjadi hari bersejarah bagi Garuda Indonesia, di mana pembukaan
kembali rute Amsterdam dilaksanakan menggunakan Pesawat Airbus A330-200 dengan
perhentian di Dubai. Pada bulan Juni 2012, Garuda Indonesia dengan klub sepak bola
Liverpool FC, Inggris mengadakan perjanjian kerja sama dan kini merupakan sponsor global
untuk Liverpool FC. Tahun 2013, Garuda Indonesia mendapat dua penghargaan dari Skytrax
yaitu "World Best Economy Class" dan "World Best Economy Class Seat". Pada pertengahan
tahun 2014, Garuda Indonesia mendapat penghargaan "World's Best Cabin Crew".
Pada tanggal 5 Maret 2014, Garuda Indonesia resmi bergabung dengan aliansi SkyTeam
sebagai anggota ke-20 yang peresmiannya berlangsung di Denpasar, Bali. Pada tanggal 30
Mei 2014, Garuda Indonesia melayani rute ke Amsterdam dengan nonstop menggunakan
pesawat Boeing 777-300ER yang memiliki kabin terbaru dari semua armada. Pada tanggal 8
September 2014, Garuda Indonesia memperpanjang rute penerbangannya menuju London.
Pada tanggal 11 Desember 2014, bertepatan dengan mundurnya Dirut Garuda Indonesia saat
itu, Emirsyah Satar. Garuda Indonesia mendapat Anugerah penghargaan sebagai maskapai
"berbintang 5" sedunia dari Skytrax dan menjadi anggota dari 8 maskapai dunia yang mendapat
penghargaan tersebut.
Kasus Garuda Indonesia
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menggugat Rolls Royce PLC, dan Rolls Royce Total Care
Services Limited. Dua perusahaan manufaktur pesawat asal Manchester, Inggris ini dituding
melakukan kecurangan atas perjanjian dengan Garuda yang jadi muasal tindak korupsi mantan
Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar.
Gugatan diajukan Garuda di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 13 September 2018 lalu.
Nomor perkaranya 507/Pdt.G/2018/PN Jkt.Pst. "Menyatakan perjanjian dengan judul
TotalCareTM Agreement for the Trent 700 Engine Powered Airbus A330-300 Aircraft
(Contract Reference: DEG 5496) Nomor DS/PERJ/DE-3236/2008 tertanggal 29 Oktober 2008
batal karena perbuatan curang oleh Para Tergugat," tulis Kuasa Hukum Garuda Ery Hertiawan
dalam gugatannya yang dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP)
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).
Atas gugatan ini, Garuda meminta kedua tergugat untuk membayar ganti rugi senilai Rp 640,94
miliar yang dibayarkan secara tanggung renteng.
Sementara sidang perdana akan digelar Rabu (19/9/2018). Sementara Vice President Corporate
Communication Garuda Hengki Heriandono belum memberikan penjelasan. "Maaf, saya
masih rapat BOD," balas pesan pendeknya kepada Kontan.co.id, Senin (17/9).
Dari Laporan Keuangan Garuda Semester I/2018 diketahui bahwa, perjanjian Total Care DEG
5496, sempat beberapa kali diubah kedua pihak.
Baik untuk memperpanjang waktu berlaku ataupun penyesuaian tarif. Penyesuaian tarif,
dilakukan pada 2012, dan 2016.
Sementara perpanjangan kontrak dilakukan pada 2015, dimana kontrak telah habis September
2017 lalu. Pada 22 Desember 2017, Garuda kembali menerima kembali menerima penawaran
perpanjangan Total Care DEG 5496.
Namun hingga kini, belum ada kesepakatan kembali soal perpanjangan kontrak tersebut.
Sekadar informasi, relasi antara Garuda-Rolls Royce juga menjerat mantan Direktur Utama
Garuda Emirsyah Satar.
Emir diduga menerima suap dari Rolls Royce senilai 1,2 juta euro, dan 180.000 dollar AS atau
setara Rp 20 miliar, serta berbentuk barang senilai 2 juta dollar AS yang tersebar di Indonesia
dan Singapura.
Sumber:
http://wartakota.tribunnews.com/2018/09/18/kasus-emirsyah-satar-garuda-indonesia-gugat-
rolls-royce
Analisis Kasus PT. Garuda Indonesia, Tbk
Kasus Emirsyah Satar ini cukup mencoreng nama perusahaan PT. Garuda Indonesia
yang dapat dilihat dari anjloknya harga saham ketika Emirsyah Satar dinyatakan sebagai
tersangka kasus korupsi oleh KPK karena adanya suap. Walaupun anjloknya harga saham
belum tentu terjadi hanya karena kasus tersebut, namun tentu kasus tersebut juga turut
memengaruhi anjloknya harga saham perusahaan pelat merah tersebut. Tentu kasus ini
berdampak pada kepercayaan public terhadap manajemen perusahaan yang padahal telah
dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia. Terjadinya kasus ini tentunya bukan terjadi tanpa
sebab, terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan kasus ini terjadi, penyebab utama dari
kasus ini adalah Direksi yang tidak bertanggung jawab dan memiliki itikad buruk dalam
pengelolaan perusahaan serta lemahnya pengawasan Dewan Komisaris di Kedua perusahaan
yang terlibat yakni Garuda Indonesia dan Rolls-Royce.
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/ POJK.04/ 2014, Direksi adalah
organ Emiten atau Perusahaan Publik yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Emiten atau Perusahaan Publik untuk kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik,
sesuai dengan maksud dan tujuan Emiten atau Perusahaan Publik serta mewakili Emiten atau
Perusahaan Publik, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar. Dari pengertian tersebut, jelas sekali terungkap bahwa dalam Kasus Garuda Indonesia
ini, Direksi telah melakukan pelanggaran berat dimana Direktur utama perusahaan
memanfaatkan jabatannya bukan untuk kepentingan emiten melainkan kepentingan
pribadinya. Menurut peraturan OJK mengenai Direksi dan Dewan Komisaris dalam Bab V
tentang Larangan dinyatakan bahwa setiap anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari
kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik selain penghasilan yang sah.
kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik selain penghasilan yang sah. Sangat jelas dinyatakan
bahwa direksi dan dewan komisaris dilarang keras untuk memanfaatkan operasi perusahaan
demi keuntungan pribadi dan apabila hal tersebut dilanggar akan dijatuhi sanksi bagi yang
bersangkutan. Emirsyah Satar selaku Direktur Utama dari PT. Garuda Indonesia, Tbk telah
dijatuhi pidana sebagai tersangka kasus suap dalam pembelian mesin dengan Rolls-Royce,
yang tentunya hal ini mengindikasikan terjadinya pelanggaran atas peraturan yang diterbitkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan dan apabila hal tersebut terbukti benar, maka akan dikenakan
sanksi bagi yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam ketentuan yang tercantum di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/
POJK.04/ 2014 tentang Direksi Dan Dewan Komisaris Emiten Atau Perusahaan Publik
menyatakan bahwa Dewan Komisaris adalah organ Emiten atau Perusahaan Publik yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasihat kepada Direksi. Dalam peraturan ini pada Bab III bagian ketiga
mengenai rapat dewan komisaris dijelaskan bahwa dewan komisaris wajib mengadakan rapat
bersama dengan direksi paling sedikit satu kali dalam empat bulan secara berkala. Namun,
dilihat dari kasus ini, dewan komisaris dalam perusahaan Garuda Indonesia kemungkinan tidak
melakukan rapat dengan dewan direksi atau telah melakukan rapat namun tidak dilaksanakan
secara efektif. Apabila system pengawasan telah dilaksanakan dengan baik dan efektif akan
dapat membatasi terjadinya suap yang menguntungkan segelintir pihak. Selain itu, system
pengawasan oleh Dewan Komisaris sebaiknya dibentuk serinci mungkin sebagai tindakan
prevensi apabila terdapat pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang memiliki keinginan
melakukan tindakan fraud yang merugikan perusahaan.