Anda di halaman 1dari 2

Sains Blog Expert

Gangguan Jiwa karena Media Sosial

Kasus 1

Apakah kita merasakan belakangan ini media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram bahkan
WhatsApp dipenuhi oleh berbagai macam kehebohan yang membuat kita kadang merasa tidak nyaman?
Jika memang kita merasakan demikian, maka apa yang anda rasakan juga banyak dialami oleh pasien-
pasien saya.

Belakangan ini banyak masalah yang dialami pasien saya terkait oleh berita tidak nyaman yang mereka
baca di media sosial.

Beberapa di antaranya sangat begitu terpengaruh oleh arus informasi yang sering membingungkan dan
simpang siur tentang apa yang didapat dari media sosial. Beberapa contoh kasus ada di bawah ini.

Psikotik akibat medsos

Pasien saya ini laki-laki usia 40an. Pasien dibawa oleh keluarganya karena belakangan ini tampak
kebingungan dan mulai berbicara kacau tentang situasi yang dia bayangkan akan terjadi. Kondisi ini
terpicu oleh berita yang dilihat pasien berkaitan dengan demo-demo besar belakangan ini.

Arus informasi yang dia dapat dari media sosial memperparah apa yang dia dapat sebelumnya dari berita
di televisi. Simpang siur pendapat di media sosial ditambah berita tidak benar (hoax) yang dia baca
membuat dia semakin kebingungan.

Sampai suatu ketika dia mengatakan kepada keluarga suatu teori tentang penyelamatan negara di mana
dia yang akan memimpin usaha penyelamatan tersebut. Dia meyakini hanya dia yang mampu melakukan
hal tersebut dan sangat yakin akan usaha-usahanya.

Latar belakang sebagai pedagang kelontong biasa membuat orang yang mendengar ceritanya menjadi
khawatir pasien sudah mengalami masalah kejiwaan. Saat diperiksa pasien diketahui mengalami masalah
delusi/waham kebesaran.

Saat wawancara pasien secara menggebu-gebu mengatakan bahwa dirinya yang bisa menyelamatkan
negara dari kehancuran akibat perang saudara. Diagnosis mengarah ke suatu kondisi psikotik akut yang
semoga tidak menjadi skizofrenia paranoid ke depannya (pasien baru mengalami hal ini selama kurang
dari sebulan).

Gangguan stres pasca trauma yang muncul kembali

Perempuan usia paruh baya ini datang dengan ketakutan yang luar biasa. Berita dari media sosial yang
dia baca berkaitan dengan gejolak demo belakangan ini dan berta hoax yang dia baca tentang etnis
Tionghoa membuat bayangan traumatik di masa tahun 1998 kembali teringat.
Pasien mengatakan saat 1998 dia di jalan hampir mengalami dampak dari keberingasan massa. Saat itu
setelah peristiwa 1998 dia menjalani perawatan psikiatrik karena masalah yang terkait dengan traumatik
yang dia alami.

Ketidakstabilan situasi saat ini dan banyaknya berita-berita yang simpang siur dan hoax berkaitan dengan
kondisi sekarang seperti menjadi pemicu buat dirinya. Di satu pihak dia tidak mau untuk membaca hal
tersebut, namun di lain pihak dia merasa susah menghindari informasi tersebut yang sangat masif dan
berlebihan di media sosial bahkan group WhatssApp keluarga yang dia ikuti.

Gejala-gejala kecemasan yang menyerupai kepanikan timbul kembali dan sering datang

KASUS 2

16.714 Warga Jabar Menderita Gangguan Kejiwaan Berat

BANDUNG - Sebanyak 16.714 warga Jawa Barat tercatat mengalami gangguan kejiwaan berat.
Diprediksi, jumlah orang dengan gangguan jiwa (OGDJ) di provinsi berpenduduk lebih dari 45
juta jiwa ini jauh lebih banyak dari yang terdeteksi Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar tersebut.

Kepala seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dan Kesehatan
Jiwa (Keswa) Dinkes Jabar Arief Sutedjo mengungkapkan, berdasarkan data yang dihimpun dari
kabupaten/kota 2017 lalu, sebanyak 11.360 warga Jabar menderita gangguan jiwa berat .

"Sementara di tahun 2018 ada 16.714 penderita. Sedangkan berdasarkan Riskesdas 2018.
Penderita ODGJ ibarat fenomena gunung es dimana tampak sedikit, namun yang tidak terlihat
lebih banyak lagi," ungkap Arief di Bandung, Sabtu (16/2/2019).

Arief menjelaskan, gangguan jiwa sifatnya sama seperti penyakit kronis lainnya, yakni bisa
kambuh bila tidak terkontrol. Bagi para penderita gangguan jiwa berat, pihaknya menyiapkan
rujukan ke RS Marzoeki Mahdi (MM), Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jabar, dan Rumah Sakit Hasan
Sadikin (RSHS).

"Kemudian setelah pulih (tidak sembuh, karena memang harus minum obat), kami siapkan
puskesmas setempat dalam penyiapan obat-obatanya," terangnya.

Anda mungkin juga menyukai