Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat

dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa,

dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi

analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan, dan kromatografi

preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan

secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat

fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah kecenderungan molekul untuk

melarut dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk melekat pada

permukaan serbuk halus (adsorpsi, penjerapan), dan kecenderungan molekul untuk

menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian).

Kromatografi berasal dari kata Kroma yang berarti warna dan Graf (grafi) yang

berarti tulisan atau gambar. Teknik kromatografi diartikan sebagai suatu metoda yang

digunakan untuk memisahkan campuran komponen atau fraksi sejenis menjadi unit-

unit yang terpisah satu dengan yang lain yang didasarkan pada perbedaan sifat

masing-masing. Perbedaan yang dimaksud dapat berupa perbedaan kelarutannya di

dalam pelarut, perbedaan kemampuannya menyerap atau terikat pada komponen lain,

perbedaan muatan ionik, ukuran molekul, dan lain sebagainya.

Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan

menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik

tersebut. Keempat teknik kromatografi itu adalah: Kromatografi Kertas (KKt),

Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas Cair (KGC) dan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT). Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada

sifat kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah. KCKT dapat digunakan

1
terutama bagi kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air (karbohidrat, asam

amino dan senyawa fenolat), KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua

kandungan yang larut lipid (lipid, steroid, karotenoid, kinon sederhana dan klorofil),

KGC penggunannya terutama untuk senyawa atsiri (asam lemak, mono- dan

seskuiterpen, hidrokarbon dan senyawa belerang), cara lain yaitu KCKT, dapat

memisahkan kandungan yang keatsiriannya kecil. KCKT adalah suatu metode yang

menggabungkan keefisienan kolom dan kecepatan analisis. Pada bagian selanjutnya

akan dibahas mengenai beberapa metode isolasi serta penggunaan kromatografi

kolom baik kolom konvensional maupun kolom vakum.

Kromatografi kolom yaitu kromatografi yang menggunakan matrik yang

dimasukkan ke dalam tabung sehingga membentuk kolom yang digunakan sebagai

media untuk memisahkan campuran komponen dalam pelarut.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusanmasalah dalam makalah ini adalah:

1. Pengertian kromatografi kolom

2. Fasa-fasa pada analisis kromatografi kolom

3. Prinsip kerja alat kromatografi kolom

4. Preparasi sampel alat kromataografi kolom

5. Komponen alat kromatografi kolom

6. Prosedur penggunaan alat kromatograi kolom

7. Jenis-jenis kromatografi kolom

8. Aplikasi alat kromatografi kolom

2
BAB II

KROMATOGRAFI KOLOM

2.1 Pengertian Kromatografi

Kromatografi berasal dari kata Kroma berarti warna dan Graf (grafi) = tulisan,

gambar. Teknik kromatografi diartikan sebagai suatu metoda yang digunakan untuk

memisahkan campuran komponen atau fraksi sejenis menjadi unit-unit yang terpisah

satu dengan yang lain yang didasarkan pada perbedaan sifat masing-masing.

Perbedaan yang dimaksud dapat berupa perbedaan kelarutannya di dalam pelarut,

perbedaan kemampuannya menyerap atau terikat pada komponen lain, perbedaan

muatan ionik, ukuran molekul, dan lain sebagainya.

Kromatografi kolom yaitu kromatografi yang menggunakan matrik yang

dimasukkan ke dalam tabung sehingga membentuk kolom yang digunakan sebagai

media untuk memisahkan campuran komponen dalam pelarut.

2.2 Fasa-fasa Pada Analisis Kromatografi Kolom

2.2.1 Fasa diam

Fasa diam atau adsorben (penjerap) dalam kromatografi kolom adalah zat

padat. Fasa diam yang paling umum untuk kromatografi kolom adalah silika gel, diikuti

dengan alumina. Serbuk selulosa pernah banyak digunakan. Kromatografi kolom

memungkinkan melakukan teknik kromatografi pertukaran ion, kromatografi fasa

terbalik, kromatografi afinitas, atau penjerapan bed ekspansi (bahasa Inggris:

expanded bed adsorption, EBA). Fasa diam biasanya serbuk halus atau gel dan/atau

mikropori untuk peningkatan permukaan, meskipun dalam EBA digunakan bed

berfulida. Ada rasio penting antara berat fasa diam dan berat kering campuran analit

yang dapat diaplikasikan ke dalam kolom. Untuk kolom silika, rasio berada antara 20:1

hingga 100:1, bergantung pada kedekatan jarak elusi antar komponen analit.

3
2.2.2 Fasa gerak

Fasa gerak atau eluen dapat berupa pelarut murni atau campuran pelarut.

Pemilihan dilakukan sedemikian rupa sehingga nilai faktor retensi senyawa yang

diinginkan berada pada kisaran 0,2 - 0,3 untuk meminimalkan waktu dan jumlah eluen

yang diperlukan selama kromatografi. Eluen dapat pula dipilih berdasarkan daya

pisahnya sehingga senyawa yang berbeda dapat dipisahkan secara efektif. Optimasi

eluen dilakukan melalui uji pendahuluan berskala kecil, biasanya menggunakan

kromatografi lapisan tipis (KLT) dengan fasa gerak yang sama.

Gambar 2.1 Fase Diam dan Fase Gerak

2.3 Prinsip Kerja

Kromatografi kolom tergantung kepada perbedaan daya serap dari masing-

masing komponen, campuran yang akan diuji dilarutkan kedalam sedikit pelarut, lalu

dimasukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap. Dimana

senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat, sehingga turun lebih lambat atau

4
kuat dari senyawa non polar yang terserap lebih lama dan turun lebih cepat. Zat yang

diserap dalam larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita sempit dalam

kolom. Pelarut lebih lanjut dengan tanpa tekanan udara masing-masing zat akan

bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom.

Alat kromatografi kolom sederhana terdiri dari kolom dan kaca yang ada

krannya. Umumnya panjang kolom minimum 10 kali diameter pipa kaca yang

digunakan dan labu erlenmeyer sebagai penampung eluen. Fasa diam berupa eluen

yang tidak larut dalam fasa gerak, ukuran partikel fasa diam harus seragam. Adanya

pengotor dalam fasa diam digunakan menyebabkan adsorbsi tidak reversibel. Sebagai

fasa diam digunakan alumina, silika gel, arang, bauksit, kalsium karbonat, selulosa,

dan gula. Pengisian fasa diam kedalam tabung (kolom) dapat dilakukan dengan cara

kering dan cara basah. Pada cara basah fasa diam dibuat bubur terlebih dahulu

dengan pelarut yang akan digunakan untuk fasa gerak, kemudian dimasukkan kedalam

fasa kolom.

Fasa gerak dalam kolom dapat berupa pelarut tunggal atau campuran beberapa

pelarut dengan komposisi tertentu. Pelarut dapat menggunakan pelarut polar dan

pelarut non polar, dengan berat molekul lebih kecil sehingga lebih cepat meninggalkan

fasa diam. Pelarut yang digunakan dapat berupa pelarut polar ataupun pelarut non

polar berdasarkan pada zat yang akan dilarutkan. Pemisahan kromatografi kolom

dicapai oleh perbedaan laju turunan masing-masing komponen kolom, yang ditentukan

oleh kekuatan adsorbsi atau koefisien partisiantara fasa mobil dan fasa mekanisme

pemisahannya.

2.4 Preparasi sampel

Sampel yang akan dianalisis ditimbang kemudian dilarutkan dalam pelarut yang

sesuai, kemudian dituangkan hati-hati diatas packing kolom. Fase gerak dikeluarkan

tetes demi tetes, diatur kecepatan menetesnya (tergantung besar-kecilnya kolom) dan

5
dijaga kolom tetap terendam, untuk itu ditambah fase gerak perlahan-lahan dan dijaga

tidak merusak packing kolom. Fase gerak yang keluar ditampung sebagai fraksi.

Volume fraksi tergantung berat sampel dan pemisahan yang nampak pada kolom saat

proses awal elusi ini. Makin kecil volume fraksi, akan diperoleh pemisahan yang lebih

baik, namun akan dikumpulkan banyak fraksi. Untuk 10 gram sampel biasanya

dikumpulkan fraksi dengan volume a 150 ml.

Cara meletakkan sampel pada kolom yang lebih baik adalah dengan

mencampur dengan fase diam. Satu bagian sampel dilarutkan dalam pelarut yang

sesuai, biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang digunakan untuk

pembuatan ekstrak. Larutan ekstrak ini kemudian dicampur dengan 2.0 - 3.0 bagian

fase diam, dengan hati-hati campuran ini dikeringkan didalam rotary evaporator hingga

diperoleh serbuk ekstrak kering. Serbuk ini ditaburkan diatas packing kolom dan

ditutup dengan selapis pasir.

2.5 Perangkat Kromatografi Kolom

Perangkat dalam kromatografi kolom terdiri dari tabung kromatografi, batang

pemampat, cakram kaca berpori, tabung pengalir, dan kran.

1. Tabung kromatografi

Terbuat dari kaca, berbentuk silinder dengan diameter 10 - 30mm dan panjang

150 - 400mm.

2. Sebuah batang pemampat

Batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai kromatografi. Diameter lebih

kurang 1 mm < diameter dalam kolom. Batang ini diperlukan untuk

memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta

untuk memadatkan zat penyerap atau campuran zat penyerap dan air secara

merata di dalam tabung.

3. Cakram kaca berpori

6
Melekat pada dasar tabung dan berfungsi untuk menyangga isinya.

4. Sebuah tabung pengalir dengan diameter yang lebih kecil

Berfungsi untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung atau

disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung

utama. Tabung pengalir umumnya berdiameter dalam antara 3mm hingga

6mm.

5. Kran

Berfungsi untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti.

2.6 Prosedur Penggunaan Kromatografi Kolom

2.6.1 Cara penggunaan kromatografi kolom

1. Sampel yang dilarutkan dalam sedikit pelarut, dituangkan melalui atas kolom

dan dibiarkan mengalir ke dalam adsorben (bahan penyerap).

2. Komponen dalam sampel diadsorbsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan

penyerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom.

3. Dengan penambahan pelarut secara terus menerus, masing-masing komponen

akan bergerak turun melalui kolom dan akan terbentuk pita yang setiap zona

berisi satu macam komponen.

4. Setiap zona yang keluar kolom dapat ditampung dengan sempurna sebelum

zona yang lain keluar kolom.

7
Gambar 2.2 Cara Penggunaan Kromatografi Kolom

2.6.2 Metode Pemasukan zat ke dalam Kolom

1. Metode basah

a) Zat dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dan dimasukkan ke kolom.

b) Kran yang berada di bagian bawah dibuka sehingga larutan tersebut dapat

mengalir ke bawah hingga batas permukaan fase diam.

c) Kran ditutup dan dituangkan fase gerak.

d) Kran kembali dibuka dan larutan (zat dan fase gerak) akan mengalir ke

bawah mengikuti gaya gravitasi.

e) Fase gerak harus tetap dialirkan untuk menjaga agar penyangga tidak

mengering.

2. Metode kering

a) Zat uji dilarutkan dalam sedikit pelarut.

b) Kemudian di dalamnya ditambahkan penyangga (contoh, gel silika).

c) Campuran diaduk hingga pelarutnya dan meninggalkan campuran kering

zat dan penyangga.

8
d) Campuran kering dimasukkan ke dalam kolom, ditambahkan fase gerak dan

kran dibuka.

e) Larutan akan mengalir ke bawah dan proses elusi dapat berjalan.

f) Sama seperti metode basah, fase gerak harus tetap dialirkan untuk

menjaga agar penyangga tidak mengering.

2.6.3 Proses Elusi

Proses elusi adalah prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi

differensial dinamis dalam system yang terdiri dari dua fase atau lebih. Laju gerakan

zat dipengaruhi oleh sejumlah variabel, misalnya:

a) Daya adsorpsi fase diam.

b) Ukuran partikel dan luas permukaan

c) Sifat dan polaritas pelarut, tekanan yang digunakan dan suhu sistem

kromatografi.

d) Jika senyawa yang terpisah itu berwarna atau berfluoresensi di bawah

cahaya ultraviolet, kolom penyerap dapat dikeluarkan, dengan cara

memotong melintang, lapisan yang diperlukan dapat dipisahkan.

Gambar 2.3 Proses Elusi

Sampel yang akan dipisahkan dielusikan dalam kolom. Contoh pada gambar:

pemisahan zat berwarna merah dan dan zat berwarna biru. Hal ini dapat terjadi karena

zat berwarna biru memiliki sifat lebih polar dibandingkan zat berwarna merah sehingga

9
dapat membentuk ikatan dengan fase diam akan teradsorpsi di permukaan penyangga.

Hal ini mengakibatkan zat berwarna birulebih lama tertahan dalam fase diam dan tidak

terbawa oleh fase gerak. Selain itu, zat berwarna merah memiliki kepolaran yang lebih

rendah sehingga tidak tertahan pada fase diam dan ikut terbawa aliran fase gerak.

Akibatnya, zat berwarna merah meninggalkan kolom kromatografi lebih cepat

dibandingkan tinta biru. Adanya perbedaan kepolaran ini menyebabkan zat campuran

terelusi menjadi zat berwarna merah dan biru.

Proses elusi berjalan akibat adanya tekanan yang diberikan ke dalam

kromatografi. Tekanan dapat berasal dari tekanan atmosfer ataupun pemberian

tekanan tambahan (dengan dipompa ataupun gas terkompresi). Akibat dari adanya

tekanan tersebut adalah fase gerak dan zat uji dapat mengalir turun di dalam

kromatografi. Jika proses aliran berjalan lambat, tekanan dapat ditambahkan salah

satunya dengan memasang karet pipet di atas kolom kromatografi.

2.6.4 Kromatogram

Kromatogram adalah hasil pemisahan zat oleh proses elusi. Kromatogram dapat

dibedakan sebagai berikut:

1. Berupa lapisan/pita-pita zat terpisah dalam kolom

Jika senyawa yang terpisah itu berwarna atau berfluoresensi di bawah cahaya

ultraviolet. Lapisan yang diperlukan dapat dipisahkan. Senyawa yang

dikehendaki kemudian diekstraksi dari tiap lapisan dengan pelarutyang sesuai.

2. Berupa eluat

Eluat merupakan larutan yang keluar dari kolom dan merupakan hasil elusi.

Fraksi-fraksi elusinya ditampung secara terpisah dan dapat diidentifikasikan

secara tersendiri. Kadar eluat dapat ditentukan dengan cara titrasi,

spektrofotometri atau kalorimetri, atau pelarutnya dapat diuapkan sehingga

diperoleh zat dalam kadar murni

10
2.7 Jenis-jenis Kromatografi Kolom

Tipe kromatografi kolom di dalam praktek dapat merupakan:

1 Kromatografi kolom partisi yaitu kromatografi yang menggunakan fase diam

berupa cairan yang diadsorpsikan pada permukaan partikelpartikel matrik

dalam kolom dan menggunakan fase bergerak berupa cairan.

2 Kromatografi kolom adsorpsi yaitu kromatografi yang menggunakan fase diam

berupa padatan sekaligus sebagai matrik yang dimasukkan ke dalam suatu

tabung dan menggunakan fase bergerak berupa cairan.

3 Kromatografi gel yaitu kromatografi yang menggunakan bahan penyangga

padatan sebagai penyaring molekuler komponen.

4 Kromatografi gas cairan yaitu kromatografi kolom yang mengunakan fase diam

berbentuk cairan dan fase bergerak berbentuk gas.

5 Kromatografi gas padatan yaitu kromatografi kolom yang menggunakan fase

diam berupa padatan dan fase bergerak berupa gas.

6 Kromatografi kolom tekanan tinggi yaitu kromatografi kolom partisi atau

adsorpsi yang menggunakan tekanan tinggi untuk mempercepat laju gerakan

larutan pengelusi dan pemisahan komponen. Dalam praktek misalnya adalah

HPLC (high performance liquid chromatography).

2.8 Aplikasi Kromatografi Kolom

2.8.1 Aplikasi umum kromatografi kolom

1. Dalam penentuan, baik kualitatif maupun kuantitatif, senyawa dalam protein.

2. Pemisahan molekul-molekul penting seperti asam nukleat, karbohidrat, lemak,

vitamin dan molekul penting lainnya.

3. Dalam bidang clinical, menginvestigasi fluida badan seperti air liur. Dari air liur

seorang pasien, dokter dapat mengetahui jenis penyakit yang sedang diderita

pasien tersebut

11
4. Deteksi senyawa oksalat dalam air kencing bagi pasien kidney stones (batu

ginjal).

2.8.2 Aplikasi kromatografi kolom dalam bidang pertambangan

Salah satu aplikasi kromatografi kolom dalam bidang pertambangan yaitu

analisis biokarma pada fraksi keton batubara untuk mengetahui karakteristik batubara.

Biokarma merupakan fosil molekul yang berasal dari senyawa turunan organisme hidup

pada zaman dahulu yang mengandung komponen organik kompleks berupa karbon,

hidrogen dan unsur-unsur lainnya. Selama proses pembentukan batubara sebagian

biomakromolekul dari organisme yang mati akan berubah menjadi batubara,

sedangkan sebagian kecil lainnya akan tetap mengendap menjadi biomarka. Salah satu

biomarka adalah senyawa keton yang dapat terbentuk dengan adanya oksigen pada

tahap diagenesis. Biomarka senyawa keton dapat memberikan informasi sumber

masukan bahan organik, kondisi lingkungan selama pemendaman berlangsung serta

kematangan batubara.

Sampel batubara yang akan dianalisis berasal dari daerah sawahlunto provinsi

Sumatera Barat. Dalam kerangka geologi regional daerah Sawahlunto termasuk ke

dalam cekungan Ombilin yang terbentuk sejak awal tersier. Batubara Sawahlunto yang

memiliki umur lebih tua (terbentuk pada periode Eosen) seharusnya memiliki peringkat

kematangan yang tinggi. Namun berdasarkan nilai kalornya, batubara sawahlunto

dikategorikan memiliki tingkat kematangan yang rendah. Kandungan kalori batubara

yang berasal dari cekungan Sawahlunto berkisar antara 5300 - 6900 kkal/kg. Kualitas

batubara tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada proses serta

lingkungan pemendamannya.

Perbedaan peringkat kematangan batubara Sawahlunto yang tidak sesuai

dengan teori memerlukan kajian lebih lanjut. Analisis biomarka terhadap batubara ini

dapat memberikan informasi mengenai sumber senyawa pembentuk batubara,

12
lingkungan serta kondisi pengendapannya. Hal tersebut mendorong dilakukannya

penelitian tentang karakteristik batubara Sawahlunto yang meliputi sumber senyawa

pembentuk batubara, lingkungan serta kondisi pengendapannya melalui analisis

biomarka.

1. Proses analisis

a) pengujian nilai kalori. Sebanyak 0,2 gram butiran batubara yang telah

kering dimasukkan ke dalam bom kalorimeter. Hasil yang diperoleh berupa

nilai kalori per satuan gram sampel. Hasil pengujian ini menunjukkan nilai

kalori batubara Sawahlunto sebesar 3674 kal/g. Berdasarkan hasil tersebut,

batubara Sawahlunto belum termasuk batubara lignit atau dapat dikatakan

memiliki peringkat kematangan yang sangat rendah.

b) Ekstrak batubara yang diperoleh berupa cairan berwarna kuning kecoklatan

kemudian diuapkan pelarutnya atau dipekatkan dengan menggunakan alat

vacum rotary evaporator. Ekstrak pekat tersebut kemudian dipindahkan ke

dalam botol vial dan dikeringkan dengan dialiri gas N2 sehingga diperoleh

ekstrak organik kering dengan massa 0.6434 gram (7.12 %). Ekstrak kering

yang didapatkan merupakan ekstrak organik total (EOT). Ekstrak organik

total dari batubara Sawahlunto yang didapatkan sedikit karena batubara

Sawahlunto masih banyak mengandung kerogen yang merupakan bahan

organik dalam batubara yang tidak dapat larut didalam pelarut organic.

c) Pemisahan ekstrak batubara. Ekstrak Organik Total (EOT) yang telah

didapatkan dari proses ekstraksi soxhletasi selanjutnya difraksinasi untuk

mendapatkan fraksi keton dengan menggunakan metode kromatografi

kolom. Hasil fraksinasi selanjutnya dianalisis untuk memperoleh profil

biomarkanya. Kolom kromatografi yang digunakan merupakan kolom yang

berisi silika gel sebagai fase diam. Pengontrolan turunnya masing-masing

13
fraksi dilakukan dengan melakukan pengujian pada noda eluen yang dipakai

dibandingkan dengan tetesan hasil kromatografi kolom. Jika totolan antara

noda eluen dan noda hasil kromatografi menunjukkan noda yang sama

dibawah sinar UV maka proses pemisahan menggunakan kromatografi

kolom telah selesai. Hasil fraksinasi ditampung dalam labu bundar kemudian

diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator lalu dipindah ke

dalam botol vial dan dikeringkan menggunakan gas N2. Fraksinasi dengan

kromatografi kolom menghasilkan fraksi keton sebanyak 0.1140 gram

(17.72 %) berupa padatan berwarna coklat kehitaman.

d) Komposisi Senyawa Biomarka Fraksi Keton Batubara Sawahlunto. Hasil

analisis fraksi keton dari ekstrak batubara Sawahlunto menggunakan KG-SM

ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1. Dari gambar tersebut dapat dilihat

bahwa kelompok senyawa yang teridentifikasi pada fraksi keton batubara

Sawahlunto adalah alkan-2-on, sikloheksil keton, dan hopanon. Senyawa-

senyawa yang terdeteksi berupa:

1) Senyawa alkan-2-on

Senyawa alkan-2-on bercabang yang terdapat pada fraksi keton

batubara Sawahlunto diidentifikasi berdasarkan fragmentogram m/z 57

yang merupakan puncak dasar dari senyawa alkan-2-on [15]. Fragmen

ion pada m/z 57 tersebut merupakan fragmen keton yang paling stabil

berupa (C3H5O)+. Spektrum massa pada senyawa alkan-2-on bercabang

memiliki puncak dasar pada m/z 57 yang diikuti penurunan intensitas

puncak setiap penambahan nilai sebesar 14 satuan yang merupakan

penambahan gugus metilen (-CH2-) sebagai perpanjangan rantai.

Penurunan intensitas tidak terjadi secara linear karena saat pemutusan

rantai cabang terjadi peningkatan intensitas fragmen ion. Peningkatan

14
intensitas fragmen ion pada fragmen M+ -15 atau M+ -29

mengindikasikan adanya cabang metil pada rantai alkana posisi C2 (iso-

alkana) atau C3 (anteisoalkana) [16]. Pemutusan rantai cabang juga

mengakibatkan pertambahan nilai 14 yang tidak konstan karena saat

terjadi penambahan gugus etilen (-C2H4-) maka nilainya akan

bertambah sebesar 28 satuan massa atom.

Interpretasi spektrum massa puncak C12 memiliki puncak dasar pada

m/z 57 dan menghasilkan ion molekular pada m/z 184. Adanya

peningkatan intensitas pada fragmen ion m/z 155 terjadi akibat

lepasnya gugus etil (C2H5). serta mengindikasikan bahwa terdapat

cabang metil pada atom karbon nomor 9, sehingga dapat diketahui

bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa anteiso-alkanon yaitu

senyawa 9- metilundekan-2-on (C12H24O) (1).

Interpretasi yang sama juga dilakukan pada spektrum massa puncak C17

yang memiliki puncak dasar pada m/z 57 serta menghasilkan ion

molekular pada m/z 254 dengan adanya peningkatan intensitas pada

fragmen ion m/z 127 yang menandakan adanya cabang pada C9 dan

pada fragmen ion m/z 239 akibat lepasnya gugus metil (CH3)• yang

mengindikasikan adanya cabang metil pada atom karbon nomor 14,

sehingga dapat diketahui bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa

iso-alkanon yaitu senyawa 9,14-dimetilpentadekan-2-on (C17H34O) (2).

Interpretasi spektrum massa menghasilkan ion molekular pada m/z 198

dengan disertai peningkatan puncak pada m/z 113 dan penambahan

nilai sebesar 28 satuan pada m/z 155 yang menunjukkan penambahan

gugus etilen (C2H4). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat cabang

15
pada posisi C6 dan C10 maka senyawa yang ada pada gambar tersebut

adalah senyawa 6,10-dimetilundekan-2-on (C13H26O) (3).

Spektrum massa dengan ion molekular pada m/z 212 terjadi

peningkatan fragmen ion pada m/z 113 dan m/z 183 yang menunjukkan

adanya cabang metil pada rantai C6 dan C10 sehingga senyawa pada

puncak C14 adalah senyawa 6,10- dimetildodekan-2-on (C14H28O) (4).

Pada spektrum massa juga terjadi peningkatan puncak fragmen ion

pada m/z 113 dan m/z 183 menandakan adanya cabang pada C6 dan

C10, senyawa ini memiliki ion molekular pada m/z 226 sehingga dapat

diketahui senyawanya adalah 6,10- dimetiltridekan-2-on (C15H30O) (5).

Dengan cara interpretasi yang sama pada puncak C18 yang memiliki ion

molekular pada m/z 268 dapat diketahui terdapat tiga cabang metil

yaitu pada posisi C6, C10, dan C14 maka senyawa tersebut adalah

6,10,14-trimetilpentadekan-2-on (C18H36O) (6).

2) Senyawa Sikloheksil Keton

Keberadaan senyawa sikloheksil keton pada fraksi keton batubara

Sawahlunto diidentifikasi berdasarkan fragmentogram m/z 83 yang

merupakan puncak dasar dari senyawa siklik. Puncak dasar pada m/z 83

tersebut merupakan fragmen fraksi keton yang paling stabil berupa

cincin siklik enam (C6H11)+ fragmen ini terbentuk karena cincin siklo

yang bersifat jenuh akan cenderung melepaskan rantai samping alkil

pada ikatan-α dan meninggalkan muatan positif pada fragmen cincin

siklo.

Interpretasi spektrum massa fraksi keton pada puncak C12 menunjukkan

adanya puncak tertinggi pada m/z 83 dengan disertai penurunan

intensitas puncak secara linear pada m/z 97, 111, 125 dan seterusnya

16
hingga m/z 182 sebagai ion molekulnya dengan penambahan nilai

sebesar 14 yang merupakan perpanjangan rantai berupa gugus metilen

(-CH2-) sehingga dapat diketahui bahwa senyawa tersebut adalah 6-

sikloheksilheksan-2-on (C12H22O) (7).

Spektrum massa fraksi keton pada puncak C16 memiliki spektrum yang

serupa dengan puncak C12 dengan puncaak tertinggi pada m/z 83 dan

fragmen seterusnya mengalami penurunan secara linear seiring dengan

penambahan kelipatan 14 sampai pada m/z 238 sehingga dapat

diketahui bahwa senyawa pada puncak C16 merupakan senyawa 10-

sikloheksil-dekan-2-on (C16H30O) (8).

3) Senyawa Hopanon

Keberadaan senyawa hopanon dalam fraksi keton batubara Sawahlunto

dianalisis berdasarkan fragmentogram m/z 191. Fragmen ion khas

senyawa hopan ada pada m/z 191. Konfigurasi α atau β terhadap posisi

H pada C17 dan C21 dapat diketahui berdasarkan intensitas dari fragmen

ion pada m/z 191 dan m/z 148 + R. Jika intensitas m/z 148 + R lebih

tinggi daripada m/z 191 maka konfigurasi senyawa hopan adalah

17β(H),21β(H), sedangkan jika m/z 191 intensitasnya lebih tinggi

daripada m/z 148 + R maka konfigurasi senyawa hopan adalah

17α(H),21β(H).

Interpretasi spektrum massa senyawa hopanon pada puncak C27

memiliki fragmen yang paling stabil pada m/z 191 sedangkan fragmen

148 + R intensitasnya lebih rendah, pola ini menunjukkan bahwa

senyawa hopanon yang teridentifikasi berupa isomer 17α(H),21β(H).

Puncak m/z 191 merupakan fragmen ion C14H23 + dari cincin A/B oleh

pemutusan cincin C. Fragmen khas lain yang teridentifikasi pada m/z

17
369 yang menandakan lepasnya cabang metil (-CH3) dan diketahui pula

384 sebagai ion molekuar, sehingga dapat diketahui bahwa senyawa

tersebut merupakan 22,29,30-trinorhopan-21-on (9).

Interpretasi yang sama juga dilakukan terhadap spektrum massa

puncak C29 yang memiliki intensitas m/z 191 > 148 + R dan m/z 412

sebagai ion molekularnya. Dari interpretasi tersebut dapat diketahui

bahwa senyawa yang teridentifikasi pada puncak C29 merupakan

senyawa 30-norhopan-22-on (10).

18
Gambar 2.4 Struktur Senyawa

2. Hasil

a) Keberadaan senyawa isoprenoid keton pada batubara Sawahlunto

mengindikasikan bahwa sumber bahan organik pembentuk batubara

Sawahlunto berasal dari bakteri berklorofil.

b) Senyawa sikloheksil keton yang terdapat dalam sampel batubara

memberikan kemungkinan bahwa sumber bahan organik pada batubara

Sawahlunto berasal dari bakteri.

19
c) Keberadaan senyawa hopanon memberikan informasi bahwa batubara

Sawahlunto berada pada lingkungan pengendapan suboksik sampai oksik,

serta proses penggambutan berada pada kondisi asam yang rendah.

Kandungan senyawa ini juga menunjukkan bahwa proses degradasi pada

bahan organik dilakukan oleh bakteri aerobic.

d) Informasi mengenai kematangan batubara Sawahlunto juga dapat diketahui

melalui nilai kalori batubara sebesar 3674 kal/g. Batubara dengan nilai

kalori tersebut belum termasuk dalam batubara lignit serta menunjukkan

bahwa batubara memiliki peringkat kematangan yang sangat rendah

meskipun telah matang secara termal.

20
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Kromatografi berasal dari kata Kroma = warna; Graf (grafi) = tulisan, gambar.

Teknik kromatografi diartikan sebagai suatu metoda yang digunakan untuk

memisahkan campuran komponen atau fraksi sejenis menjadi unit-unit yang terpisah

satu dengan yang lain yang didasarkan pada perbedaan sifat masing-masing.

Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara

luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai

pada tahap permulaan untuk semua cuplikan, dan kromatografi preparatif hanya

dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi

dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari

molekul. Sifat utama yang terlibat ialah kecenderungan molekul untuk melarut dalam

cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk

halus (adsorpsi, penjerapan), dan kecenderungan molekul untuk menguap atau

berubah ke keadaan uap (keatsirian).

21

Anda mungkin juga menyukai