Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENGAWETAN BAHAN NABATI DAN HEWANI

Kompetensi Dasar
3.1 Mengidentifikasi desain produk dan pengemasan karya pengawetan bahan nabati
dan hewani berdasarkan konsep berkarya dengan pendekatan budaya setempat dan
lainnya.
4.1 Mendesain produk dan pengemasan pengawetan bahan nabati dan hewani yang
diawetkan berdasarkan konsep berkarya dengan pendekatan budaya setempat dan
lainnya.

A. PENGERTIAN PENGAWETAN BAHAN NABATI DAN HEWANI


Bahan pangan, baik nabati maupun hewani memiliki sifat perishable, yaitu mudah
mengalami kerusakan (pembusukan). Kerusakan disebabkan karena adanya proses
kimiawi yang terjadi di dalam makanan tersebut. Selain itu, kerusakan juga dapat dipicu
oleh berbagai faktor, antara lain: pertumbuhan mikrobia, adanya aktivitas enzim, reaksi
kimia antar komponen bahan pangan, kesalahan penanganan selama proses dan
penyimpanan, maupun kontaminasi serangga dan parasit. Oleh sebab itu, dilakukan
proses pengawetan untuk menghindari kerusakan dan memperpanjang umur simpan
bahan pangan.
Proses pengawetan bahan pangan dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
pengawetan secara fisik, biologis, dan kimiawi.
1. Pengawetan Secara Fisik
a. Suhu Rendah
Salah satu cara pengawetan bahan nabati maupun hewani dilakukan dengan
penggunaan suhu rendah. Prinsip pengawetan dengan suhu rendah ditujukan
untuk memperlambat laju reaksi kimiawi dan enzimatis, serta menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Penyimpanan pada suhu rendah tidak
dapat membunuh bakteri, namun hanya menghambat aktivitasnya saja. Setelah
bahan pangan dikeluarkan dari lemari pendingin (thawing), maka
mikroorganisme dapat aktif kembali.
Dalam praktiknya, proses pengawetan dengan suhu rendah ini dapat
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: pendinginan (cooling) dan pembekuan
(freezing).
Usulan :
 Sebaiknya dijelaskan dengan singkat istilah “enzimatis” yang digunakan diatas,
karena pada beberapa pembahasan berikutnya, istilah tersebut akan sering
digunakan.
1) Pendinginan (cooling)
Pendinginan adalah proses penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas
titik beku, dengan suhu berkisar -2°C-10°C. Cara ini hanya dapat menunda
kerusakan dan pembusukan makanan selama hitungan hari hingga minggu,
tergantung pada jenis bahannya. Oleh karena itu, pendinginan ditujukan untuk
penyimpanan jangka pendek saja.
Usulan :
 Sebaiknya ditambahkan contoh untuk lebih mempermudah pemahaman.
 Dapat ditambahkan gambar apabila diperlukan.
2) Pembekuan (freezing)
Pembekuan adalah proses menyimpan bahan pangan pada suhu di bawah
titik beku, antara -12°C-(-24)°C. Selama pembekuan, air yang ada pada bahan
pangan akan berubah menjadi kristal-kristal es sehingga menurunkan aktivitas
air dan menaikkan konsentrasi padatan. Hal ini dapat menghambat aktivitas
mikrobia sehingga produk pangan lebih awet. Bahan pangan yang dibekukan
relatif lebih awet daripada bahan pangan yang didinginkan, hingga mencapai
waktu berbulan-bulan. Metode ini cocok digunakan untuk pengawetan jangka
panjang.
Pembekuan terdiri atas 2 macam tipe, yaitu: pembekuan lambat dan
pembekuan cepat.
a) Pembekuan Lambat
Pada proses pembekuan lambat, makanan disimpan pada suhu
berkisar antara -18°C hingga -40°C dan dibiarkan membeku secara
perlahan-lahan. Dalam proses ini, kristal es yang terbentuk berukuran
besar dan tidak seragam. Hal ini menjadi suatu kerugian karena akan
menyebabkan terjadinya kerusakan tekstur pada produk pangan setelah
mengalami thawing, terutama pada buah dan sayur.
b) Pembekuan Cepat
Pada proses pembekuan cepat, kristal es yang terbentuk berukuran
lebih kecil dan seragam. Dengan bentuk partikel yang halus, kerusakan
tekstur produk pangan dapat dihindari.
Usulan :
 Mungkin dapat dijelaskan mengapa pada pembekuan lambat, kristal es dapat
berbentuk besar dan tidak seragam, sedangkan dalam pembekuan cepat, kristal
es dapat berukuran kecil dan seragam.
 Perlu disebutkan pada kisaran suhu berapa “pembekuan cepat” berlangsung.
b. Suhu Tinggi
Teknik pengawetan ini dilakukan dengan memaparkan bahan pangan dengan
suhu tinggi, atau lazim disebut dengan istilah proses termal. Beberapa jenis
teknik pengawetan dengan suhu tinggi yaitu: pasteurisasi, sterilisasi, dan
pengeringan.
1) Pasteurisasi
Metode ini ditemukan oleh ilmuwan Prancis, Louis Pasteur pada Tahun
1682. Pasteurisasi merupakan salah satu metode pengawetan dengan cara
memanaskan bahan pangan dengan suhu di bawah titik didih air (< 100°C).
Tujuan utamanya adalah untuk membunuh bakteri patogen yang berbahaya.
Namun tidak semua bakteri yang hidup dalam bahan pangan dapat mati
dengan proses pasteurisasi. Sebagian bakteri pembusuk dan bakteri yang
dapat membentuk spora masih dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, produk
yang diolah dengan cara pasteurisasi memiliki umur simpan yang lebih
singkat sehingga perlu dipadukan lagi dengan teknik pengawetan lainnya,
misalnya penyimpanan pada suhu rendah atau penambahan bahan kimiawi
agar lebih awet.
Pasteurisasi dilakukan dengan berbagai variasi waktu dan suhu. Semakin
tinggi suhu yang digunakan, maka waktu yang diperlukan untuk memanaskan
bahan juga akan semakin singkat. Ada 2 macam metode pasteurisasi yang
sering digunakan, yaitu: LTLT (Low Temperature Long Time) dan HTST
(High Temperature Short Time). LTLT menggunakan suhu 63°C selama 30
menit, sedangkan HTST menggunakan suhu 72°C selama 15 detik. Setelah
dipanaskan, bahan pangan kemudian didinginkan dengan cepat hingga
mencapai suhu 10°C untuk mencegah bakteri tumbuh kembali. Industri
pengolahan susu biasa menggunakan metode HTST karena
mempertimbangkan efisiensi proses dan kualitas produk akhir. Pasteurisasi
juga dapat diaplikasikan untuk mengawetkan produk pangan dengan pH ≤ 3,7,
seperti jus atau bubur buah, dengan tujuan untuk menginaktifkan jamur
perusak dan ragi (yeast).
Usulan :
 Sebaiknya digunakan padanan kata lain untuk kata “in-aktif” sehingga lebih
mudah dipahami oleh siswa.
2) Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh seluruh bakteri yang ada pada
bahan pangan. Namun dalam praktiknya, tidak pernah ada bahan pangan yang
steril total atau benar-benar bebas dari bakteri. Oleh karena itu, biasanya
industri menerapkan sterilisasi komersial, dimana bahan pangan dibebaskan
dari bakteri patogen, bakteri pembusuk, maupun bakteri yang menghasilkan
toksin (racun). Adapun bakteri non-patogen yang mampu membentuk spora
masih ada, namun berada dalam fase dorman. Kondisi ini dianggap aman
karena tidak akan memicu terjadinya kerusakan dan pembusukan makanan
apabila disimpan pada kondisi normal.
Metode sterilisasi disebut pula UHT (Ultra High Temperature) karena
proses pemanasan ini dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, yaitu pada suhu
121°C selama 15 menit. Bahan pangan yang telah mengalami sterilisasi
memiliki tingkat keawetan yang cukup baik. Produk sterilisasi dapat disimpan
pada suhu kamar dan tidak perlu didinginkan.
Usulan :
 Perlu penjelasan singkat mengenai istilah “fase dorman” dan “suhu kamar”
untuk mempermudah pemahaman siswa.
 Sebaiknya ditambahkan contoh untuk lebih mempermudah pemahaman.
 Dapat ditambahkan gambar apabila diperlukan.
3) Pengeringan
Pengeringan adalah teknik pengawetan tertua, dimana air yang ada dalam
bahan diuapkan dan dihilangkan sampai kadar tertentu dengan tujuan untuk
menghambat aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroorganisme. Pengeringan
dapat dikerjakan dengan cara manual maupun menggunakan mesin.
Pengeringan manual dilakukan dengan menjemur bahan pangan di bawah
sinar matahari.
Usulan :
 Sebaiknya ditambahkan contoh untuk lebih mempermudah pemahaman.
 Dapat ditambahkan gambar apabila diperlukan.

2. Pengawetan Secara Biologis


Pengawetan bahan pangan secara biologis mengandung pengertian bahwa proses
pengolahan bahan pangan dibantu oleh makhluk hidup, dalam hal ini adalah
mikroorganisme. Salah satu contohnya adalah melalui proses fermentasi. Proses
fermentasi melibatkan mikroorganisme yang akan memetabolisme gula/ karbohidrat
pada substrat menjadi asam laktat dalam kondisi anaerobik. Mikroorganisme
fermentatif akan memecah gula dan menghasilkan alkohol, CO2, dan berbagai jenis
asam organik (asam laktat, asam asetat, asam format, dll.).
Usulan :
 Sebaiknya pembahasan mengenai proses fermentasi diatas menggunakan bahasa
yang lebih ringan, mengingat bahwa materi ini masih merupakan materi awal
dan siswa yang mengkaji pun masih tingkat awal (kelas X).
 Apabila masih menggunakan bahasa awal, maka perlu dijelaskan beberapa
istilah yang mungkin belum dipahami siswa, misal: substrat, asam laktat, kondisi
anaerobik, dsb.
 Perlu ditambahkan contoh produk-produk pangan yang menggunakan teknik
pengawetan diatas.

3. Pengawetan Secara Kimiawi


Beberapa teknik pengawetan secara kimiawi yaitu: penggunaan garam dan gula,
penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM), dan pengasapan.
a. Penggunaan Garam dan Gula
Selama ini garam dan gula lazim digunakan sebagai bahan tambahan dalam
pengolahan makanan. Namun selain digunakan sebagai bahan bumbu masakan,
garam dan gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet. Mekanisme pengawetan
gula dan garam adalah menurunkan aktivitas air (Aw) bahan pangan sehingga
tidak dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Agar
dapat mengawetkan secara efektif, gula dan garam harus digunakan dalam
jumlah yang cukup. Untuk gula, dibutuhkan konsentrasi 6 kali lebih besar
dibandingkan dengan garam. Proses penggaraman akan menurunkan kadar air
melalui proses osmosis.
Usulan :
 Sebaiknya dijelaskan lebih jauh bagaimana proses garam dan gula sehingga
dapat menurunkan aktivitas air.
 Perlu dijelaskan lagi mengenai “proses osmosis”.
 Perlu ditambahkan contoh produk-produk pangan yang menggunakan teknik
pengawetan diatas.
b. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM)
Pengawetan secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan BTM
(Bahan Tambahan Makanan). Dalam memilih jenis pengawet, harus diperhatikan
kondisi bahan pangan, antara lain pH. Beberapa jenis bahan pengawet bekerja
efektif di pH rendah (suasana asam), contoh: ... , namun beberapa jenis lainnya
justru akan efektif dalam suasana alkali, contoh: ... . Oleh karena itu, jenis bahan
pangan dan pH akan menentukan jenis pengawet yang akan digunakan.
Jenis Bahan Sifat Aplikasi Penggunaan
Pengawet maksimum
Benzoat (dalam - Menghambat bakteri, Makanan Minuman
bentuk asam, ragi, dan jamur dengan tingkat ringan dan
garam, maupun - Efektif pada pH keasaman kecap (600
kalium) rendah (pH 2.4-4.0) tinggi: sari g/ kg), bahan
- Tidak aktif pada pH buah, soft drink, pangan
netral saus tomat, lainnya (1 g/
- Mempengaruhi rasa salad dressing, kg)
(seperti merica) kecap, keju,
margarin, sirup,
dsb.
Propionat - Menghambat jamur Produk roti dan Keju (3 g/
(dalam bentuk dan ragi keju kg), Roti (2
asam, garam, - Aktif pada pH rendah g/ kg)
kalium/ (pH<5)
natrium)
Sorbat (dalam - Menghambat jamur sirup coklat, Margarin
bentuk kalium/ dan ragi jelly, kue, buah (0,2 %), sari
kalsium) - Efektif pada pH kering, salad buah dan
rendah (pH< 6) dressing, fig, keju (1 g/
- Tidak aktif pada pH sirup, keju, kg)
netral macaroni salad,
- Tidak terlalu dsb.
mempengaruhi rasa
Sulfur dioksida - Menghambat bakteri buah-buahan sirup
(SO2) dan jamur kering, sari glukosa (40
- Agen pereduksi yang buah, molases, mg/ kg), jam
kuat (pereduksi O2) wine, dsb. dan jelly
(100 mg/ kg)
Nitrat/nitrit - Menghambat Daging olahan, Daging/
(dalam bentuk pertumbuhan bakteri sosis, korned, Sosis (125
garam - Dapat digunakan keju, dsb. mg/ kg nitrit
kalium/natrium) untuk atau 500 mg/
mempertahankan kg nitrat),
warna daging Korned (50
mg nitrit/
kg), Keju
(50 mg
nitrat/ kg)

Jenis Bahan Penggunaan Maksimal Aplikasi


Pengawet
Asam/ sodium 0,32% (10 mg/ kg BB) Roti, cake, keju, dsb.
propionat
Asam sorbat 0,2 % (25 mg/ kg BB) Keju, produk susu,
produk roti, jus buah,
saus asam, salad, jam,
jelly, margarin,
minuman ringan, sirup,
ikan, dan produk
daging
Asam/ sodium 0,1 % (5 mg/ kg BB) Margarin, cuka apel,
benzoat minuman ringan, saus
tomat, salad dressing,
Saus asam, salad, ikan,
jus buah, dsb.
Sodium diasetat 0,32% Roti dan produk bakery
Sodium nitrit 200 ppm Filet ikan, daging,
salmon asap, dsb.
Etil format 15 – 200 ppm Buah kering dan kacang

Asam asetat Daging, ikan, produk


sayuran, produk-produk
fermentasi seperti
pickle, sauerkraut, susu
fermentasi, dsb.
Asam sitrat Minuman ringan
Asam laktat Krim salad,
mayonnaise, produk-
produk fermentasi
seperti pickle,
sauerkraut, susu
fermentasi, dsb.
Metil/ etil/propil 10 mg/ kg BB Saus asam, salad, ikan,
paraben jus buah, dsb.

Selain jenis-jenis pengawet yang telah disebutkan di atas, ada pula beberapa
jenis bahan pengawet yang dilarang digunakan dalam makanan karena berbahaya
bagi kesehatan.
Usulan :
 Sebaiknya terlebih dahulu dijelaskan mengenai pengertian dari “pengawetan
secara kimiawi” seperti pada Sub Bab sebelumnya.
 Perlu pembahasan lebih jauh mengenai istilah “pH” karena sering digunakan
dalam pembahasan Sub Bab ini, misalnya: apa definisi pH?, bagaimana kriteria
pH tinggi dan pH rendah?, Bagaimana mengetahui kadar pH dalam bahan
pangan?, dsb.
 Perlu diperjelas mengenai kolom “penggunaan maksimum” pada tabel pertama,
apakah item bahan pangan yang tidak disebutkan dalam kolom tersebut memang
tidak ada takaran maksimum? atau tidak disebutkan karena keterbatasan
referensi? atau tidak disebutkan dengan maksud hanya mengambil beberapa
contoh item saja untuk dijelaskan takaran maksimumnya?
 Perlu diberikan judul untuk masing masing tabel diatas, sehingga dapat
diketahui dimana letak perbedaannya.
 Perlu penjelasan pada kolom “penggunaan maksimal” di tabel 2, apakah kolom
yang kosong memang tidak ada takaran maksimal atau bagaimana?
c. Pengasapan
Efek pengawetan berasal dari kontak antara komponen asap hasil
pembakaran kayu dengan bahan pangan yang diasap. Komponen yang terdapat
dalam asap adalah senyawa antimikrobia dan komponen antioksidan. Biasanya
teknik pengasapan didahului dengan proses pengeringan dan pengasinan.
Usulan :
 Sebaiknya diberikan contoh bahan-bahan pangan yang diawetkan dengan teknik
pengasapan.

B. ANEKA JENIS PRODUK PENGAWETAN BAHAN NABATI DAN HEWANI


Di pasaran, banyak dijumpai aneka produk pengawetan baik yang bersumber dari
bahan nabati maupun hewani. Beberapa contoh produk tersebut dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Metode Pengawetan Contoh Produk
Sterilisasi Susu UHT
Penggaraman Asinan dan daging
Penambahan gula Sirup buah, selai, dan manisan buah
Pengeringan Tepung bumbu
Pengasapan Daging asap
Pengalengan Ikan kaleng dan kornet
Pasteurisasi Susu dan jus/ bubur buah
1. Selai dan Jelly
Selai dan jelly merupakan contoh produk hasil pengolahan buah segar.
Pembuatan selai dan jelly ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomis dari
komoditi buah segar dan sebagai metode pengawetan. Buah segar lebih rentan
terhadap kerusakan dan pembusukan sehingga memiliki umur simpan yang pendek.
Pengolahan menjadi selai dan jelly akan meningkatkan umur simpan produk, karena
dalam proses pembuatannya dilakukan penambahan gula dengan konsentrasi
tertentu yang dapat berfungsi sebagai pengawet. Penambahan gula dengan
konsentrasi tinggi (>40%) akan memberikan efek pengawetan terhadap produk. Hal
tersebut disebabkan karena gula akan mengikat air, sehingga tidak tersedia lagi
ruang bagi aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme.
Selai dan jelly adalah jenis makanan semi padat dengan kandungan total padatan
65% dan kadar air 15-40%. Kedua produk ini dibuat dari 45 bagian cacah buah dan
55 bagian gula. Perbedaannya, selai dibuat dari daging buah yang dihancurkan,
sedangkan jelly dibuat dari ekstrak sari buahnya. Komponen utama yang berperan
dalam pembuatan selai dan jelly adalah pektin, asam, dan gula. Pektin yang
merupakan serat larut air akan bereaksi dengan gula dan asam membentuk jaringan
matriks yang mendorong terbentuknya tekstur semi padat (gel). Pada pembuatan
selai komersial, biasa ditambahkan pektin dalam bentuk bubuk/ serbuk. Secara
alami, pektin juga terdapat pada buah yang sudah masak, tetapi tidak terlalu matang.
Selai berkualitas dibuat dari jenis buah yang memiliki kadar pektin dan asam cukup
tinggi, yaitu buah dengan tingkat kematangan sedang (sudah masak tetapi tidak
terlalu matang).
Kadar pektin pada berbagai jenis buah besarnya bervariasi, ada yang memiliki
kadar pektin tinggi dan ada pula yang rendah. Buah berkadar pektin rendah di
antaranya: stroberi, ceri, pir, anggur, dan nanas. Jenis buah ini apabila diolah mejadi
selai atau jelly sebaiknya ditambah dengan pektin bubuk, atau dapat dicampur
dengan buah berkadar pektin tinggi agar konsintensi selai yang dihasilkan juga baik.
Adapun buah yang memiliki kadar pektin tinggi seperti apel dan plum tidak
memerlukan tambahan apapun karena telah dapat menghasilkan produk dengan
kekentalan yang cukup baik. Buah yang telah matang sempurna, biasanya memiliki
keunggulan dalam hal aroma dan citarasa. Pembuatan selai dan jelly memerlukan
tekstur yang baik dan citarasa yang kuat, sehingga digunakan kombinasi buah yang
belum matang sempurna dan buah yang sudah matang dengan rasio seimbang. Buah
yang masih muda belum dapat digunakan untuk membuat selai atau jelly. Hal ini
disebabkan karena kandungan patinya yang masih tinggi dan kadar pektinnya yang
rendah, sehingga selai yang dihasilkan tidak akan memiliki tekstur dan konsistensi
yang baik. Selain dari bagian daging buah, bagian kulit buah juga dapat
dimanfaatkan untuk membuat selai dan jelly, misalnya: kulit durian, kulit nenas,
kulit jeruk, dan lain-lain.
Selai dan jelly dapat dibuat dalam skala industri rumah tangga karena cara
pembuatannya relatif mudah dan praktis, peralatan dan teknologi yang diperlukan
tidak terlalu rumit, serta biaya bahan baku yang murah. Tahapan proses pembuatan
selai dan jelly cukup sederhana, sebagai berikut:
a. Pemilihan Jenis Buah
Buah yang akan dibuat selai atau jelly sebaiknya merupakan kombinasi dari
buah yang setengah matang dan buah yang matang sempurna. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan produk selai yang kental dan beraroma menarik. Banyaknya
total buah segar yang digunakan sebanyak 45 bagian (buah masak sebanyak 22,5
bagian ditambah dengan buah matang sempurna 22,5 bagian). Buah yang akan
diolah selanjutnya dikupas dan dicuci.
b. Penghancuran
Buah segar selanjutnya dihaluskan, dapat dengan cara diparut secara manual/
pemarutan atau menggunakan blender. Dengan pemarutan, akan dihasilkan
potongan buah yang kasar, sedangkan dengan blender akan dihasilkan potongan
buah yang lebih halus.
c. Penambahan Gula
Dengan komposisi buah sebanyak 45 bagian, maka ditambahkan gula
sebanyak 55 bagian. Dalam kondisi ini, gula berfungsi sebagai pemanis
sekaligus pengawet.
d. Pemasakan
Campuran buah segar dan gula pasir kemudian dipanaskan dalam wajan
stainless steel dengan api sedang. Selama pemasakan, dilakukan pengadukan
perlahan agar selai tidak hangus. Perlu diperhatikan pula bahwa proses
pemasakan tidak boleh terlalu lama karena dapat menyebabkan hilangnya aroma
buah. Pemasakan dinyatakan cukup apabila selai telah mengental dan tidak
mengucur jika dijatuhkan dari sendok.
e. Pengemasan
Selai biasanya dikemas dalam botol kaca bermulut lebar sehingga
penampakan produk dapat dilihat dari luar. Setelah pemasakan selesai, selai yang
masih panas segera dimasukkan ke dalam botol kaca yang telah disterilkan. Selai
tidak diisikan penuh dalam botol, melainkan disisakan sedikit ruang kosong
(headspace) kemudian ditutup rapat. Untuk menghindari kontaminasi, produk
selai yang telah dikemas disterilisasi kembali dengan cara dikukus selama ± 15
menit.
Usulan :
 Dalam poin A diatas, perlu diberikan penjelasan apakah jumlah buah yang
diolah (45 bagian) tersebut merupakan jumlah minimal produksi? atau jumlah
produksi yang ideal? atau hanya merupakan contoh saja?
Proses pembuatan jelly hampir sama dengan selai, yang membedakan hanya
bahan bakunya. Bahan baku pembuatan jelly berasal dari sari buah, yang dapat
diperoleh dengan cara memisahkan cairan buah dengan ampasnya. Buah segar
dipotong kecil-kecil kemudian direbus selama 5-10 menit untuk melunakkan
jaringan buah dan menginaktifkan enzim. Selanjutnya dilakukan penghancuran
hingga didapatkan bubur buah yang kemudian disaring menggunakan kain kasa/
kain blacu. Filtrat (hasil saringan) diambil, sedangkan ampas yang berupa daging
buah dan serat tidak digunakan. Cairan buah didiamkan selama 1 jam untuk
mengendapkan kotoran. Bagian yang jernih selanjutnya dimasak bersama gula untuk
menghasilkan jelly. Untuk memperpanjang umur simpan, produk selai dan jelly
dapat ditambah dengan bahan pengawet berupa asam sorbat atau natrium benzoat
sebanyak 0,01% yang ditambahkan sebelum pemasakan.

2. Ikan Asin
Ikan merupakan salah satu jenis bahan pangan yang memiliki kandungan gizi
tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber protein hewani.
Namun pemanfaatan ikan dalam bentuk segar memiliki keterbatasan, yaitu umur
simpan yang relatif pendek. Ikan sangat mudah mengalami kerusakan, baik berupa
kerusakan fisikawi, kimiawi, maupun mikrobiologis. Hal ini disebabkan karena ikan
memiliki kadar air tinggi, pH netral, dan kandungan gizi yang lengkap (khususnya
protein) sehingga sangat disukai oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan
berkembangbiak. Aktivitas mikroorganisme, terutama dari golongan bakteri akan
menyebabkan kebusukan sehingga kualitas produk ini akan mengalami penurunan,
baik dari segi mutu maupun penerimaan konsumen. Salah satu cara untuk
memperpanjang umur simpan dan meningkatkan keawetan ikan adalah pengolahan
menjadi ikan asin melalui kombinasi proses penggaraman dan pengeringan.
Penggaraman dan pengeringan merupakan metode pengawetan tradisional yang
telah banyak diterapkan oleh nelayan di wilayah pesisir pantai sejak dulu.
Mekanisme pengawetan ikan dengan penggaraman dapat dijelaskan sebagai
beikut:
a. Penambahan garam dalam jumlah banyak akan menyebabkan perbedaan
kepekatan dan tekanan osmotik antara bagian dalam dan luar tubuh ikan. Hal ini
membuat cairan yang ada pada tubuh ikan akan keluar. Selanjutnya, kekosongan
cairan yang ada dalam tubuh ikan akan digantikan oleh garam yang berpenetrasi
masuk. Proses ini akan terus berlangsung terus hingga terjadinya keseimbangan
konsentrasi garam yang ada pada bagian dalam dan luar tubuh ikan.
b. Selain perbedaan tekanan osmotik, garam juga menyebabkan terjadinya
denaturasi protein dan enzim, akibatnya daging ikan akan mengerut dan cairan
dalam tubuh ikan keluar.
c. Konsentrasi garam yang tinggi dapat menyebabkan keluarnya cairan sel pada
mikroorganisme, sehingga mikroorganisme akan mengalami plasmolisis dan
mati.
d. Garam dapat mengurangi kadar oksigen dalam jaringan tubuh ikan.
Mikroorganisme yang membutuhkan oksigen (aerob) tidak akan bertahan dan
mati.
e. Garam (NaCl) dapat terurai menjadi ion natrium dan klorida. Ion klorida bersifat
toksik (beracun) bagi mikroorganisme.
Selain berasal dari penggaraman, ikan asin juga memiliki daya awet yang baik
karena melibatkan proses pengeringan. Ikan yang telah digarami selanjutnya
dikeringkan secara manual, yaitu ditempatkan pada rak-rak bambu/ kayu untuk
dijemur di bawah sinar matahari. Proses ini tidak dapat menguapkan air yang ada
pada bahan seluruhnya, namun lebih ditujukan untuk menghilangkan air yang ada
pada permukaan ikan. Dengan hilangnya sebagian air, aktivitas dan pertumbuhan
bakteri dapat dihambat sehingga ikan asin tidak cepat mengalami pembusukan.
Beraneka jenis ikan dapat diasinkan, baik ikan darat maupun ikan laut, dari yang
berukuran kecil hingga besar. Ikan yang berukuran besar seperti: kakap, tongkol,
atau tenggiri perlu disiangi terlebih dahulu, yaitu dengan cara menghilangkan bagian
kepala, sisik, isi perut, dan insang, kemudian dibelah sepanjang garis punggung
hingga tampak bagian dagingnya. Sedangkan ikan berukuran kecil tidak perlu
disiangi dan tetap dibiarkan dalam keadaan utuh. Ada tiga jenis metode
penggaraman yang dapat dilakukan, yaitu: penggaraman kering (dry salting),
penggaraman basah (wet salting), maupun kombinasi keduanya. Pemilihan metode
dapat dipilih berdasarkan jenis dan ukuran ikan serta hasil akhir yang diinginkan.
a. Penggaraman Kering (dry salting)
Pertama-tama, ikan dibersihkan/ disiangi dari bagian-bagian yang tidak
diperlukan dan dicuci untuk menghilangkan kotoran. Selanjutnya, ditaburkan
garam kristal di dasar wadah, dapat berupa bak semen atau drum plastik sampai
ketebalan sekitar 1-5 cm. Setelah selesai ditaburi garam, kemudian ikan disusun
secara teratur dan ditutup kembali dengan garam. Hal tersebut diulang lagi
hingga didapatkan beberapa lapisan garam dan ikan secara bergantian. Setelah
selesai, lapisan ikan paling atas ditutup dengan garam dan wadah ditutup dengan
papan.
Jumlah garam yang ditambahkan bervariasi, tergantung pada ukuran ikan.
Ikan berukuran besar dapat ditambah garam sebanyak 20-30%, ikan berukuran
sedang sebanyak 15-20%, dan ikan berukuran kecil sebanyak 5%. Penggaraman
dinyatakan selesai apabila tekstur ikan telah berubah menjadi keras dan padat.
Penggaraman untuk ikan besar biasanya memakan waktu sekitar 2-3 hari,
sedangkan ikan kecil membutuhkan waktu lebih singkat, yaitu hanya sekitar 12-
24 jam. Setelah penggaraman selesai, ikan dicuci bersih untuk menghilangkan
sisa-sisa garam yang masih menempel. Pengeringan dilakukan dengan menjemur
ikan di atas papan bambu dan sesekali dibolak-balik agar kering secara merata.
b. Penggaraman Basah (wet salting)
Penggaraman basah dilakukan dengan merendam ikan dalam larutan garam
jenuh, dengan konsentrasi bervariasi antara 30-50%. Ikan harus terendam
seluruhnya, jika diperlukan dapat memakai pemberat agar proses penggaraman
berlangsung optimal. Perendaman dilakukan selama 1-2 hari dan setelah selesai
dilanjutkan dengan pengeringan dengan sinar matahari untuk menguapkan sisa
air yang ada di permukaan ikan.
c. Kombinasi Penggaraman Kering dan Basah
( perlu tambahan keterangan..... )
Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu :
a. Konsentrasi Garam
Konsentrasi garam yang tinggi dapat mempercepat waktu penggaraman. Hal
ini disebabkan karena makin banyaknya garam yang masuk ke dalam jaringan
ikan.
b. Ketebalan Daging
Ikan yang memiliki daging lebih tebal membutuhkan waktu lebih lama untuk
penggaraman. Semakin tebal daging ikan, maka garam akan membutuhkan
waktu lebih lama untuk mencapai bagian dalam jaringan ikan.
c. Jenis Garam
Garam murni (NaCl 95%) digunakan sebagai bahan baku utama proses
penggaraman untuk menghasilkan ikan asin dengan kualitas baik. Dengan
tingkat kemurnian yang tinggi, garam juga akan masuk ke dalam jaringan ikan
secara efektif. Garam rakyat tidak cocok digunakan dalam proses penggaraman
karena banyak terdapat kontaminan (Ma, Ca, sulfat, bakteri, kotoran, dsb.) yang
dapat menghambat penetrasi garam.
d. Tingkat Kesegaran Ikan
Ikan yang tidak segar memiliki jaringan yang telah melunak sehingga garam
lebih mudah untuk masuk. Namun kekurangannya, ikan dapat menjadi terlalu
asin dan kaku akibat banyaknya garam yang masuk ke dalam jaringan.
e. Suhu Daging Ikan
Semakin tinggi suhu internal daging ikan, maka akan mendorong makin
cepatnya garam masuk ke dalam jaringan ikan.
f. Kadar Lemak Ikan
Lemak dapat menghambat penetrasi garam ke dalam daging ikan. Ikan yang
berkadar lemak tinggi (> 2%) biasanya membutuhkan waktu penggaraman yang
lebih lama.
Usulan :
 Sebaiknya diberikan penjelasan kenapa dalam Sub Bab ini hanya dijelaskan
secara panjang lebar mengenai beberapa contoh produk saja (selai dan jelly,
dan ikan asin), padahal masih banyak contoh produk yang lain.
 Akan lebih baik jika diuraikan minimal satu contoh produk untuk setiap teknik
pengawetan yang dibahas sebelumnya.
 Perlu dijelaskan beberapa istilah yang kemungkinan masih kurang difahami
siswa, seperti: tekanan osmotik, denaturasi, plasmolisis, dsb.
 Sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu mengenai definisi-definisi pada poin
metode pengawetan (penggaraman kering, basah, dsb.), sebelum masuk pada
pembahasan prosedur teknisnya.

C. PENYAJIAN DAN PENGEMASAN PRODUK PENGAWETAN BAHAN


NABATI DAN HEWANI
Produk pangan sangat rentan terhadap kerusakan. Beberapa macam kerusakan dapat
berasal dari: faktor alam (sinar matahari/UV, oksigen, suhu, kelembaban, tekanan udara,
dsb.), mikroorganisme (bakteri, jamur, ragi, dsb.), faktor internal (reaksi kimiawi yang
masih berlanjut), hewan (kutu, serangga, parasit, dsb.), maupun gaya fisik dan mekanis
(tekanan, benturan, gesekan, getaran, desakan, dsb.).
Pengemasan memiliki beberapa fungsi, di antaranya:
1. Melindungi produk pangan dari kerusakan.
2. Sebagai sarana informasi dan promosi.
3. Mempertahankan mutu produk pangan.
Bahan-bahan yang lazim digunakan untuk mengemas produk pangan adalah kertas
dan plastik.
1. Kertas
Kertas merupakan lembaran yang terbuat dari bahan serat kayu/ selulosa.
Kemasan kertas banyak diaplikasikan pada berbagai produk pangan, seperti:
makanan kering, biskuit, roti, teh, kopi, coklat, permen, sayur, dan buah. Bahan
kertas bersifat fleksibel, yaitu dapat dibentuk kembali melalui teknik perekatan dan
pemotongan, serta dapat digunakan pada rentang suhu yang luas, baik untuk
menyimpan produk beku maupun produk yang diolah dengan suhu tinggi.
Kekurangan kemasan yang berasal dari bahan kertas adalah memiliki sifat
permeable (dapat ditembus) oleh zat-zat tertentu, seperti: air, uap, minyak, bahan
berlemak, dan gas (oksigen, karbondioksida, nitrogen). Untuk memperbaiki sifat
bahan kertas yang akan digunakan sebagai pelindung, dapat ditambah dengan
laminasi dan pelapisan menggunakan plastik. Beberapa jenis bahan yang dapat
digunakan antara lain: polyethylene (PE), polypropylene (PP), polyethylene
terephthalate (PET atau PETE), ethylene vinyl alcohol (EVOH), dan alumunium foil
ataupun wax.
Ada beberapa jenis kertas yang dikenal, yaitu: tissue, kertas kantong, karton
lipat, karton kemasan cairan, kemasan fiberboard korugasi, dan wadah pulp cetak.
a. Tissue
Di pasaran sering dijumpai kemasan yang berasal dari kertas jenis tissue,
misalnya kantung teh dan kopi. Kertas tissue memiliki banyak pori dan sangat
ringan. Bagian atas biasanya direkatkan dengan sistem heat sealing agar produk
terbungkus dengan baik. Kantung dapat berbentuk persegi panjang, bundar, atau
piramid.
b. Kertas Kantong
Kertas kantong biasa dipakai untuk mengemas gula dan tepung. Kertas ini
biasanya berwarna coklat.
c. Karton Lipat
Terdapat berbagai macam desain kemasan yang dapat dibuat dengan karton
lipat, namun umumnya berbentuk kotak kardus. Karton lipat yang dibuat dalam
bentuk kotak akan mempermudah pemindahan dan penanganan, khususnya
ketika produk sedang dikemas atau pada saat pendistribusian. Karton lipat
dipakai secara luas dalam pengemasan produk pangan seperti: gula, kue, biskuit,
kopi, teh, sereal, pangan beku dan dingin, es krim, coklat, dsb.
d. Karton Kemasan Cairan
Prinsip dari bentuk pengemasan ini adalah penggabungan antara kertas
karton dengan bahan tambahan yang bersifat tahan air. Bahan ini biasanya
digunakan untuk mengemas produk cair, contohnya: susu pasteurisasi dan UHT.
e. Kemasan Fiberboard Korugasi
Jenis kemasan ini banyak dipakai untuk pengemasan bahan dalam jumlah
banyak dalam industri pangan. Sifat kemasan ini relatif kuat menahan beban
sehingga cocok untuk produk pangan selama transportasi dan penyimpanan.
Terdiri dari 3 lapisan kertas, dimana lapisan kertas bagian tengah dibuat
bergelombang agar kuat menahan beban. Biasa digunakan sebagai kemasan
sekunder, contoh: kardus pengemas botol air mineral.
f. Wadah Pulp Cetak
Jenis kemasan ini dapat berupa wadah penyimpanan telur, apel, serta produk
segar lainnya. Wadah pulp cetak dibuat langsung dari suspensi serat dalam air,
dimana kemasan akhirnya berwarna abu-abu.
Usulan :
 Sebaiknya ditambahkan contoh gambar untuk dapat lebih menambah
pemahaman siswa.
 Sebaiknya pembahasan mengenai fungsi pengemasan tidak diikutkan dalam Sub
Bab ini, namun disusun Sub Bab tersendiri agar pembahasan lebih fokus dan
sinkron dengan judul yang ada.

2. Plastik
Plastik merupakan salah satu jenis bahan pengemas yang dibuat melalui reaksi
polimerisasi, polikondensasi, dan poliadisi dari senyawa-senyawa monomer. Jadi
monomer-monomer yang memiliki BM (berat molekul) rendah akan mengalami
penggabungan dan penyambungan melalui reaksi kimia sehingga terbentuk polimer
dengan BM tinggi.
Selain bahan utama berupa monomer, di dalam plastik juga terdapat komponen
aditif (tambahan). Komponen tambahan ini berfungsi untuk memperbaiki sifat-sifat
plastik, yang dapat berfungsi sebagai: antioksidan, antiblok/ anti lengket, penyerap
sinar UV, pelumas, pewarna, ataupun bahan pengisi/ penguat plastik. Berdasarkan
pembentukan dan sifat terhadap perubahan suhu, plastik dapat dikategorikan
menjadi termoplastis dan termosetting. Kebanyakan plastik pengemas bersifat
termoplastis, artinya plastik dapat dilunakkan berulang-ulang, meleleh ketika
dipanaskan, mudah direkatkan, dan mengeras kembali setelah didinginkan. Fungsi
ini penting untuk pembentukan wadah, pembuatan film, dan sambungan panas.
Plastik banyak dipakai untuk pengemasan produk pangan karena memiliki
beberapa keunggulan, antara lain :
a. Mudah dibentuk.
b. Termoplastis, yakni mudah direkatkan menggunakan panas.
c. Inert (antistatik), yakni tidak mudah menghantarkan listrik.
d. Kuat namun ringan.
e. Tahan dari berbagai jenis komponen (asam, basa, pelarut organik).
f. Memberikan perlindungan dari kebusukan bagi produk yang dikemas akibat
mikroorganisme.
g. Dapat diperoleh berbagai macam bentuk dan desain pengemasan dengan biaya
rendah.
Meskipun demikian, bahan pengemas dari plastik juga memiliki keterbatasan.
Beberapa jenis plastik mungkin dapat menyerap komponen makanan, seperti minyak
dan lemak. Selain itu, gas-gas seperti oksigen, karbon dioksida, dan nitrogen
bersama-sama dengan uap air dan pelarut organik masih dapat menembus plastik.
Hal ini bergantung pada jenis plastik, ketebalan, luas permukaan, dan kondisi
penyimpanan. Ada beberapa jenis plastik yang biasa digunakan dalam pengemasan
makanan dengan karakteristik khasnya masing-masing, yaitu :
a. Polietilen (PE)
Dilihat dari struktur kimiawinya, PE merupakan jenis plastik yang paling
sederhana. PE diperoleh dari polimerisasi yang ditambah dengan gas etilen pada
reaktor suhu dan tekanan tinggi. Beberapa sifat PE yang menguntungkan antara
lain:
1) Dapat disambung dengan panas (heat sealable).
2) Dapat dibuat menjadi lapisan yang kuat dengan kemampuan menahan air dan
uap air yang baik.
b. ..................
. Usulan :
 Perlu diberikan penjelasan tambahan pada beberapa istilah ilmiah, seperti:
termosetting, polimerisasi, polikondensasi, poliadisi, monomer, dsb.
 Perlu ditambahkan poin lanjutan untuk pembahasan jenis-jenis plastik diatas.

D. PEMBUATAN DESAIN DAN PENGEMASAN PRODUK PENGAWETAN


BAHAN NABATI DAN HEWANI
Dalam pengemasan produk pangan, aspek penting yang harus diperhatikan adalah
proses pemberian label (labelling). Label merupakan keterangan/ informasi mengenai
produk pangan berupa gambar atau tulisan yang dicetak, ditempel, atau dimasukkan ke
dalam kemasan. Label sebaiknya tidak mudah rusak/ luntur, tidak mudah lepas dari
kemasan, informatif, serta memberikan keterangan yang benar dan tidak menyesatkan
konsumen. Beberapa keterangan yang harus ada pada label produk pangan, meliputi:
1. Nama dan merk produk.
2. Nama dan alamat produsen.
3. Berat bersih/ netto.
4. Nomor pendaftaran/ perizinan.
5. Komposisi bahan.
6. Tanggal dan kode produksi.
7. Tanggal kadaluarsa.
Secara umum, keterangan pada label pangan dapat dibagi menjadi bagian utama dan
tambahan/ isi. Bagian utama label biasanya diletakkan di bagian muka kemasan agar
mudah dilihat dan dibaca. Bagian utama label meliputi: nama produk, nama dan alamat
produsen, berat bersih/ netto, dan nomor pendaftaran/ perizinan. Sedangkan bagian
tambahan/ isi dapat diletakkan di samping atau bagian belakang kemasan. Bagian
tambahan/ isi meliputi: komposisi bahan, informasi nilai gizi, petunjuk penyimpanan,
tanggal dan kode produksi, tanggal kadaluarsa, serta nomor layanan konsumen
(consumer service). Penulisan label sebaiknya menggunakan ukuran huruf yang
proporsional (tidak terlalu besar/ kecil), tata letak yang baik dan rapi, serta menghindari
penggunaan warna yang dapat mengganggu pengamatan (terlalu gelap atau terlalu
mencolok).
Selain itu, masih ada beberapa aturan penting yang harus diperhatikan dalam
pemberian label pangan, di antaranya: nama produk, komposisi, alamat produsen, batas
kadaluarsa, nomor pendaftaran, dan informasi khusus.
1. Nama produk
Nama produk biasa dicantumkan pada bagian utama atau bagian depan kemasan.
Informasi produk harus menggambarkan sifat/ kondisi fisik produk yang
sebenarnya. Tidak diperbolehkan memberi informasi produk yang menyesatkan dan
membingungkan. Contoh: mencantumkan nama mie telur, padahal mie tersebut
tidak mengandung telur, dsb. Nama produk biasanya diikuti dengan merk dagang.
Merk adalah salah satu hal yang paling diingat oleh konsumen. Merk dapat
membedakan antara satu jenis produk dengan produk lainnya. Dalam penulisan
nama dagang, dilarang menggunakan kata generik (alami, suci, murni, dll.) ataupun
kata yang dapat memberikan kesan berlebihan (super, hi-class, top, dll.).
2. Komposisi
Penulisan komposisi diurutkan dari penggunaan bahan terbanyak disusul dengan
yang lebih sedikit, dari berbagai jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan
produk. Seringkali produk pangan ditambah dengan bahan tambahan makanan
(pengawet, pewarna, antioksidan, antikempal, dsb.) yang bertujuan untuk
memperbaiki sifat produk. Apabila memang digunakan, nama bahan tambahan
makanan tersebut harus dicantumkan pada bagian komposisi dan tidak boleh
dihilangkan/ ditutupi. Khusus untuk pewarna, penulisan harus disertai dengan nama
dan nomor khususnya, misalnya: Carmin (Cl 75470), Tartrazine (Cl 1940), dsb. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang benar dan tidak menyesatkan
bagi konsumen.

3. Alamat Produsen
Perusahaan yang mengolah, mengemas, atau mendistribusikan produk makanan
harus mencantumkan nama dan alamat jelas pada kemasan. Apabila diperlukan,
dapat dicantumkan juga nomer layanan konsumen atau kontak telepon yang dapat
dihubungi.

4. Batas kadaluarsa
Produk yang memiliki ketahanan kurang dari 3 bulan, harus mencantumkan
batas tanggal kadaluarsa dan ditulis dalam format tgl /bln /tahun. Sedangkan Produk
yang memiliki ketahanan lebih dari 3 bulan, tidak perlu mencantumkan tanggal,
cukup bulan dan tahun saja. Untuk beberapa jenis produk tertentu, tidak perlu
dicantumkan batas kadaluarsa, misalnya: sayur dan buah segar, gula, cuka, produk
bakery (dengan umur simpan maks. 24 jam), minuman dengan kadar alkohol > 10%,
dan minuman anggur.

5. Nomor Pendaftaran
Setiap produk pangan yang telah memiliki perizinan dari BPOM (Badan
Pengawas Obat dan Makanan) akan mendapatkan nomor pendaftaran yang biasanya
dicantumkan di bagian depan kemasan. Ada 2 macam kode yang dikeluarkan oleh
BPOM, yaitu MD (dalam negeri) dan ML (luar negeri).

6. Informasi Khusus.
Pada beberapa produk sering dijumpai adanya informasi khusus yang tertera
pada salah satu bagian kemasan. Contoh:
a. “Perhatian! Tidak cocok untuk bayi di bawah satu tahun”.
Biasanya kalimat tersebut terdapat pada produk susu kental manis, susu
bubuk instan, ataupun susu UHT. Bayi di bawah satu tahun yang mengkonsumsi
produk ini dikhawatirkan akan mengalami gangguan pencernaan karena
komposisi penyusunnya tidak diperuntukkan bagi bayi yang masih berusia di
bawah satu tahun.
b. “Segera habiskan setelah dibuka”.
Peringatan ini lazim dijumpai pada produk susu pasteurisasi dan UHT.
Produk susu jika dikemas dengan baik dan aseptis akan memiliki tingkat
keawetan yang cukup baik. Kualitas produk juga masih dapat dipertahankan
selama kemasan masih tertutup rapat. Namun setelah kemasan dibuka, produk
akan langsung terpapar dengan oksigen dan cahaya, dan terdapat kemungkinan
kontaminasi dari luar. Hal ini dapat menyebabkan penurunan mutu produk,
bahkan dapat menjadikan produk tersebut tidak aman lagi untuk dikonsumsi.
Untuk produk-produk seperti ini, apabila isi produk belum habis setelah kemasan
dibuka, sebaiknya produk segera disimpan di kulkas (4°C) dan tidak ditempatkan
pada suhu kamar.
Usulan :
 Belum ada Sub Bab yang membahas tentang “Manfaat dan kandungan bahan
pada produk pengawetan bahan nabati dan hewani”, seperti yang termuat dalam
Materi Pokok.
 Perlu dijelaskan lebih jauh apakah ada perbedaan antara isi pembahasan dari
poin-poin bagian atas (1, 2, 3, dst.) dengan poin-poin bagian bawah (1, 2, 3, dst.).
karena pada dasarnya ada kemiripan isi yang dibahas, namun menggunakan judul
yang berbeda (poin-poin atas menggunakan redaksi “keterangan yang harus ada
pada label produk pangan” dan poin-poin bawah menggunakan redaksi “aturan
penting yang harus diperhatikan dalam pemberian label pangan”).

E. TUGAS
1. Tugas Individu
2. Tugas Kelompok

F. EVALUASI
1. Soal Pilihan Ganda
2. Soal Isian
3. Soal Uraian
BAB II
PROSES PRODUKSI PENGAWETAN BAHAN NABATI DAN HEWANI

Kompetensi Dasar
3.2 Memahami proses produksi pengawetan bahan nabati dan hewani di wilayah
setempat melalui pengamatan dari berbagai sumber.
4.2 Mendesain proses produksi pengawetan bahan nabati dan hewani berdasarkan
identifikasi kebutuhan sumberdaya dan prosedur berkarya dengan pendekatan
budaya setempat dan lainnya.

A. MANAJEMEN UMUM (POAC)


Setiap perusahaan tidak akan pernah lepas dari manajemen. Manajemen adalah
teknik mengelola perusahaan agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut George Robert Terry ( ... tahun:halaman ... ), ada beberapa prinsip manajemen
dalam mengelola usaha, yaitu: planning, organizing, actuating, dan controlling, yang
sering disebut dengan istilah POAC.
1. Planning (Perencanaan)
Aspek perencanaan merupakan hal pertama dan utama yang harus ditetapkan
dalam suatu perusahaan. Perencanaan adalah proses penetapan tujuan dan penentuan
tindakan yang akan diambil guna mencapai tujuan tersebut. Perencanaan merupakan
sesuatu yang penting karena tanpa hal tersebut, fungsi manajemen yang lain tidak
akan berjalan dengan baik.

2. Organizing (Pengorganisasian)
Setelah tujuan dan tindakan terbaik untuk mencapainya telah ditetapkan, maka
langkah selanjutnya adalah pengorganisasian. Pengorganisasian adalah kegiatan
penggabungan seluruh sumber daya dan potensi yang dimiliki perusahaan, untuk
dapat bekerja bersama-sama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini
dapat diterapkan dengan cara membagi pekerjaan ke dalam beberapa departemen
atau sub divisi dan menentukan siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
pekerjaan tersebut.

3. Actuating (Pelaksanaan/ Penerapan)


Actuating adalah implementasi/ pelaksanaan dari perencanaan yang telah dibuat.
Implementasi dilakukan dengan cara membuat urutan rencana menjadi sebuah
tindakan nyata. Implementasi tersebut dilakukan oleh semua komponen yang ada di
perusahaan sesuai dengan bidang penugasan masing-masing untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.

4. Controlling (Pengawasan/ Pengendalian)


Ketika rencana telah diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata, maka tahapan
penting lain yang harus dilakukan adalah pengawasan. Pengawasan adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh tahapan pelaksanaan
telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan sebelumnya. Apabila ditemukan
penyimpangan atau ketidaksesuaian, maka harus segera dikoreksi dan diambil
tindakan perbaikan agar berjalan kembali sesuai dengan rencana semula.
Pengawasan diperlukan agar seluruh kegiatan yang dilakukan dapat terarah sesuai
rencana, sehingga tujuan perusahaan akan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Usulan :
 Sebaiknya diberikan tambahan definisi mengenai manajemen, baik secara khusus
maupun umum berdasarkan pendapat tokoh-tokoh yang kompeten di bidang
manejemen. Karena manajemen pada dasarnya tidak hanya fokus diterapkan di
perusahaan saja, namun dapat juga mengandung pengertian lain secara umum.

B. PENGERTIAN PRODUKSI DAN PROSES PRODUKSI


Proses produksi merupakan gabungan dari dua jenis kata berbeda, yaitu proses dan
produksi. Proses dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan untuk mencapai sesuatu
atau mendapatkan hasil. Sedangkan, Produksi merupakan kegiatan untuk menghasilkan
serta meningkatkan kegunaan dan nilai tambah produk, baik berupa barang maupun
jasa. Sehingga proses produksi dapat didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang
dilakukan untuk menghasilkan dan menambah nilai kegunaan produk, baik berupa
barang ataupun jasa dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Proses produksi pengawetan bahan nabati secara umum sbb:
1. Menentukan objek yang akan diawetkan.
2. Mengidentifikasi metode-metode pengawetan yang bisa diterapkan.
3. Mengidentifikasi ketersediaan sumber daya.
4. Menentukan metode yang akan dipakai.
5. Menerapkan/ melakukan pengawetan.
6. Penyimpanan.

Proses Produksi pengawetan bahan hewani secara umum sbb :


1. Menentukan objek yang akan diawetkan.
2. Mengidentifikasi metode-metode pengawetan yang bisa diterapkan.
3. Mengidentifikasi ketersediaan sumber daya.
4. Menentukan metode yang akan dipakai.
5. Menerapkan/ melakukan pengawetan.
6. Penyimpanan.
Usulan :
 Sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu definisi mengenai produksi dan proses
produksi secara umum berdasarkan pendapat tokoh-tokoh yang kompeten di
bidang produksi, baru kemudian ditarik kesimpulan di akhir paragraf tentang
definisi tersebut dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami.
 Tidak ada perbedaan antara pembahasan proses produksi pengawetan bahan
nabati dengan bahan hewani (sama persis).
 Sebaiknya dijelaskan secara detail setiap poin yang ada dalam pembahasan
proses produksi diatas, bila perlu diberikan contoh beserta gambar untuk lebih
mempermudah pemahaman siswa.

C. KESELAMATAN KERJA
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan aspek penting yang tidak boleh
diabaikan dalam perusahaan. Tujuan K3 adalah menjamin kesehatan dan keselamatan
pekerja maupun pihak-pihak lain (rekan kerja, keluarga, ataupun konsumen) yang
berada di suatu lingkungan kerja tertentu. Pihak perusahaan harus memastikan bahwa
pekerja telah aman dari beberapa jenis bahaya yang sering dijumpai di lingkungan kerja.
Beberapa jenis bahaya tersebut antara lain: bahaya fisik dan mekanik, bahaya kimiawi
dan biologis, serta bahaya psikologis dan sosial.
1. Bahaya Fisik dan Mekanik
( ..... )
2. Bahaya Kimiawi dan Biologis
Beberapa jenis pekerjaan mengharuskan pekerja untuk melakukan kontak
dengan bahan kimia maupun biologis, misalnya dalam industri manufaktur.
Penggunaan bahan kimia berbahaya membutuhkan standar penanganan khusus agar
tidak berdampak buruk bagi kesehatan pekerja.
3. Bahaya Psikologis dan Sosial
Beberapa kondisi dalam suatu lingkungan kerja dapat menimbulkan bahaya bagi
psikologis dan mental pekerja. Beberapa kondisi tersebut misalnya: beban kerja
yang terlalu tinggi, waktu kerja yang tidak sesuai, maupun tekanan dari rekan kerja
atau atasan. Berbagai hal tersebut akan menimbulkan dampak negatif bagi kondisi
psikologis seseorang, bahkan tidak jarang dapat memicu terjadinya gangguan
kesehatan yang berujung pada penurunan produktivitas kerja.
Usulan :
 Sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu pengertian dari “keselamatan kerja”, baru
kemudain masuk ke dalam pembahasan tujuan, manfaat, teknis, dsb.
 Perlu dijelaskan lebih jauh, apa yang dimaksud dengan bahaya-bahaya yang
disebutkan dalam pembahasan diatas (bahaya fisik, mekanik, kimiawi, dsb.)
 Perlu diberikan contoh yang spesifik berhubungan dengan pengolahan bahan
pangan untuk masing-masing poin dalam pembahasan jenis bahaya diatas.
Usulan :
 Belum ada Sub Bab yang membahas tentang “Proses produksi pada sentra/
perusahaan produk pengawetan bahan nabati dan hewani” dan “Menetapkan
desain proses produksi pengawetan bahan nabati dan hewani berdasarkan
prosedur berkarya”, seperti yang termuat dalam Materi Pokok.

D. TUGAS
1. Tugas Individu
2. Tugas Kelompok
E. EVALUASI
1. Soal Pilihan Ganda
2. Soal Isian
3. Soal Uraian
BAB III
SUMBER DAYA PROSES PRODUKSI PENGAWETAN BAHAN NABATI DAN
HEWANI

Kompetensi Dasar
3.3 Mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan dalam mendukung proses produksi
pengawetan bahan nabati dan hewani.
4.3 Membuat karya pengolahan pengawetan bahan nabati dan hewani yang berkembang
di wilayah setempat dan lainnya sesuai teknik dan prosedur.

A. PENGERTIAN SUMBER DAYA PERUSAHAAN (6M)


Suatu perusahaan memerlukan berbagai macam sumber daya untuk mendukung
keberlangsungan dan keberhasilannya. Tidak terkecuali bagi perusahaan pengawetan
bahan pangan yang memerlukan berbagai sumber daya untuk mendukung proses
produksinya. Dalam ilmu manajemen, sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan
dapat dikategorikan ke dalam enam macam sumber daya atau biasa disebut dengan
istilah 6 M, yaitu: man (manusia), money (uang), material (bahan baku), machine
(mesin), method (cara), dan market (pasar).
1. Man (Manusia)
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu aset penting dalam
perusahaan. Manusia memiliki peran sebagai perumus tujuan dan pelaku yang
melakukan aktivitas kerja untuk mencapai tujuan tersebut. Tanpa adanya sumber
daya ini, maka tidak akan ada aktivitas proses produksi dan tujuan perusahaan tidak
akan tercapai.
Usulan :
 Perlu ditelaah lebih jauh mengenai pernyataan bahwa “SDM merupakan aset
perusahaan”, karena pada saat ini banyak perusahaan telah menganggap bahwa
“SDM adalah partner perusahaan, bukan aset”.

2. Money (Uang)
Meskipun uang bukan merupakan sumber daya yang utama, namun uang
memegang peranan penting dalam usaha. Selain sebagai alat tukar, uang juga
berfungsi sebagai pengukur nilai. Uang digunakan sebagai modal usaha, sarana
pembayaran bahan baku, investasi peralatan, dan upah tenaga kerja. Besar kecilnya
jumlah uang yang beredar di perusahaan juga dapat digunakan sebagai indikator
peningkatan dan keberhasilan usaha.

3. Material (Bahan Baku)


Bahan baku memegang peranan penting dalam proses produksi. Proses
pemilihan bahan baku yang berkualitas dan penanganan yang tepat akan
menghasilkan produk akhir yang baik. Dalam proses produksi, bahan baku dapat
dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu bahan mentah dan bahan setengah jadi (raw
material). Bahan mentah adalah bahan baku yang diambil langsung dari alam dan
belum mengalami pengolahan sebelumnya. Misalnya dalam pembuatan asinan,
sayur segar disebut bahan mentah karena dapat langsung digunakan untuk diolah
menjadi asinan dengan ditambahkan garam. Sedangkan bahan setengah jadi adalah
bahan yang telah mengalami proses pengolahan, namun bertujuan agar dapat
digunakan sebagai bahan baku proses selanjutnya. Misalnya pada usaha bakery,
tepung terigu disebut sebagai bahan setengah jadi karena berasal dari biji gandum
yang telah mengalami pengolahan. Tepung terigu tersebut tidak langsung
dikonsumsi tetapi digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti.

4. Machine (Mesin)
Mesin merupakan sarana atau alat yang digunakan untuk menjalankan proses
produksi. Dewasa ini, sebagian besar industri telah banyak menggunakan tenaga
mesin untuk menggantikan tenaga manusia dalam proses produksinya. Dengan
penggunaan mesin, proses produksi dapat berjalan lebih cepat, efektif, dan efisien.
Selain itu, penggunaan mesin juga dapat menekan biaya produksi.
Usulan :
 Perlu diberikan penjelasan lebih jauh dalam poin ini bahwa penggunaan mesin
tidak serta merta telah menggantikan tenaga manusia, pada kenyataan masih
banyak jenis perusahaan yang cenderung lebih memilih penggunaan tenaga
manusia daripada mesin. Artinya, efektifitas penggunaan mesin disini masih
sangat bergantung pada jenis perusahaan dan skala produksinya.

5. Method (Cara)
Metode adalah cara kerja yang diterapkan agar proses produksi dapat berjalan
dengan efektif dan efisien. Untuk dapat merumuskan dan menentukan sebuah
metode, dibutuhkan penelitian dan percobaan berulang kali hingga ditemukan
metode yang benar-benar tepat untuk diaplikasikan. Tanpa metode yang tepat,
aktivitas kerja di dalam perusahaan menjadi tidak terarah dan tujuan perusahaan
tidak akan tercapai dengan baik.

6. Market (Pasar)
Sebuah usaha pada akhirnya pasti menghasilkan produk akhir, baik berupa
barang ataupun jasa. Barang atau jasa tersebut tentu saja bukan merupakan akhir dari
proses, mengingat tujuan akhir dari perusahaan adalah untuk mendapatkan laba.
Laba dapat diperoleh setelah barang/ jasa yang dihasilkan perusahaan laku di
pasaran. Oleh karena itu, penguasaan pasar menjadi penting bagi perusahaan.
Apabila produk tidak mempunyai pangsa pasar yang jelas, aktivitas produksi tidak
akan berjalan dengan lancar, atau bahkan terhenti. Hal tersebut tentu akan
mengancam keberlangsungan usaha.

Selain beberapa sumber daya yang telah disebutkan di atas, masih ada jenis sumber
daya pelengkap yang tidak kalah penting, yaitu information (informasi). Informasi
sangat penting bagi perusahaan sebagai input untuk menunjang pekerjaan yang
dilakukan. Informasi memberikan bahan pertimbangan dalam mengambil berbagai
kebijakan sehingga perusahaan dapat terus menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang terjadi. Seluruh sumber daya tersebut biasa disingkat dengan istilah 6
M + 1 I.
Usulan :
 Dalam Bab ini, ada beberapa Sub Bab yang belum dibahas (belum sesuai dengan
yang termuat dalam Materi Pokok), yaitu:
- Identifikasi kebutuhan sumberdaya pada sentra/ perusahaan produk pengawetan
bahan nabati dan hewani
- Pembuatan karya/ produk pengawetan bahan nabati dan hewani berdasarkan
kebutuhan sumberdaya (bahan, peralatan, keterampilan bekerja dan pasar) dan
prosedur yang ditetapkannya (jenis, manfaat, kandungan, teknik pengolahan,
dan penyajian/ pengemasan.
- Penerapan keselamatan kerja.

B. TUGAS
1. Tugas Individu
2. Tugas Kelompok

C. EVALUASI
1. Soal Pilihan Ganda
2. Soal Isian
3. Soal Uraian
BAB IV
KONSEP KEWIRAUSAHAAN

Kompetensi Dasar
3.3 Memahami konsep kewirausahaan dalam menjalankan sebuah wirausaha
pengawetan bahan nabati dan hewani
4.3 Menyajikan konsep kewirausahaan berdasarkan pengalaman keberhasilan tokoh-
tokoh wirausaha pengawetan bahan nabati dan hewani.

A. PENGERTIAN KEWIRAUSAHAAN
Secara etimologi, wirausaha berasal dari kata wira dan usaha. Kata wira memiliki
arti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan
berwatak agung. Sedangkan usaha berarti perbuatan, amal, atau berbuat sesuatu.
Konsep wirausaha secara lengkap dikemukakan oleh Josep Schumpeter
(...tahun:halaman...), sebagai orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan
memperkenalkan barang dan jasa baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru,
atau mengolah bahan baku baru. Definisi tersebut dapat dijabarkan sebagai orang yang
berani melakukan hal-hal baru atau melakukan hal-hal yang sudah dilakukan dengan
cara baru. Termasuk di dalamnya adalah penciptaan produk baru dengan kualitas,
metode produksi, pasar, sumber pasokan, dan organisasi yang benar-benar baru.
Ada beberapa definisi mengenai kewirausahaan menurut pendapat beberapa ahli,
yaitu:
1. Suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya,
tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis (Achmad Sanusi,
1994:halaman).
2. Suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to
create the new and different) (Drucker, 1959:halaman).
3. Suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan
menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan. (Zimmerer, 1996).
4. Suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (startup phase) dan
perkembangan usaha (venture growth) (Soeharto Prawiro, 1997:halaman).
5. Semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau
kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, serta menerapkan cara
kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih
besar (Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor
961/KEP/M/XI/1995).
6. Suatu kemampuan (ability) dalam berfikir kreatif dan berperilaku inovatif yang
dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak tujuan, siasat, kiat, dan proses
dalam menghadapi tantangan hidup (Soeparman Soemahamidjaja, 1977:halaman).
7. Suatu sifat keberanian dan keutamaan dalam keteladanan dalam mengambil resiko
yang bersumber pada kemampuan sendiri (S. Wijandi, 1988:halaman).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dijabarkan bahwa kewirausahaan adalah
semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau
kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja dan
teknologi serta produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberi
pelayanan yang lebih baik dan memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Usulan :
 Sebaiknya perlu lebih diperjelas mengenai definisi dari “Wirausaha”,
“Kewirausahaan”, dan “Wirausahawan”. Sehingga siswa dapat melihat adanya
perbedaan dari beberapa istilah tersebut.

B. MANFAAT BERWIRAUSAHA
Beberapa manfaat yang didapatkan dari kegiatan berwirausaha, di antaranya :
1. Memperoleh penghasilan sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.
2. Berkesempatan untuk memperoleh masa depan cerah.
3. Meningkatkan harga diri seseorang.
4. Memiliki kebebasan dalam mengelola usaha dan keuangan.
5. Mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesempatan kerja.
6. Sebagai generator pembangunan lingkungan, pribadi, distribusi, pemeliharaan
lingkungan dan kesejahteraan.
7. Mendidik seseorang untuk mandiri, disiplin, tekun, dan jujur dalam menghadapi
pekerjaan.
8. Mendidik masyarakat agar hidup secara efisien, sederhana, dan hemat.
Usulan :
 Pembahasan tentang manfaat berwirausaha dapat dibagi lagi menjadi beberapa
sub pembahasan, misalnya: manfaat bagi pribadi, manfaat bagi masyarakat,
manfaat bagi bangsa dan negara, dsb.
 Perlu disertakan beberapa contoh nyata mengenai manfaat berwirausaha agar
dapat lebih memberikan pengaruh motivasi bagi siswa (sesuai dengan Materi
Pokok yang ada untuk Bab ini, yakni “Manfaat Berwirausaha Sebagai Motivasi”)

C. KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN
Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang
memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif dalam dunia nyata secara
kreatif. Sedangkan yang dimaksud dengan seorang wirausahawan adalah orang-orang
yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan bisnis, mengumpulkan
sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, dan mengambil
keuntungan. Seorang wirausahawan memiliki sifat, watak, dan kemauan untuk
mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih
sukses atau meningkatkan pendapatan.
Gooffrey G. Meredith (2000:halaman) mengemukakan ciri dan watak
wirausahawan, seperti berikut:
1. Percaya diri dengan watak keyakinan, kemandirian, individualitas, dan optimisme.
2. Berorientasikan tugas dan hasil dengan watak kebutuhan akan prestasi, berorientasi
pada laba, memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka
bekerja keras, energik dan memiliki inisiatif.
3. Pengambil resiko dengan watak memiliki kemampuan mengambil resiko dan suka
pada tantangan.
4. Kepemimpinan dengan watak bertingkah laku sebagai pemimpin, bergaul dengan
orang lain, suka terhadap kritik dan saran yang membangun.
5. Keorisinilan dengan watak memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serta
memiliki jaringan bisnis yang luas.
6. Berorientasi ke masa depan dengan watak persepsi dan memiliki cara pandang/ cara
pikir yang berorientasi pada masa depan.
7. Jujur dan tekun dengan watak memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan
kerja.
Usulan :
 Perlu diperjelas lagi apakah definisi dari “ciri”?, apa definisi “watak”?, apakah
kedua istilah tersebut merupakan istilah yang sama?
 Penjelasan pada poin-poin diatas masih terkesan rancu dan kurang dapat
dipahami dengan baik apabila belum ada penjelasan yang memadai mengenai
definisi “ciri” dan “watak”.

Selain ciri dan watak wirausahawan diatas, By Grove (...tahun:halaman...)


mengemukakan karakteristik wirausahawan yang dikenal dengan istilah 10 D, yaitu:
dream, decisiveness, does, determination, dedication, devotion, details, destiny, dollars,
dan distribute.
1. Dream
Seorang wirausahawan mempunyai visi keinginan terhadap masa depan pribadi
dan bisnisnya serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan impiannya.
2. Decisiveness
Seorang wirausahawan adalah orang yang tidak lambat dalam bekerja. Mereka
membuat keputusan secara cepat dengan penuh perhitungan.
3. Does
Seorang wirausahawan apabila telah membuat keputusan akan langsung
ditindaklanjuti.
4. Determination
Seorang wirausahawan melaksanakan kegiatannya dengan penuh perhatian, rasa
tanggungjawab yang tinggi, dan tidak mudah menyerah.
5. Dedication
Dedikasi seorang wirausahawan terhadap bisnisnya sangat tinggi, bahkan
terkadang mengorbankan kepentingan keluarga.
6. Devotion
Wirausahawan melaksanakan pekerjaanya tanpa mengenal lelah, semua
perhatiannya dicurahkan semata-mata untuk kegiatan bisnisnya.
7. Details
Seorang wirausahawan sangat memperhatikan faktor-faktor kritis secara rinci
dan menyeluruh.
8. Destiny
Seorang wirausahawan bertanggungjawab terhadap nasib dan tujuan yang
hendak dicapai serta tidak bergantung kepada orang lain.
9. Dollars
Seorang wirausahawan tidak memandang uang sebagai tujuan akhir untuk
mencapai kekayaan, namun menganggap uang sebagai ukuran kesuksesan bisnisnya.
wirausahawan berasumsi bahwa jika dirinya berhasil dalam bisnis, maka dirinya
pantas mendapatkan laba, bonus, atau hadiah.
10. Distribute
Seorang wirausahawan bersedia mendistribusikan kepemilikan bisnisnya kepada
orang-orang kepercayaannya, yaitu orang-orang yang bertanggung jawab dan mau
diajak untuk mencapai sukses dalam bidang bisnis.
Usulan :
 Perlu diperjelas tentang definisi serta perbedaan antara “karakter” dan
“karakteristik” kewirausahaan, sesuai dengan Materi Pokok yang ada.
 Perlu ditambahkan pembahasan mengenai “nilai kewirausahaan”, sesuai dengan
Materi Pokok yang ada.

D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN


WIRAUSAHA
Untuk menjadi seorang wirausahawan, diperlukan faktor-faktor yang dapat
mendukung keberhasilan usaha, baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari luar.
Seorang wirausahawan harus berani menghadapi tantangan dan resiko apabila ingin
sukses. Resiko tidak dianggap sebagai penghalang ataupun penghambat, namun justru
dijadikan pemacu dan tantangan untuk maju. Menurut Murphy dan Peek
(...tahun:halaman...), ada delapan anak tangga yang menentukan keberhasilan seorang
wirausahawan dalam mengembangkan usahanya, yaitu: kerja keras, kerjasama dengan
orang lain, penampilan yang baik, yakin, pandai membuat keputusan, mau menambah
ilmu pengetahuan, ambisi untuk maju, dan pandai berkomunikasi.
1. Kerja Keras
Kerja keras merupakan modal keberhasilan seorang wirausahawan. Setiap
pengusaha yang sukses pasti melewati kerja keras yang sungguh-sungguh dalam
usahanya sehingga dapat maju dan berkembang.
2. Kerjasama dengan Orang Lain
Sangat penting membina kerja sama dengan orang lain untuk mengembangkan
usaha. Relasi dan pertemanan memungkinkan seseorang untuk dapat saling bertukar
informasi, bekerjasama memperluas jaringan pemasaran, atau bahkan membuka
peluang-peluang yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Seorang wirausahawan
harus bersikap rendah hati, mudah bergaul, ramah, dan supel agar disukai
masyarakat dan memiliki relasi yang luas.
3. Penampilan yang Baik
Penampilan yang baik dalam hal ini ditekankan pada penampilan perilaku yang
jujur, disiplin, serta mampu menghargai orang lain.
4. Yakin
Seorang wirausahawan harus memiliki keyakinan kuat pada diri sendiri, yaitu
keyakinan untuk maju yang dilandasi ketekunan serta kesabaran. Keyakinan dan
keteguhan hati akan membuat segala langkah menjadi mantap dan tidak mudah
goyah.
5. Pandai Membuat Keputusan
Seorang wirausahawan harus dapat membuat keputusan dengan cepat dan tepat.
Apabila menghadapi masalah yang rumit, harus dipertimbangkan segala jenis
masukan dan berbagai alternatif jalan keluar untuk dipilih sebagai solusi terbaik.
Dalam pengambilan keputusan, harus dihindari sikap ragu-ragu dan gegabah tanpa
melihat kondisi permasalahan yang ada.
6. Mau Menambah Ilmu Pengetahuan
Dengan menambah ilmu pengetahuan, terutama di bidang usaha dan bisnis,
diharapkan seorang wirausahawan mampu meningkatkan kapasitas diri dalam
rangka memajukan usahanya.
7. Ambisi Untuk Maju
Tanpa ambisi yang kuat, seorang wirausahawan tidak akan dapat mencapai
keberhasilan. Ambisi yang kuat tetap harus diimbangi dengan usaha yang keras dan
disiplin diri yang baik.
8. Pandai Berkomunikasi
Seorang wirausahawan harus dapat menarik perhatian orang lain dengan tutur
kata yang baik, sopan, jujur, dan percaya diri. Dengan demikian, akan memberi
kesan baik kepada orang lain dan orang lain akan percaya dengan apa yang
disampaikan.

Selain beberapa sikap di atas, masih ada beberapa faktor penting yang dapat
menunjang keberhasilan seorang wirausahawan, di antaranya:
1. Sikap dan Perilaku Disiplin
Sikap dan perilaku disiplin merupakan modal dasar untuk mencapai keberhasilan
bagi seseorang dalam berwirausaha.
2. Komitmen Tinggi
Komitmen tinggi artinya pikiran seorang wirausahawan setiap saat tidak pernah
lepas dari perusahan atau bisnisnya.
3. Jujur
Jujur artinya mau dan mampu mengatakan sesuatu sebagaimana adanya, tanpa
dibuat-buat atau ditambah-tambahi.
4. Kreatif
Kreatif adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik
berupa gagasan maupun karya nyata yang berbeda dengan yang telah ada. Hal
tersebut bisa berupa ide baru atau pengembangan dari gagasan yang telah ada
sebelumnya.
5. Inovatif
Inovatif merupakan suatu proses untuk mengubah peluang menjadi gagasan dan
ide-de yang dapat dijual.
6. Mandiri dan Realistis
Memiliki arti bahwa keberhasilan seorang wirausahawan datang dari diri sendiri,
bukan dari orang lain, serta memiliki keyakinan bahwa ide dapat diwujudkan
menjadi kenyataan.
Penentu keberhasilan suatu usaha juga dinilai dari sisi produk, dimana produk yang
dihasilkan hendaknya memiliki keunggulan bagi konsumen, baik dari segi harga,
kualitas, manfaat, serta didukung oleh promosi yang efektif.
Selain keberhasilan, dalam usaha juga terdapat kemungkinan untuk gagal. Hal ini
dapat dipicu oleh beberapa sebab, baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari luar.
Menurut Alex S. Niti Semito (...tahun:halaman...), kegagalan wirausahawan dalam
menjalankan bisnisnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: kegagalan yang dapat
dihindarkan dan kegagalan yang tidak dapat dihindarkan.
1. Kegagalan yang Dapat Dihindarkan
Kegagalan ini sebenarnya tidak perlu terjadi, karena pengusaha dapat
menghindari kegagalan dengan cara memaksimalkan faktor-faktor tertentu. Untuk
meminimalisir kegagalan ini, dapat dilakukan dengan perbaikan sikap pribadi dan
metode kerja. Misalnya: salah mengelola perusahaan, tidak ada rencana yang
matang, pelayanan yang kurang baik, dsb.
2. Kegagalan yang Tidak Dapat Dihindarkan
Kegagalan ini merupakan hal yang sulit atau hampir tidak dapat dihindari karena
diluar kemampuan manusia. Misalnya: bencana alam, peperangan, kebakaran,
kecelakaan, dsb.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan dalam menjalankan wirausaha,


antara lain:
1. Tidak Kompeten dalam Manajerial
Tidak adanya kemampuan dan pengetahuan dalam mengelola usaha merupakan
faktor utama yang menyebabkan suatu usaha tidak berhasil. Salah dalam mengelola
usaha akan menyebabkan tujuan perusahaan tidak tercapai.
2. Kurang Pengalaman
Pengalaman dalam hal ini menyangkut kemampuan mengelola dan
mengkoordinasikan sumber daya, serta kemampuan mengintegrasikan operasi
perusahaan.
3. Kurang Mampu Mengendalikan Keuangan
Keuangan merupakan faktor utama untuk menjaga aliran kas dan kelangsungan
usaha. Kekeliruan dalam pengelolaan aliran kas akan menghambat operasional
perusahan dan memperlambat kemajuan perusahaan.
4. Gagal dalam Perencanaan
Perencanaan merupakan penjabaran tujuan dan kegiatan perusahaan. Salah
dalam menyusun perencanaan akan menyebabkan kegagalan perusahaan dalam
mencapai tujuannya.
5. Lokasi yang Kurang Strategis
Lokasi usaha yang strategis merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan usaha. Lokasi yang tidak strategis dapat mengakibatkan perusahaan
sulit menjalankan operasi karena kurang efisien. Lokasi yang strategis akan
mempermudah proses suplai bahan baku, distribusi produk, hingga proses penjualan.
6. Kurangnya Pengawasan
Pengawasan berkaitan erat dengan efisiensi dan efektivitas proses produksi serta
kinerja sumber daya manusia. Kurangnya pengawasan dapat mengakibatkan
terjadinya kesalahan-kesalahan yang dapat menghambat keberhasilan usaha.
7. Sikap yang Kurang Sungguh-Sungguh dalam Berusaha
Kesungguhan niat memegang peran yang penting dalam menjalankan usaha.
Dengan kesungguhan, seluruh potensi dan kemampuan akan mampu dicurahkan
secara penuh sehingga memberikan hasil yang maksimal.
8. Ketidakmampuan dalam Melakukan Peralihan/ Transisi Kewirausahaan
Wirausahawan yang kurang siap dalam menghadapi dan melakukan perubahan,
akan sulit menjadi wirausahawan yang berhasil. Perubahan adalah hal yang wajar
dalam dunia usaha, oleh karenanya wirausahawan dituntut untuk mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi.

Masih banyak faktor penghambat lain yang dapat menjerumuskan wirausahawan ke


dalam kegagalan. Faktor-faktor tersebut pada umumnya berasal dari sikap diri sendiri,
seperti sikap-sikap berikut:
1. Kurang ulet dan cepat putus asa.
2. Kurang tekun dan kurang teliti.
3. Tidak jujur dan kurang cekatan.
4. Kekeliruan dalam memilih lapangan usaha dan kurangnya pengalaman.
5. Kurang inisiatif dan kurang kreatif.
6. Kurang dapat menyesuaikan dengan selera konsumen.
7. Pelayanan yang kurang baik.
8. Banyaknya pemborosan dan penyimpangan.
9. Sulit memisahkan antara harta pribadi dengan harta perusahaan.
10. Tidak mempunyai semangat berwirausaha.
11. Tidak mempunyai etos kerja yang tinggi.

D. PENGERTIAN KERJA PRESTATIF


Perilaku kerja prestatif adalah tingkah laku seseorang yang selalu ingin maju dan
berprestasi. Seorang wirausahawan yang mempunyai perilaku kerja prestatif harus
memiliki komitmen tinggi terhadap pekerjaannya agar dapat memajukan usaha yang
dimilikinya. Wirausahawan tersebut akan selalu menerapkan standar tinggi terhadap
pencapaian kinerjanya dan berusaha maksimal untuk memberikan hasil yang optimal.
Perilaku kerja prestatif merupakan modal dasar untuk mencapai keberhasilan bagi
seorang wirausahawan.
Usulan :
 Sebaiknya dibedakan dan dijelaskan masing-masing antara pengertian “kerja
prestatif” dan “ perilaku kerja prestatif”.
 Dalam pembahasan Sub Bab ini belum dibahas mengenai “tujuan” dan
“manfaat” dari perilaku kerja prestatif, sesuai dengan Materi Pokok yang ada.

E. PENERAPAN PERILAKU KERJA PRESTATIF


1. Kerja Ikhlas
Kerja ikhlas adalah bekerja dengan bersungguh-sungguh dan menghasilkan
sesuatu yang baik, dengan dilandasi hati yang tulus dan tanpa pamrih.
2. Kerja Mawas Terhadap Emosi
Kerja mawas terhadap emosi adalah bekerja dengan baik dan tidak terpengaruh
oleh perasaan atau kemarahan yang sedang melanda jiwa. Mampu membedakan
masalah pribadi dengan masalah yang sedang dihadapi dalam usahanya. Dapat
menyikapi segala permasalahan dengan kepala dingin, berfikir rasional, serta
mengutamakan logika.
3. Kerja Cerdas
Bekerja cerdas adalah bekerja dengan pandai dan jeli dalam memperhitungkan
resiko serta mampu melihat peluang yang ada, sehingga dapat mencapai keuntungan
yang diharapkan. Bekerja cerdas pada dasarnya adalah bekerja dengan cara terbaik,
efektif, dan efisien untuk memperoleh hasil yang optimal.
4. Kerja Keras
Dalam melakukan suatu pekerjaan, diperlukan etos kerja tinggi untuk dapat
mencapai sasaran yang diinginkan, dengan memanfaatkan waktu, jarak, serta
kesulitan yang dihadapi. Pekerja keras selalu mendayagunakan segala tenaga, waktu,
dan kemampan untuk menyelesaikan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
5. Kerja Tuntas
Kerja tuntas adalah pengorganisasian bagian-bagian usaha secara terpadu dari
awal hingga akhir untuk mencapai target yang selesai dengan maksimal. Pekerjaan
yang dimulai harus diawali dengan baik dan dikerjakan hingga tuntas sehingga
mendapatkan hasil yang baik pula.

Perilaku kerja prestatif perlu diterapkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari,
baik di dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Hal tersebut bertujuan
agar perilaku kerja prestatif dapat melekat dalam diri seseorang sejak dini. Perilaku
kerja prestatif tidak hanya diterapkan dalam lingkup usaha saja, namun juga dalam
kebiasaan sehari-hari dan harus dilaksanakan secara berkesinambungan.
Beberapa contoh perilaku yang mencerminkan kerja prestatif dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Lingkungan Keluarga
a. Disiplin dalam menjalankan kewajiban, seperti: ibadah, belajar, dan membantu
orang tua.
b. Mengisi waktu luang untuk kegiatan yang produktif, kreatif, dan inovatif.
c. Bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang diberikan keluarga dan dikerjakan
dengan sebaik-baiknya.
d. Rajin menabung dan berhemat demi masa depan.
e. Membantu usaha keluarga atau berusaha mencapai kemandirian dengan
menciptakan usaha sendiri.

2. Lingkungan Sekolah
Penerapan kerja prestatif di lingkungan sekolah dapat dilakukan dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas, organisasi sekolah (OSIS), maupun di unit-unit usaha
yang ada di sekolah, seperti: koperasi siswa, pertokoan, kantin, dll. Beberapa bentuk
penerapan kerja prestatif tersebut antara lain:
a. Belajar maksimal untuk meraih prestasi yang gemilang.
b. Bekerja sama dengan seluruh warga sekolah untuk mengharumkan nama sekolah
dengan prestasi yang membanggakan di berbagai kejuaraan.
c. Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dan keorganisasian.
d. Turut mengembangkan koperasi sekolah dan mensukseskan berbagai kegiatan
yang ada di sekolah.

3. Lingkungan Masyarakat
Perilaku kerja prestatif juga harus diterapkan di lingkungan masyarakat sebagai
sarana pembelajaran untuk menempa diri dalam bersosialisasi. Perilaku ini dapat
diterapkan dalam organisasi kemasyarakatan (karang taruna, organisasi
keolahragaan, lembaga swadaya masyarakat, koperasi, dan lain-lain). Beberapa
bentuk penerapan kerja prestatif tersebut antara lain:
a. Aktif dalam kegiatan masyarakat atau kepemudaan.
b. Memajukan dan mengembangkan usaha yang dapat memberdayakan lingkungan
sekitar.
c. Melakukan pengolahan limbah rumah tangga sehingga menjadi barang yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
d. Menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan sekitar.

F. TUGAS
1. Tugas Individu
2. Tugas Kelompok

G. EVALUASI
1. Soal Pilihan Ganda
2. Soal Isian
3. Soal Uraian

Anda mungkin juga menyukai