Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Industri dapat diartikan sebagai suatu pabrikasi atau pembuatan. Industri
farmasi dapat berupa industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi
adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahapan
proses pembuatan. Proses pembuatan meliputi seluruh rangkaian kegitan yang
menghasilkan suatu obat yang terdiri dari produksi dan pengawasan mutu mulai dari
pengadaan bahan obat, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi untuk
didistribusikan. (buku farindus) Oleh karena industri farmasi yang menjadi produsen
produk obat, maka memiliki peranan yang cukup besar terhadap peningkatan
kesehatan masyarakat. Peranan tersebut menuntut adanya pengawasan dan pengaturan
dari pihak khusus dalam hal ini pemerintah dengan tujuan untuk menjaga keamanan,
kualitas dan manfaat obat yang diproduksi agar kesehatan masyarakat terjamin.
Untuk mencapai tujuan tersebut, yakni memperoleh obat dengan mutu yang
terjamin dan berkualitas, maka disusun suatu pedoman tentang bagaimana cara untuk
memenuhi aspek yang dipersyaratkan agar obat yang dihasilkan bermutu dan
memberikan efek sehingga pada akhirnya meningkatkan kesehatan masyarakat. Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman yang harus diterapkan pada
seluruh rangkaian proses di industri farmasi dalam proses pembuatan obat jadi agar
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
43/MENKES/SK/II/1988 tentang cara pembuatan obat yang baik. CPOB adalah bagian
dari pemastian mutu yang memastikan seluruh aspek dalam praktek yang ditetapkan
yang secara kolektif menghasilkan produk akhir atau layanan yang secara konsisten
memenuhi spesifikasi yang sesuai serta mengikuti peraturan nasional dan internasional
(BPOM RI, 2006).
Pedoman CPOB ini menggunakan acuan Good Manufacturing Practices for
Medicinal Products PIC/S PE 009 – 2009, WHO Technical Report Series (TRS)
902/2002, TRS 908/2003, TRS 929/2005, TRS 937/2006, TRS 961/2011 dan
“international codes of GMP” lain, serta Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat beserta perubahannya sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat. (CPOB jilid I).
Penerapan CPOB ini juga didukung dengan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, dimana sebuah industri
farmasi dalam pelaksanaan kegiatannya harus memiliki penanggung jawab seorang
Apoteker. Peraturan ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan
memenuhi standar atau syarat yang telah ditetapkan dengan mencegah terjadinya
kesalahan selama produksi. (Eva, 2012).
Maka berdasarkan latar belakang di atas, maka penting dalam industri obat
kami untuk mengikuti aspek CPOB dalam seluruh tahapan proses pembuatannya.
BAB II
TINJAUAN UMUM

II.1 Industri Farmasi


Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti registrasi,
Cara Pembuatan Obat yang Baik, distribusi, perdagangan produk yang dihasilkan, dan
lain-lain) karena menyangkut jiwa manusia. Pada tahun 1998 telah ditetapkan sebuah
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik kemudian dilakukan pada tahun 2006
dikakuan Finalisasi Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Dinamis. CPOBD ini
menyangkut penjaminan mutu, khasiat, keamanan dan keabsahan obat sampai ke
tangan konsumen melalui pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada
jaringan distribusi obat. Sebelum mendapatkan izin usaha industri farmasi, pemohon
sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip ini diberikan
kepada industri farmasi untuk melakukan persiapan-persiapan dan usaha
pembangunan, pengadaan dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip
tersebut berlaku selama jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk
paling lama 1 (satu) tahun. Perusahaan yang bersangkutan wajib menyampaikan
informasi kemajuan proyeknya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal
Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan kepala dinas kesehatan provinsi. Bagi
industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan
bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan.
Untuk mendapatkan izin usaha, maka industri farmasi yang ada di Indonesia
harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Beberapa persyaratan tersebut seperti tercantum di bawah ini:
1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
3. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 orang apoteker Warga Negara Indonesia
masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu.
5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan farmasi yang telah memperoleh Izin
Usaha industri Farmasi, yaitu:
1. Membuat jumlah laporan dan nilai produksinya sekali dalam 6 bulan. Sedangkan
untuk laporan lengkap wajib dilaporkan sekali dalam setahun.
2. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran
lingkungan.
4. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil produksi,
pengangkutan, dan keselamatan kerja.
5. Melakukan analisis dampak lingkungan (AMDAL) berupa upaya pengelolaan
lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL).

II.2 PT. Pateracon


II.2.1 Sejarah dan Perkembangan

PT. Pateracon
PT. Pateracon merupakan suatu industri obat farmasi yang telah berdiri sejak
tahun 1965 dan berlokasi di Cikarang Utara, Bekasi Jawa Barat (Kawasan industri
JABABEKA). Pateracon sendiri terdiri dari 3 kata, yaitu Patera, Hygea, dan
Pharmacon. Patera berarti mangkuk dari dewi Hygea yang adalah anak dari Asclepius
(Dewa pengobatan dan penyembuhan dalam mitologi Yunani) yang dikenal sebagai
dewi kesehatan, kebersihan dan sanitasi. Sedangkan pharmacon itu sendiri berarti obat.
Jadi dengan 3 kata ini, industri pateracon diharapkan dapat memproduksi obat-obat
yang berasal seperti dari mangkuk dewi hygea yang membawa kesembuhan bagi
masyarakat.
Logo dari PT. Pateracon terdiri dari tiga warna yang saling bersatu membentuk
suatu kesatuan seperti bola. Hijau melambangkan warna bumi dan penyembuhan fisik,
biru berarti kebersihan dan ketenangan, sedangkan merah berarti simbol dari energi
dan kekuatan. Jadi ketika disatukan, perusahaan ini diharapkan dapat membawa
penyembuhan fisik dengan obat terjamin kebersihannya dan dapat membawa energi
hadir ditengah masyarakat.
Awal mula berdirinya perusahaan ini adalah pada tanggal 5 Mei tahun 1965
oleh Djuandi Bastara yang merintis kantor perwakilan di wilayah jabobetabek tetapi
mengalami kesulitan dan hambatan yang cukup berat seperti kekurangan devisa,
terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat di zaman itu, sehingga industri yang
dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau mereka yang
mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini, keadaan ekonomi yang suram
membuat industri farmasi dalam negeri termasuk PT. Pateracon hanya dapat
berproduksi sekitar 30% dari kapasitas produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat
menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari impor. Namun seiring dengan
berjalannya waktu, dengan dukungan fasilitas dari Penanaman Modal dalam Negeri
(PMDN), PT. Pateracon mulai memproduksi obat-obat sendiri dan mulai bekerja sama
dengan konsultas untuk memulai melakukan pembenahan struktur dari sistem
manajemen, melaksanakan program pelatihan, serta merekrut tenaga profesional.
II.2.2 Nilai-nilai Dasar PT. Pateracon
Nilai-nilai dasar yang dimiliki perusahaan ini disingkat dengan PSI (Perfecto,
Sinergy dan Intergrity, dimana:
a. Perfecto in product, services and people, yaitu memberikan hasil yang
sempurna dan terbaik dalam segala hal baik itu hasil produksi obat, dan
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
b. Sinergy yaitu menghargai adanya perbedaan diantara masing-masing individu
dan melupakan perbedaan tersebut serta bekerja sama bahu-membahu dalam
menghasilkan kinerja dan produk yang lebih baik.
c. Integrity yaitu persatuan kata dengan tindakan yang sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku, kebijakan perusahaan yang telah ditentukan dan terutama
harus sesuai dengan kode etik profesi.
II.2.3 Prinsip Usaha PT. Pateracon
Prinsip dasar usaha yang dimiliki perusahaan ada 3E, yaitu:
1. Easy to get high quality
Mutu yang tinggi merupakan jaminan bagi konsumen untuk memperoleh
produk yang aman dan dapat dipercaya serta efektif. Untuk mendapatkan
produk yang bermutu dan memenuhi standar, PT. Pateracon menerapkan
prosedur produksi sesuai Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
2. Easy to get in everywhere
Komitmen berikutnya adalah memberikan kemudahan bagi masyarakat seluas-
luasnya untuk memperoleh produk-produk dari PT. Pateracon dimanapun
mereka beradanya. Oleh karenanya, distribusi menjadi faktor yang sangat
penting dan harus dapat diandalkan.
3. Easy to buy
Komitmen yang terakhir adalah kebijakan harga. Sesuai falsafah dasarnya,
produk perusahaan ini memang tidak dibuat sebagai barang ekskulsif. Semakin
luas masyarakat pengguna produk PT. Pateracon, semakin berhasil misi “ikut
membebaskan bangsa dari penyakit”. Untuk itu PT. Pateracon selalu
mengendalikan efisiensi produksi yang diimbangi dengan volume penjualan
yang tinggi.
II.2.4 Visi dan Misi PT. Pateracon
Visi yang dimiliki oleh PT. Pateracon adalah menjadi perusahaan industri
farmasi yang dapat memimpin pasar dalam produk obat di Indonesia dan tingkat
regional.
Sedangkan misi dari PT. Pateracon adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan produk-produk obat berkualitas yang dikenal tidak hanya di
dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
2. Menyediakan produk makanan dan juga alat perawatan kesehatan.
3. Melakukan survei pasar untuk selalu meningkatkan produk-produk inovatif
lainnya.
4. Menjadi salah satu dari tiga besar pemegang pangsa pasar disetiap kategori
yang dimasuki.
5. Penggunaan hasil riset iptek untuk terus menciptakan dan meningkatkan value
produk bagi pelanggan dan konsumen PT. Pateracon.
II.2.5 Lokasi dan Sarana Produksi
Lokasi PT. Pateracon berada di Cikarang Utara, Bekasi Jawa Barat (Kawasan
industri JABABEKA). PT. Pateracon memiliki sarana produksi yang digunakan untuk
membuat sediaan tablet, sediaan semipadat, cair, dan sediaan padat lainnya seperti
kapsul. PT. Pateracon juga memperhatikan masalah penanganan limbah dan polusi
udara agar sedapat mungkin tidak merugikan lingkungan pemukiman sekitar.
Bangunan yang terdapat di PT. Pateracon terdiri dari gedung kantor, gedung produksi,
teknik, gudang dan sarana pendukung seperti pengolahan limbah, lapangan parker,
koperasi dan kantin. Selain itu, sumber listrik dan air dari PT. Pateracon berasal dari
perusahaan listrik dan air swasta yang berada juga di kawasan industri JABABEKA.
II.2.6 Struktur Organisasi PT. Pateracon
Secara umu, struktur organisasi dari PT. Pateracon adalah sebagai berikut:

General Manajer
Emmy Tjiang
QA Manajer
A. Icha Nisa
Keterangan:
QA : Quality Assurance
HRD : Human Resources Development
PPIC : Production, Planning and Inventory Control
R&D : Research and Development
QI : Quality Inspection
QC : Quality Control

II.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


Berdasarkan keputusan menteri kesehatan tentang pedoman cara pembuatan
obat yang baik (CPOB) maka setiap industri farmasi harus menerapkan persyaratan
yang tercantum dalam CPOB tersebut. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)
menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dan bertujuan untuk
menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
telah ditentukan sesuai dengan penggunaanya.
Penerapan CPOB ini bertujuan antara lain:
a. Meningkatkan kemampuan industri farmasi Indonesia sesuai dengan standar
internasional agar lebih kompetitif baik secara domestik maupun untuk pasar
ekspor.
b. Mendorong industri farmasi Indonesia agar lebih efisien dan fokus dalam
pelaksanaan industri obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling
layak untuk dikembangkan, sehingga produk obat industri farmasi Indonesia
mampu menembus pasar dunia karena khasiat dan mutu obat lebih terjamin.
c. Peningkatan citra perusahaan dan volume pasar.
d. Menghindari produk yang tidak memenuhi syarat dan pemborosan biaya.
e. Menghindari risiko regulasi serta lebih menjamin waktu pemasaran.
Dalam Pedoman CPOB tahun 2012, terdapat dua belas aspek yang harus
dipenuhi dalam penerapan CPOB, yaitu:
II.3.1 Manajemen Mutu
Manajemen mutu suatu produk jadi tidak hanya mengandalkan pelulusan dari
serangkaian pengujian, tetapi mutu obat hendaklah:
 Dibangun sejak awal ke dalam produk tersebut. Mutu obat sangat dipengaruhi
oleh proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan dan peralatan yang
dipakai serta semua personil yang terlibat, dan
 Dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat agar obat
yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan.
Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang menentukan dan
mengimplementasikan kebijakan mutu, yang merupakan pernyataan formal dari
manajemen puncak suatu industri farmasi dan menyatakan arahan serta komitmen
terhadap mutu produk.
Unsur dasar Manajemen Mutu terdiri dari:
 Sistem mutu, merupakan infrastruktur manajemen mutu yang mencakup semua
sumber daya yang diperlukan, yaitu rangkuman semua prosedur dan proses
yang mengatur sistem mutu, sumber daya yang terkait dengan personil yang
mencakup struktur organisasi dan uraian tugas yang menjabarkan tanggung
jawab dan kewajiban personil. Sistem mutu dicerminkan dalam Dokumen
Induk Industri Farmasi
 Pemastian mutu, merupakan alat manajemen mutu yang merupakan tindakan
sistematis untuk melaksanakan sistem mutu.
Untuk memonitor efektivitas pelaksanaan sistem mutu, manajemen harus melakukan
kajian manajamen mutu secara berkala, antara lain meliputi pencapaian
pelaksanaan validasi, kualifikasi termasuk juga penanganan keluhan, penarikan
kembali produk jadi, penyimpangan, usulan perubahan, inspeksi diri dan audit mutu
serta pelatihan.

Manajemen Mutu

Pemastian Mutu

CPOB

Pengawasan Mutu

Pengkajian Mutu

Gambar 1. Diagram Hubungan antara Manajemen Mutu-QA-CPOB-QC-


Pengkajian Mutu

Kebijakan Mutu PT. Pateracon


Penyimpangan yang Harus Dilaporkan

Beberapa contoh penyimpangan yang harus dilaporkan antara lain:


1. Penyimpangan secara umum
 Produk yang ditolak
 Produk yang harus diproses ulang
 Produk yang hanya diluluskan sebagian (bila ada)
 Produk yang hasil akhirnya di luar batas yang telah ditentukan. (semua
penyimpangan terhadap prosedur tertulis yang telah ditetapkan (Protap, PPI,
Spesifikasi, Metode Analisis, dsb)
 Perubahan yang tidak direncanakan terhadap suatu proses
 Semua observasi diluar kejadian rutin yang dapat menimbulkan masalah
terhadap kualitas
 Kecampurbauran atau hal-hal yang menimbulkan potensi untuk kejadian
kecampurbauran
 Produk yang ditolak pada saat dilakukan inspeksi visual
2. Pemeriksaan
 HULS dari pemeriksaan produk misalnya: kadar, endotoksin, sterilitas,
cemaran partikel dan bahan pengawet dalam produk non steril
 Semua pengulangan pengujian karena hasil pengujian yang tidak diperkirakan
pada pengujian pertama
 Memakai peralatan yang tidak dikalibrasi atau batas waktu kalibrasinya sudah
lewat
 Terjadi penyimpangan pada hasil pemeriksaan stabilitas
 Penyimpangan dari program uji stabilitas
3. Formulasi
 Kesalahan penimbangan bahan aktif obat yang dapat menyebabkan kadar atau
potensi produk diluar persyaratan
 Pemakaian bahan awal yang belum diluluskan atau ditolak
 Penyimpangan dalam urutan pencampuran bahan
 Kesalahan penimbangan untuk suatu bets dipakai/ ditulis 2 komponen yang
sama
 Batas penyimpangan maksimum terlampaui
4. Sediaan Solid
 Penyimpangan pada proses pengeringan (waktu, suhu, dsb)
 Terlupakan dalam pembuatan larutan/cairan granulasi
 Waktu penyalutan tablet terlampaui
 Pengawasan selama-proses tidak dilaksanakan sesuai prosedur, waktu
pengujian salah, jumlah contoh yang diperiksa kurang, dsb.
 Penyimpangan sifat fisika tablet (bobot rata-rata, kekerasan, ketebalan tablet,
dsb.
5. Pengemasan
 Nomor lot/ tanggal kadaluarsa (atau sebagian) tidak tercantum pada label atau
tidak terbaca.
 Kesalahan cetak data bets (misalnya tanggal pengolahan, nomor bets, tanggal
kadaluarsa)
 Kesalahan pemakaian label, brosur
 Produk lain masih ditemukan pada suatu jalur pengemasan setelah
pemeriksaan kebersihan jalur dilakukan
 Blister atau strip tidak terisi penuh
 Mesin pencuci botol dioperasikan di luar parameter yang telah divalidasi
6. Kontaminasi
 Potongan-potongan kertas/serat/plastic dsb dalam bahan awal atau produk
antara misalnya granul
 Cemaran partikel logam yang disebabkan alat, sekrup atau peralatan lain yang
terbuat dari metal
 Cemaran serangga atau fragmen-fragmennya
 Pencemaran silang yang disebabkan oleh kesalahan pada proses pembersihan
alat
 Tablet atau kapsul yang berbeda dalam bentuk maupun ukuran
 Produk atau bagian produk yang sedang diolah (granul, dsb) dari satu bets
bercampur dengan bets lain karena kehilangan identitas dari bets tersebut.
 Bahan awal dalam keadaan rusak pada saat diterima atau diambil sampelnya
 Penyimpangan warna dari komponen pengemas yang tidak terdeteksi pada saat
penerimaan.
7. Kerusakan Mesin
 Alat pencampur (mixer, agitator, dsb) tidak berfungsi pada saat pengolahan
dan dapat menimbulkan dampak terhadap kualitas produk.
 Kerusakan pada suatu alat yang sedang memproses suatu bets produk
 Kerusakan alat pengering yang berpotensi untuk menyebabkan produk tidak
dapat dikeringkan pada waktu sesuai yang telah divalidasi yang dapat
menimbulkan dampak terhadap hasil akhir.
8. Kerusakan Sarana Penunjang
 Masalah pada sistem tata udara, sistem pengolahan air, sistem pasokan uap
dan sebagainya yang menyebabkan proses produksi terhambat
 Sumber energi terputus yang menyebabkan proses pengolahan terhenti, sistem
tata udara tidak terkendali dsb.
II.3.2 Personalia

Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti registrasi,
Cara Pembuatan Obat yang Baik, distribusi, perdagangan produk yang dihasilkan, dan
lain-lain) karena menyangkut jiwa manusia. Pada tahun 1998 telah ditetapkan sebuah
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik kemudian dilakukan pada tahun 2006
dikakuan Finalisasi Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Dinamis. CPOBD ini
menyangkut penjaminan mutu, khasiat, keamanan dan keabsahan obat sampai ke
tangan konsumen melalui pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada
jaringan distribusi obat.
Adapun perbedaan antara CPOB dengan CPOBD, yaitu :
a. Pada CPOBD perhatian dititik beratkan pada bagian personalia dan serta bagian
penandaan dan pengemasan. Sedangkan dalam CPOB hal ini tidak begitu
diperhatikan secara ketat.
b. Pengawasan mutu pada CPOB hanya dipegang oleh QC sedangkan pada CPOBD
selain pengawasan mutu (QC) juga terdapat bagian pemastian mutu (QA) yang
mampu memberikan jaminan terhadap mutu obat yang dihasilkan.
Sesuai dengan pernyataan nomor 1 diatas bahwa CPOBD menitik beratkan
pada bagian personalia maka personil yang bekerja pada industri farmasi berarti dalam
hal ini PT. Pateracon secara umum, harus memiliki beberapa kualifikasi yang
tercantum seperti di bawah ini :
a. Memiliki pengetahuan yg memadai
b. Memiliki keterampilan sesuai tugasnya
c. Sehat jasmani dan rohani
d. Mampu membuat keputusan secara profesional
e. Mampu bekerja sesuai dengan CPOB
f. Mampu untuk berinteraksi
g. Mempunyai mental yang baik dan jujur
h. Merupakan seorang apoteker terdaftar menurut peraturan yang berlaku untuk
Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan mutu, Kepala Bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Selain itu, setelah menjadi pegawai di PT. Pateracon, maka setiap karyawan:
 Wajib melakukan ceklok absensi ketika mulai bekerja dan selesai bekerja.
 Memiliki jatah cuti sesuai dengan ketetapan dalam dokumen induk.
 Mendapatkan bonus untuk jam lembur
 Mendapatkan jamsostek berupa jaminan hari tua, jaminan keselamatan kerja dan
jaminan kesehatan (BPJS)
 Dapat diberhentikan langsung ketika melanggar peraturan kebijakan atau
melakukan penyimpangan tertentu dalam proses pembuatan obat.
 Melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai jabatan yang tercantum dalam
protab uraian tugas.
 Wajib mengikuti pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh Kepala Bagian
Manajemen Mutu. Dimana, program pelatihan mencakup:
a. Materi umum yang harus diberikan kepada semua personil pada hari
pertama kerjanya,
b. CPOB dasar (termasuk mikrobiologi dan higiene perorangan) kepada
semua personil,
c. CPOB spesifik kepada personil berkaitan, misal bagi mereka yang
menangani pembuatan produk steril, menangani pembuatan produk toksis
atau berpotensi tinggi dan/ atau bersifat sensitisasi,
d. Pemahaman semua protap, metode analisis dan prosedur lain bagi personil
berkaitan, dan
e. Pengetahuan mengenai sifat bahan/produk, cara pengolahan dan
pengemasan.
f. Mengikuti program pelatihan khusus untuk suatu posisi.
Dalam sebuah industri farmasi tentu memiliki beberapa personil yang
memegang peranan penting (personil kunci) dalam industri yang dikelolanya. Personil
kunci tersebut antara lain Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu
atau Quality Control (QC), dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
atau Quality Assurance (QA) posisi utama tersebut dijabat oleh personalia purna
waktu. Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu ( Pemastian
Mutu ) Kepala Bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain
Jumlah Personil
Kekurangan jumlah personil cenderung memengaruhi kualitas obat, yang
mengakibatkan tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala risikonya. Di
samping itu kekurangan jumlah personil biasanya mengakibatkan kerja lembur sering
dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator
maupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih tinggi, yaitu - antara
lain - yang melakukan evaluasi dan / atau mengambil keputusan.
Bagi personil pada posisi tingkat tinggi, penentuan jumlah personil tidak
sederhana, karena biasanya jam kerja personil pada posisi ini tidak dibatasi oleh jam
kerja yang reguler dan aktivitas / tugasnya lebih kompleks daripada tugas /kegiatan
personil tingkat operator. Tapi proses penentuannya dapat dimulaidengan melakukan
analisis tugas (job analysis) dan kemudian mengalokasikan waktu dalam seminggu
untuk tiap tugas yang harus diselesaikan.

II.3.3 Bangunan dan Fasilitas


Secara Umum
 Lokasi dari PT. Pateracon di daerah kawasan industri JABABEKA merupakan
daerah yang bebas dari banjir dan rembesan air.
 Tidak dapat dipungkiri dapat tercemar dari debu dari industri lain sehingga indusri
PT. Pateracon melengkapi sistem ventilasi dengan saringan udara awal dan
saringan udara akhir yang masing-masing mempunyai efisiensi 30-40% dan 90-
95% (diukur menurut ASHRAE)
 Kontruksi bangunan industri kokoh dan kedap air sesuai dengan peraturan yang
berlaku, bebas dari rembesan air, serangga, binatang pengerat dan kontaminan lain
serta dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang efektif untuk mencegah
banjir.
 Semua bekas timbunan bahan telah digali dan dibuang, serta dinetralisasi dengan
kapur tohor, kemudian dilakukan juga disinfeksi dengan klorinasi.
Tindakan Pencegahan dan Perlindungan PT. Pateracon terhadap pencemaran
lingkungan:
Lingkungan Tindakan Pencegahan
Cuaca - Tembok dicat dengan cat tahan cuaca
- Terdapat alat penyerap kelembapan udara secara
pendinginan atau secara penyerapan oleh bahan
kimia yang higroskopis.
Banjir - Letak bangunan PT. Pateracon memiliki pondasi
yang lebih tinggi dari permukaan air banjir
- Memiliki saluran pembuangan air yang efektif
Rembesan Air - Terdapat saluran pembuangan air
- Pondasi dan lantai bangunan tahan terhadap
rembesan air
Masuknya dan - Telah dipasang kawat kasa dan/ atau tirai pelastik
bersarangnya binatang - Melaksanakan pest control (pengendalian hama
kecil terpadu)
Masuk benda dan pengotor - Memasang saringan udara kasar/kasa pada jalur
lain masuk ke sistem tata udara.
Kekuatan Cahaya
Kekuatan Cahaya Area Kegiatan
(Satuan Lux)
100 ruang ganti pakaian, toilet, ruang sarana penunjang
200 gudang
300 koridor area produksi
500 kantor, produksi, ruang pengolahan dan pengemasan,
laboratorium
600 pemeriksaan visual

Sistem Air Handling Unit


Tiap area memiliki persyaratan tertentu untuk dapat melakukan fungsinya. Untuk
menjamin persyaratan tersebut, maka dibuatlah sistem AHU (Air Handling Unit) yang
bertujuan untuk mengatur:
a. Jumlah partikel di udara
b. Jumlah mikroba di udara
c. Pertukaran udara dalam ruang
d. Kecepatan udara
e. Air flow pattern
f. Filter
g. Perbedaan tekanan antar ruang
h. Temperatur dan kelembapan.
Untuk memenuhi persyaratan untuk tiap-tiap kelas produksi maka diperlukan
suatu sistem atau unit yang dapat mengatur dan menjaga kondisi ruangan meliputi
jumlah partikel, suhu, kelembaban maupun tekanan udara yang sesuai dengan
persyaratan produksi. Air Handling System atau Sistem PengendalianUdara
merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam proses pembuatan obat yang
baik.Sistem Pengendalian Udara atau AHS yaitu suatu sistem yang bertujuan untuk
mengendalikan jumlah partikel dalam ruangan, tekanan udara baik didalam maupun
diluar ruangan (koridor), kelembaban udara atau RH (Relative Humidity), temperatur
(suhu) udara, filtrasi udara dan kecepatan pertukaran udara.
Sistem ini terdiri dari beberapa bagian penyusun yaitu:
1. Saringan Udara (Air Filter)
Diperlukan untuk menyaring kotoran yang terdapat diudara. Udara atmosfer terdiri
dari nitrogen, argon, karbondioksida, uap, kotoran seperti debu an gas yang bersifat
korosif, dapat masuk kedalam ruangan bersama-sama udara yang dihisap dan dapat
pula berasal dari dalam ruangan itu sendiri.
Fungsi : Mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme yang
dapat mengkontaminasi udara yang masuk ke dalam ruang produksi
Terdiri dari :
1. Pre Filter (efisiensi penyaringan: 35%)
2. Medium Filter (efisiensi penyaringan: 95%)
3. HEPA Filter (efisiensi penyaringan: 99,997%)
2. Kipas Udara (Blower)
Kipas udara digunakan untuk keperluan suplai udara atmosferyang telah disaring,
menghisap udara ruangan yang kotor atau berdebuh dan menghisap partikel atau debu
produksi yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Hal-hal yang harus
diperhatikan misalnya bahan kipas tidak boleh mengakibatkan bertambahnya
pencemaran, tingkat kebisingan yang dihasilkan rendah serta kipas udara dapat
memberikan tekanan udara yang tinggi pada volume aliran yang besar
Fungsi :
1. Menggerakkan udara di sepanjang sistem distribusi udara yang terhubung
dengannya.
2. Merubah energi listrik menjadi energi gerak.
3. Dapat mengatur jumlah (debit) udara yang masuk ke ruang produksi sehingga
tekanan dan pola aliran udara yang masuk ke ruang produksi dapat dikontrol
3. Saluran Udara (Ducting)
Saluran udara digunakan untuk mendistribusikan udara dari kipas udara (blower)
menuju ruang atau tempat yang akan dikondisikan. Saluran udara untuk
mendistribusikan udara mempunyai konstruksi penampang segi empat, sedangkan
saluran untuk menghisap debu produksi mempunyai penampang bulat bertujuan untuk
menghisap terjebaknya debu pada suatu tempat.
4. Lubang Hisap / Pengeluaran Udara
Tujuan penggunaan grill adalah sebagai pintu hisap atau keluar udara, untuk
pengendalian jumlah aliran udara serta memperkecil tingkat kebisingan akibat aliran
udara.
5. Refrigerant Unit (AC)
AC adalah peralatan yang dipakai untuk mengendalikan temperatur udara runag dan
kelembaban udara ruang. Chiling adalah alat yang digunakan untuk mendinginkan
udara sebelum masuk ke dalam ruang produksi. Chiling dapat menurunkan suhu
sekaligus menurunkan kelembaban dari udara dengan bantuan heater.
6. Dust Collector
Setiap ruangan produksi dilenkapi dengan Dust Collector Unit sehingga sistem
sirkulasi udara an partikel terutama debu dalam ruangan selalu dpertahankan steril
dari kontaminasi yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu produk. Penempatan
Dust Collector ditata sedemikian rupa dalam sudut ruangan sehingga tidak
mempengaruhi selama melakukan aktivitas di dalam ruangan.
Fungsi :
Mengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke dalam maupun yang keluar dari
ruang produksi
Rekomendasi Sistem Tata Udara untuk Kelas Kebersihan E (Non-steril)
Untuk sistem tata udara industri PT. Pateracon pada ruang pengolahan dan pengemasan
primer produk obat non steril adalah:
 Kelas kebersihan E
 Suhu 20-27°C
 Kelembapan nisbi 40-60
 Efisiensi saringan udara akhir (EN779 & EN1822) F8 (75%) atau 90% ASHRAE
52/76 dengan sistem single pass (100% fresh air)
 Pertukaran udara per jam adalah 5-20
Jenis Bahan Bangunan (Lantai, Dinding, Langit-langit) untuk Kelas E
LANTAI
 Untuk lantai dengan bahan beton padat dan hardener yang bersifat menahan debu
namun tidak tahan terhadap tumpahan larutan bahan kimia digunakan di daerah
gudang.
 Untuk lantai dengan bahan beton dilapisi lembaran vinil yang terbatas
ketahanannya terhadap bahan kimia, kedap air, mudah tergoser dan
pembebanannya sedang digunakan di daerah kantor, koridor dan laboratorium.
 Untuk lantai dengan bahan beton yang dilapisi epoksi atau poliuretan memiliki
permukaan tidak berpori, menahan pertumbuhan bakteri digunakan untuk ruang
produksi, dan kelas E.
DINDING
 Untuk dinding dengan bahan bata atau blok, beton padat yang permukaannya
diplester halus dan dicat dengan poliakrilik atau poliuretan atau epoksi digunakan
di daerah produksi kelas E
LANGIT-LANGIT
 Untuk langit-langit dengan bahan gypsum dilapisi cat poliakrilik digunakan untuk
daerah produksi kelas E.

Sistem Drainase
Konsep Alur Barang dan Personil

Area Penimbangan
Aliran Udara Untuk Sarana Penimbangan

Kaskade Tekanan Udara Di Area Pengemasan Untuk Mencegah Kontaminasi

Desain Pintu Darurat


Desain Gudang Penyimpangan

Desain Ruang Pengambilan Sampel


Desain Tata Letak Ruang Laboratorium Pengawasan Mutu

Skematik Ruang Ganti Pakaian

Anda mungkin juga menyukai