Anda di halaman 1dari 11

SUPER KONDUKTOR

Perkembangan ilmu pengetahuan mendorong dunia industri untuk memanfaatkan temuan-temuan baru.
Salah satu contohnya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Fisika Zat Padat, khususnya
dalam bidang superkonduktor. Banyak sekali temuan-temuan baru dalam bidang superkonduktor, baik
secara teoritis maupun secara eksperimen. Begitu pula temuan mengenai berbagai bahan
superkonduktor itu sediri banyak sekali macamnya.

Superkonduktor yang dimaksud disini adalah superkonduktor arus listrik. Jika kita mengelompokkan zat
padat ditinjau dari daya hantar listrik, kita akan mengenal 5 kelompok zat padat, yaitu diurut dari daya
hantar arus listrik mulai dari yang terjelek sampai terbaik sebagai berikut

· isolator

· semikonduktor

· konduktor

· konduktor bagus (good conductor)

· superkonduktor

Perbedaan dan persamaan antara konduktor bagus dengan superkonduktor adalah dalam hal resistivitas
(r) dan efek Meissner. Persamaannya adalah bahwa kedua kelompok bahan ini memiliki resistivitas nol (r
= 0), sehingga nilai hambatan (R) listriknya pun nol. Perbedaannya adalah bahwa konduktor bagus tidak
memiliki efek Meissner, sedangkan superkonduktor memiliki efek Meissner. yaitu suatu gejala dimana
bahan superkonduktor dapat menolak (melawan) medan magnet luar, sehingga medan magnet luar
tidak dapat menembus bahan superkonduktor. Atau dengan kata lain suseptibilitas magnetnya adalah
bertanda negatif (bersifat diamagnetik).

Sifat Kelistrikan Superkonduktor

Bahan logam tersusun dari kisi-kisi dan basis serta elektron bebas. Ketika medan listrik diberikan pada
bahan, elektron akan mendapat percepatan. Medan listrik akan menghamburkan elektron ke segala arah
dan menumbuk atom-atom pada kisi. Hal ini menyebabkan adanya hambatan listrik pada logam
konduktor. Pada bahan superkonduktor terjadi juga interaksi antara elektron dengan inti atom. Namun
elektron dapat melewati inti tanpa mengalami hambatan dari atom kisi. Efek ini dapat dijelaskan oleh
Teori BCS. Ketika elektron melewati kisi, inti yang bermuatan positif menarik elektron yang bermuatan
negatif dan mengakibatkan elektron bergetar.
Jika ada dua buah elektron yang melewati kisi, elektron kedua akan mendekati elektron pertama karena
gaya tarik dari inti atom-atom kisi lebih besar. Gaya ini melebihi gaya tolak-menolak antar elektron
sehingga kedua elektron bergerak berpasangan. Pasangan ini disebut Cooper Pairs. Efek ini dapat
dijelaskan dengan istilah Phonons. Ketika elektron pertama pada Cooper Pairs melewati inti atom kisi.
Elektron yang mendekati inti atom kisi akan bergetar dan memancarkan Phonon. Sedangkan elektron
lainnya menyerap Phonon. Pertukaran Phonon ini mengakibatkan gaya tarik menarik antar elektron.
Pasangan elektron ini akan melalu kisi tanpa gangguan dengan kata lain tanpa hambatan.

Suhu dan Medan Magnet Kritis

Suhu kritis (Tc) adalah suhu yang membatasi antara sifat konduktor dan superkonduktor. Jika suhu suatu
bahan dinaikan, maka getaran elektron akan bertambah sehingga banyak Phonons yang dipancarkan.
Ketika mencapai suhu kritis tertentu, maka Phonons akan memecahkan Cooper Pairs dan bahan kembali
ke keadaan normal. Contoh grafik Hambatan terhadap suhu pada bahan YBa2Cu3O7 sebagai berikut,

Gambar 1. Grafik hambatan terhadap suhu pada bahan


YBa2Cu3O7

Medan magnet kritis adalah batas kuatnya medan magnet sehingga bahan superkonduktor memiliki
medan magnet. Jika medan magnet yang diberikan pada bahan superkonduktor, maka bahan
superkonduktor tak akan mengalami efek Meissner.

Gambar 2. Efek Meissner

Pada Gambar (a) suhu bahan masih di atas suhu kritis superkonduktor, sehingga pada saat ini bahan ini
belum menjadi superkonduktor dan medan magnet luar (yang ditunjukkan oleh anak panah ke atas)
masih dapat menembus bahan itu. Sedangkan pada Gambar (b) bahan sudah menjadi superkonduktor (T
< Tc ) sehingga medan megnet luar ditolak oleh
superkonduktor itu. Tc adalah suhu kritis bahan untuk
menjadi superkonduktor.

Salah satu suhu kritis (sering juga disebut titik kritis)


tertinggi yang dapat dicapai dan stabil adalah 92 K,
yaitu untuk bahan (sampel) yang terbuat dari bahan
campuran Y2O3, BaCO3 , dan CuO sedemikian rupa
sehingga menghasilkan sampel dengan
komposisi YBa2Cu3O7-d dimana nilai d adalah antara 0 dan 0,5 atau 0 < d < 0,5 sehingga campuran itu
dapat memiliki O sebanyak 6,5 sampai 7. Dan campuran terbaik adalah campuran yang memiliki nilai O
sama dengan 7 atau d = 0, sehingga rumus kimianya adalah YBa2Cu3O7. Variasi nilai O ini sangat
bergantung pada proses pembuatan sampel itu sendiri dan pada proses pemanasan ulang (annealling).

Proses pembuatan sampel YBa2Cu3O7-d dapat diterangkan sebagai berikut. Bahan Y2O3, BaCO3 , dan
CuO dicampur dengan rasio mol sebagai berikut:

Y2O3 + 4 BaCO3 + 6 CuO à 2 YBa2Cu3O6,5 + 4 CO2

Campuran untuk sampel ini kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang terbuat dari gelas quarsa
(quartz) atau bahan alumina. Kemudian sampel itu dipanaskan secara perlahan-lahan (dalam udara
bebas) dalam sebuah tungku sampai suhunya mencapai 920oC selama 18 jam. Proses pendinginan
sampel di dalam tungku dilakukan secara pelan pula. Hasilnya adalah sebuah bahan yang berwarna
hitam dan berupa keramik. Karena sampel yang diperoleh ini masih belum memiliki kandungan oksigen
yang cukup (lihat persamaan kimia di atas), maka sampel ini kemudian dibentuk menjadi tablet dan
dipanaskan ulang dalam aliran O2 sebanyak 0,006 liter/menit pada suhu 920oC selama 18 jam juga.
Proses pemanasan ulang ini sering disebut proses annealling. Kemudian sampel itu didinginkan sampai
suhu kamar dengan laju 50oC/jam.

Setelah itu sampel tersebut dibentuk menjadi balok dan selanjutnya ditempeli 4 buah terminal (probe)
indium pada salah satu sisinya untuk pengukuran resistivitas. Selanjutnya ditempelkan empat buah
kawat konduktor kepada keempat terminal itu dengan cara menyoldernya dengan menggunakan solder
indium. Keempat kawat ini adalah sebagai sarana untuk mengalirakan arus listrik ke dalam sampel dan
untuk mengukur beda potensial diantara ujung-ujung sampel. Selanjutnya, bagan rangkaian listrik untuk
mengukur resistivitas sampel sebagai fungsi suhu dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Bagan rangkaian sederhana untuk mengukur resistivitas sampel superkonduktor

Salah satu cara untuk memahami fenomena superkonduktivas suatu bahan adalah dengan cara
mempelajari struktur kristalnya. Dengan menggunakan berbagai teknik difraksi sinar-x oleh kristal,
diketahui struktur YBa2Cu3O7 adalah ortorombik. Contoh struktur kristal untuk satu sel primitif dari
YBa2Cu3O7 dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah. Pada Gambar 4 terdapat dua bidang CuO, yaitu
bidang alas dan bidang atas. Dalam hal ini, jarak antara kedua bidang CuO ini adalah sama dengan
panjang sumbu primitif c. Oleh karena itu, salah satu bidang CuO ini bukan milik sel primitif yang
digambarkan ini. Dari Gambar 4 di bawah dapat dipahami bahwa jumlah atom dalam basis untuk
struktur kristal ini adalah sebanyak 13 atom, yaitu 7 buah atom O, 3 buah atom Cu, 2 buah atom Ba, dan
1 buah atom Y. Hal ini sesuai dengan jumlah atom di dalam basis kristal superkonduktor YBa2Cu3O7,
yaitu sebanyak 13 buah atom.

Gambar 4. Struktur Kristal YBa2Cu3O7

Apabila jumlah atom oksigen di dalam superkonduktor ini hanya sebanyak 6,5 (d = 0,5), maka sampel ini
tidak memiliki sifat superkonduktivas, tetapi ia bahkan hanya bersifat sebagai semikonduktor, dan
struktur kristalnya pun bukan ortorombik, tetapi tetragonal. Perbedaan antara struktur kristal
ortorombik dengan tetragonal adalah terletak pada panjang sumbu-sumbu primitifnya, yaitu untuk
ortorombik a ≠ b ≠ c, sedangkan tetragonal a = b ≠ c. Perbedaan ini timbul akibat adanya perbedaan
kandungan oksigen. Jadi kandungan oksigen di dalam campuran ini sangat menentukan sifat
superkondukti vitas listriknya.

Seperti terlihat pada Gambar 4 di atas, jumlah bidang CuO ada dua buah, yaitu bidang alas dan bidang
atas. Pada saat suhu sampel ini tepat sama dengan atau sekitar suhu kritisnya, maka kedua bidang ini
sangat bertanggung jawab atas proses superkonduktivitas. Artinya, superkonduktivitas hanya terjadi
dalam bidang-bidang CuO saja dan hanya terjadi dalam arah sumbu-b saja. Tetapi pada saat suhu sampel
jauh di bawah suhu kritisnya, superkonduktivitas terjadi dalam arah tiga dimensi. Biasanya para ahli
peneliti akan sangat tertarik pada tingkah laku sampel pada saat suhunya disekitar suhu kritisnya, yaitu
pada saat sampel berada pada fase transisi dari logam biasa menjadi logam superkonduktor. Dan mereka
selalu mencoba memahami apa yang terjadi pada saat suatu sampel berubah dari fase konduktor biasa
menjadi fase superkonduktor. Pengetahuan ini biasanya digunakan untuk mencari bahan baru yang lebih
baik, misalnya dalam hal suhu kritisnya mereka akan berusaha mencari bahanyang memiliki suhu kritis
yang lebih tinggi. Oleh karena itu, yang diperhatikan adalah pada tingkah laku sampel pada saat suhunya
disekitar suhu kritisnya.

Jika bidang CuO digambarkan dalam dua dimensi, yaitu gambar 4 yang dilihat dari atas, maka akan
memperoleh gambar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Bidang CuO dalam dua dimensi dari 21 buah sel primitif

Dapat dilihat bahwa pada struktur kristal ortorombik, bidang CuO hanya memiliki oksigen dalam arah
sumbu b saja. Dan dalam arah sumbu inilah superkonduktivitas terjadi pada saat suhu sampel disekitar
suhu kritisnya. Hal lain yang menarik dari tingkah laku superkonduktor disekitar suhu kritisnya adalah
adanya sifat non-ohmik, yaitu sifat yang tidak memenuhi persamaan Ohm. Persamaan Ohm menyatakan
bahwa kenaikan kuat arus (i) adalah sebanding dengan kenaikan beda potensial (V). Hal ini tidak berlaku
pada bahan superkonduktor pada saat suhunya disekitar suhu kritisnya. Pada suhu ini, hubungan antara
kuat arus dan beda potensial untuk superkonduktor yang berupa polikristal dapat dinyatakan oleh
persamaan:

V @ c ia(T)

dimana c dan a(T) adalah parameter-parameter yang bergantung pada suhu. Nilai a(T) adalah antara 1
dan 3 bergantung pada suhu sampel atau 1 ≤ a(T) ≤ 3 untuk suhu sampel antara 84 K sampai 80 K. Pada
suhu 84 K nilai a(T) = 1. Jadi pada T = 84 K tingkah laku sampel memenuhi persamaan Ohm. Sedangkan
untuk suhu di bawah 84 K sampai 80 K nilai a(T) bertambah besar dan mencapai nilai 3 pada suhu 80 K.
Jadi tingkah laku non-ohmik ini terjadi untuk suhu 80 ≤ T < 84 K. Hal ini terjadi karena untuk sampel yang
berupa keramik (polikristal) memiliki suhu transisi yang sangat lebar, sehingga meskipun suhu kritisnya
92 K, tetapi resistivitas sampel ini akan sama dengan nol (menjadi superkonduktor) baru pada suhu 80 K.
Pada saat suhu sampel lebih kecil dari 80 K maka semua bahan sudah menjadi superkonduktor murni
yang sangat baik dan kuat.

Jadi karakteristik inilah (yaitu resistivitas nol dan efek Meissner) yang dapat diambil mafaatnya untuk
kehidupan manusia. Sebagai contoh, jika kita akan mentransmisikan energi listrik dari satu tempat ke
tempat lain, seperti dari pembangkit tenaga listrik ke rumah-rumah, dengan menggunakan konduktor
biasa yang resistivitasnya tidak nol, maka kita akan mengalami kerugian karena adanya energi listrik yang
hilang menjadi panas pada kabel konduktor itu. Sebaliknya, jika kita menggunakan kabel superkonduktor
yang resistivitasnya nol, maka kita tidak akan kehilangan energi listrik. Dengan demikian efisiensi
transmisi menjadi sangat baik, dan bahkan secara teoritis dapat mencapai 100 %.

asuk Add Comment fisika, kimia, materi Minggu, 23 Agustus 2015

1. Sejarah Superkonduktor

Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari
Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli 1908, Onnes berhasil mencairkan helium
dengan cara mendinginkan hingga 4 K atau -269 oC. Kemudian pada tahun 1911, Onnes mulai
mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui
bahwa hambatan suatu logam akan turun ketika didinginkan dibawah suhu ruang, akan tetapi belum ada
yang dapat mengetahui berapa batas bawah hambatan yang dicapai ketika temperatur logam mendekati
0 K atau nol mutlak.

Beberapa ilmuwan pada waktu itu seperti William Kelvin memperkirakan bahwa elektron yang mengalir
dalam konduktor akan berhenti ketika suhu mencapai nol mutlak. Dilain pihak, ilmuwan yang lain
termasuk Onnes memperkirakan bahwa hambatan akan menghilang pada keadaan tersebut. Untuk
mengetahui yang sebenarnya terjadi, Onnes kemudian mengalirkan arus pada kawat merkuri yang
sangat murni dan kemudian mengukur hambatannya sambil menurunkan suhunya. Pada suhu 4,2 K,
Onnes mendapatkan hambatannya tiba-tiba menjadi hilang. Arus mengalir melalui kawat merkuri terus-
menerus.

Dengan tidak adanya hambatan, maka arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi. Percobaan Onnes
dengan mengalirkan arus pada suatu kumparan superkonduktor dalam suatu rangkaian tertutup dan
kemudian mencabut sumber arusnya lalu mengukur arusnya satu tahun kemudian ternyata arus masih
tetap mengalir. Fenomena ini kemudian oleh Onnes diberi nama superkondutivitas. Atas penemuannya
itu, Onnes dianugerahi Nobel Fisika pada tahun 1913.
Teori Superkonduktor

Superkonduktor merupakan bahan material yang memiliki hambatan listrik bernilai nol pada suhu yang
sangat rendah. Artinya superkonduktor dapat menghantarkan arus walaupun tanpa adanya sumber
tegangan. Karakteristik dari bahan Superkonduktor adalah medan magnet dalam superkonduktor
bernilai nol dan mengalami efek meissner. Resistivitas suatu bahan bernilai nol jika dibawah suhu
kritisnya.

Sifat-sifat Superkonduktor

a) Sifat Kelistrikan Superkonduktor

Sebelum menjelaskan prinsip superkonduktor, akan lebih baik jika terlebih dahulu menjelaskan
bagaimana kerja logam konduktor pada umumnya. Bahan logam tersusun dari kisi-kisi dan basis serta
elektron bebas. Ketika medan listrik diberikan pada bahan, elektron akan mendapat percepatan. Medan
listrik akan menghamburkan elektron ke segala arah dan menumbuk atom-atom pada kisi. Hal ini
menyebabkan adanya hambatan listrik pada logam konduktor.
Pada bahan superkonduktor terjadi juga interaksi antara elektron dengan inti atom. Namun elektron
dapat melewati inti tanpa mengalami hambatan dari atom kisi. Efek ini dapat dijelaskan oleh Teori BCS.
Ketika elektron melewati kisi, inti yang bermuatan positif menarik elektron yang bermuatan negatif dan
mengakibatkan elektron bergetar.

Keadaan Superkonduktor Atom Kisi pada logam

Keadaan Superkonduktor Atom Kisi pada logam

Jika ada dua buah elektron yang melewati kisi, elektron kedua akan mendekati elektron pertama karena
gaya tarik dari inti atom-atom kisi lebih besar. Gaya ini melebihi gaya tolak-menolak antar elektron
sehingga kedua elektron bergerak berpasangan.

Pasangan ini disebut Cooper Pairs. Efek ini dapat dijelaskan dengan istilah Phonons. Ketika elektron
pertama pada Cooper Pairs melewati inti atom kisi. Elektron yang mendekati inti atom kisi akan bergetar
dan memancarkan Phonon. Sedangkan elektron lainnya menyerap Phonon. Pertukaran Phonon ini
mengakibatkan gaya tarik menarik antar elektron. Pasangan elektron ini akan melalu kisi tanpa gangguan
dengan kata lain tanpa hambatan.

b) Sifat Kemagnetan Superkonduktor

Sifat lain dari superkonduktor yaitu bersifat diamagnetisme sempurna. Jika sebuah superkonduktor
ditempatkan pada medan magnet, maka tidak akan ada medan magnet dalam superkonduktor. Hal ini
terjadi karena superkonduktor menghasilkan medan magnet dalam bahan yang berlawanan arah dengan
medan magnet luar yang diberikan. Efek yang sama dapat diamati jika medan magnet diberikan pada
bahan dalam suhu normal kemudian didinginkan sampai menjadi superkonduktor. Pada suhu kritis,
medan magnet akan ditolak. Efek ini dinamakan Efek Meissner.
Diamagnetik Sempurna

c) Sifat Quantum Superkonduktor

Teori dasar Quantum untuk superkonduktor dirumuskan melalui tulisan Bardeen, Cooper dan Schriefer
pada tahun 1957. Teori dinamakan teori BCS. Fungsi gelombang BCS menyusun pasangan partikel dan
.Ini adalah bentuk lain dari pasangan partikel yang mungkin dengan Teori BCS. Teori BCS menjelaskan
bahwa :

Interaksi tarik menarik antara elektron dapat menyebabkan keadaan dasar terpisah dengan keadaan
tereksitasi oleh energi gap.

Interaksi antara elektron, elektron dan kisi menyebabkan adanya energi gap yang diamati. Mekanisme
interaksi yang tidak langsung ini terjadi ketika satu elektron berinteraksi dengan kisi dan merusaknya.
Elektron kedua memanfaatkan keuntungan dari deformasi kisi. Kedua elektron ini beronteraksi melalui
deformasi kisi.

London Penetration Depth merupakan konsekuensi dari Teori BCS.

d) Efek Meissner

Ketika superkonduktor ditempatkan di medan magnet luar yang lemah, medan magnet akan menembus
superkonduktor pada jarak yang sangat kecil dan dinamakan London Penetration Depth. Pada bahan
superkonduktor umumnya London Penetration Depth sekitar 100 nm. Setelah itu medan magnet bernilai
nol. Peristiwa ini dinamakan Efek Meissner dan merupakan karakteristik dari superkonduktor. Efek
Meissner adalah efek dimana superkonduktor menghasilkan medan magnet.
Efek Meissner ini sangat kuat sehingga sebuah magnet dapat melayang karena ditolak oleh
superkonduktor. Medan magnet ini juga tidak boleh terlalu besar. Apabila medan magnetnya terlalu
besar, maka efek Meissner ini akan hilang dan material akan kehilangan sifat superkonduktivitasnya.

Suhu dan Medan Magnet Kritis

Suhu kritis adalah suhu yang membatasi antara sifat konduktor dan superkonduktor. Jika suhu suatu
bahan dinaikan, maka getaran electron akan bertambah sehingga banyak Phonons yang dipancarkan.
Ketika mencapai suhu kritis tertentu, maka Phonons akan memecahkan Cooper Pairs dan bahan kembali
ke keadaan normal. Contoh grafik Hambatan terhadap suhu pada bahan YBa2 Cu3 O7 sebagai berikut :

Grafik Hambatan terhadap Suhu

Medan magnet kritis adalah batas kuatnya


medan magnet sehingga bahan superkonduktor memiliki medan magnet. Jika medan magnet yang
diberikan pada bahan superkonduktor, maka bahan superkonduktor tak akan mengalami efek meissner
lagi.
Referensi:

Adi, Wisnu Ari. 2003. Studi Karakteristik Histerisis Superkonduktor YBa2Cu3O7. Dalam jurnal Sains
Materi Indonesia vol. 5 No.1 Oktober 2003 hal 55-63. ISSN : 1411-1098.

Pikatan, Sugata. 1989. Mengenal Superkonduktor. Dalam jurnal Kristal no.3/Juli/1989.

Tim Penyusun. 1997. Modul Fisika Terapan. Yogyakarta : UNY.

Anda mungkin juga menyukai

  • Benda Tegar
    Benda Tegar
    Dokumen12 halaman
    Benda Tegar
    Wisyah Aziz
    Belum ada peringkat
  • FET
    FET
    Dokumen29 halaman
    FET
    Michael Stevano Sinurat
    Belum ada peringkat
  • 12 Reza
    12 Reza
    Dokumen2 halaman
    12 Reza
    Wisyah Aziz
    100% (1)
  • Laporan Magang TKR
    Laporan Magang TKR
    Dokumen30 halaman
    Laporan Magang TKR
    Wisyah Aziz
    0% (1)
  • Semi Konduktor
    Semi Konduktor
    Dokumen9 halaman
    Semi Konduktor
    Wisyah Aziz
    Belum ada peringkat
  • Atom
    Atom
    Dokumen19 halaman
    Atom
    Wisyah Aziz
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen23 halaman
    Bab 2
    Wisyah Aziz
    Belum ada peringkat