Anda di halaman 1dari 14

Pengelolaan Sumber daaya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal (Hidayat)

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM


BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL

Oleh: Hidayat
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan
h_amsani@yahoo.com

ABSTRACT

The main objective of this article is to analyze the model of managing natural resources which is
based on local institution as part of ecological paradigm viewing human as integral part of
nature. The involvement of local institutions in managing natural resources which is
implemented and become integral part of Pak-Pak community is multidimensional in scope
compromising the harmony between ecology, economic and human interest. The model of natural
resources management implemented by Pak-Pak community is based on traditional wisdom,
community knowledge and property, holistically managed, moralist, praxis, and ecologist.
Natural resources management is based empirically on local institution, adaptive, ecological,
and sustainable.

Key Words: traditional wisdom, social service, natural resources, local institution.

I. PENDAHULUAN milik umum (open accses), (2) milik negara


(state), (3) milik pribadi atau perorangan
Sumberdaya alam mempunyai peranan (private) dan (4) milik bersama (communal).2
cukup penting bagi kehidupan manusia. Masing-masing bentuk dalam
Sumberdaya alam bagi berbagai komunitas penguasaan sumberdaya alam tersebut
di Indonesia bukan hanya memiliki nilai memiliki karakteristik tersendiri. Pada
ekonomi tetapi juga makna sosial, budaya sumberdaya alam milik bersama, status
dan politik. Sumberdaya alam berperan kepemilikannya diambangkan, tiap orang
penting dalam pembentukan peradaban pada bebas dan terbuka untuk memperoleh
kehidupan manusia, sehingga setiap budaya manfaat. Berbeda dengan sumberdaya alam
dan etnis memiliki konsepsi dan pandangan milik bersama, maka sumberdaya milik
dunia tersendiri tentang penguasaan dan pribadi merupakan sumberdaya yang secara
pengelolaan dari sumberdaya alam. tegas dimiliki oleh orang-perorangan dan
Konsepsi kosmologi dan pandangan dunia orang lain tidak dapat menguasai dan
tentang sumberdaya alam terutama tanah mengaturnya. Sedangkan sumberdaya milik
pada beberapa etnis di Indonesia memiliki kelompok /komunitas, adalah sumberdaya
persamaan, yakni tanah sebagai entitats yang dikuasai oleh suatu kelompok
yang integral atau sebagai suatu ekosistem.1 /komunitas, karenanya orang atau kelompok
Secara umum tata kelola sumberdaya alam lain tidak dapat mengambil manfaat
yang dilakukan oleh suatu komunitas adat sumberdaya tersebut tanpa izin kelompok
mengenal adanya beragam status yang menguasainya. Pada sumberdaya milik
penguasaan dan pemanfaatannya. Bentuk negara merupakan sumberdaya yang secara
dan status penguasaan sumberdaya alam tegas dikuasai dan dikontrol oleh negara. 3
dapat dibedakan atas empat kelompok : (1)

19
Jurnal Sejarah CITRA LEKHA, Vol. XV, No. 1 Februari 2011: 19-32

Dalam prakteknya keempat bentuk relasi yang organis, dinamis dan kompleks,
penguasaan sumberdaya tersebut, sering alam tidak dilihat sebagai relasi sebab
terdapat tumpang tindih dan bervariasi, akibat yang linear, tetapi dilihat sebagai
karena bentuk penguasaannya terkait dengan sebuah jaringan yang kompleks. Keberadaan
sistem sosial dan budaya serta pandangan manusia dan lingkungan diluar manusia
dunia di mana sumberdaya itu berada. diletakan dalam kerangka relasi, keterkaitan
Menurut pandangan dunia beberapa etnis di dan konteks. Semua sistem kehidupan-
Indonesia, tidak selamanya sumberdaya organisme hidup, ekosistem dan sistem
milik umum tidak ada pemiliknya, sosial dipandang sebagai keseluruhan yang
sumberdaya jenis ini dikuasai oleh suatu terkait satu sama lain dan tidak bisa
komunitas adat atau kelompok etnik. direduksi kepada bagian-bagian yang lebih
Menurut perspektif hukum positif, kecil. Cara pandang sistematik tentang
sumberdaya milik umum tidak dimiliki oleh sumberdaya alam ditemukan pada
siapapun, termasuk oleh komunitas adat. kelembagaan yang hidup dalam suatu
Sumberdaya milik umum seperti sungai, komunitas yang biasanya berbentuk
pantai, hutan dan pengembalaan ternak, kelembagaan lokal.
setiap orang dapat memperoleh manfaat. Kelembagaan lokal tentang
Mengingat setiap orang dapat memperoleh pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
akses yang sama, maka sumberdaya milik alam pada berbagai komunitas bersifat
umum dieksploitasi dengan cara sistematik dan holistik, di mana keberadaan
berlebihan.4 Pemanfaatan sumberdaya milik manusia dipandang tidak terpisah dari dan
umum secara ekspolitatif bermuara pada berada di atas alam, tetapi sebagai bagian
terjadinya tragedy of common. integral yang tidak bisa dipisahkan dari dan
Tragedi of Common dewasa ini menyatu dengan alam. Dalam hubungannya
bukan hanya terbatas pada padang dengan sumberdaya alam, pendekatan
pengembalian seperti yang dikemukakan ekologi lebih multidimensi, tidak hanya
oleh Hardin, tetapi hampir pada semua memperhitungkan aspek dan manfaat
sumberdaya alam: hutan, laut, sungai, dan ekonomi, tetapi juga berbagai aspek dan
air. Secara filofis terjadinya tragedy of dimensi lain dipertimbangkan. Lebih lanjut
common terkait dengan paradigma yang perbedaan cara pandang kedua paradigma
dipakai dalam memandang sumberdaya dalam pengelolaan dan pemanfataan
alam. Cara pandang yang dominan dan sumberdaya alam dapat dilihat pada gambar
menjadi mainstrem utama dalam pengelolaan di bawah.
sumberdaya alam adalah paradigma Berangkat dari pemahaman tersebut,
antroposentrisme, positivisme dan mekanistis.5 maka tulisan ini dimaksudkan untuk
Paradigma ini mewakili dan merupakan mengungkap bagaimana potret tentang
kelanjutan dari ekonomi liberal atau Neo- kelembagaan lokal berkenaan dengan
Liberal, karena itu dikategorikan sebagai pengelolaan sumberdaya alam yang hidup
pandangan Liberalis atau Neo-Liberalis. pada salah satu komunitas etnis di Sumatera
Mengingat dan menelaah dari Utara, yakni komunits etnis Pak-Pak di
peradigma yang mekanistis-reduksionis Desa Simerpara, Kecamatan Salak,
terbukti menimbulkan tragedi, maka sebagai Kabupaten Dairi. Pemilihan pada komunitas
antitesanya berkembang paradigma holistik, etnis Pak-Pak didasarkan atas pertimbangan
sistematik atau paradigma ekologi. Paradigma merupakan komunitas yang secara geografis
demikian dipraktekan dan menjadi bagian relatif terisolasi tetapi adapatif secara
hidup dari kelembagaan lokal pada berbagai ekologis, sehingga keberadaan kelembagaan
komunitas yang ada di Indonesia. Praktek lokalnya relatif belum terkontaminasi.
pengelolaan sumberdaya alam pada berbagai Dalam kajian ini ada dua masalah
komunitas Desa hutan dan masyarakat pokok yang ingin digali (1) Bagaimana
sekitar hutan di luar Jawa dicirikan oleh gambaran bentuk kelembagaan sosial

20
Pengelolaan Sumber daaya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal (Hidayat)

budaya etnis Pakpak di Desa Simerpara, Husserl digunakan sebagai upaya untuk
Kecamatan Salak, Kabupaten Dairi Propinsi mendapatkan pengertian yang benar yaitu
Sumatera Utara. (2). Bgaimana kelembagaan menangkap realitas seperti apa adanya,
etnis Pakpak mengenai pengelolaan menangkap realitas dalam pengertian
sumberdaya alam (hutan dan air). (3) peneliti dan tineliti. Metode semitik
Sejauhmana hubungan kelembagaan lokal digunakan untuk memahami tanda-tanda,
berupa upacara ritual, tabu dan lubuk makna dan panampilan sesuatu simbol yang
larangan dalam kegiatan berladang (menanda muncul dalam suatu peristiwa.
tahun) dengan konservasi lingkungan dan Data yang terkumpul dinalisis
keberlanjutan ekologi. dengan menggunakan metode analisis data
kualitatif15. Analisis data kualitatif merupakan
II METODE penelusuran terhadap pernyataan-pernyataan
umum tentang hubungan antara berbagai
Pendekatan yang digunakan dalam kategori data, konsep dan fenomena untuk
penelitian ini berbentuk studi kasus. selanjutnya dilakukan dikonstruksi secara
Pendekatan ini dugunakan dengan tujuan analistis dan teoritis.
untuk menggali informasi sebanyak
mungkin, mampu memahami dan III. PEMBAHASAN
mengidentifikasi gejala sosiologis yang
berkenaan dengan kelembagaan lokal untuk. 3.1. Kelembagaan Runggu
Kasus yang dipelajari dan diobservasi
bervariasi seperti individu, kelembagaan, Salah satu bentuk kelembagaan lokal yang
kelompok sosial secara periodik dan masih hidup dan fungsional dalam kehidupan
peristiwa fenomenal. komunitas dan masyarakat Desa Simerpara
Metode pengumpulan datanya adalah kelembagaan runggu.16 Kelembagaan
dengan cara menggunakan pengamatan runggu menjadi sentral dari kehidupan
berpartisipasi, studi dokumentasi dan sosial budaya dan ekonomi komunitas.
wawancara yang mendalam (deep interview). Kelembagaan runggu bukan hanya
Pengamatan berpartisipasi dilakukan terutama merupakan tata nilai yang bersifat normatif
berkenaan momen penting acara menanda tetapi juga operatif berkenaan pengaturan
tahun. Studi dokumentasi dilakukan untuk tanah dan status tanah, penguasaan dan juga
mengkaji dokumen dan tulisan berkenaan pemanfaatan sumberdaya alamn.
dengan kelembagaan dan budaya etnis Batak Sesuai dengan kelembagaan runggu
Pak-Pak. Sedangkan wawancara mendalam status tanah pada komunitas Desa Simerpara
dilakukan terhadap tokoh dan pengetua adat, yang didominasi oleh klan Manik (sub klan
tokoh masyarakat dan pakar yang memiliki Pakpak Simsim) merupakan hak ulayat dari
kompetensi berkaiatan dengan kelembagaan marga Manik. Menurut aturan kelembagaan
lokal di Desa Simerpara. adat lokal, unit teritorial terkecil disebut
Data yang terkumpul melalui kuta. Kuta dipimpin oleh seorang kappung
berpartisipasi, studi dokumentasi dan dan pimpinan beberapa kuta disebut kepala
wawancara yang mendalam kemudian nagari. Dalam memilih pemimpin, faktor
diverifikasi, disiling pendapatkan dan adat dan mistik sering menjadi pertimbangan
dianalisis secara kualitatif dengan memakai cukup penting.
metode sejarah sosiologis, metode fenomologi Sejalan dengan homogenisasi
Husserl dan metode semitik. Penggunaan pemerintahan Desa yang dilaksanakan pada
metode sejarah sosiologis digunakan untuk rezim Orde Baru sejak tahun 1974, dewasa
melihat dinamika kelembagaan lokal dan ini kelembagaan adat dalam pemerintahan
konflik pengelolaan sumberdaya agraria dari yang termarginalkan, sebaliknya kelembagaan
waktu ke waktu. Metode fenomologi formal (kepala Desa) cukup dominan.17

21
Jurnal Sejarah CITRA LEKHA, Vol. XV, No. 1 Februari 2011: 19-32

Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang menanam padi huma-ladang (biasanya jatuh
Otonomi Daerah yang memungkinkan tiap pada bulan Juni bersamaan dengan
daerah dan komunitas adat dapat permulaan masuknya musim hujan).
membentuk pemerintahan Desa sesuai Teknologi yang dimanfaatkan
dengan struktur sosial adatnya belum dapat sehari-hari oleh masyarakat Simerpara
mereposisi eksistensi kuta struktur formal terdiri dari alat-alat produktif yang terbuat
pemerintahan Desa. dari paduan besi dan kayu seperti cangkul,
Aturan yang berlaku dalam kapak, dan golok sebagai alat utama dalam
penguasaan dan sekaligus pemanfaatan menebang kayu dan membuka hutan.
sumberdaya alam di pada komunitas klan Teknologi yang dimanfaatkan sehari-hari
Manik sepenuhnya tunduk pada kelembagaan oleh masyarakat terdiri dari alat-alat yang
dan dan hukum adat. Penguasaan dan juga terbuat dari paduan besi dan kayu seperti
pemanfaatan sumberdaya alam ditentukan cangkul, kapak, dan golok yang digunakan
dalam kelembagaan lokal yang disebut untuk menebang kayu dan membuka hutan.
runggu. Penguasaan dan pemanfaatam suatu Ada pula alat-alat terbuat dari kayu yang
areal tanah tidak boleh bertentangan dengan dimanfaatkan untuk mempercepat kerja di
hak ulayat dan hukum adat, dan tanah tidak ladang seperti untuk membuat lubang
dapat diperjual belikan. Pemilihan areal baik tanaman dipergunakan tongkat panjang yang
untuk pemukiman maupun untuk areal ujungnya diruncingkan, untuk menumbuk
pertanian (ladang dan hutang) ditetapkan padi atau menumbuk bahan pembuat tikar
dalam suatu musyawarah adat. Penduduk dipergunakan lesung dan lalu (alu) yang
hampir tidak mengenal pemilikan secara juga terbuat dari kayu. Alat teknologi
individual terhadap suatu wilayah atau lainnya yang mereka pergunakan adalah
sebidang tanah. tampa (enderu) yang dipakai sebagai alat
Pengetahuan penduduk komu-nitas menampi padi, yang terbuat dari bilahan
Desa Simerpara berhubungan erat dengan bambu berbentuk bujur sangkar berukuran
jenis mata pencaharian mereka yakni 0,75 m x 0,75 m; belagen (tikar) sebagai
pertanian ladang. Mereka mengetahui alas tidur/duduk, atau alat-alat lain yang
permulaan musim hujan dan musim dimanfaatkan sebagai wadah seperti baka
kemarau, jenis-jenis kayu yang baik untuk (bakul) dari bengkoang (sejenis pandan) dan
bahan bangunan, tumbuhan hutan yang bisa selaping juga bakul yang lebih besar.
dimanfaatkan sebagai bahan pangan, obat- Flora yang yang telah lama
obatan, kerajinan dan untuk keperluan lain. didomestikasi oleh penduduk Desa
Musim hujan di Desa Simerpara di ditandai Simerpara antara lain: kemenyan, damar,
dengan banyaknya gelombang embun/awan kelapa, padi ladang, pete, durian, berbagai
(gondem) yang bermunculan di udara, jenis umbi-umbian, pandan, tanaman
sedangkan musim panas dilihat dari rempah-obat-obatan, kayu manis, kayu alim,
munculnya bintang perlambok (bintang dan maduamas (sitelu uruk). Hewan yang
besar menyala-nyala yang muncul telah lama didomistikasi oleh penduduk
menjelang pagi). Mereka mengetahui saat antara lain: babi, anjing, kerbau, berbagai
yang paling tepat membuka hutan (biasanya varitas unggas dan ikan sungai. Babi dan
dilakukan pada sekitar bulan empat (April). anjing merupakan bagian penting dalam
Pada bulan tersebut petani melakukan babad kehidupan penduduk.
hutan, membersihkan ladang dan menebang
pohon kecil. Pembukaan hutan pada bulan 3.2. Kelembagaan Pengelolaan
keempat karena merupakan permulaan Sumberdaya Alam
musim kemarau sehingga semak dan pohon
yang ditebang cepat kering dan bisa segera Pandangan dunia komunitas yang hidup di
dibakar. Setelah pembersihan dan Desa Simerpara tentang penguasaan
pembakaran selesai dilanjutkan dengan sumberdaya alam, landasan filosofisnya

22
Pengelolaan Sumber daaya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal (Hidayat)

mencerminkan bangunan struktur sosial banua dan huta untuk menghidupi keluarganya,
etnis Batak pada umumnya.18 Sebagai baik melalui usaha pengumpulan, perburuan
bagian dari sub klan Pakpak, konsepsi maupun pembukaan lahan pertanian. Lahan
komunitas klan Manik tentang penguasaan pertanian yang dibuka menjadi wilayah
sumberdaya alam berhubungan dengan “tenure” bagi keluarga yang membukanya.
penguasaan teritorialnya, seperti tercermin Wilayah yang telah dikuasai oleh keluarga
dari istilah: ganop-ganop banua martano pembuka hutan berubah statusnya menjadi
rura (setiap wilayah banua memiliki “private property right.” Orang dari luar
wilayah darat dan air yang menjadi komunitas huta dan banua lain dapat
teritorialnya). Berlaku aturan bahwa mengakses “private property right” setelah
sumberdaya yang ada di wilayah teritorial mendapat izin dari pemegang otoritas. Ini
suatu huta dan banua dikuasai oleh bisa dilakukan setelah mengikuti prosedur,
komunitas yang hidup di dalamnya, terlepas syarat dan ketentuan adat, serta tidak boleh
apakah sumberdaya tersebut sudah dikelola melakukan transaksi yang dapat
(tenure) atau baru sebatas klaim penguasaan menyebabkan perpindahan hak kepemilikan
wilayah teritorial sesuai hukum adat. kepada orang dan komunitas lain.
Kelembagaan lokal ganop-ganop Bentuk kesatuan hidup setempat dan
banua martano rura menunjukkan bahwa ketetanggaan dalam konsepsi Batak
sebuah banua dan huta harus ditopang oleh dibedakan atas huta perserahan dan huta
sumberdaya air, kawasan hutan dan tempat pagaran. Huta perserahan atau disebut
pengembalaan. Sumber air diperlukan untuk warga huta dibangun kemudian. Huta
kebutuhan tepian, mengairi persawahan, pagaran merupakan huta baru yang
memelihara ikan dan keperluan hidup didirikan oleh warga kampung lama karena
lainnya. Lahan pengembalaan biasanya huta induk sudah terlalu padat dan
berada di luar areal pemukiman penduduk, berkurangnya sumberdaya alam yang
seperti di lereng bukit. Kawasan hutan tersedia. Huta pagaran merupakan satelit
diperlukan untuk dapat mendukung bagi huta induk. Bentuk kesatuan hidup
penyelenggaraan kehidupan ekonomi yang dibangun atas huta perserahan dan
penduduk, karena sebagian besar penduduk huta pagaran selain menggambarkan
hidup dari bercocok tanam baik di lahan jaringan sosial antar penduduk juga
kering maupun persawahan. Pembukaan berpengaruh terhadap tata kelola politik dan
hutan untuk aktivitas pertanian biasanya ekonomi sebuah huta. Dalam konsepsi etnis
dimulai dengan membuka ladang, kemudian Batak huta perserahan dan huta pagaran
dibiarkan menjadi blukar atau ditanami lebih bukan menggambarkan tata relasi sosial
lanjut dengan tanaman keras seperti kopi yang berdimensi horizontal, tetapi
atau karet. Masyarakat lokal mengenal merupakan ekpresi tata kelola politik yang
zonasasi hutan atau kawasan hutan, untuk hirarkis.
yang terakhir terlarang untuk aktivitas Kelembagaan penguasaan dan
pertanian, berburu maupun meramu hasil- pemanfaatan sumberdaya air yang yang
hasil hutan. Keberadaan hutan terlarang dikonsepsikan oleh etnik Pak-Pak
dilegitimasi oleh adanya tabu dan unsur- didasarkan atas dan merupakan paduan
unsur kepercayaan (trust). antara prinsip common property (milik
Akses warga untuk dapat bersama) dan milik umum (open accses).
memanfaatkan sumberdaya yang berada Pada satu sisi air sungai dan isinya
pada banua dan huta pada dasarnya terkait dianggap sebagai sumberdaya yang terbuka,
dengan struktur sosial politik di mana huta tidak dapat dimiliki oleh seseorang atau
itu berada. Secara umum terdapat konsepsi sekelompok orang, tetapi dikuasi dan
bahwa tiap warga dari komunitas etik dimanfaatkan secara bersama-sama. Pada
Pakpak memiliki hak untuk memanfaatkan sisi lain, karena air sungai mengalir dan

23
Jurnal Sejarah CITRA LEKHA, Vol. XV, No. 1 Februari 2011: 19-32

melampaui wilayah teritorial huta, maka telah disepakati. Dalam lubuk larangan
penduduk lokal menetapkan bahwa air terdapat ketentuan lokal yang disepakati
sungai yang melintasi wilayah teritorialnya bersama untuk tidak mengganggu
menjadi milik umum. Karena itu sepanjang (menangkap) biota ikan di area sungai
aliran sungai terdapat bagian-bagian yang tertentu dalam jangka waktu tertentu (1-2
ditetapkan ada yang menjadi wilayah milik tahun) dalam rangka pemanfaatan daerah
bersama dan ada wilayah milik umum. aliran sungai secara optimal. Begitu juga
Kelembagaan masyarakat lokal terdapat kesepakatan bersama kapan
dalam penguasaan sumberdaya air secara penangkapan ikan dapat dilakukan untuk
demikian didasarkan kenyataan karena air kepentingan apa dan siapa.
yang mengalir secara alamiah dan relatif
permanen dapat menjadi penentu dalam 3.3. Upacara Menanda Tahun dan
mendefinisikan suatu hamparan lahan Konservasi Lingkungan
sebagai milik bersama atau lahan yang dapat
dikuasi secara pribadi. Jika sehamparan Salah satu ciri mata pencaharian penduduk
lahan kering di pinggir sungai yang yang berada di luar Jawa adalah aktivitas
dianggap sebagai milik pribadi kemudian berladang atasu perladangan. berpindah19.
karena perpindahan aliran sungai maka Aktivitas perladangan bagi komunitas Desa
lahan tersebut berubah menjadi milik umum. hutan tidak hanya merupakan aktivitas
Artinya lahan tersebut berubah status dari ekonomi tetapi juga memiliki makna sosial,
penguasaan pribadi menjadi tanpa agama dan budaya. Satu tahapan cukup
penguasaan (open accses). Sebalikinya jika penting dalam aktivitas perladangan adalah
di atas aliran sungai terbentuk suatu delta pembakaran semak blukar dan pohon-pohon
atau aliran suangai berpindah sehingga ada kecil pada lahan yang akan ditanami.
bagian yang berubah menjadi daratan maka Aktivitas pembakaran semak blukar
area tersebut bisa diklaim sebagai pada penyiapan lahan yang dilakukan oleh
sumberdaya milik pribadi. komunitas lokal di Desa hutan Sumatera,
Sungai sebagai sumberdaya alam Sulawesi, Kalimantan dan Papua tidak
memiliki peran peran penting dalam merusak ekosistem hutan apalagi menjadi
kehidupan etnis Pak-Pak. Sungai dan bencana alam.20 Karena area lahan semak
sumberdaya alam yang ada di dalamnya blukar dan pohon-pohon kecil yang dibakar
berfungsi sebagai penopang kehidupan sangat terbatas dan dilakukan atas kearifan
ekonomi, sosial, kesehatan, adat istiadat dan lokal yang telah berlangsung puluhan dan
agama. Peran penting sungai dan ratusan tahun. Pembakaran semak blukar
sumberdaya air dalam masyarakat Pakpak oleh peladang dalam penyiapan lahan yang
terlihat dalam pemilihan lokasi yang dimaksudkan sebagai bentuk untuk
dijadikan pemukiman penduduk, biasanya penyuburan lahan yang akan ditanami.
tidak terlalu jauh dari sungai dan Komunitas peladang tidak terbiasa dengan
sumberdaya air. Klan Manik yang bertempat menggunakan pupuk kimiawi. Kalaupun
tinggal Desa Simerpara, akar sejarahnya kemudian mereka mengenal dan
mengindikasikan demikian kuatnya keterikatan mengetahuinya tidak mungkin menggunakan
dengan kehidupan ekonomi masyarakat lokal pupuk buatan mengingat biayanya terlalu
dengan sumberdaya air. mahal. Sehingga aktivitas pembakaran lahan
Sungai yang berada di wilayah yang dilakukan oleh peladang tidak
teritorial klan manik terdapat lubuk menyebabkan kerusakan ekosistem
larangan, yakni suatu penetapan daerah sumberdaya hutan, sebab bila itu yang terjadi
aliran sungai tertentu menjadi area terlarang bagi komunitas lokal berarti bunuh diri.
bagi setiap orang untuk memperoleh dan Sebagai bagian dari ekosistem hutan
sekaligus dapat memanfaatkan sumberdaya kerusakan ekosistem akan berdampak pada
air (ikan) sebelum tiba waktu panen yang kepunahan peradaban mereka.

24
Pengelolaan Sumber daaya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal (Hidayat)

Karena itu tuduhan dan penilaian perambahan hutan, posisinya “diperalat atau
pemerintah terhadap kegiatan petani ladang objek” oleh pihak luar yakni pemilik modal
sebagai perusak lingkungan dan ekosistem (pengusaha) yang mendapat “restu” dari
hutan tidak terbukti secara empirik. penguasa. Petani ladang tidak secara acak
Penyiapan lahan dengan pembakaran yang berladang, membakar smak blukar dan
dapat merusak ekosistem hutan bila area menebang kayu tapi didasarkan pada
pembakaran cukup luas, dilakukan pada petunjuk-petunjuk tertentu dari pengetahuan
musim kemarau dan tanpa memperhitungkan dan kearifan lokal. Petani ladang etnis
kontur tanah dan kondisi hutan. Aktivitas Pakpak dalam kegitan perladangan dan
penyiapan lahan melalui pembakaran secara pengolahaan tanahnya dengan
demikian tidak dilakukan oleh peladang mempertimbangkan ketinggian tanah, sifat
komunitas lokal, melainkan dilakuakan hutan, ukuran pohon, masa bera dan
perusahaan-perusahaan perkebunan dengan ramalan.
tujuan mengejar target, kuota dan efisiensi Salah satu moment penting dalam
ekonomi. Dalam penyiapan dan penyuburan kegiatan berladang yang dilakukan oleh
lahan, lalu perusahaan-perusahaan perkebunan komunitas berladang etnis Pak-Pak adalah
tidak menggunakan pupuk buatan untuk pelaksanaan upacara menanda tahun.21
menghemat biaya produksi. Penyiapan lahan Upacara ini mempunyai kaitan dengan
melalui pembakaran yang dilakukan lingkungan alam dan sosial di mana mereka
komunitas lokal dan perusahaan-perusahaan berada. Unsur-unsur penting dalam upacara
perkebunan yang memiliki argumentasi menanda tahun adalah tabu-tabu, musyawarah
yang sama, tetapi dengan latar belakang dan (runggu), kata-kata wejangan dan aturan-
tujuan yang berbeda. Penyiapan lahan aturan lain yang berkaitan dengan acara
melalui pembakaran yang dilakukan ritual menanda tahun. Tabu-tabu secara
komunitas lokal berlatar belakang sosial langsung berdampak positif terhadap
budaya (revitalisasi tenaga kerja) dengan lingkungan alam khususnya hutan antara
tujuan untuk kelangsungan subsistensi lain: tabu membakar hutan, tabu menebang
ekonomi komunitas; sedangkan penyiapan atau membuka hutan untuk dijadikan ladang
lahan melalui pembakaran yang dilakukan pada sembarangan waktu dan tempat. Tabu-
oleh perusahaan perkebunan berlatar tabu tersebut disertai sanksi bagi pelanggar
belakang ekonomi dengan tujuan akumulasi tabu secara materi maupun sangsi sosial
modal. (dikucilkan atau diusir). Sanksi yang
Hal serupa dalam kegiatan dijatuhkan kepada pelanggar tabu diputuskan
pemanfaatan sumberdaya hutan terutama dalam musyawarah adat (runggu)
kayu. Pengambilan kayu dan pemanfaatan Upacara Menanda Tahun merupakan
sumberdaya hutan yang dilakukan oleh upacara ritual cukup penting yang secara
komunitas lokal berlatar belakang sosial rutin dilaksanakan setiap tahun oleh suku
ekonomi dan budaya (kayu bakar dan Pak-Pak yang diadakan dalam rangka
membangun rumah baik pribadi maupun pembukaan ladang-menjelang musim tanam.
adat) dengan tujuan untuk kelangsungan Maksud pelaksanaan upacara tersebut
institusi dan ekonomi keluarga dan adalah supaya kegiatan perladangan dan
komunitas. sedangkan pengambilan kayu kegiatan pertanian pada umumnya
dan pemanfaatan sumberdaya hutan yang memperoleh izin dan mendatangkan berkah.
dilakukan oleh perusahaan HPH dan HTI Orang Pak-Pak meyakini, tidak mungkin
didasarkan perusahaan perkebunan berlatar membuka ladang pertanian tanpa didahului
belakang untuk mengejar rente ekonomi upacara menanda tahun, karena penguasa
dengan tujuan akumulasi modal. alam gaib yang menguasai hutan dan
Dengan demikian kalaupun terdapat perladangan tidak akan memberikan
kasus warga komunitas lokal terlibat dalam keberkahannya (berkurangnya atau tiadanya

25
Jurnal Sejarah CITRA LEKHA, Vol. XV, No. 1 Februari 2011: 19-32

hasil produksi). Mereka percaya bila tidak (peramaken) satu helai, ayam berburu merah
diadakan acara ritual menanda tahun akan satu ekor, sekapur sirih dan tudung kepala.26
timbul bencana dalam kegiatan berladang. Peralatan yang tidak wajib muncul bila
Tujuan dari penyelenggaraan upacara dilaksanakan secara besar-besar,
upacara menanda tahun adalah (1) untuk misal kerbau dan alat musik. Perhelatan
menghormati segala jenis dan bentuk upacara secara besar-besaran diadakan
penguasa gaib di bumi, matahari, langit dan secara periodik sekitar sepuluh tahunan.
dunia gaib lainnya. Menurut kepercayaan Upacara diadakan di ladang tertua yang
masyarakat lokal pada tempat-tempat itu terdapat di komunitas adat disebuah bukit
dikusai oleh roh-roh atau dewa-dewa; (2) yang disebut Simenoto
menghormati dan memohon kepada roh-roh Wejangan sebagai bagian penting
leluhur, roh atau jiwa padi (tendi page), dari acara ritual menanda tahun yang
dewa tanah (beraspati no tanoh) dan dewa disampaikan oleh pengetua adat berisi
matahari (sini mataniari) yang masih pentingnya memelihara hutan, mentaati
dipercaya yang dapat memberikan tabu-tabu dan aturan untuk membuka dan
kesuburan tanah, melindungi tanaman dari menguasi hutan dan mengelola tanah.
hama serta menjauhkan berbagai penyakit Dalam wejangannya pengetua adat selalu
maupun marabahaya bagi penduduk menekankan aturan pemilihan lokasi hutan,
sehingga hasil panen melimpah; (3) agar pengerahan tenaga kerja, dunia gaib dan
“guru” (tokoh adat) dapat meramalkan tujuan upacara menanda tahun. Melalui
kejadian-kejadian dan tindakan-tindakan wejangan pengetua adat dalam upacara
yang harus dilaksanakan dalam menanda tahun terjadi transformasi
mengantisipasi kemungkinan terburuk dari pengetahuan dan kearifan trandisional
kegiatan berladang. Peramalan kejadian secara berkesinambungan dari satu generasi
didasarkan atas petunjuk hewan kurban ke generasi berikutnya.
(ayam dan kerbau) pada saat upacara Proses transformnasi kearifan
berlangsung. Dari segi pola tanam, maka tradisional yang berkesinambungan, tabu
upacara menanda tahun merupakan pranata dan sanksi bagi pelanggar tabu, menyebabkan
adat yang mengatur pola tanam secara penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan
serentak sehingga penduduk lebih mudah sumberdaya alam (hutan) lebih terkontrol
mengatasi gangguan hama tanaman dan terutur. Dalam hal penguasaan ladang
Partisipasi dan keterlibatan anggota misalnya, pendatang-marga di luar marga
komunitas dalam upacara menanda tahun tanah tidak bisa sembarangan untuk
terkait dengan struktur sosial komunitas. membuka ladang tanpa melalui persetujuan
Kelompok dan anggota masyarakat yang marga tanah (klan manik) yang diputuskan
terlibat dalam upacara menanda tahun dalam musyawarah adat. Dengan aturan
adalah pelaksana utama (sukut), 22 muda- seperti ini tidak terjadi ketimpangan dalam
mudi (simatah daging) kelompok pengambil penguasaan dan pemanfaatan tanah. Akses
anak dara (beru)23 kelompok pemberi anak dan pengelolaan hutan-tanah yang dibalut
dara (puang) dan pemimpin upacara (guru). aturan adat dan kearifan tradisional,
24
menyebabkan adanya keberlangsungan
Perlengkapan atau peralatan yang sumberdaya alam lebih terpelihara dan
digunakan dalam upacara menanda tahun relatif lestari.
dibedakan atas peralatan yang wajib (harus Upacara menanda tahun selain
ada) dan tidak wajib. Peralatan yang harus secara langsung terkait dan berfungsi efektif
ada adalah makanan khas adat (pelleng),25 dalam upaya konservasi sumberaya alam
ranting pohon rube, rumbai, cabe merah, dan lingkungan, juga menjadi sarana
tugal dua buah (ardang), pancongan bambo komunikasi dan informasi antar kelompok
tujuh buah, golok khusus (jenap) satu buah, sosial, sehingga silang sengketa baik yang
benih padi beras merah, tikar pandan berkaitan dengan penguasaan dan

26
Pengelolaan Sumber daaya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal (Hidayat)

pemanfataan sumberdaya alam maupun dan ladang yang dilakukan oleh komunitas
gesekan sosial dan ekonomi tidak Pakpak memiliki kearifan tradisional yang
diselesaikan melalui konflik fisik tetapi terdapat dalam pengelolaan sumberdaya
melalui mekanisme adat secara musyawarah. alam yang ada di sekitarnya. Kearifan
tradisional yang dimiliki oleh komunitas
3.4. Kearifan Tradisional dan Pakpak ditandai:
Keberlanjutan Ekologi Pertama, pengetahuan tentang
manusia, alam dan relasinya dalam alam
Sebelum penetrasi ekonomi modern merupakan milik bersama-komunal, bukan
menerpa wilayah desa, potensi sumberdaya milik individual. Kearifan tradisional
alam Desa Simerpara dan sekitarnya terjaga disosialisasikan kemudian disebarkan secara
secara lestari. Karena pemanfaatan kolektif dan turun temurun, informal dan
sumberdaya alamnya didasarkan atas integral. Model penguasaan pengetahuan
pengetahuan dan kearifan tradisional. seperti ini kontras dengan pengetahuan
Dengan kearifan tradisional yang moderen yang bersifat individual.
dimilikinya, keseimbangan ekosistem Kedua kearifan tradisonal yang
lingkungan hutan untuk sekian lama terjaga dimiliki komunitas Pakpak dalam usaha
dan lestari, karena pemanfaatan hasil hutan pertanian bersifat praksis dan praktis. Dalam
berada dalam batas daya dukung alam. arti pengetahuan tersebut memberi tuntunan
Untuk beberapa dekade sampai tahun 1980- kepada warga komunitas bagaimana hidup
an kelangsungan ekosistem bio sosial dan secara baik dalam komunitas ekologis. Tabu
bio fisikal lingkungan masyarakat Desa atau lubuk larangan yang menjadi bagian
Simerpara berada dalam equalibrium sosial penting dalam kehidupan perladangan,
yang dinamis. bukan hanya bersifat normatif tanpa nilai
Sejalan dengan penetrasi dalam dan argumentasi tetapi mengandung aspek
pembangunan ekonomi, pemanfaatan hasil teknis berkaitan dengan pengetahuan dan
hutan secara alamiah dinilai kurang efektif tata kelola sumberdaya sumberdaya alam.
dan efisien. Pemahaman ini mendorong yang lestari
pihak ketiga “orang kota” untuk Ketiga kearifan tradisional yang
mengeksploitasi hutan melebihi kapasitas dimiliki etnis Pakpak bersifat holistik dan
dan daya dukung yang diberikan oleh moralis. Dikatakan holistik karena
ekosistem hutan. Akibat ekploitasi hutan pengetahuan yang dimilikinya menyangkut
yang berlebihan yang dilakukan oleh “orang pengetahuan dan pemahaman tentang
kota” yang tidak memperhatikan ekosistem seluruh aspek kehidupan dan relasinya di
hutan dan melebihi daya dukung alamiah, dalam alam smesta. Dikatakan moralis
yang menyebabkan keseimbangan ekosistem mengingat aktivitas ekonomi seperti
hutan mulai terganggu. Ekploitasi hutan berladang dan berburu bukan hanya
yang melebihi kapasitas daya dukung merupakan pengetahuan rasional untuk
alamiah berdampak cukup luas bagi memenuhi kebutuhan hidup, tetapi
kelangsungan bio fisik dan bio sosial mengandung tuntunan nilai moral dan
masyarakat, antara lain: siklus waktu sosial.
kegiatan berladang berpindah semakin Kearifan tradisional yang dimiliki
sempit dan pendek, debet air sungai yang komunitas Pakpak dalam pengelolaan
terus menyusut, kesuburan tanah berkurang sumberdaya alam dengan karakteristik di
karena erosi permukaan tanah semakin besar atas memberikan landasan ideologis dan
volumenya dan terganggunya kelangsungan filosofis bagi keberlanjutan ekologi.
beberapa varitas flora dan fauna. Keberlanjutan ekologi hanya mungkin
Fenomena demikian dapat dicapai dan tercipta kalau sumberdaya alam
memberikan gambaran bahwa sistem pertanian tidak hanya dimaknai dari nilai ekonomi

27
Jurnal Sejarah CITRA LEKHA, Vol. XV, No. 1 Februari 2011: 19-32

semata-mata, tetapi juga diberi nilai etika Pengelolaan sumberdaya alam yang
dan estetika. Pemahaman demikian dilakukan dan menjadi praktek kehidupan
mensaratkan perubahan paradigmatik dalam pada komunitas adat-lokal Pakpak di Dairi
melihat tolak ukur pembangunan. Sumatera Utara didasarkan atas kearifan
Keberhasilan dari pembangunan tradisional, dengan karakteristik:
bukan hanya diukur dari kemajuan material pengetahuannnya merupakan milik bersama
tetapi pada kualitas kehidupan yang komunitas, dikelola secara holistik, moralis,
menjamin kelangsungan ekologis, sosial, praksis dan ekologis. Pengelolaan
budaya, ekonomi secara seimbang. sumberdaya berdasarkan kearifan tradisonal
Paradigma pembangunan demikian dalam mampu menjamin keberlanjutan ekologi dan
skala mikro merupakan bagian integral dari pembangunan berkelanjutan.
kehidupan berbagai komunitas lokal, seperti
yang dipraktekan dalam pengelolaan CATATAN
sumberdaya alam yang dilakukan oleh
komunitas Pakpak di Desa Simerpara, 1
Pada suku Dayak misalnya tanah merupakan
Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. suatu entitas yang holistik tanah memiliki nilai
ekonomi, sosial budaya dan agama. Makna
IV. SIMPULAN secara demikian dalam pandangan suku Dayak
terangkaum dalam konsep binua (Dayak
Kanayan) dan manoa (Dayak Iban) . Lihat
Pengelolaan sumberdaya alam yang
Stepanus Djuweng, 1996. “Masyarakat Suku,
didasarkan pada peradigma mekanistis- Agama Resmi dan Pembangunan dalam
reduksionis bermuara pada terjadinya Stepanus Djuweng dkk, Kisah Dari Kampung
tragedi of common. Secara filofis terjadinya Halaman: Masyarakat Suku, Agama Resmi dan
tragedy of common disebabkan oleh pola Pembangunan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pada
dan cara berfikir mekanistis, sehingga etnis Batak dikenal konsep banua dan huta.
manusia tercerabut dari alam dan dari
2
sesama manusianya. Dengan menggunakan Lihat Iskandar,J., 2001, Manusia, Budaya dan
logika dominasi, manusia lebih diutamakan Lingkungan Ekologi. Humaniora Bandung.
dan dianggap bernilai pada dirinya sendiri,
3
sementara alam hanya dilihat sebagai obyek Konsep Hak Menguasi Negara yang terkandung
dan alat bagi kepentingan manusia untuk dalam peraturan-perundang-undangan berkaitan
dieksploitasi. Pendek kata “manusia menjadi dengan sektor agraria dalam pelaksanaannya
tuan dan penguasa alam”. menjadi alat kepentingan penguasa dan
Berbeda dengan paradigma mekanistik pengusaha. Hak Menguasai dari Negara
terhadap sumberdaya agraria dapat
reduksionis, maka paradigma ekologis menggugurkan status kepemilikan bersama
memandang manusia tidak terpisah dari dan secara adat, padahal keberadaan adat dan
berada di atas alam, tetapi sebagai bagian kepemilikan secara lebih dahulu eksis daripada
integral dan menyatu dengan alam. Dalam keberadaan negara. Konflik agraria di Indonesia
hubungannya dengan sumberdaya alam, sebagian besar disebabkan interperatsi Hak
pendekatan ekologi lebih multidimensi, Menguasai Negara yang menegasikan
tidak hanya memperhitungkan aspek dan kepemilikan secara adat-komunal.
manfaat ekonomi, tetapi juga berbagai aspek
4
dan dimensi selain manfaat ekonomi. Lihat Silver, Simon Cheryl & Defries S. Ruth,
Pendekatan ekologi telah merupakan bagian 1992. Satu Bumi Satu Masa Depan Perubahan
tak terpisahkan dari pengelolaan Lingkungan Global Kita. Bandung: Rosdakarya.
sumberdaya alam yang dilakukan oleh Akibat eksploitasi yang berlebihan terhadap
sumberdaya milik umum dan milik bersama
berbagai komunitas-etnis di Indonesia
menjadi penyebab utama terjadi deforestasi,
termasuk yang dilakukan oleh etnis Pakpak degradasi dan kerusakan sumberdaya alam di
dalam kegiatan perladangan. Indonesia. Kerusakan sumberdaya alam yang
disebabakan eksploitasi yang berlebihan sejak

28
Pengelolaan Sumber daaya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal (Hidayat)

8
tahun 1960-an telah dikumandangkan oleh Peter Uphoff, Norman, 1986. Local Institutional
Hardin yang dikenal disebutnya tragedy of Development: An Analytical Sourcebook With
common. Lihat Garret Hardin, “The Tragedy of Cases. Connecticut, Kumarian Press.
the Commons” in Rambo, Terry A, 1981.
Conceptual Approaches to Human Ecology: A 9
Schmidt, A. 1987. Property, Power, and an
Surcebook on Alternatif Paradigms For The Inquiry Into Law and Economic. New York
Study of Human Interactions With The Praeger.
Development. Honolu-Hawai:East-West
Environment and Policy Institute. 10
Etzioni, Amitai, 1985, Organisasi-
5
Organisasi Modern. Universitas Indonesia (UI-
Paradigma antroposentrisme, positivisme dan Press). Jakarta.
mekanistis menurut Capra telah membuat kita
tercerabut dari alam dan dari sesama manusia. 11
Tjondronegoro, (1982) membedakan istilah
Kita hidup seakan sebagai bagian yang terpisah
kelembagaan/lembaga dengan organisasi.
dari alam, dan menempatkan manusia terpisah Lembaga dicirikan: orientasi pada kebutuhan,
dari alam. Dengan menggunakan logika peranan yang dimainkan, upacara, pengawasan
dominasi, manusia lebih diutamakan dan
sosial, pengakuan karena membudaya,
dianggap bernilai pada dirinya sendiri, sementara
terlibatnya pendukung, tradisi turun temurun,
alam hanya dilihat sebagai obyek dan alat bagi
empiri, berpegang pada norma, prioritas usia dan
kepentingan manusia. Pandangan ini meletakan
gengsi dan sifat memenuhi kebutuhan tertentu.
dasar bagi manusia untuk melakukan eksploitasi. Sedangkan organisasi memiliki karakteristik:
Dalam kalimat Stephen Sterling: “Kita dengan orientasi pada tujuan, tugas yang dilaksanakan,
setia mewujudkan keyakinan Descartes bahwa
prosedur, pengawasan peraturan, pengakuan
manusia harus menjadi tuan dan penguasa alam”.
karena didirikan resmi, kebiasaan karena rutin,
Lihat Capra, Friitjop, 2002. Titik Balik
digagas dan diwujudkan, kesetiaan dan ikatan
Peradaban.Yogyakarta: Bentang. Perhatikan pada tujuan, prioritas keterampilan dan
kumpulan tulisan Sony Keraf, yang kemudian kemampuan dan alat mencapai tujuan tertentu.
dibukukan Sonny Keraf, 2002, Etika
Tjondronegoro, Sediono M.P.,. “Gejala
Lingkungan. Jakarta:Penerbit Buku Kompas.
Organisasi dan Pembangunan Berencana Dalam
6
Masyarakat PeDesaan Jawa” dalam
Pandangan Hayami dan Kikuchi tentang Koentjaraningrat, 1984. Masalah-Masalah
kelembagaan mewakili perspektif ekonom. Pembangunan: Bunga Rampai Antropologi
Tulisan keduanya tentang kelembagaan pada Terapan. Jakarta: LP3ES.
komunitas petani lihat Hayami, Yujiro dan
Kikuchi, Masao, 1987. Dilema Ekonomi Desa. 12
Nygren, 1999. “Indigenous Knowledge in
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Environment Development Discourse: From
7
Dichotomies to Situated Knowledge” dalam
Koentjaraningrat engidentifikasi kelembagaan Crtique of Antropology Vol. 19No. 3 1999.
dalam masyarakat atas tujuh jenis: (1)
Kelembagaan kekerabatan/domestik (kehidupan 13
Siregar, Budi Baik BAIK (2004). Modal
kekerabatan), (2) kelembagaan ekonomi (mata
Sosial Komunitas Perladangan (Kasus
pencaharian, memproduksi, menimbun dan
Komunitas Kanarakan, Kecamatan Bukit Batum
mendistribusikan kekayaan), (3) kelembagaan
Kota Palangkaraya, Propinsi Kalimantan
pendidikan (penerangan dan pendidikan), (4)
Tengah). Thesis, Pascasarjana IPB.
kelembagaan ilmiah, (5) kelembagaan politik
(mengatur kehidupan kelompok secara besar- 14
besaran atau kehidupan negara), (5) Momy, A Hunawu, (2004). Pengelolaan
kelembagaan keagamaan (untuk mengatur Sumberdaya Hutan Berkelanjutan: Terjadinya
hubungan manusia dengan Tuhan), (6) Pertarungan Pengetahuan Antar Pemimpin Lokal
kelembagaan estetika dan rekreasi (untuk (Studi Kasus Kepemimpinan Lokal Pada
menyatakan rasa keindahannya dan rekreasi) dan Komunitas Kulawi di Desa Bolapapu, Sulawe
(7) kelembagaan somatik (jasmaniah manusia). Tengah. Thesis, IPB.
Lihat Koentjaraningrat, Pengantar Antrologi
Sosial, Jakarta:

29
Jurnal Sejarah CITRA LEKHA, Vol. XV, No. 1 Februari 2011: 19-32

15
Pendekatan dan metode penelitian Kualitatif History. Djuweng, Stepanus 1996. “Masyarakat
lihat tulisan Creswell, John W, 1994. Reseach Suku, Agama Resmi dan Pembangunan” dalam
Design: Qualitative and Quantitative Stepanus Djuweng dkk. Kisah Dari Kampung
Approachs. USA: Saga Publications. Halaman: Masyarakat Suku, Agama Resmi dan
Pembangunan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Juga
16
Kajian tentang dinamika buadaya dan sosial tulisan Clifford Geertz, 1981. Involusi
komunitas etnis Pak-Pak Dairi lihat Berutu, Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di
Lister Brutu & Padang, Nurbani, 1998. Tradisi Indoensia. Jakarta: Bharata karya Aksara.
dan Perubahan Konteks Masyarakat Pakpak
21
Dairi. Medan: Monara; dan Lister, Lister & Upacara ritual Menanda Tahun
Padang, Nurbani, 1997. Sistem Perladangan diselenggarakan dalam upaya memelihara
Berpindah di Sumatera Utara. Medan: Lembafa keselarasan hubungan manusia dengan alam dan
Penelitian USU. kelestarian sumberdaya alam. Kegiatan
berladang yang dilakukan oleh suku Pakpak di
17
Homogenisasi Desa yang telah berlangsung Desa Simerpara tidak hanya merupakan kegiatan
selama tiga dekade menyebabkan struktur bercocok tanam pada lahan kering atau kegiatan
kelembagaan adat terintegrasi dan terkooptasi ekonomi semata-mata, tetapi memiliki
oleh lembaga dan kepemimpinan formal Desa. hubungan erat dengan bidang-bidang sosial,
UU No. 22 tentang Otonomi Daerah belum budaya, ekonomi dan religi. Aktivitas berladang
berhasil mengembalikan kelembagaan adat berperan dalam penyatuan pola hubungan sosial,
sebagai lembaga yang otonom dan efektif. kontrol sosial, nilai budaya dan kepercayaan
masyarakat lokal. Karena itu dilihat dari unsur-
18 unsur yang terkait dengan kegiatan berladang
Lihat tulisan Payung Bangun, Payung, 1993.
tampak cukup kompleks, selain terdapat norma
“Kebudayaan Batak” dalam Koentjaraningrat
dan lembaga yang bervariasi yang berkaitan
(ed.). Manusia Indonesia di Indoensia. Jakarta:
dengan pengerahan tenaga kerja dan upacara
Djambatan.
yang menyertainya, juga ada tahap-tahap dan
19 proses yang harus dilalui cukup rumit.
Dove menyebut pertanian ladang dengan Kegiatan berladang mulai dari pembukaan
istilah “pertanian Desa masa pengistirahatan lahan hingga masa panen, bagaimana
panjang”. Istilah perladangan berpindah-pindah perladangan dilakukan, didasarkan dan
sering diartikan orang yang melakukan berpatokan pada lembaga adat. Untuk membuka
pertanian macam itu “berpindah-pindah” atau areal perladangan terlebih dahulu harus diadakan
mengembara. Sebenarnya sebagian sebagian musyawarah (runggu) dan didasarkan pada
besar orang yang melakukan pertanian ladang berbagai pertimbangan, seperti pengetahuan
berdiam di suatu pemukiman yang relatif tetap. akan kesuburan tanah, pengetahuan pada letak
Isitilah pertanian ladang juga dapat diartikan tanah, isyarat mimpi dan pertanda alam lainnya.
petani tidak mengolah suatu ladang secara terus Pada tahapan berladang, selain berpedoman pada
menerus, tetapi berpindahpindah dari ladang satu aturan dan pengetahuan yang telah dimiliki juga
ke ladang lain untuk mengistirahatkan tanah melaksanakan berbagai jenis upacara, baik
yang diolahnya. Dove, (1981) ”Studi Kasus dilakukan secara individual, keluarga maupun
tentang Sistem Perladangan Suku Kantu di komunitas. Proses ritualnya diawali dengan
Kalimantan” Prisma No. 4 April Tahun ke X. upacara pembukaan hutan (menoto), dilanjutkan
Juga perhatikan tulisan Dove, R. Michael, 1988. dengan penebangan hutan dan makan bersama
Sistem Perladangan di Indonesia Syuatu Kasus (merkottas), pembakaran (menghabami),
Dari Kalimantan Barat. Yogyakarta: Gadjah dilanjutkan dengan kegiatan menjelang
Mada University Press. penanaman padi (menanda tahun), saat
menanam padi (menangsang), mengusir hama
20
Untuk informasi mengenai kegiatan ekonomi (menanggak-nanggakken) dan pada saat padi
perladangan yang dilakukan oleh komunitas berisi, saat padi dimasukan pada lumbung
perladangan di luar jawa lihat tulisan Dimara, (mendomi) dan syukuran panen (memre
Daan, 1987. “Primitive Economic” in George kemban).
Dalton (ed.). Tribal An Peasant Economic Keseluruhan rangkaian upacara yang
Reasing in Economic Antropology. New York: berkaitan dengan kegiatan berladang yang
Published for American Museium of Natural dilakukan oleh orang Pakpak memiliki makna

30
Pengelolaan Sumber daaya Alam Berbasis Kelembagaan Lokal (Hidayat)

simbolis dalam upaya memelihara keseimbangan dan hak yang perlu dilaksanakan warga dalam
dan keharmonisan dengan alam. Dengan adanya kegiatan upacara dan perladangan.
upacara-upacara tersebut maka kegiatan
berladang tidak eksploitatif karena dibimbing 25
Makanan pelleng dianggap mempunyai
oleh kerarifan lokal tradisional yang kekuatan khusus karena biasa digunakan untuk
menekankan pentingnya keselarasan dengan sesajen terhadap kekuatan supranatural. Hampir
alam semesta dan kelestariam sumberdaya alam. setiap kegiatan upacara dan aktivitas yang
Lihat Sinaga, D. dkk, 1985. Uparcara dianggap beresiko besar selalu disajikan pelleng
Tradisional Yang Berkaitan Dengan Peristiwa
Alam dan Kkepercayaan Daerah Sumatera 26
Semua peralatan yang menjadi syarat
Utara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan utama dalam acara ritual menanda tahun
Kebudayaan. Basyral Harahap & Siahan,
memiliki arti simbolik dengan kegiatan
Hitman, 1987. Orientasi Nilai-Nilai Budaya
perladangan: kesuburan tanah, penghasilan yang
Batak: Suatu Pendekatan Terhadap Perilaku
melimpah dan kelestarian lingkungan.
Batak Toba dan Angkola Mandailing. Jakarta:
Sanggar Willem Iskandar. Robertson
Simatupang & Hidayat, 2002. Kajian Etnografis
Klan Manik di Desa Simerpara Kecamatan
Salak Kabupaten Dairi. Medan: Dinas Sosial
Propinsi Sumatera Utara – Derektorat
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil-Dirjen
Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial RI

22
Pelaksana utama upacara menanda tahun harus
berasal dari marga Manik, karena merupakan
marga tanah. Dalam upacara menanda tahun
sukut berkewajiban mempersiapkan peralatan
upacara dan melaksanakan perintah guru,
misalnya menabur dan mematuhi tabu.

23
Beru dan puang berkewajiban menyumbang
tenaga dan materi

24
Guru merupakan seseorang laki-laki dewasa
dari marga tanah yang memiliki kelebihan
khusus sehingga dapat berkomunikasai dengan
dengan penguasa gaib, dapat meramal dan
sebagai pusat informasi tentang segala kewajiban

27
Perbandingan Perspektif Liberalis/Neo Liberal Dengan Kelembagaan Lokal

No. Elemen Pembeda Liberalis/Neo Liberal Kelembagaan Lokal


1 Pendekatan untuk mencapai Liberalisasi dan kompetisi di pasar Pengaturan oleh
derajat kesetaraan kelembagaan adat lokal
2 Institusi pengen-daliPasar, mekanisme suply oriented Kelembagaan yang tunduk
pertukaran pada adapt
3 Pelaku produksi Individu, perusahaan Kolektivitas milik komunitas
4 Moral justifica-tion dalam Dominasi ekspoloitasi dan Keselarasan dengan alam,
pe-manfaatan SDA penguasaan surplus melalui tidak perlu surplus ekonomi
mekanisme pasar
4 Tujuan utama atau orientasi Akumulasi dan pertum-buhan Pemanfaatan alam secara

31
Jurnal Sejarah CITRA LEKHA, Vol. XV, No. 1 Februari 2011: 19-32

ekonomi ekonomi tinggi seimbang


5 Pola hubungan Eksplotatif Konservatif
6 Jurang kemiskinan, Sangat tinggi peluangnya untuk Sangat kecil peluangnya
ketimpangan dan kerusakan muncul untuk terjadi
alam
7 Sifat sumberdaya Progresif dan agresif Kolektivitas
manusianya

32

Anda mungkin juga menyukai