Anda di halaman 1dari 34

2013

GEOTEK dan GEOTEKNIK

Jurusan Teknik Pertambangan


BAB I
Pendahuluan

1.1. Pengertian Geoteknik

Geoteknik adalah bidang kajian rekayasa kebumian yang


berkonsentrasi pada aplikasi teknologi teknik sipil untuk konstruksi yang
melibatkan material alam dan terdapat pada atau dekat permukaan bumi.

Geoteknik tambang adalah aplikasi dari rekayasa geoteknik pada


kegiatan tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Aplikasi geoteknik
melibatkan disiplin Ilmu Mekanika Tanah, Mekanika Batuan, Geologi dan
Hidrologi.

Keterlibatan Ilmu Sains dalam bidang Geoteknik adalah karena dalam


aplikasinya misalnya dalam proses penggalian maka perlu adanya ilmu murni
untuk mengungkap bagaimana sesuatu yang ada di bumi ini terbentuk dan
ilmu rekayasa yang menentukan bagaimana cara merancang atau mengubah
bentuk sesuatu yang ada di bumi.

Mekanika Tanah adalah cabang rekayasa Geoteknik yang mengkaji


aspek mekanika dan sifat-sifat tanah, sedangkan mekanika batuan mengkaji
aspek mekanika, sifat-sifat dan perilaku masa batuan baik sebagai media
geologis maupun bahan bangunan alami. Mekanika tanah dan mekanika
batuan menerapkan prinsip-prinsip dasar mekanika terhadap tanah dan
batuan termasuk kinematika, dinamika, mekanika fluida, dan mekanika
bahan. Dengan kata lain, tanah dan batuan dipadang sebagai bahan
rekayasa yang sifat dan perilakunya harus diketahui sebelum membangun
suatu struktur pada atau di atasnya.

1.2. Ruang Lingkup Geoteknik

Kegiatan penambangan baik di permukaan maupun dibawah tanah


seringkali dihadapkan pada masalah-masalah stabilitas struktur dan
infrastuktur tambanga yang kalau dirunut akan bersumber pada masalah
Geoteknik. Sebagian masalah tersebut seharusnya tidak perlu terjadi
seandainya dari awal telah dilakukan penyelidikan geoteknik secara teliti,

1
tetapi sebagian lainnya memang berkembang belakangan setelah proses
konstruksi selesai karena tidak atau kurang terpantau.

Beberapa contoh masalah geoteknik yang dapat dikemukakan


diantaranya adalah:

A. Pada Tambang Terbuka


1) Lereng penambangan runtuh (Produksi terganggu atau terhenti,
kemungkinan ada korban).
2) Jalan tambang longsor (Pengangkutan terganggu atau terhenti,
Produksi terganggu).
3) Gangguan air tambang (Penggalian terganggu).
B. Pada Tambang Bawah Tanah
1) Atap terowongan runtuh (Kemungkinan jatuh korban, rusaknya
struktur tambang).
2) Terowongan menyempit (Gangguan instabilitas yang menghambat
kegiatan).
3) Lantai terowongan terangkat (Gangguan instabilitas yang menghambat
kegiatan).
4) Subsidens (Kerusakan di permukaan tanah).
1.3. Tujuan Mempelajari Geoteknik
Tujuan yang dapat dicapai dengan memperlajari geoteknik tambang
adalah bahwa dalam merancang suatu tambang, baik tambang terbuka
maupun tambang bawah tanah, perlu dilakukan analsis terhadap kestabilan
yang terjadi karena proses penggalian dan atau penimbunan, sehingga
dapat memberikan kontribusi terhadap rancangan yang aman dan ekonomis.
1.4. Peranan Geoteknik dalam Pertambangan
Sesungguhnyalah jika dikatakan bahwa rekayasa geoteknik lebih
banyak mendasarkan pada patokan-patokan empiris dan mungkin lebih
banyak “Seni”-nya dibandikan dengan disiplin lain yang sejurusan disebakan
oleh kondisi dasar dari material tanah dan batuan. Material tanah dan
batuan umumnya heterogen (komposisinya berbeda-beda) dan anisotrop
(Sifat material tidak sama disemua arah), serta non linear (kurva tegangan
dan regangannya tidak membentuk garis lurus). Bahkan massa batuan
adalah diskontinu (memiliki bidang-bidang tidak menerus seperti sesar,

2
kekar dan retakan). Disamping itu, tanah sering disebut bersifat non-
konservatif yaitu perilakunya dipengaruhi oleh perlakuan terhadapnya
dimasa lalu.

Peranan geoteknik dalam perancangan tambang adalah melakukan


“pendekatan” kepada kondisi masa tanah dan batuan yang kompleks seperti
dikatakan diatas, menggunakan teknik-teknik dan instrumen-instrumen yang
tersedia dalam rekayasa geoteknik, sehingga sifat-sifat dan perilaku massa
tanah dan batuan betul-betul telah “dikuasai” sepenuhnya sebelum
membangun suatu struktur (bisa lereng, terowongan, sumuran dll) pada
massa tanah dan batuan tersebut. Teknik instrumen yang dimaksud adalah
yang tercakup dalam suatu program penyelidikan geoteknik yang lengkap,
terpadu, tepat manfaat dan tepat sasaran. Program penyelidikan ini akan
terdiri dari penyelidikan dilapangan termasuk pemercontohan (sampling),
penyelidikan di laboratorium, dan komputasi serta analisis stabilitas struktur.
Dengan program Penyelidikan Geoteknik lengkap, terpadu, tepat manfaat
dan tepat sasaran, akan dihasilkan parameter masukan rancangan yang
bermutu dan lengkap sehingga hasil rancangan akan dapat diterima
(acceptable) dan dapat diterapkan (applicable) di lapangan. Disamping itu,
pada tahap implementasi apabila terjadi hambatan teknik akan segera
diketahui sumbernya, dan jalan keluarnya akan lebih mudah dirumuskan.
Bagi para insiyur dan perancang tambang, mengetahui teknik
pemercontohan geoteknik dan parameter-parameter geoteknik yang
diperlukan dalam rancangan dan praktek penambangan adalah sangat
penting. Hal ini harus dijiwai, sebab percontoh yang representatif adalah
kunci utama ke arah diperolehnya parameter masukan rancangan yang
benar.

3
BAB II
Batuan dan Tanah

2.1. Umum

Batuan dan Tanah adalah merupakan material konstruksi dalam


rekayasa pertambangan, sehingga titik awal untuk mengkaji kestabilan
struktur tambang adalah material asal (raw material) yang tak lain adalah
Batuan dan Tanah.

Dalam hubungannya dengan studi kestabilan struktur tambang pada


tambang terbuka, misalnya lereng, ada tiga kelas material yang dikenal:

A. Lereng tanah
Alluvial Deposits
Tailings
Weathered rock = Residual Soil
B. Lereng Batuan
Granite
Volcanic Rock
C. Lereng Campuran
Bouldary Colluvium
Completely Weathered rock profiles

Lereng tanah memiliki tipe keruntuhan circular atau permukaan geser


silinder. Sedangkan Lereng batuan memiliki tipe keruntuhan cenderung
dikendalikan oleh orientasi dan sifat-sifat dari diskontinu. Lereng campuran
tergantung pada proporsi komponen tanah atau batuan, dan dapat
ditunjukan oleh tipe salah satu atau keduanya dari perilakunya.

Dalam hubungannya dengan studi kestabilan struktur tambang pada


tambang bawah tanah, misalnya terowongan yang pada umunya
berhubungan dengan batuan dan pada suatu lintasan terowongan biasanya
akan terdiri dari bermacam-macam batuan dilihat dari sifat dan perilakunya
serta adanya bidang-bidang diskontinu.

4
2.2. Pengertian Batuan dan Tanah

Tanah dalam pengertian rekayasa adalah sekumpulan mineral bahan


organik dan sedimen yang relatif lepas yang terdapat diatas suatu batuan
dasar (bedrock). Tanah dengan mudah dapat dihancurkan menjadi butiran-
butiran mineral atau bahan organik (Holtz dan Kovacs,1981). Sedangkan
menurut Bieniawski (1973). Tanah adalah suatu material bentukan alam
yang mempunyai kuat tekan uniaxial kurang dari 1 MPa.

Sebaliknya Batuan, mempunyai kohesi internal dan gaya molekuler


yang sangat kuat mengikat butiran-butiran mineral. Menurut klasifikasi
ISRM (1979), batuan memiliki kuat tekan uniaxial mulai 1 MPa (Sangat
Lemah) hingga 700 MPa (Sangat Kuat).

Secara kualitatif, tanah mempunyai pengertian sebagai material yang


“mobile”, rapuh dan letaknya dekat dengan permukaan Bumi. Sedangkan
batuan menurut para ahli Geoteknik adalah suatu bahan yang keras yang
koheren atau yang terkosolidasi dan tidak dapat digali dengan cara biasa.
Misalnya dengan cangkul atau belincong (Made Astawa Rai:1998).

Di alam garis batas antara tanah dan batuan sulit ditentukan dan
dalam banyak kasus banyak material alami yang dijumpai dalam praktek,
tidak mudah diklasifikasi. Mungkin material tersebut termasuk “batuan
sangat lunak” atau “tanah sangat keras”. Dalam geologi misalnya, batuan
berarti semua material yang ditemukan dalam kerak bumi tidak tergantung
berapa banyak partikel mineral tergabung bersama. Sedangkan tanah bagi
geologis adalah batuan yang telah mengalami disintegrasi dan dekomposisi
yang biasanya ditemukan sebagai lapisan amat tipis di atas bagian kerak
bumi yang tanaman dapat tumbuh.

2.3. Jenis Batuan

Berdasarkan asal-usulnya batuan dapat dibagi menjadi tiga jenis


dasar yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Dalam
bidang geoteknik pemahaman mengenai jenis batuan ini penting karena
cara terbentuknya batuan tersebut akan mempengaruhi sifat geoteknik
batuan.

5
2.3.1. Batuan Beku

Batuan beku terbetuk dari proses kristalisasi magma cair yang


dikeluarkan dari dalam mantel Bumi melalui rekahan-rekahan atau
melalui proses vulkanik. Proses kristalisasi tersebut dapat terjadi di
dalam Bumi maupun di permukaan Bumi.

Batuan beku yang terbentuk di dalam Bumi dikenal dengan


sebagai batuan beku dalam (intrusi) atau batuan beku plutonik.
Batuan beku intrusi ini dapat terekspos ke permukaan bumi sebagai
akibat dari proses erosi pada material yang menutupinya.

Batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi dikenal


sebagai batuan beku luar (ekstrusi) atau batuan beku vulkanik.
Magma cair yang keluar ke permukaan bumi dikenal dengan nama
lava yang kemudian membeku membentuk batuan beku luar.

Jenis batuan beku yang dibentuk oleh kristalisasi magma


tergantung pada komposisi magma dan kecepatan pendinginan
yang menyertainya. Bowen (1992) menjelaskan tentang hubungan
kecepatan pendiginan magma terhadap pembentukan macam-
macam mineral dalam batuan beku yang dikenal sebagai “Bowen
Reaction Series”.

Tabel 2. 1 Batuan Beku


Komposisi Material
Batuan Intrusi Batuan Ekstrusi
Utama Tambahan
Granite Quartz Mica (Biotite) Rhyolite
K dan Na Muscovite Mica
Syenite Potassium Na Feldspar Trachyte
Biotite, Muscovite
5 % Quartz
Diorite Sodium dan Kaya Biotite Andesite
calsium Pyroxenes
Feldspar Quartz tidak Ada
Hornblende
Gabbro Calcium Hornblende Basalt
Feldspar
Plagioclase
Pyroxenes
Olivine
Peridotite Olivine dan Fe Oxides -
Pyroxenes Tidak ada Feldspar

6
Tabel 2.1 memperlihatkan bagian utama dari batuan beku,
yang diklasifikasikan menurut terjadinya (intrusi atau ekstrusi) dan
kesamaannya yang ditentukan dari kandungan silikanya. Batuan
Asam mengandung kandungan silika dalam presentase tinggi ,
sedangkan Batuan Basa kaya dalam mineral-mineral magnesium
dan Besi (MAFIC).

2.3.2. Batuan Sedimen

Batuan sedimen terbentuk dari proses transportasi dan


pengendapan bahan mineral hasil pelapukan kimia maupun mekanis
dari batuan lain. Batuan sedimen hanya sebagian kecil dari volume
kerak bumi tetapi karena terbentuk di permukaan atau dekat
permukaan maka menutupi sebagian besar muka bumi.

Berdasarkan cara terbentuknya, batuan sedimen dapat dibagi


menjadi dua jenis yaitu

1. Batuan Sedimen Detritur, yang terbentuk karena proses


pengendapan mineral yang menjadi kompak karena adanya
tekanan dan tersementasi. Contohnya adalah Konglomerat,
breksi, batu pasir, batu lumpur dan shale.
2. Batuan Sedimen yang terbentuk karena proses kimia,
misalnya Batu Gamping, Chalk, dolomit, gypsum, dan anhidrit.
2.3.3. Batuan Metamorf
Metamorfosa merupakan proses berubahnya komposisi dan
tekstur batuan tanpa adanya proses mencair karena panas dan
tekanan. Selama metamorfosa mineral baru terbentuk dan butiran
mineral tergeserkan membentuk struktur foliasi menjadi batuan
metamorf.
Granite, diorite, dan Gabro berubah menjadi gneis oleh
metamorfosa tingkat tinggi. Shale dan Batu Lumpur berubah
menjadi slate dan pilit oleh metamorfosa tingkat rendah. Sekis
merupakan jenis batuan metamorf dengan tekstur yang terfolisi
dengan baik dan lembaran serta mineral mika terlihat jelas. Marmer

7
terbentuk dari kalsit dan dolomit yang mengalami kristalisasi.
Butiran mineralnya lebih besar dari batuan asalnya.
Pada kondisi panas dan tekanan tinggi batuan metamorf
dapat mencair membentuk magma dan siklus batuan terulang
kembali.
2.4. Asal Usul Tanah
Butiran-butiran mineral yang membentuk fase padat dari agregat
tanah adalah produk dari pelapukan batuan dengan ukuran yang beragam.
Sifat-sifat fisik tanah ditentukan oleh beberapa faktor yaitu ukuran, bentuk
dan komposisi kimia butiran.
Pelapukan batuan merupakan salah satu proses geologi yang sangat
penting yang menghasilkan bahan untuk membentuk batuan sedimen dan
tanah.
Secara umum, proses pelapukan dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu: Pelapukan secara mekanis atau fisik dan secara kimia.
2.4.1. Pelapukan mekanis (fisik)

Proses pelapukan secara mekanis atau fisik terjadi apabila


batuan berubah menjadi fragmen yang lebih kecil tanpa terjadinya
perubahan secara kimiawi. Pelapukan mekanis ini sangat
tergantung pada jenis batuan dan waktu lamannya proses tersebut
berlangsung. Penyebab terjadinya pelapukan mekanis adalah iklim
atau cuaca, eksfoliasi, erosi, abrasi dan kegiatan organik.

A. Iklim atau Cuaca


Temperatur dan curah hujan merupakan faktor dominan
penyebab pecah dan terpisahnya batuan menjadi fragmen-
fragmen yang lebih kecil. Adanya fluktuasi temperatur harian
yang cukup besar dan berlangsung dalam waktu lama akan
mengakibatkan batuan cepat lapuk dan akhirnya akan rapuh
sehingga terjadi pemecahan (disintegrasi) terhadap batuan.
B. Eksfoliasi
Eksfoliasi adalah terkelupasnya bagian luar dari batuan yang
tersingkap dipermukaan bumi. Batuan yang berada dibawah
permukaan bumi akan mengalami tekanan yang besar akibat

8
beban massa diatasnya. Adanya pelapukan dan erosi di
permukaan akan mengakibatkan berkurangnya beban atas
tersebut. Hal ini mengakibatkan terpisahnya bagian luar batuan
dari batuan utamanya.
C. Erosi
Terutama disebakan oleh air permukaan dan angin. Faktor
yang berpengaruh adalah bentuk tofografi permukaan dan lama
waktu prosesnya. Faktor lainnya adalah kekentalan cairaan,
kecepatan aliran dan jenis aliran (turbulen atau laminer). Aliran
air permukaan baik air sungai maupun air hujan yang membawa
partikel kecil didalamnya akan mampu mengikis batuan dari yang
lunak sampai yang paling keras dalam skala waktu geologi. Hal
ini akan terjadi terutama pada daerah dengan tofografi berbukit,
kecepatan aliran air cukup tinggi, dan kondisi aliran turbulen.
Aliran air mempunyai kekentalan tinggi akan mempunyai
kemampuan yang lebih besar dalam mengangkut material
dibandingkan dengan aliran air yang kekentalannya rendah atau
encer. Demikian juga jika aliran air mempunyai kecepatan yang
tinggi akan lebih mampu mengangkut material dibandingkan
dengan aliran air yang kecepatannya rendah. Pada umumnya,
aliran diwaktu hujan, terlebih lagi pada saat banjir, air akan
bercampur dengan lumpur dan mempunyai kekentalan yang
lebih tinggi. Sehingga akan lebih mempercepat erosi terhadap
permukaan bumi.
D. Abrasi
Abrasi adalah keausan yang disebabkan oleh dua bahan
yang keras dan menggalami gerakan relatif saat brsentuhan.
Suatu bahan atau material seperti pasir yang terangkut oleh
media air atau angin saat bersentuhan dengan material padat
lainnya, misalnya batuan akan mampu saling mengikis sehingga
kedua bahan tersebut menjadi aus dan pecah. Hal ini dapat
dilihat misalnya di pantai yang terjadi abrasi oleh air laut maupun
angin pantai.

9
E. Kegiatan Organik
Aktivitas manusia dalam kehidupannya mempunyai
peranan yang cukup besar dalam membuat dan mempercepat
proses pelapukan batuan. Penggalian-penggalian yang dilakukan
baik untuk pembangunan sarana fisik maupun dalam rangka
penambangan akan membuka lapisan terluar dari kulit bumi
sehingga akan mempercepat proses pelapukan batuan.
Selain itu tumbuh-tumbuhan juga mempunyai peranan
dalam proses pelapukan melalui akar-akarnya yang masuk
kedalam celah atau bagian yang lemah pada batuan dan
akhirnya mampu memecahkan batuan tersebut menjadi
fragmen-fragmen yang lebih kecil.
2.4.2. Pelapukan Kimiawi
Pelapukan secara kimia merupakan pelapukan yang
diakibatkan oleh reaksi kimia terhadap batuan dan mineral-mineral
yang ada didalamnya sehingga terjadi perubahan komposisi mineral
dan dapat mengakibatkan batuan menjadi lebih mudah lapuk. Air
dan karbon dioksida dari udara membentuk asam-asam karbon
yang kemudian bereaksi dengan mineral-mineral batuan dan
membentuk mineral-mineral baru ditambah garam-garam terlarut.
Prose yang terjadi pada pelapukan kimiawi antara lain adalah
oksidasi, pelarutan, pelepasan dan hidrolisis.
A. Oksidasi
Batuan yang terkena air hujan sangat mungkin mengalami
reaksi kimia yang dapat mengakibatkan pecah dan lapuknya
batuan tersebut. Reaksi yang terjadi dapat menghasilkan oksida
besi, karbonat, dan sulfat. Apabila reaksi ini mempunyai sifat
yang menghasilkan pertambahan volume maka terjadi
pengembangan pada batuan sehingga akan terjadi pemisahan
atau pemecahan terhadap batuan. Keadaan tersebut jika terjadi
pada waktu yang lama dan berlangsung terus-menerus akan
mengakibatkan lapuknya batuan.

10
B. Pelarutan
Batuan tertentu terutama batu gamping, sebagian besar
atau hampir seluruhnya dapat larut dalam air, misalnya air hujan.
Pada daerah dengan dominasi batu gamping dan mempunyai
curah hujan cukup tinggi sering dijumpai adanya gua-gua,
danau-danau kecil, atau sungai-sungai bawah tanah. Keadaan ini
lama-kelamaan akan dapat menyebabkan runtuhnya batu
gampig di atasnya, sehingga mengakibatkan berubahnya bentuk
tofografi permukaan bumi.
C. Pelepasan
Pada batuan sedimen terdpat semen yang berfungsi untuk
merekatkan butiran-butiran penyusun batuan sedimen tersebut.
Semen pada batuan sedimen dapat berupa oksida besi, silikat,
atau kalsit. Air yang bereaksi dengan semen ini dapat
mengakibatkan partikel-partikel batuan sedimen tersebut
terlepas.
D. Hidrolisis

Adalah proses pembentukan ion H+. Bahkan pelapukan


kimiawi dapat bekerja secara bersamaan, hal ini misalnya pada
pembentukan lempung dari proses pelapukan felspar-ortoklas,
dimana terdapat air biasa dan asam karbonat yang terbentuk
oleh air yang bercampur dengan karbon dioksida. Akar tanaman
di dalam tanah akan menarik air dari tanah disekitarnya dan
menjadi dikelilingi oleh ion-ion H+ yang berlebihan sehingga
dapat membuat kondisi terjadinya proses hidrolisa. Setiap
fragmen dari felspar-orthoklas yang berdekatan akan dapat
dipecah untuk membentuk mineral lempung. Potasium karbonat
dapat dipecahkan lagi dan melarut menjadi makanan untuk
tanaman atau mineral lempung dapat menarik ion-ion potasium
tadi untuk membentuk lempung kaolinit.

11
2.5. Cacat Pada Batuan

Cacat merupakan bagian dari massa batuan yang berbeda dari


batuan utuh dan umumnya mempunyai kekuatan lebih rendah
sehingga mengurangi kekuatan massa batuan. Kadangkala cacat
batuan berbentuk dua dimensi. Jika suatu cacat batuan mengalami
pemisahan dalam batuan utuh disebut diskontinuitas. Menurut (Hoek
dan Bray:1981), diskontinuitas atau bidang lemah adalah kenampakan
struktural yang memisahkan blok-blok batuan dalam massa batuan.
Beberapa rekayasawan mendeskripsikan kenampakan ini secara
kolektif sebagai kekar. Tetapi hal ini merupakan penyederhanaan yang
berlebihan karena sifat mekanik. Kenampakan ini kenampakan ini akan
beragam sesuai dengan proses pembentukannya. Model rekayasa
struktur tambang yang baik dapat dibuat apabila semua parameter
cacat dalam massa batuan diketahui.

2.5.1. Jenis Cacat


Secara umum jenis cacat pada massa batuan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu cacat fabric dan cacat
struktural.
Cacat fabric terjadi bersamaan dengan proses
pembentukan batuan itu sendiri, misalnya:
Bidang perlapisan yang terdapat pada batuan sedimen.
Kontak litologi yaitu kontak antara batuan yang berbeda.
“Schistosity” dan kenampakan struktur yang menyertainya
pada batuan metamorf.
“Columnar Joint” pada batuan beku.

Cacat Struktural pada batuan terjadi setelah batuan


tersebut terbentuk sebagai akibat proses geologi yang terjadi.
Misalnya, sesar, lipatan, dan kekar pada massa batuan.

Dalam geoteknik cacat batuan perlu dipertimbangan


karena dapat memberikan informasi mengenai proses yang
terjadi sebelumnya disamping itu juga turut menentukan model
runtuhan.

12
2.5.2. Orientasi
Adalah kedudukan dari bidang cacat tersebut dalam
ruang. Kadangkala cacat tersebut berpasangan (set) dan
mempunyai orientasi tertentu. Orientasi cacat batuan akan
berguna dalam merancang suatu struktur yang akan dibuat
pada massa batuan.
Orientasi massa batuan dapat dinyatakan dengan:
Jurus, Dip dan Kuadran Dip yang sering digunakan dalam
geologi dan dapat diukur dengan kompas geologi.
Dip dan Arah Dip
Arah Kosinus dari garis normal terhadap bidang yang
berguna dalam perhitungan matematika dan tidak diukur di
lapangan.
Trend dan Plunge.
2.5.3. Panjang Cacat
Parameter Panjang Cacat sangat penting dalam
rancangan struktur tambang. Kadangkala analisis struktur
didasarkan pada panjang cacat terutama panjang diskontinuitas
yang cukup besar untuk menyebabkan terjadinya runtuhan
atau longsoran. Pengukuran panjang cacat kadang terganggu
oleh kondisi permukaan, misalnya oleh tanah maupun
tumbuhan.
2.5.4. Spasi
Spasi dari cacat yang saling berdekatan akan
mempengaruhi ukuran blok individu dari batuan utuh. Spasi
yang rapat cenderung memberikan kondisi kohesi massa
batuan yang kecil sedangkan yang jarang akan memberikan
kohesi yang lebih tinggi. Spasi rapat dapat merubah model
runtuhan massa batuan, misalnya di lereng dari longsoran
bidang dapat berubah menjadi longsoran busur. Spasi cacat
batuan individu dan spasi set lainnya sangat mempengaruhi
permeabilitas dan karakteristik rembesan.

13
Tabel 2. 2 Terminologi spasi pada massa batuan (ISRM,1981)

Deskripsi Spasi
Sangat Rapat Sekali < 20 mm
Sangat Rapat 20 – 60 mm
Rapat 60 – 200 mm
Moderat 200 – 600 mm
Lebar 600 – 2000 mm
Sangat Lebar 2000 – 6000 mm
Sangat Lebar Sekali > 6000 mm

2.5.5. Kekerasan
Kekerasan (roughness) cacat batuan adalah komponen
penting dari kekuatan gesernya, terutama dalam kekar yang
tidak bergeser. Secara umum kekasaran cacat batuan dapat
dikarakterisasikan oleh “waveness” dari cacat tersebut yang
untuk kepentingan praktis mempengaruhi arah awal
perpindahan geser relatif terhadap bidang cacat.
2.5.6. Material Pengisi
Secara umum material pengisi cacat batuan dikenal
sebagai alterasi yang dapat terdiri dari material lunak sampai
keras. Contoh material pengisi adalah lempung, kaolin, mika,
pasir, dan kwarsa.

14
BAB III

Penyelidikan Geoteknik

3.1. Parameter Geoteknik Untuk Perencanaan Tambang

Parameter geoteknik atau data geoteknik utama yang diperlukan


untuk perancangan tambang perlu dibedakan apakah untuk tambang
terbuka atau tambang bawah tanah, sebab parameter geoteknik untuk
tambang terbuka berbeda dengan tambang bawah tanah. Tetapi perlu
dicatat bahwa data geoteknik utama perlu didahului dengan data dasar,
yaitu:

1. Data geologi (tofografi, morfologi, litologi, struktur, dan stratigrafi)


2. Data hidrologi dan hidrogeologi
Data geoteknik utama yang diperlukan untuk perancangan tambang
terbuka meliputi:
1. Sifat Fisik (bobot isi, berat jenis, kadar air, porositas, void ratio, batas
atterberg kadang-kadang diperlukan untuk material tanah)
2. Parameter Kekuatan Geser (kuat geser, kohesi, sudut geser dalam),
untuk perancangan stabilitas lereng.
3. Daya Dukung atau californian Bearing Ratio, untuk rancangan pondasi
dan jalan angkut.

Sedangkan untuk perancangan Tambang Bawah Tanah, data geoteknik


utama yang diperlukan adalah:

1. Tegangan in-situ (tegangan vertikal, tegangan horizontal), untuk


analisis stabilitas lubang bukaan.
2. Modulus elastisitas (), untuk rancangan lubang bukaan dengan
metode numerik.
3. Kuat Tekan (σc), untuk rancangan pilar
4. Kuat Tarik (σ), untuk menentukan karakteristik atap
5. Nisbah Poisson (), untuk rancangan lubang bukaan
6. Kohesi (c), untuk rancangan perkuatan
7. Sudut geser dalam ()

15
8. Konstanta rheologi, untuk analisis stabilitas berdasarkan perilaku
rheologi yang memperhitungkan efek waktu seperti elasto-viskoplatis
dan sebagainya.
9. Indeks Energetik (WET), untuk mengkaji fenomena dinamik.

Parameter geoteknik di atas diperloleh melalui penyelidikan baik di lapangan


maupun dilaboratorium.

3.2. Tujuan Utama Program Penyelidikan Geoteknik

Tujuan utama program penyelidikan geoteknik dalam suatu proyek


pertambangan adalah untuk:

1. Memperoleh data kuantitatif kondisi geologi, hidrologi, hidrogeologi,


serta sifat fisik dan mekanik
2. Mengetahui karakteristik massa batuan atau tanah sebagai dasar
perancangan penambangan
3. Menyusun suatu klasifikasi dari berbagai tipe urutan stratigrafi batuan
atap dan lantai, dan untuk mengkaji stabilitas relatifnya di bawah
teganggan terinduksi akibat penambangan
4. Mengembangkan rancangan lereng yang stabil (untuk tambang
terbuka) atau rancangan jalan masuk atau pilar (pada tambang bawah
tanah) untuk penambangan yang akan datang berdasarkan analisis
sensitivitas terhadap kondisi geoteknik dari strata atau kedalaman
overburden.
3.3. Organisasi Penyelidikan Geoteknik

Organisasi yang baik akan sangat menentukan suksesnya suatu


program penyelidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pihak
manajemen (pemilik proyek) harus memiliki organisasi penyelidikan
geoteknik yang tangguh dan rapi. Organisasi itu harus memiliki:

1. Personel yang kompeten dalam bidangnya (ahli geologi atau geologi


teknik, ahli geoteknik dan ahli tambang)
2. Tenaga pelaksana yang terampil di lapangan
3. Peralatan dan instrumen yang memadai
4. Skedul kerja (time frame) yang jelas

16
5. Acuan pelaksanaan tugas yang ditaati oleh semua personel
6. Sasaran pekerjaan

Penyelidikan yang akan dilakukan termasuk prosedur dan teknik


pengujian, harus direncanakan secara sistematis disesuaikan dengan
tujuan dan kebutuhan proyek akan data geoteknik tertentu. Diskusi
konsultatif antara ahli geoteknik dengan perancang perlu selalu diadakan,
agar data geoteknik yang diperlukan saja yang diselidiki sehingga akan
mengoptimalkan sumberdaya, waktu dan biaya. Sebab berdasarkan
pengalaman, sering terjadi relatif banyak jenis data geoteknik yang tidak
terpakai akibat dari penyelidikan geoteknik yang dilaksanakan secara paket
sehingga tidak selektif.

Komunikasi dan diskusi selama penyelidikan berlangsung akan sangat


membantu mengurangi atau meniadakan kesalahpahaman yang tidak perlu
misalnya, pada detil-detil pelaksanaan tugas di lapangan.

Bentuk dan isi pelaporan hasil penyelidikan geoteknik harus bermutu


dan sebanyak mungkin disajikan secara kuantitatif. Sebab data kuantitatif
akan sangat membantu para perancang sehingga mutu pekerjaannnyapun
lebih terjamin.

Program penyelidikan geoteknik untuk tambang terbuka lebih


sederhana dari pada untuk tambang bawah tanah. Hal ini daoat dijelaskan
pada gambar 3.1 dan 3.2, dimana terlihat bahwa penyelidikan geoteknik
untuk tambang bawah tanah lebih kompleks, baik dalam hal jenis
penyelidikan maupun parameter yang diselidiki.

17
Vp : Kecepatan Gelombang Tekan

Vs : Kecepatan Gelombang Geser

Ed : Modulus Dinamik

18
19
3.4. Penyelidikan Lapangan
3.4.1. Pemetaan Geologi Teknik
a. Tujuan

Untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai


geologi permukaan suatu tempat termasuk penyebaran lateral
dan vertical, sifat fisik tanah dan batuan serta penjelasan lain
yang berkaitan dengan pekerjaan rekayasa .

Peta geologi teknik berguna untuk dasar interpretasi awal


keadaan geologi bawah permukaan, dan untuk dasar
penentuan titik-titik pemboran inti, geofisika, uji penggalian
sehingga hasilnya lebih optimal.

b. Perlengkapan
(1) Peta Tofografi Skala 1 : 1000, 1 : 2000, atau 1 : 5000
(2) Peta geologi regional Skala 1 : 25.000
(3) Kompas dan Palu Geologi, pita ukur, alat tulis lapangan
c. Obyek Pemetaan
Mengacu pada rekomendasi international Sociaty for Rock
Mechanics (ISRM,1975) objek pemetaan geologi teknik dapat
dibedakan menjadi dua kategori yaitu untuk kajian regional
(regional studies) dan kajian rinci (detailed studies), seperti
tercantum pada matrik Tabel 3.1. Tingkat kepentingan dari
masing-masing objek tergantung pada tahap pekerjaannnya
(tahap kelayakan, rancangan detil, konstruksi, pasca
konstruksi).
Pekerjaan pemetaan geologi teknik ini idealnya
dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan pemetaan geologi
detil pada tahap eksplorasi, demi efisiensi sumberdaya, waktu,
dan dana. Selain itu hasilnya diharapkan akan lebih teliti karena
tidak terjadi pegulangan pekerjaan yang kadang membosankan
para pekerja di lapangan.

20
3.4.1.1. Penyelidikan Geologi Regional

Penyelidikan geologi regional dimaksudkan untuk:

a. Mempelajari sejarah geologi suatu lokasi proyek yang


menyangkut proses sampai terjadinya suatu geologi saat
ini.
b. Menentukan Statigrafi regional dan distribusi unit bantuan
utama, serta menetapkan batas dan bentuk dari kontak
antara unit bantuan utama tersebut.
c. Menerangkan geomorfologidari daerah proyek di dalam
terminologi statigrafi regional, struktur dan sejarah geologi.
d. Mendapat keterangan dari kondisi air tanah regional.
e. Membuat gambaran geologi yang penting (seperti patahan
dan batas longsoran) yang melewati atau dekat dengan
lokasi, tetapi belum kelihatan atau belum dikenali di lokasi.
Penyelidikan geologi regional menghasilkan beberapa
pertanyaan yang harus dijawab selama penyelidikan
geologi rinci yang akan dilakukan kemudian di lokasi yang
sudah pasti.

Kegiatan yang dilakukan pada penyelidikan geologi regional


biasanya meliputi:

a. Mempelajari peta geologi regional yang sudah ada,


penampang melintangnya dan laporannya.
b. Interpretasi foto udara.
c. Interpretasi foto-foto yang diambil di darat.
d. Peninjauan (reconnaissance) di daerah yang sudah
dipetakan sebelumnya dan pemetaan kembali di daerah
yang penting, sesuai dengan tujuan proyek.
e. Pembuatan peta geologi regional dan penampangnya di
daerah yang belum ada petannya. Skala dari peta ini
biasanya 1 : 100.000 atau lebih kecil.
3.4.1.2. Penyelidikan Geologi Rinci
Tujuan dari penyelidikan geologi rinci antara lain adalah:

21
a. Menyediakan penjelasan mengenai perkembangan dari
tofografi lokasi. Dalam terminology geologi local dan
sejarah geologi.
b. Menggambarkan lebih teliti lagi semua cacat (defect)
geologi utama atau daerah cacat yang telah diindikasikan
pada saat penyelidikan geologi regional, yang melewati
atau cukup dekat dengan daerah proyek.
c. Menyediakan suatu model yang memperlihatkan sifat dasar
dan distribusi batuan dan tanah serta cacat di bawah
permukaan tanah di lokasi proyek.

Kegiatan yang dilakukan pada penyelidikan geologi rinci


meliputi:

a. Pemetaan geologi rinci berdasarkan data yang diperoleh


dari foto udara yang diambil dari ketinggian cukup rendah,
pengukuran dengan theodolit, atau metode-metode survey
di darat lainnya.
Pengukuran juga dilakukan untuk mendapatkan geometri
(tinggi, kemiringan, lebar) dan arah atau jurus dari lereng-
lereng yang sudah ada.
Skala dari peta ini biasannya 1 : 1000 atau 1 : 500 atau
lebih besar lagi tergantung dari tipe struktur yang akan
dianalisis. Peta tersebut dibuat dengan memplot data hasil
pengamatan dari lima hal penting yaitu,
1) Gambaran Tofografi
2) Gambaran geologi permukaan
3) Gambaran material tanah dan batuan
4) Struktur geologi
5) Gambaran air tanah
b. Studi dari pola cacat geologi dengan menggunakan metode
proyeksi stereografis. Studi ini biasanya dilakukan
bersamaan dengan pemetaan geologi rinci.
c. Pelaksanaan metode geofisika, biasanya menggunakan
metode resistivity atau seismik refraksi. Interpretasi hasil

22
pengukuran dapat memberikan gambaran geologi daerah
penyelidikan.
d. Perencanaan dari eksplorasi langsung, meliputi pemboran
inti dan penggalian paritan, sumuran atau lubang bukaan.
Analisis dari inti penampangan (logging) lubang bor dan
dinding galian eksplorasi, serta klasifikasi batuan dan cacat
menurut sifat fisiknya dengan menggunakan terminologi
geologi teknik.
e. Jika memungkinkan melakukan pemeriksaan visual atau
pemotretan lubang bor dengan menggunakan “borehole
periscopes” atau kamera. Pemasangan piezometer di
lubang bor untuk mengetahui tinggi muka air tanah.
f. Sesudah diperoleh semua data geologi dan geofisika
segera plotting di peta, penampang dan model tiga dimensi.

Tabel 3.1 memperlihatkan rekomendasi yang diberikan oleh Internasional Society


for Rock Mechanics (ISRM) untuk investigasi geologi teknik pada berbagai tingkat
pekerjaan (feasibilty, detailed design, during construction, after completion).

3.4.2. Pemboran Inti


1. Tujuan
Untuk memperoleh data keadaan geologi bawah
permukaan dan kualitas batuan segar, melalui:
a. Deskripsi Core Log
b. Penentuan Rock Quality Designation (RQD)
c. Pengujian In-situ (Uji Konduktivitas Hidrolis)
d. Pengambilan percontoh untuk di uji di laboratoriuma
2. Perlengkapan Utama
a. Mesin Bor Inti (Gambar 3.3)
b. Mesin Pompa jenis isap-tekan kapasitas minimum 40
liter/menit dengan tekanan sampai 40 Kg/cm2
c. Peralatan untuk uji konduktivitas hidrolis
3. Data Yang diperoleh
a. Identitas lubang bor (nomor, koordinat, tanggal, elevasi, dan
kedalaman)

23
b. Panjang inti yang terambil (dinyatakan dalam core
recovery, %)
c. RQD %
d. Air pemilas keluar
e. Muka Air tanah
f. Jenis batuan dan deskripsi (nama batuan, tekstur, sifat fisik,
diskontinuitas)
g. Hasil uji konduktivitas hidrolis

Gambar 3.3 Skema Mesin bor inti

Catatan:

Pekerjaan paling penting pada pemboran adalah penanganan inti,


bahwa:

Inti percontoh standar adalah NX, usahakan inti terambil


sebanyak mungkin
Inti harus disimpan pada suatu kotak berukuran tertentu
(umumnya 1 m x 0,5 m yang terbagi memanjang menjadi 5
bagian, sehingga tiap kotak menunjukkan kedalaman 5 m)
Deskripsi log inti harus segera dilakukan begitu inti dikeluarkan
dari tabung penginti (core barrel), untuk menghindari
perubahan sifat atau kerusakan inti
Setiap kotak yang telah penuh, diberi identitas dan dipotret
untuk pelaporan.
Semua kotak inti disimpan dalam gudang penyimpan yang
terkunci.

Cara penanganan percontoh inti yang akan dibawa ke


laboratorium:

Jumlah percontoh harus sesuai dengan kebutuhan tiap jenis


pengujian (sebaiknya dikonsultasikan ke pihak laboratorium
yang akan menguji)

24
Percontoh yang sudah diseleksi, diberi identitas, kemudian
dibungkus dengan pembungkus kedap air (misalnya alumunium
foil, atau plastik jenis tertentu)
Agar tidak rusak diperjalanan, percontoh dimasukkan ke dalam
pipa pralon dengan diameter yang sesuai. Sela-sela antara
percontoh dan dinding pralon diberi serbuk gergaji, kemudian
ujung-ujung pralon ditiup dengan lilin (WAX). Panjang pralon
sebaiknya maksimum 100 cm.
PADA SUATU PROYEK EKSPLORASI, PEMBORAN INTI ADALAH PEKERJAAN YANG
TERMAHAL DARI SEGI BIAYA, OLEH KARENA ITU HARUS DIUSAHAKAN AGAR TINGKAT
KEGAGALANNYA MININUM
3.4.3. Penyelidikan Geofisika
3.4.3.1. Metode Seismik Refraksi
a. Tujuan

Mengetahui keadaan geologi bawah tanah, melalui


analisis cepat rambat gelombang getaran yang menerobos
massa batuan. Sumber getaran dapat berasal dari pukulan
dan ledakan.

b. Perlengkapan
Seismograf, geofon dan kabel yang diperlukan
Pembuatan sumber getaran (martil dan bahan peledak
khusus)
Rol meter, alat tulis lapangan

Konfigurasi penyelidikan seperti pada gambar 3.4

(a) Skema seismograf dan geofon serta sumber gelombang getaran

(a) gelombang getaran yang menerobos tiga lapisan

Gambar 3.4 Skema penyelidikan seismik refraksi (a), dan gelombang


getaran yang menerobos tiga lapisan (b)

c. Perolehan Data

25
Harus diusahakan untuk memperoleh cepat rambat
gelombang pressure (P wave) dan cepat rambat gelombang
shear (S wave).
Data yang terekam adalah waktu kedatangan
gelombang pada setiap geofon. Jika jarak ke sumber geofon
diketahui, maka cepat rambat gelombang saat menerobos
batuan dan kedalaman lapisan batuan dapat dihitung.
Setelah memperoleh harga cepat rambat P wave (Vp)
dan S wave (Vs), maka dapat dihitung nisbah poisson dan
modulus elastisitas dinamik massa batuan.
3.4.3.2. Metode Geolistrik
a. Tujuan

Mengetahui keadaan geologi bawah tanah berdasarkan


harga tahanan jenis dari batuan (massa batuan dianggap
konduktif terhadap arus listrik). Metode geolistrik yang dapat
digunakan: Metode Schlumberger, wenner.

Gambar 3.5. Memperlihatkan susunan elektrode cara wenner

b. Perlengkapan Utama
Instrumen Geolistrik
Elektroda, Kabel, Palu, pita ukur
c. Data yang diperoleh
Nilai tahanan jenis setiap lapisan batuan dan
kedalamannya yang ditentukan berdasarkan pencocokan
kurva dengan cara Barnes dan cara kumulatif Moore.

Catatan:

Persyaratan yang perlu diikuti untuk pelaksanaan metode


geolistrik: medan harus datar, jauh dari bangunan yang
mengandung besi dan beton, rentangan kabel yang sejajar
kontur.

Perbandingan metode Geolistrik dengan metode Seismik

26
Metode seismik lebih baik dari pada metode geolistrik , sebab
dengan metode seismik dapat diketahui data sifat mekanik yaitu
nisbah poisson dan modulus elastisitas dinamik.

3.4.4. Penyelidikan Mekanika Batuan In-Situ


Penyelidikan mekanika batuan in-situ dapat terdiri dari
beberapa jenis penyelidikan atau pengujian di lapangan, yang
bertujuan untuk memperoleh data karakteristik massa batuan di
tempat asalnya, sehingga diharapkan efek diskontinuitas geologis
telah tercermin dari hasil penyelidikan tersebut. Jenis-jenis
penyelidikan mekanika batuan yang dilakukan di lapangan yaitu:
1. Uji geser blok (block shear test)
2. Uji pembebanan batuan (rock loading test/jacking test)
3. Uji dongkrak datar (flat jack test)
4. Uji overcoring (overcoring test)
5. Uji tekan triaxial in situ (in-situ triaxial compression test)

Tujuan dan perolehan data dari masing-masing pengujian tersebut diringkaskan


pada tabel 3.2

JENIS PENGUJIAN TUJUAN PEROLEHAN DATA KEGUNAAN


Kohesi (c) Analisis kemantapan lereng
Memperoleh parameter
Uji Geser Blok Sudut geser dalam () penggalian batuan/tambang
geser pada massa batuan
(Block Shear Test) Rancangan penguatan lubang
yang terdapat diskontinuitas
bukaan
Memperoleh Modulus Parameter deformasi Analisis kemantapan lereng
Uji Pembebanan Batuan
deformasi secara statik (E) dengan metode numerik
(Rock Loading
Parameter Kekuatan (FEM,DEM)
Test/Jacking Test)
Batuan
Memperoleh harga Tegangan Internal Rancangan Terowongan dan
Uji Dongkrak Datar
tegangan internal dalam Pilar
(Flat Jack Test)
massa batuan
Memperoleh harga Regangan sebelum Rancangan terowongan dan
Uji Overcoring tegangan absolut dalam dan setelah overcoring pilar
(Overcoring Test) massa batuan Tegangan absolut In-
situ

27
Mengetahui karakteristik E Pembebanan statik Analisis kemantapan lereng
Uji Kuat Tekan Triaxial
deformasi dan kekuatan yang menaik dengan metode numerik
In-situ (Insitu triaxial
batuan pada kondisi E pembebanan statik (FEM,DEM)
compression test)
pembebanan triaxial yang menurun

Gambar 3.7 Alat Rock loading Test

Gambar 3.8 Apat in-situ triaxial compression test

3.5. Penyelidikan Laboratorium


3.5.1. Tujuan
Penyelidikan di laboratorium dilakukan terhadap percontoh
batuan berasal dari pemboran inti, sumur uji, parit uji, dan
terowongan eksplorasi. Adapun tujuan dari penyelidikan
laboratorium ini adalah untuk memperoleh data yang dalam
mekanika batuan maupun mekanika tanah sering dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu:
1. Sifat fisik, meliputi bobot isi, berat jenis, kadar air, porositas,
absorpsi, void ratio.
2. Sifat mekanik, yaitu antara lain kuat tekan, kuat tarik, modulus
elastisitas, nisbah poisson, kohesi, sudut geser dalam, slake
durability.
3.5.2. Tahap-tahap pengujian di laboratorium
a. Preparasi Percontoh
Percontoh yang akan diuji biasannya berbentuk silinder
(diameter 50-70 mm) dengan panjang minimum sebaiknya dua
kali diameternya. Sedangkan percontoh dari lapangan ada yang
masih dalam bentuk bongkah, tetapi ada juga yang berasal dari
pemboran inti yang sudah berbentuk silinder dengan diameter
tertentu. Untuk yang masih berbentuk bongkah perlu dibentuk
menjadi silinder dengan cara dibor dengan mesin bor yang
biasannya tersedia dalam berbagai ukuran diameter tergantung
tujuan pengujian.

28
Setiap percontoh yang siap diuji perlu diukur diameter
dan tingginya dan dihitung luas permukaan dan volumennya.
Disamping itu, permukaan kedua ujung silinder harus betul-
betul rata (diamplas). Tahap berikutnya ialah melakukan
penimbangan berat percontoh pada berbagai keadaan (asli,
kering, dan jenuh).
b. Pengujian Sifat Fisik
1) Bobot Isi (asli, jenuh dan kering)
2) Berat Jenis (Semu, dan sesungguhnya)
3) Kadar air asli
4) Derajat kejenuhan
5) Porositas, void ratio
6) Batas-batas atterberg (untuk tanah)
c. Pengujian Sifat Mekanik
Jenis pengujian sifat mekanik batuan dan parameter yang
diperoleh diringkas pada tabel 3.3.

Tabel 3.3. Jenis pengujian sifat mekanik dan parameter yang diperoleh

Gambar 3.9 Alat Uji Kuat Tekan Uniaxial (Laboratorium)

Gambar 3.10 Alat Uji Rayapan (Laboratorium)

Gambar 3.11 Alat Uji Kuat geser kotak langsung (Direct Box Shear
Test)

Gambar 3.12 Slake durability test apparatus (ISRM,1972)

29
BAB IV

RANCANGAN DAN ANALISIS KEMANTAPAN LERENG

Selama dalam proses studi kelayakan suatu tambang terbuka, diperlukan suatu
estimasi sudut lereng yang aman untuk perhitungan stripping ratio dan untuk
tata letak pit pendahuluan. Pada tahap ini umumnya hanya informasi struktur
geologi yang tersedia dari kegiatan eksplorasi sebelumnya. Besarnya sudut
lereng akhir yang ditentukan bergantung pada kategori dan kondisi lereng yang
diterapkan . Rancangan lereng dalam tambang terbuka mencakup analisis tiga
komponen utama dari suatu lereng tambang, yaitu: konfigurasi jenjang, sudut
antar jenjang (interamp angle), sudut lereng total.

Gambar 4.1 Typical design cross section

Rancangan lereng perlu dilakukan karena keberhasilan dalam proses


penambangan turut ditentukan oleh adanya kondisi tempat kerja yang aman.
Lereng yang tidak aman dapat menjadi longsor dan memberikan gangguan
terhadap tambang, paling tidak dalam hal:

1. Dapat menimbulkan kerugian hilangnya nyawa manusia


2. Kerugian hilangnya harta benda
3. Terganggunya kegiatan produksi (hilang waktu produksi)

Berdasarkan pertimbangan di atas maka perlu adanya suatu tahapan rancangan


lereng yang aman beserta analisis kemantapannya.

4.1. Latar belakang geomekanik


Adanya proses penggalian menyebabkan terjadinya distribusi tegangan
baru yang berupa paksaan terhadap tegangan untuk terdistribusi di sekitar
penggalian. Tegangan vertikal juga berkurang karena adanya penghilangan
overburden, hal ini berarti batuan di sekitar lokasi penggalian mengalami
penghilangan tegangan sebagai akibatnya adalah timbulnya rekahan, kekar-
kekar menjadi terbuka yang menyebabkan turunnya nilai gaya kohesi dan
gesek dalam batuan untuk mempertahankan dirinya. Air tanah dapat dengan
mudah melewti rekahan-rekahan yang ada dan menyebabkan turunnya
tegangan normal efektif pada bidang-bidang yang berpotensi runtuh.

30
Gambar 4.2 Redistribusi tegangan horizontal akibat penggalian tambang
Semakin dalam tambang digali, zona tanpa tegangan semakin besar
dan konsekuensinya runtuhan dapat lebih buruk. Akhirnya dengan
bertambahnya kedalaman tambang maka ukuran relatif blok-blok struktur
yang menyusun lereng menjadi semakin kecil dibandingkan dengan massa
batuan seluruhnya, sehingga mekanisme runtuh dapat berubah dari satu
struktur ke struktur yang dikendalikan oleh karakter dari massa yang besar.

4.2. Rancangan Lereng


Tujuan utama dilakukannya rancangan lereng adalah memperoleh
suatu rancangan optimum yang merupakan kompromi antara suatu lereng
yang cukup terjal secara ekonomi dapat diterima dan aman seperti lereng
yang datar.
Diagram alir proses rancangan tambang diawali dengan pengumpulan
serangkaian data yang diperlukan. Data yang diperlukan sebelum melakukan
rancangan lereng adalah:
1. Pengujian kekuatan batuan meliputi: kuat tekan, kuat tarik, kuat geser,
dan data hasil analisa balik.
2. Menentukan cacat bawaan: pemetaan kekar, inti bor.
3. Pemetaan struktur-struktur major
4. Data pemboran
5. Data hodrologi

Setelah data dikumpulkan langkah berikut dalam rancanganya adalah:

1. Menentukan sektor-sektor rancangan


2. Melakukan analisis rancangan jenjang untuk menentukan lereng iteramp
maksimum, yaitu dengan melakukan analisis stabilitas untuk
memperkirakan kemungkinan runtuh, banyak material yang dapat
runtuh, dan lereng total.
3. Melakukan analisis rancangan iteramp menggunakan kriteria ekonomi
untuk pemilihan sudut iteramp.
4. Mengevaluasi hasil lereng total untuk menentukan potensi kestabilan
dan modifikasi bila perlu.

31
Gambar 4.3 Planning a slope stability design program (Hoek dan Bray,
1977)

Rancangan sudut lereng dalam suatu tambang terbuka dipengaruhi


oleh kekuatan batuan, struktur geologi

4.3. Analisis Kemantapan Lereng


4.3.1. Umum
Masalah kemantapan lereng di dalam suatu pekerjaan
yang melibatkan kegiatan penggalian maupun kegiatan
penimbunan merupakan masalah yang penting, karena ini
menyangkut masalah keselamatan pekerja dan peralatan
sert a manusia dan bangunan ya ng berada di sekita r
lereng t e rsebut. Da l am pekerja an pen a mbangan denga n
cara t amba ng terbu ka, lereng yang tid ak mantap akan
dap at mengganggu kelancaran produksi.

Di alam, tanah dan batuan umumnya berada dalam


keadaan seimbang, artinya keadaan distribusi tegangan pada
tanah atau batuan tersebut dalam keadaan mantap. Apabila
pada tanah atau batuan tersebut ada kegiatan penggalian,
penimbunan, p e n uru n a n, pe ng a ngk ut an , e ros i, at a u
a k t ivi t a s la in , s e hi ng ga m en ye ba bk an keseimba nganny a
t erganggu, maka tanah atau batuan it u akan berusah a
unt uk mencapai keseimbangan baru dengan cara
pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran.

4.3.2. Faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng


4.3.3. Data Sebagai Dasar analisis
4.3.4. Dasar-dasar mekanika longsoran
4.3.5. Proyeksi Streografis untuk analisis longsoran
4.3.6. Longsoran Bidang
4.3.7. Longsoran Busur
4.3.8.

32
33

Anda mungkin juga menyukai