Makalah Bioetik
Makalah Bioetik
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul kaidah dasar bioetika
modern dalam praktek kedokteran gigi serta aplikasinya.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang kaidah dasar bioetika modern ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu kaidah beneficence.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip yang ada dalam kaidah beneficence.
3. Untuk mengetahui contoh kasus dalam kaidah beneficence.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed
consent. Dalam hal ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia.
Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan
demi kebaikan pasien. Dalam prisnip beneficience tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikan saja, tetapi juga perbuatan dengan sisi baik yang lebih besar daripada sisi
buruk. Dalam hal ini, seorang dokter harus berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dan dokter tersebut harus berusaha secara maksimal agar pasien-nya tetap dalam kondisi
sehat.
Prinsip non-malficience, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien. Prinsip ini terkenal sebagai primum non nocere atau “above all do no
harm”. Non-malficience ialah suatu prinsip dimana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang berisiko paling kecil
bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya.
Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendis-tribusikan sumber daya. Keadilan (justice) merupakan
suatu prinsip di-mana seorang dokter wajib memberikan perlakuan sama rata serta adil
untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.
4
2.4. Kasus Eutanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani; “Eu” berarti baik dan “Thanatos”
berarti mati. Dengan demikian, istilah Euthanasia dapat diartikan “mati denganbaik”. Istilah
tersebut hampir sama dengan pendapat Djoko Prakoso yang mendefinisi-kane uthanasia
sebagai “mati dengan tenang” atau “a good death”.
Ditinjau dari cara pelaksanaan, eutanasia dapat dibedakan atas eutanasia pasif (mencabut
segala tindakan/pengobatan)dan eutanasia aktif (intervensi aktif). Eutanasia aktif ini dapat
pula dibedakan atas eutanasia aktif langsung (direct) dan eutanasia aktif tidak langsung (in
direct). Eutanasia dalam ketentuan perundang-undangan Dalam KUHP yang berkaitan
dengan euthanasia yaitu KKUHP Bab XIX Kejahatan terhadap nyawa pasal 344, dapat
dipaparkan sebagai berikut: BARANG SIAPA MERAMPAS NYAWA ORANG LAIN
ATAS PERMINTAAN ORANG ITU SENDIRI YANG JELAS DINYATAKAN
DENGAN KESUNGGUHAN HATI, DIANCAM DENGAN PIDANA PENJARA PALING
LAMA DUA BELAS TAHUN.
Pasal di atas ini menghalangi para dokter untuk melakukan tindakan voluntary euthanasia.
Bagi kalangan dokter yang berpegang pada pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP,
pelaksanaan eutanasia apapun jenisnya tidak mungkin dilaksanakan, terkecuali bila tindakan
eutanasia tidak diartikan sebagai tindakan kejahatan se-bagaimana dimaksudkan dalam
KUHP.
5
2.6. Kasus Kecewa
Perempuan (20thn) datang ke dokter gigi spesialis orthodonsi untuk konsultasi kawat
gigi cekat yang sudah dipasang sejak 2 tahun yang lalu dan belum ada hasil yang
memuaskan. Pasien menceritakan bahwa kawat giginya dipasang pada waktu dia masih
sekolah SMA oleh seorang dokter gigi sp.ortho yang lain.
Dengan kata kasar dan tidak mengenakkan hati drg tersebut mengatakan bahwa drg
yang merawat sebelumnya tidak kompeten untuk melakukan perawatan tersebut dan
pasien disalahkan karena datang pada saat perawatan gigi tersebut belum selesai.
Pasien kecewa karena merasa hak nya sebagai pasien tidak dipenuhi dan seolah
menyalahkan pasien dan dokter yang dahulu merawatnya
Jawaban
-drg seharusnya bisa menjelaskan dengan baik2
-drg seharusnya tidak boleh menjelekkan teman sejawatnya
-drg seharusnya bisa bertanya krpada teman sejawatnya,dijelaskan bahwa pasien
tersebut perawatannya belum selesai dan datang kesini,dijelaskan beserta alasan pasien
mengapa tidak melanjutkan ke drg sebelumnya. Lalu bertanya bagaimana selanjutnya?
Apakah boleh dilanjutkan?
-jika pasien dari luar kota bisa pindah ke drg lain dengan disertai surat pengantar dari
drg sebelumnya
6
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan ilmu dan
teknologi kedokteran tidak dapat dilepaskan dari aspek sosial dan etika. Dokter yang kurang
mendalami pemahaman etika memerlukan alat bantu yang sistematis agar mampu membuat
keputusan klinis yang benar secara medis dan tepat secara etika. Penggunaan kaidah dasar
bioetika merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan
klinis yang etis. Untuk mencapai suatu keputusan etik diperlukan empat kaidah dasar
bioetika dan beberapa aturan di bawahnya. Keempat kaidah dasar bioetika tersebut ialah
otonomi, beneficience, non-malficience, dan justice. Prinsip beneficience merupakan salah
satu kaidah dasar bioetika yang harus dipahami seorang doketr dimana dalam prinsip ini
seorang dokter harus berbuat baik, menghormati martabat manusia dan dokter tersebut harus
berusaha secara maksimal agar pasiennya tetap dalam keadaan sehat dengan meningkatkan
pemahaman dan peraturan penggunaan prinsip beneficence dalam kehidupan sehari-hari
diharapkan akan mampu menjaga hubunga dokter dan pasien secara lebih baik serta akan
menyelamatkan dokter dari gugatan dan tuntutan juga sekaligus merefleksikan pribadi dokter
sebagai profesi yang luhur dan mulia sepanjang masa.
7
DAFTAR PUSTAKA
1. Aseri FA. Euthanasia suatu tinjauan dari segi Kedokteran Hukum Pidana dan Hukum
Islam. In: Problematika Hukum Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus; 1995.
2. Wibowo K. Euthanasia dan Bioetika [homepage on the Internet]. 2011. [cited 2012
Nov 10]. Available from:
http://pengacaraonlinecom.blogspot.com/2011/11/euthanasia-dan-bioetika. html.
3. Buku Penuntun skill lab Modul Etika dan Hukum Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tahun 2005.
4. Buku Modul Blok II Etika,Hukum dan Humaniora. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tahun 2017.
5. Suryadi T. Manajemen Konflik Hubungan Dokter Pasien Melalui Pendekatan
Bioetika. Pertemuan Nasional JBHKI III. Surabaya. 2006.