Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul kaidah dasar bioetika
modern dalam praktek kedokteran gigi serta aplikasinya.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Berbagai pihak telah banyak memberikan dorongan, perhatian dan


bimbingan untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
tidak terhingga, kepada :
1. Drs. Pradanto P, DEA yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah
ini.
2. Orang tua kami yang senantiasa mendukung dan memberikan restu kepada kami,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Teman-teman jurusan Fisika 2016, yang telah memberikan doa dan semangat
kepada kami.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang kaidah dasar bioetika modern ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
1.3. Tujuan Pembahasan ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3
2.1.Definisi Etika dan Bioetika .............................................................................................. 3
2.2.Prinsip-Prinsip Etik .......................................................................................................... 3
2.3.Prinsip Beneficience ........................................................................................................ 4
2.4.Kasus Eutanasia ............................................................................................................... 5
2.5.Pandangan eutanasia di kaidah beneficence .................................................................... 5
2.6.Kasus Kecewa .................................................................................................................. 6
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kaidah dasar bioetika adalah suatu karakteristik yang unik dari prinsip yang dapat
digunakan untuk menganalisis lebih tajam suatu standar,untuk membenarkan peraturan dan
dapat menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan klinis yang etis dalam praktik sehari-
hari. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memberi suatu metode dalam proses pengambilan
keputusan klinis yang etis bagi dokter. Untuk manfaat kemajuan sains,tinjauan ini telah
mengembangkan pemanfaatan kaidah dasar bioetika di bidang medis,terutama hubungan
dokter-pasien,profesionalisme serta bioetika medis.
Tujuan utama pada pelaksanaan profesi kedokteran adalah untuk mengatasi
penderitaan dan memulihkan kesehatan orang yang sakit. Ada orang sakit (pasien, penderita)
dan dalam masyarakat yang sederhana sekalipun ada orang yang dianggap mampu
menyembuhkan penyakit (dukun, healer, dokter) dan obat diharapkan dapat menolong yang
sakit dengan cara apapun. Pada dasarnya, apa yang sekarang dinamakan hubungan dokter-
pasien dapat ditelusuri balik asal usulnya pada hubungan pengobatan seperti dalam
masyarakat sederhana itu, tentu ditambah dengan kerumitan-kerumitan yang dibawa oleh
perkembangan sosial, ekonomi, hubungan antar manusia, ilmu kedokteran, teknologi, etika,
hukum, bisnis dan lain-lain di zaman modern ini. Hal yang paling mendalam dari hubungan
dokter-pasien adalah rasa saling percaya. Pasien sebagai pihak yang memerlukan pertolongan
percaya bahwa dokter dapat menyembuhkan penyakitnya. Sementara itu, dokter juga percaya
bahwa pasien telah memberikan keterangan yang benar mengenai penyakitnya dan ia akan
mematuhi semua petunjuk dokter.
Pelayanan kedokteran yang baik adalah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat,
bermutu dan terjangkau. Untuk dapat memberikan pelayanan kedokteran paripurna
bermutu (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) bukan saja ditentukan oleh
pengetahuan dan keterampilan, melainkan juga oleh perilaku (professional behaviour),
etik (bioethics) dan moral serta hukum. Membahas mengenai pelayanan kesehatan
ditinjau dari aspek hukumnya maka setidak- tidaknya ada beberapa issue yang perlu diangkat
ke permukaan untuk difahami oleh setiap tenaga kesehatan atau rumah sakit agar dalam
melayani pasien tidak menjadi korban ketidaktahuan. Dalam hukum kesehatan/kedokteran,
pelayanan kesehatan memiliki unsur Duty (kewajiban) yaitu kewajiban tenaga kesehatan
untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk penyembuhan. Atau setidak-
tidaknya meringankan beban pasiennya (tocure and to care) berdasarkan standar profesi.
Tenaga kesehatan dengan segala upayanya telah berusaha membantu memenuhi kebutuhan
pasien yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan juga sangat rentan dengan kemunculan dilema etik, atau
sengketa hukum. Nuansa hukum kesehatan/kedokteran juga sangat kental dalam pelayanan
kesehatan dengan adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh orang-orang yang
terlibat didalamnya yang kalau tidak berhati-hati dalam bertindak akan sangat rawan terhadap
tuntutan dan gugatan. Oleh karena itu sangat diperlukan pemahaman mengenai prnisip-
prinsip etika dan hukum dalam profesi kedokteran agar tuntutan dan gugatan tersebut dapat
dihindari.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari etika & bioetika ?
2. Apa pengertian dari kaidah beneficence ?
3. Apa saja prinsip dari kaidah beneficence ?
4. Berikan contoh kasus yang terkait dengan kaidah beneficence!

1
1.3. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu kaidah beneficence.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip yang ada dalam kaidah beneficence.
3. Untuk mengetahui contoh kasus dalam kaidah beneficence.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Etika dan Bioetika


Kata etika secara etimologi beraasal dari kata Yunani yaitu ethikos,ethos yang berarti
adat,kebiasaan,praktik. Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral,melainkan
merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu,bukan merupakan suatu ajaran. Pengertian lain
tentang etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak).
Etika kedokteran mempunyai riwayat sejarah yang sama panjang dengan ilmu
kedokteran itu sendiri. Bapak Ilmu Kedokteran yang berasal dari Yunani yaitu Hipocrates
(460-377 BC) telah meletakkan dasar untuk etika kedokteran.Pengamatan sejarah
memperlihatkan bahwa kode etik pertama dalam bidang praktek medik telah dikeluarkan oleh
bangsa yang hidup di lembah Mesopotamia (Babylon) sekitar 2500 tahun sebelum masehi.
Sebenarnya yang disebut sebagai etik (ethos) adalah suatu adat kebiasaan, namun
karena telah menjadi istilah umum dimana etik diartikan sebagai adatkebiasaan yang ”baik,
selayaknya, seharusnya”, maka sampai sekarang pengertian inilah yang dipkaai Profesor
Kaiser Ali (Kanada) dalam presentasinya pada Pertemuan Nasional Jaringan bioetika dan
Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) IV di Surabaya 2006 menyatakan bahwa, bioetika
kedokteran (medical bioethics) adalah aspek moral dari ilmu kedokteran (Practice of Moral
Medicine). Saat ini sudah sangat lazim pula kita dengar istilah ”Bioetikadan Humaniora
kesehatan” atau health bioethics and humanities. Humaniora medik (medical humanities)
mengandung pengertian aspek kemanusiaan dari ilmu kedokteran (Practice of Humane
Medicine). Karena kita ketahui bahwa antara ilmu kedokteran, moral dan kemanusiaan tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Menurut Kusumaatmaja, hukum sebagai kaidah sosial tidak terlepas dari nilai (values)
yang berlaku di suatu masyarakat; bahkan dikatakan bahwa hukum itu merupakan
pencerminan dari pada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Abel merumuskan definisi
tentang bioetika yang diterjemahkan Bertens sebagai berikut: Bioetika adalah studi
interdisipliner tentang problem-problem yang ditimbulkan oleh perkem-bangan di bidang
biologi dan ilmu kedokteran baik pada skala mikro maupun pada skala makro, lagipula
tentang dampaknya atas masyarakat luas serta sistim nilainya kini dan masa mendatang.
Bioetika bersifat pluralistik/terbuka karena pada bioetika kebudayaan dikedepankan,
agamawan didengar, suara-suara yang berbeda direspon, dan dialog yang rasional dibuka.
Bioetika (Biomedical ethics) meru-pakan cabang dari etika normatif dan merupakan etika
yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau penelitian dibidang biomedik. Dasar-
dasar bioetika adalah etika tradisional, dimana asas etika tradisional tersebut berupa asas
beneficence (memberikan manfaat) dan non-maleficence (mencegah mudharat). Kalau kita
perhatikan kedua asas ini sebenarnya bersumber dariperintah Allah Swt untuk ”Amar Ma’ruf
Nahi Munkar”. Etika terdiri dari dua jenis, yaitu etika umum dan etika khusus. Etika umum
membahas kondisi dasar bagaimana manusia bertindak dalam mengambil keputusan etis.
Penilaiannya adalah prinsip moral, yaitu baik dan buruk. Sementara etika khusus merupakan
penerapan prinsip-prinsip dasar dalam bidang khusus atau disebut etika terapan, misalnya
etika kedokteran, etika kefarmasian, etika keperawatan dan etika kedokteran.

2.2. Prinsip-Prinsip Etik


Beauchamp and Childress (1994) mengemukakan bahwa untuk mencapai suatu
keputusan etik diperlukan empat kaidah dasar moral dan beberapa aturan di bawahnya.
Keempat kaidah dasar moral tersebut ialah:

3
 Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed
consent. Dalam hal ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia.

 Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan
demi kebaikan pasien. Dalam prisnip beneficience tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikan saja, tetapi juga perbuatan dengan sisi baik yang lebih besar daripada sisi
buruk. Dalam hal ini, seorang dokter harus berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dan dokter tersebut harus berusaha secara maksimal agar pasien-nya tetap dalam kondisi
sehat.

 Prinsip non-malficience, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien. Prinsip ini terkenal sebagai primum non nocere atau “above all do no
harm”. Non-malficience ialah suatu prinsip dimana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang berisiko paling kecil
bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya.

 Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendis-tribusikan sumber daya. Keadilan (justice) merupakan
suatu prinsip di-mana seorang dokter wajib memberikan perlakuan sama rata serta adil
untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.

2.3. Prinsip Beneficience


Beneficence secara makna kata dapat berarti pengampunan, kebaikan, kemurahan
hati, mengutamakan kepentingan orang lain, mencintai dan kemanusiaan. Beneficence dalam
makna yang lebih luas berarti tindakan yang dilakukan untuk kebaikan orang lain. Prinsip
moral beneficence adalah kewajiban moral untuk melakukan suatu tindakan demi kebaikan
atau kemanfaatan orang lain (pasien). Prinsip ini digambarkan sebagai alat untuk
memperjelas atau meyakinkan diri sendiri (self-evident) dan diterima secara luas sebagai
tujuan kedokteran yang tepat. Penerapan prinsip beneficence tidak bersifat mutlak. Prinsip ini
bukanlah satu-satunya prinsip yang harus dipertimbangkan, melainkan satu diantara
beberapa prinsip lain yang juga harus dipertimbangkan. Prinsip ini dibatasi keseimbangan
manfaat, resiko, dan biaya (sebagai hasil dari tindakan) serta tidak menentukan pencapaian
keseluruhan kewajiban. Kritik yang sering muncul terhadap penerapan prinsip ini adalah
tentang kepentingan umum yang diletakan di atas kepentingan pribadi. Sebagai contoh,
dalam penelitian kedokteran, atas dasar kemanfaatan untuk kepentingan umum sering
prosedur penelitian yang membahayakan individu subjek penelitian diperbolehkan. Padahal,
terdapat prinsip-prinsip lain yang semestinya juga dipertimbangkan. Prinsip beneficence
harus diterapkan baik untuk kebaikan individu seorang pasien maupun kebaikan masyarakat
keseluruhan.
Beberapa bentuk penerapan prinsip beneficence merupakan komponen penting dalam
moralitas. Karena luasnya cakupan kebaikan, maka banyak ketentuan-ketentuan dalam
praktek (kedokteran) yang baik lahir dari prinsip beneficence ini. Beberapa contoh penerapan
prinsip beneficence ini adalah:
 Melindungi dan menjaga hak orang lain.
 Mencegah bahaya yang dapat menimpa orang lain.
 Meniadakan kondisi yang dapat membahayakan orang lain.
 Membantu orang dengan berbagai keterbatasan (kecacatan).
 Menolong orang yang dalam kondisi bahaya.

4
2.4. Kasus Eutanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani; “Eu” berarti baik dan “Thanatos”
berarti mati. Dengan demikian, istilah Euthanasia dapat diartikan “mati denganbaik”. Istilah
tersebut hampir sama dengan pendapat Djoko Prakoso yang mendefinisi-kane uthanasia
sebagai “mati dengan tenang” atau “a good death”.
Ditinjau dari cara pelaksanaan, eutanasia dapat dibedakan atas eutanasia pasif (mencabut
segala tindakan/pengobatan)dan eutanasia aktif (intervensi aktif). Eutanasia aktif ini dapat
pula dibedakan atas eutanasia aktif langsung (direct) dan eutanasia aktif tidak langsung (in
direct). Eutanasia dalam ketentuan perundang-undangan Dalam KUHP yang berkaitan
dengan euthanasia yaitu KKUHP Bab XIX Kejahatan terhadap nyawa pasal 344, dapat
dipaparkan sebagai berikut: BARANG SIAPA MERAMPAS NYAWA ORANG LAIN
ATAS PERMINTAAN ORANG ITU SENDIRI YANG JELAS DINYATAKAN
DENGAN KESUNGGUHAN HATI, DIANCAM DENGAN PIDANA PENJARA PALING
LAMA DUA BELAS TAHUN.
Pasal di atas ini menghalangi para dokter untuk melakukan tindakan voluntary euthanasia.
Bagi kalangan dokter yang berpegang pada pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP,
pelaksanaan eutanasia apapun jenisnya tidak mungkin dilaksanakan, terkecuali bila tindakan
eutanasia tidak diartikan sebagai tindakan kejahatan se-bagaimana dimaksudkan dalam
KUHP.

2.5. Pandangan eutanasia di kaidah beneficence


Untuk meliput lebih jauh eutanasia dari segi bioetika, maka terlebih dahulu
dikonstruksikan unsur dan ciri bioetika secara mendalam. Konflik moral yang dimaksud
meliputi konflik yang timbul dari kemajuan pesat ilmu-ilmu pengetahuan hayati dan
kedokteran, yang diikuti oleh penerapan teknologi yang terkait dengannya. Dalam hal ini,
bioetika dapat pula dilihat sebagai cabang ilmu pengetahuan tersendiri yang berkenaan
dengan konflik tersebut.
Dalam buku Medicine: The Forgotten Art, Elliot-Bijnns mengutip pandangan
Hipocrates yang relevan dengan hal di atas, yaitu: Ilmu kedokteran adalah upaya
mengurangi penderitaan si sakit, menyingkirkan penyakit, dan tidak mengobati kasus-
kasus yang tidak memerlukan pengobatan.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa dokter itu tidak harus berupaya mengobati
penyakit- penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi yaitu bila pengobatan atau
perawatan dokter sudah tidak kompeten lagi untuk melakukan medikasi terhadap
pasiennya. Dokter lebih baik memberikan penjelasan terhadap pasiennya untuk memahami
kenyataan yang sedang dihadapinya, yaitu pada saat-saat menjelang kematiannya.Tugas
seorang dokter ialah untuk menolong jiwa seorang pasien, walaupun bila hal tersebut
sudah tidak bisa dilanjutkan lagi dan bila diteruskan, kadang-kadang malah akan
menambah penderitaan seorang pasien.
Penghentian pertolongan tersebut merupakan salah satu bentuk eutanasia. Sedangkan
dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya, seorang
dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus
sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum,dan agama. Berdasarkan perspektif
kesehatan maka eutanasia masih tidak diperbolehkan karena pada dasarnya dokter harus
tetap bersikap profesional dan mengupayakan semaksimal mungkin untuk pengobatan
pasien. Menurut KODEKI dokter juga tidak boleh tidak mengupayakan atau melakukan
pembiaran terhadap penderitaan pasien.

5
2.6. Kasus Kecewa
Perempuan (20thn) datang ke dokter gigi spesialis orthodonsi untuk konsultasi kawat
gigi cekat yang sudah dipasang sejak 2 tahun yang lalu dan belum ada hasil yang
memuaskan. Pasien menceritakan bahwa kawat giginya dipasang pada waktu dia masih
sekolah SMA oleh seorang dokter gigi sp.ortho yang lain.
Dengan kata kasar dan tidak mengenakkan hati drg tersebut mengatakan bahwa drg
yang merawat sebelumnya tidak kompeten untuk melakukan perawatan tersebut dan
pasien disalahkan karena datang pada saat perawatan gigi tersebut belum selesai.
Pasien kecewa karena merasa hak nya sebagai pasien tidak dipenuhi dan seolah
menyalahkan pasien dan dokter yang dahulu merawatnya
Jawaban
-drg seharusnya bisa menjelaskan dengan baik2
-drg seharusnya tidak boleh menjelekkan teman sejawatnya
-drg seharusnya bisa bertanya krpada teman sejawatnya,dijelaskan bahwa pasien
tersebut perawatannya belum selesai dan datang kesini,dijelaskan beserta alasan pasien
mengapa tidak melanjutkan ke drg sebelumnya. Lalu bertanya bagaimana selanjutnya?
Apakah boleh dilanjutkan?
-jika pasien dari luar kota bisa pindah ke drg lain dengan disertai surat pengantar dari
drg sebelumnya

6
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan ilmu dan
teknologi kedokteran tidak dapat dilepaskan dari aspek sosial dan etika. Dokter yang kurang
mendalami pemahaman etika memerlukan alat bantu yang sistematis agar mampu membuat
keputusan klinis yang benar secara medis dan tepat secara etika. Penggunaan kaidah dasar
bioetika merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan
klinis yang etis. Untuk mencapai suatu keputusan etik diperlukan empat kaidah dasar
bioetika dan beberapa aturan di bawahnya. Keempat kaidah dasar bioetika tersebut ialah
otonomi, beneficience, non-malficience, dan justice. Prinsip beneficience merupakan salah
satu kaidah dasar bioetika yang harus dipahami seorang doketr dimana dalam prinsip ini
seorang dokter harus berbuat baik, menghormati martabat manusia dan dokter tersebut harus
berusaha secara maksimal agar pasiennya tetap dalam keadaan sehat dengan meningkatkan
pemahaman dan peraturan penggunaan prinsip beneficence dalam kehidupan sehari-hari
diharapkan akan mampu menjaga hubunga dokter dan pasien secara lebih baik serta akan
menyelamatkan dokter dari gugatan dan tuntutan juga sekaligus merefleksikan pribadi dokter
sebagai profesi yang luhur dan mulia sepanjang masa.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Aseri FA. Euthanasia suatu tinjauan dari segi Kedokteran Hukum Pidana dan Hukum
Islam. In: Problematika Hukum Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus; 1995.
2. Wibowo K. Euthanasia dan Bioetika [homepage on the Internet]. 2011. [cited 2012
Nov 10]. Available from:
http://pengacaraonlinecom.blogspot.com/2011/11/euthanasia-dan-bioetika. html.
3. Buku Penuntun skill lab Modul Etika dan Hukum Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tahun 2005.
4. Buku Modul Blok II Etika,Hukum dan Humaniora. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tahun 2017.
5. Suryadi T. Manajemen Konflik Hubungan Dokter Pasien Melalui Pendekatan
Bioetika. Pertemuan Nasional JBHKI III. Surabaya. 2006.

Anda mungkin juga menyukai