Hubungan Antara Strata Phbs Tatanan Rumah Tangga Dan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Leptospirosis
Hubungan Antara Strata Phbs Tatanan Rumah Tangga Dan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Leptospirosis
SKRIPSI
Oleh:
Rizka Auliya
NIM. 6450408117
2012
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
September 2012
ABSTRAK
Rizka Auliya.
Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan
Kejadian Leptospirosis.
(Studi Kasus di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012)
XIV + 95 halaman + 27 tabel + 2 gambar + 15 lampiran
Kata Kunci : Leptospirosis, Sanitasi Rumah, Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga.
Kepustakaan : 30 (1999-2011)
ii
Public Health Departement
Sport Science Faculty
Semarang State University
September 2012
ABSTRACT
Rizka Auliya.
Relationship Between the Strata of Healthy and Clean Life Behavior (PHBS) Order
Household and House Sanitary with Leptospirosis Incidence (Case Study in Candisari
District Semarang City in 2012)
XIV + 95 pages + 27 tables + 2 figure + 15 appendices
Kata Kunci : Leptospirosis, House Sanitation, Strata of Healthy and Clean Life
Behavior.
Kepustakaan : 30 (1999-2011)
iii
PENGESAHAN
NIM : 6450408117
Panitia Ujian:
Ketua, Sekretaris,
Drs. H. Harry Pramono, M.Si . ` Dr. dr. Oktia Woro KH, M. Kes.
NIP.19591019.198503.1.001 NIP. 19591001.198703.2.001
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
♠ Masyarakat akan sehat, apabila setiap insan ikut serta menyehatkan dirinya serta
PERSEMBAHAN:
3. Keluarga Besarku
4. Almamaterku Unnes
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan
4. Pembimbing II, Bapak Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes., atas bimbingan, arahan
bantuannya.
vi
8. Kepala Kantor Kecamatan Candisari Kota Semarang, Bapak Budi Tjahyanto,
9. Ibu (Sa’diyah), adik (Oyik), Kakak (Naila), atas do’a, pengorbanan, kasih
10. Muhammad Ulya, atas bantuan do’a, tenaga, pikiran, pengorbanan serta
11. Sahabat sekaligus teman diskusi (Dwina, Wiwin, Madya Feni, Evy, Nunung)
12. Teman-teman “Kos 8”, atas do’a, dukungan serta motivasinya dalam
13. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2008, atas bantuan
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya dalam
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ................................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
PENGESAHAN .................................................................................................... iv
viii
2.1 Leptospirosis .................................................................................................. 11
ix
4.2.4 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat .......................................................... 77
5.1.1 Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan Kejadian
Leptospirosis ................................................................................................ 78
Leptospirosis ............................................................................................... 84
.................................................................................................................... 85
.................................................................................................................... 87
.................................................................................................................... 89
LAMPIRAN ......................................................................................................... . 96
x
DAFTAR TABEL
Halaman
(RT,RW,DESA/KELURAHAN,KECAMATAN,KABUPATEN/KOTA) ............ 41
Tabel 4.4: Distribusi Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga Responden ................ 63
Tabel 4.12: Tabulasi Silang antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan
xi
Tabel 4.13: Tabulasi Silang antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis
.............................................................................................................. 70
Tabel 4.14: Tabulasi Silang antara Intensitas Cahaya dengan Kejadian Leptospirosis
.............................................................................................................. 71
Tabel 4.15: Tabulasi Silang antara Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis
.............................................................................................................. 72
Tabel 4.16: Tabulasi Silang antara Keberadaan Hewan Peliharaan dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 73
Tabel 4.17: Tabulasi Silang antara Keberadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 74
Tabel 4.18: Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 75
Tabel 4.19: Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 76
Tabel 4.20: Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Menggunakan Uji Chi-Square ... 77
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 8: Output SPSS Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square ..................... 125
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun, sedangkan di negara tropis berkisar
antara 10–100 kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun (WHO, 2012).
negara tropis merupakan negara dengan kejadian Leptospirosis yang tinggi serta
menduduki peringkat ketiga di dunia dibawah China dan India untuk mortalitas.
Semarang, Demak, Pati, Klaten dan Purworejo (Buku Saku Kesehatan 2011 Prov.
Jateng : 40 - 41).
bakteri yang berbentuk spiral dari genus Leptospira yang pathogen, yang
oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira yang biasanya masuk melalui
conjunctiva atau kulit yang terluka. Pada kulit yang utuh, infeksi dapat pula terjadi
1
2
apabila seseorang kontak dengan air, tanah, dan tanaman yang terkontaminasi urin
tikus atau hewan lain seperti anjing, kucing dll yang sakit leptospirosis dalam
tahun 2008 adalah 231 kejadian dan 15 kematian, tahun 2009 adalah 232 kejadian
dan 14 kematian, tahun 2010 adalah 133 kejadian dan 14 kematian, dan pada
tahun 2011 adalah 153 kejadian dan 30 kematian (Profil Kesehatan Indonesia
Jawa Tengah mulai tahun 2008–2011 yang paling tinggi adalah di Kota Semarang
kasus kematian sebanyak 22 kematian (Buku Saku Data Kasus dan Kematian
Leptospirosis Jateng 2012 ). Bila dilihat dari data, selama tahun 2008–2011
angka kematian yang terjadi mengalami peningkatan yang pesat pada tahun 2011.
terjadi di daerah rawan banjir karena kejadian penyakit ini paling tinggi setelah
banjir tersebut surut. Kawasan rob yang memiliki kasus leptospirosis tinggi di
dilakukan oleh Sunaryo dari Loka Litbang P2B2 Banjarnegara tentang zona
3
daerah yang jarang banjir. Daerah Candisari merupakan daerah yang jarang
leptospirosis yang tinggi pada tahun 2009-2011 yaitu 41 kasus dan 5 kematian.
Dan pada tahun 2008–2010 kejadian leptospirosis yang juga tinggi berada di
daerah Tembalang yang merupakan daerah yang juga jarang terjadi banjir
saja, melainkan sudah merambat ke daerah yang jarang banjir di Kota Semarang.
disebabkan oleh banyaknya populasi tikus yang terinfeksi bakteri leptospira yang
bermigrasi dari daerah yang rawan banjir ke daerah yang jarang banjir seperti
Candisari. Dan penyakit Leptospirosis dapat terjadi hanya dengan adanya tikus
yang terinfeksi Leptospira, air menggenang dan kontak manusia dengan air
menggenang yang terinfeksi oleh Leptospira dari air kencing tikus tersebut. dari
hal tersebut maka banyaknya kejadian Leptospirosis di daerah jarang banjir dapat
terjadi.
tanah dan permukaan air dangkal mencapai 10-20 meter. Hal ini berpotensi
Kaliwiru. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 28 Juli 2012
4
maupun selokan. Warga juga menyatakan bahwa saat musim hujan, selokan di
sekitar rumah mereka sering meluap karena tidak tertutup dan berukuran kecil.
Keterbatasan tempatlah yang membuat mereka tidak dapat membuat selokan yang
terlihat cukup gelap walaupun saat siang hari. Hal- hal tersebut yang menjadi
leptospirosis adalah sanitasi rumah. Sanitasi rumah dapat dikatakan baik apabila
bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan
tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
5
pengumpulan sampah (Odd Ratio = 1,2 dengan 95% CI 0,6-2,7), kondisi selokan
merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis berat adalah adanya tikus di dalam
tatanan rumah tangga. Selain faktor lingkungan, faktor–faktor lain yang ikut
berpengaruh pada kejadian leptospirosis juga terdapat dalam PHBS tatanan rumah
rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS dengan baik,
dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan
2010). Dengan PHBS tatanan rumah tangga tersebut dapat diketahui tingkatan
strata PHBS dalam rumah tangga, tingkatan strata tersebut antara lain sehat
kondisi PHBS dalam keluarga. Penentuan strata PHBS Tatanan Rumah Tangga
merupakan program pemerintah yang telah dilakukan oleh Puskesmas. Untuk itu
6
rumah, keberadaan air yang menggenang di dalam rumah, sarana pembuangan air
termasuk ke dalam beberapa indikator dari PHBS tatanan rumah tangga. Selain
kejadian leptospirosis juga terdapat dalam PHBS tatanan rumah tangga. Indikator
tersebut antara lain KIA dan gizi, gaya hidup, dan upaya kesehatan masyarakat.
Dengan PHBS tatanan rumah tangga tersebut dapat diketahui tingkatan strata
hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan
kejadian leptospirosis?”.
antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan kejadian
leptospirosis.
kejadian leptospirosis.
7
leptospirosis.
leptospirosis.
kejadian leptospirosis.
leptospirosis.
leptospirosis.
hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan
kejadian leptospirosis.
PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah berhubungan dengan kejadian
8
Tahun Ranca
Judul Nama dan ngan
Peneliti Peneli Tempat Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian
An ti Peneliti An
an
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Faktor Dwi Tahun Meng Variabel bebas : Beberapa faktor
Risiko Sarwa 2005, gu Kondisi selokan, lingkungan fisik
Ling ni Sri di nakan karakteristik yang merupakan
kungan Rejeki Rumah metode genangan air, faktor risiko
Yang Sakit Obser keberadaan sampah, kejadian
Berpe Dr. vasio kondisi jalan sekitar leptospirosis berat
ngaruh Kariadi nal rumah, curah hujan, adalah kondisi
Terha Sema dengan kondisi selokan, tempat
dap rang. rancang kondisi tempat pengumpulan
Kejadian an pengumpulan sampah OR = 1,2
Leptospi kasus sampah, topografi, 95% CI 0,6-2,7;
rosis kontrol keberadaan tikus di curah hujan >=
Berat dalam dan sekitar 177,5 mm
rumah, kepemilikan OR=5,7; 95% CI
hewan peliharaan, 1,9-17,3; kondisi
pH tanah, riwayat selokan <
peran serta dalam 2,0 meter OR=5;
kegiatan sosial yang 95% CI 1,8-15,7.
berisiko terhadap Faktor lingkungan
leptospirosis, biologik yang
penggunaan alat merupakan
pelindung, jumlah faktor risiko
pendapatan, jenis kejadian
pekerjaan, kebiasaan leptospirosis berat
tidak memakai alas adalah adanya
kaki, mencuci/mandi tikus di dalam dan
di sungai sekitar
Variabel terikat : OR=38,1; 95% CI
Kejadian 8,6–169,8.
leptospirosis.
9
10
Penelitian ini dibatasi lingkup teorinya pada strata PHBS tatanan rumah
tangga dan sanitasi rumah sebagai pemicu munculnya vektor tikus yang kemudian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Leptospirosis
berbentuk spiral dari genus leptospira patogen, menyerang hewan dan manusia.
Definisi zoonosa (zoonosis) adalah penyakit yang secara alami dapat dipindahkan
Penyakit ini bebas berkembang di alam, di kalangan hewan liar maupun domestik,
dan manusia merupakan infeksi terminal. Dari aspek ini penyakit tersebut
pada manusia meliputi: demam, pembesaran hati dan limpa, ikterus, dan ada tanda
2.1.1.1 Etiologi
(L), famili Leptospiraceae, ordo Spirochaetales yang terdiri dari 2 spesies yaitu L.
interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non – patogen,
11
12
canicola dengan anjing sebagai reservoirnya, dan L.pamona dengan sapi dan babi
2.1.1.2 Epidemiologi
Leptospira yang hidup dalam tubuh hewan yang menjadi sumber penular
leptospirosis berada di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vektor
yang utama penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira
akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel
tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus akan ikut mrngalir dalam filtrat urin.
Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang, masa puncak insidens
dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor
insidens tertinggi terjadi selama musim hujan. Untuk dapat berkembang biak,
lembab, hangat, dan pH air tanah yang netral (Aru W. Sudoyo, dkk., 2006:1845).
minggu. Ketika orang meminum air tersebut, berenang atau mandi di dalamnya,
atau mengkonsumsi makanan yang tercemar, maka dapat timbul infeksi pada
orang tersebut. Orang yang sering berkontak dengan air yang tercemar oleh urin
13
2.1.1.3 Patogenesis
Infeksi pada manusia biasanya terjadi akibat air minum atau makanan
yang terkontaminasi denga leptospira. Selaput mukosa dan kulit yang terluka
merupakan tempat masuk yang paling mungkin bagi leptospira patogenik. Setelah
masuknya bakteri ini, terjadi infeksi yang tersebar di seluruh tubuh termasuk
cairan serebrospinal dan mata, tetapi tidak timbul lesi pada tempat masuk. Gerak
2011:86-88).
kecuali pada otak, mata, dan ginjal. Leptospira yang bertahan hidup pada otak dan
mata tidak memperbanyak diri, akan tetapi pada ginjal, bakteri ini berkembang
biak di dalam tubuli kontorta dan dikeluarkan ke dalam urin. Leptospira bertahan
rodensia bakteri ini dapat dikeluarkan melalui urin sepanjang hidup hewan
2.1.1.4 Patologi
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis
terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara
histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal
dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut.
14
Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Selain
di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat
masuk pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang
leptospirosis. Organ–organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot
2.1.1.5 Morfologi
panjang 5–25 μm, disertai spiral halus yang lebarnya 0,1–0,2 μm. Salah satu ujung
menyebabkan leptospira dapat bergerak sangat aktif untuk maju, mundur atau
berbelok. Leptospira dapat dikembangbiakkan pada pH 7,4 dan pada suhu 28–
2.1.1.6 Struktur
Leptospira memiliki ciri umum yang berbeda dari bakteri lainnya. Sel
bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3 – 5 lapis, atau disebut
juga envelop. Di bawah membran luar ini terdapat lapisan peptidoglikan yang
fleksibel dan helical, serta membran sitoplasma. Kedua lapisan ini meliputi isi
sitoplasma dari sel. Struktur yang dikelilingi membran luar tersebut, secara
membran luar dan lapisan peptidoglikan. Flagela ini disebut sebagai flagella
15
berpangkal pada setiap ujung sel. Ujung bebas flagella periplasmik berjalan ke
arah pusat sel, tetapi tidak bertumpang tindih seperti Spirochaeta lainnya.
tanah (lumpur), dan tanaman yang telah dikotori oleh air seni dari hewan – hewan
selaput lendir (mukosa) mata, hidung, atau kulit yang lecet dan kadang – kadang
melalui saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi oelh urin tikus
masuknya kuman secara kuantitatif berbeda, bergantung kepada agen, host dan
lingkungan. Melalui cara lain dapat saja terjadi yaitu melaui permukaan mukosa,
Leptospira akan masuk dalam peredaran darah yang ditandai dengan adanya
demam dan berkembang pada target organ serta akan menunjukkan gejala infeksi
pada organ tersebut. Masa inkubasi dari leptospirosis 4–19 hari, rata–rata 10 hari.
Penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi (Depkes RI, 2005:8).
16
spesies hewan, dan umurnya. Kuman ini beberapa hari akan tinggal pada organ
seperti hati, limpa, ginjal dengan ditandai perubahan patologis. Mekanisme sistem
imunitas tubuh akan aktif apabila kuman menjalar ke jaringan hati dan ginjal,
petugas rumah potong hewan, dokter hewan yang menangani ternak, mempunyai
(landak, kelelawar, tupai), sedangkan rubah dapat berperan sebagai karier dari
subklinik, demam anikterik ringan seperti influenza sampai dengan yang berat dan
berpotensi fatal yaitu penyakit weil (weil’s disease atau weil’s syndrome). Karena
variasi klinik penyakit ini luas, maka penyakit ini biasanya mirip dengan infeksi
dengue, malaria ringan atau berat, demam typhoid, hepatitis virus, infeksi
17
keluahan sakit kepala, suhu badan meningkat sampai menggigil, nyeri otot hebat
terutama pada paha, betis yang diikuti dengan hiperaestesia. Beberapa penderita
mengeluh nafsu makan berkurang, mual, muntah dan diare. Keluhan batuk dan
sakit dada dijumai pada hampir semua kasus, sedangkan batuk darah sangat jarang
ditemukan.
timbul pada hari ke 3 (tiga) atau ke 4 (empat), yang disertai dengan sklera mata
berwarna kuning dan adanya photophpbia. Tanda lain dapat berupa kemerahan
kulit. 25% kasus dapat dijumpai penurunan kesadaran, bradikardi, hipotensi, dan
limfadenopatia.
yang tidak melebihi 39°C, berlangsung selama 1–3 hari, kadang–kadang timbul
antibodi dalam sirkulasi darah. Pada fase ini kadang–kadang dijumpai adanya
18
klinis bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, dapat terjadi gangguan fungsi
ginjal dan hati, serta gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan.
Pada fase ini terjadi perbaikan klinis yang ditandai dengan pulihnya
perbaikan produksi urin. Fase ini terjadi bila pada minggu kedua sampai minggu
keempat degan petogenesis yang masih belum jelas, demam, serta nyeri otot
denga pilinan yang rapat dengan ujung – ujungnya yang bengkok seperti dari
ukurannya yang sangat kecil. Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop
medan gelap atau mikroskop phase kontras. Leptospira peka terhadap asam dan
dapat hidup dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut,
air selokan, dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati (Depkes RI,
2005:6).
sekitar 0,1 sampai 0,15 μm dan panjang gelombang sekitar 0,5 μm, pada ujung
19
selnya baik pada salah satu maupun keduanya biasanya terikat pada semacam kait.
Dua filamen aksial (flagella periplasmik) dengan insersi polar terletak pada ruang
aerobik obligat dengan pertumbuhan optimal pada suhu 28°C–30°C dan pH 7,2–
80. Menghasilkan katalase dan oksidase, tumbuh pada media sederhana yang kaya
dengan vitamin (vit B2 dan B12 adalah faktor pertumbuhan), asam lemak rantai
panjang, dan garam amonium. Asam lemak rantai panjang digunakan sebagai
sumber karbon tunggal dan metabolisme oleh α oxidase (Depkes RI, 2005:6).
sejumlah serovar yang telah ditetapkan dalam aglutinas setelah absorbsi silang
dengan antigen homolog. Jika pada uji ulangan selalu terdapat lebih dari 10% titer
homolog pada sekurang–kurangnya satu dari dua antisera, maka pada dua strain
tersebut dnyatakan sebagai dua serovar yang berbeda (Depkes RI, 2005:6).
2. Penangkap/penjerat hewan
20
3. Dokter/mantri hewan
5. Berenang di sungai
6. Bersampan
7. Kemping
8. Berburu/kegiatan di hutan
2.1.7.1 Anamnesis
pasien. Identitas pasien ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal,
jenis pekerjaan dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan
keluahan khas yang dapat ditemukan yaitu : demam mendadak, keadaan umum
lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata
21
semakin lama semakin bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah
klinik yang sering ditemukan. Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu :
hati
22
harus dikorelasikan dengan gejala klinis dan data epidemiologis seperti riwayat
disimpan dan dikirim dalam keadaan beku dengan dry ice, (karena pada suhu 20-
250 C spesimen hanya tahan beku selama 1-2 hari). Berbagai jenis uji serologi
2.1.8 Tikus
2.1.8.2 Biologi
reproduksi tikus dan mencit sangat tinggi dan ciri yang menarik adalah gigi
23
Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan bawah, masing-masing
sepasang. Gigi seri ini secara cepat akan tumbuh memanjang sehingga merupakan
alat potong yang sangat efektif. Tidak mempunyai taring dan graham.
adalah Rattus norvegicus, Rattus diardi, Mus muculus. Rattus norvegicus (tikus
sebaliknya Rattus diardi (tikus rumah) tidak tinggal di tanah tapi di semak-semak
atau di atap bangunan. Bantalan telapak kaki jenis tikus ini disesuaikan untuk
kekuatan menarik dan memegang yang sangat baik. Hal ini karena pada bantalan
bantalan telapak kakinya halus. Mus muculus selalu berada di dalam bangunan
rumah, sarangnya bisa ditemui didalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak
seperti pencium yang tajam, meraba, mendengar. Pada malam hari, tikus bergerak
dipandu kumis yang panjang peka terhadap sentuhan. Tikus senang dengan bau
harum khususnya yang berasal dari makanan manusia. Kebiasaan lain misalnya
adalah di tempat sampah, lemari, selokan dan dapur. Umur hidup seekor tikus
rata-rata mencapai 1 tahun dan pembiakan cepat terjadi selama musim hujan,
24
erithromycin yang sebaiknya diberikan pada hari munculnya gejala klinis, karena
pengobatan setelah hari kelima sakit tidak akan banyak menolong. Pemberian
(Rusmini, 2011:109).
Pencegahan primer adalah bagaimana agar orang sehat sebagai sasaran dapat
yang sasarannya adalah orang yang sudah sakit leptospirosis, dicegah agar orang
Prinsip kerja dan langkah pencegahan primer adalah mengendalikan agar tidak
pada pekerja irigasi, petani tebu, pekerja laboratorium, dokter hewan, pekerja
pakaian khusus yang dapat melindungi kontak dengan bahan yang telah
25
terkontaminasi, misal : sepatu bot, masker dan sarung tangan. Dianjurkan setelah
alat - alat kerja dengan sodium hipokhlorit pengenceran 1 : 4000 atau dengan
deterjen.
Dalam hal ini dilakukan pengelolaan air minum yang baik, filtrasi dan
memberikan manfaat cukup poten dan aman sebagai pencegahan bagi pekerja
risiko tinggi. Pencegahan dengan serum imun spesifik telah terbukti melindungi
Pemberian penisilin 2 juta unit per hari selama 5 hari secara intramuskuler
pencegahan.
Rodent yang diduga paling poten sebagai karier leptospira adala tikus.
Untuk itu dapat dilakukan beberapa cara seperti penggunaan racun tikus,
26
rodent. Untuk mengatasi agar tikus tidak masuk ke dalam rumah, sebaiknya
dibuat kedap tikus dan bahan-bahan makanan yang mudah busuk dibuang.
antara daerah satu dengan daerah lain mempunyai serovar dan epidemi
zoonosis klasik pada binatang yang merupakan sumber infeksi utama, oleh karena
dokter hewan dan kelompok lembaga sosial masyarakat yang terlibat. Pokok-
mandi, riwayat adanya luka, keadaan lingkungan yang tidak bersih, disamping
2.2.1 Definisi
dimaksud dengan rumah yaitu bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal
27
rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan sarana pembinaan keluarga yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
sebagai berikut:
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, dan limbah rumah tangga,
bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan,
karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain, persyaratan garis
sempadan jalan konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar,
28
A. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat
B. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh dan
berikut:
b. Dinding:
Ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk
pengaturan sirkulasi udara. Kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan
mudah dibersihkan.
e. Ruang didalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang
keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, ruang bermain
anak.
29
2.2.2.3 Pencahayaan
Pencahayaan alami yaitu berasal dari sinar matahari yang masuk ke dalam
rumah dan atau pencahayaan buatan langsung maupun tidak langsung dapat
2.2.2.5 Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari
luas lantai.
2.2.2.7 Air
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
30
2.2.2.9 Limbah
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak
orang.
rumah. Beberapa aspek kondisi sanitasi rumah yang berkaitan dengan kejadian
harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut : tidak ada genangan air di sekitar
rumah akibat luapan dari selokan, saluran tertutup atau diresapkan dan kondisi
31
genangan air inilah bakteri leptospira akan masuk ke tubuh manusia (Depkes RI,
2003).
yang telah tersedia di setiap rumah masing – masing tanpa menimbulkan bau tidak
yang disenangi tikus. Kondisi sanitasi yang jelek seperti adanya kumpulan
Adanya kumpulan sampah dijadikan indikator dari kehadiran tikus. Jarak rumah
masuk ke rumah dan kencing di sembarang tempat. Jarak rumah yang kurang dari
besar dibanding yang lebih dari 500 m (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005:26).
beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan dan kelembapan tinggi (Depkes
32
RI, 2003). Leptospirosis berhubungan dengan musim hujan, dan musim hujan
menyerang tikus besar seperti tikus wirok (Rattus norvegicus dan tikus rumah
(Rattus diardii). Sedangkan L.ballum menyerang tikus kecil (mus musculus). Ada
tidaknya tikus di dalam dan sekitar rumah yang ditandai dengan ada tidaknya
Selain pada tikus, Leptospira juga dapat menginfeksi hewan lain seperti
sapi, anjing, kuda, kambing, domba dan babi. Meskipun pada hewan- hewan
tersebut hanya kemungkinan kecil terjadi. Seperti Canicola pada anjing dan
dengan jumlah orang yang akan menempati rumah tersebut agar tidak terjadi
kelebihan jumlah penghuni rumah. Rumah yang dihuni oleh banyak orang dan
ukuran luas rumah tidak sebanding dengan jumlah orang maka akan
bangunan yang optimum adalah 2,5-3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota
33
keluarga). Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
rumah. Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan
menjadi memenuhi standar (2 orang per 8 m2) dengan ketentuan anak <1 tahun
2000:156).
Rumah sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya
matahari, disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang
baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak
cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata.
Cahaya alami, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan masuk cahaya
(jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang
terdapat dalam ruangan rumah. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan
dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai bukan menyinari
34
menggunakan luxmeter, yang diukur pada pukul 09.00-15.00 WIB dan membagi
beberapa titik pengukuran dengan jarak antara titik sekitar 1 meter, dilakukan
dengan tinggi luxmeter kurang lebih 85 cm diatas lantai dan posisi photo cell
bila < 60 lux. Menurut WHO, kebutuhan standar cahaya alam yang memenuhi
2.3.1 Umur
prevalensi dan data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak
umur berkisar antara balita sampai lansia ( 1 tahun sampai lebih dari 65 tahun).
Namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. Menurut
2010, penderita leptospirosis berumur 1–4 tahun sebanyak 3 penderita, umur 5–14
tahun sebanyak 8 penderita, umur 15–44 tahun sebanyak 22 penderita, umur 45–
54 tahun sebanyak 2 penderita, umur 55–64 tahun sebanyak 3 penderita dan yang
35
pada umur 15-44 tahun dengan penderita sebanyak 22 penderita (Depkes RI,
Daya tahan tubuh bagi penderita leptospirosis dapat didukung oleh status
gizi yang baik. Hal ini disebabkan karena status gizi yang baik adalah parameter
yang baik untuk mendeteksi bahwa proses metabolisme gizi dalam keadaan
imunologi tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Status gizi bagi pasien
leptospirosis memiliki pengaruh nyata terhadap daya tahan tubuhnya. Hal ini
disebabkan status gizi yang baik adalah proteksi yang baik untuk melawan virus
patogen dalam tubuh. Sistem imunologi yang didukung sepenuhnya oleh protein
jaringan akibat infeksi virus dan bakteri oleh tubuh. Interaksi antara infeksi
sebagai suatu peristiwa sinergik, selama terjadinya infeksi status gizi akan
menurun dan dengan menurunnya status gizi orang tersebut menjadi kurang
resisten terhadap infeksi. Respons imun menjadi kurang efektif dan kuat ketika
36
termasuk kebutuhan makanan dan kesehatan. Jika kebutuhan akan makanan sehat
tidak terpenuhi maka dapat melemahkan daya tahan tubuh, sehingga mudah
biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit. Derajat
Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu, yang terdaftar dan
rumah tangga agar mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih sehat
Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga, Dinkes Prov. Jateng, 2010).
37
2. Anggota rumah tangga berperan aktif dalam gerakan Perilaku Hidup Bersih
pendapatan keluarga.
kesehatannya.
38
3) Kabupaten / Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam
Indikator PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu alat ukur atau
rumah tangga diarahkan pada aspek program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan
terdapat 16 variabel, yang terdiri dari 10 indikator Nasional dan 6 indikator lokal
kesehatan
39
2. Bagi rumah tangga yang memiliki bayi, apakah bayinya mendapat ASI
Kesehatan)
1. Penimbangan Balita
3. Anggota rumah tangga terbiasa mencuci tangan sebelum makan dan sesudah
BAB
narkoba
40
dasawisma
Tingkatan strata tersebut antara lain sehat pratama, sehat madya, sehat
utama dan sehat paripurna. Strata rumah tangga dapat dilihat pada tabel berikut :
Strata Kriteria
41
KABUPATEN/KOTA)
Strata Kriteria
Sehat Pratama (Warna Merah) Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai
strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 0 s/d 24,4%
Sehat Madya (Warna Kuning) Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai
strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 24,5 s/d 49,4%
Sehat Utama (Warna Hijau) Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai
strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 49,5 s/d 74,4%
Sehat Paripurna (Warna Hijau) Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai
strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 74,5% atau lebih
42
Kondisi selokan
Kejadian banjir Keberadaan
air
Sarana menggenang
pembuangan air
limbah
Kejadian
kontaminasi
genangan air
Kejadian
infeksi
Keberadaan tikus Keberadaan leptospira pada
dalam rumah Bakteri
manusia
leptospira
melalui luka,
Sarana
mukosa, dan
pembuangan
sampah konjungtiva
Strata PHBS
Intensitas cahaya tatanan rumah
dalam rumah tangga
Kepadatan hunian
Keeradaan hewan
peliharaan
Status gizi
Umur
Status ekonomi
Kejadian
Leptospirosis
BAB III
METODE PENELITIAN
Umur
Status ekonomi
Kejadian banjir
43
44
leptospirosis.
leptospirosis.
leptospirosis.
leptospirosis.
leptospirosis.
penelitian observasional analitik dengan desain studi kasus kontrol, yaitu suatu
Strata PHBS tatanan rumah tangga, yaitu suatu tingkatan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam setiap rumah tangga yang telah ditetapkan oleh dinkes
45
setempat yang meliputi beberapa strata rumah tangga antara lain sehat pratama,
sehat madya, sehat utama, dan sehat paripurna. Dan sanitasi rumah yaitu usaha
kejadian banjir.
46
47
48
2005:79). Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita Leptospirosis yang
ini dibagi dua, yaitu populasi kasus dan populasi kontrol. Pada penelitian ini
dengan efek atau penyakit tertentu dan kelompok tanpa efek disebut kontrol.
Kelompok kasus adalah orang yang menderita efek atau penyakit tertentu.
Pada penelitian ini populasi kasus adalah seluruh penderita leptosopirosis yang
49
Kelompok kontrol adalah orang yang tidak menderita efek atau tanpa efek.
Pada penelitian ini populasi kontrol adalah orang yang tidak menderita
menerapkan apakah pada kasus dan kontrol terdapat faktor risiko atau tidak
dan proporsi paparan pada kelompok kontrol (P2) dari penelitian terdahulu adalah
sebagai berikut:
2
2 1 1 2 2
n1=n2= 2 (Sudigdo dan Sofyan Ismail, 2011:368).
1 2
Keterangan:
50
Q : 1–P
OR=3,683
, ,
P1 = = = 0,739
, , ,
, ,
P = = = 0,587
Q = 1 – P = 1 – 0,587 = 0,413
Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,739 = 0,261
Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,435 = 0,565
, √ , , , √ , , , ,
n1= n2=
, ,
= 32,64
= 33
51
perbandingan 1:1 untuk kelompok kasus dan kelompok kontrol (n1=n2), maka
besar sampel pada penelitian ini adalah 33 sampel kasus dan 33 sampel kontrol.
bulan Januari 2009–Desember 2011 yang terdaftar dalam catatan rekam medik
1. Kriteria Inklusi
c) Kondisi fisik dan lingkungan rumah tidak berubah mulai tahun 2009.
2. Kriteria Eksklusi
Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah orang yang tidak menderita
52
2009-2011.
1. Kriteria Inklusi
d) Kondisi fisik dan lingkungan rumah tidak berubah mulai dari tahun 2009.
2. Kriteria Eksklusi
Data primer adalah data yang diambil secara langsung oleh peneliti (Eko
Budiarto, 2002:5). Dalam penelitian ini data primer adalah data penderita
Kagok). Data primer juga diperoleh dengan cara wawancara dan observasi.
53
dari orang lain dan tidak dilakukan oleh peneliti sendiri (Eko Budiarto, 2001:5).
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data pasien rawat jalan Puskesmas
3.8.1 Kuesioner
rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal tertentu untuk dijawab secara tertulis
3.8.3 Pengukuran
pengukuran pencahayaan.
3.9.1 Observasi
2002:133).
54
PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan kejadian leptospirosis di
Kecamatan Candisari.
langsung dari sumbernya, tujuannya untuk mencari data yang belum terjaring
dengan kuesioner. Variabel yang ditanyakan dan diambil dengan cara wawancara
meliputi perilaku hidup bersih dan sehat, kondisi selokan, keberadaan tikus,
3.9.3 Dokumentasi
Kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar
55
3. Penyusunan Kuesioner
Tahap akhir penelitian adalah kegiatan yang dilakukan pada saat setelah
2. Analisis data
dalam rangka untuk memberikan arti yang berguna pada pemecahan masalah
3.11.1.1 Editing
Sebelum data diolah, data perlu diedit terlebih dahulu. Mengedit adalah
56
pengumpul data. Tujuan dari editing adalah untuk mengurangi kesalahan atau
3.11.1.2 Coding
3.11.1.3 Tabulating
sudah diberi kategori jawaban dan mengatur angka – angka kemudian dimasukkan
dalam tabel, sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam bernagai kategori.
3.11.1.4 Entry
bermanfaat untuk melihat apakah data telah layak untuk dianalisis, melihat
gambaran data yang dikumpulkan dan apakah data telah optimal untuk dianalisis
lebih lanjut.
57
variabel meliputi variabel bebas degan variabel terikat. Skala data penelitian yaitu
skala ordinal dengan ordinal maka uji statisiknya Chi–Square. Syarat uji Chi–
Square adalah tidak ada sel yang nilai observed nol dan sel expected (E) kurang
1) Tabel 2 x 2
58
Odds ratio adalah berapa sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan
pada kontrol (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011: 148). OR pada
studi kasus kontrol mengalami kelompok kasus (a+c) dan kelompok kontrol
(b+d).
Rumus menghitung OR :
O
OR=
O
= :
/ /
= :
/ /
= :
59
penyakit.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
laut. Luas wilayahnya sekitar 555.510 ha. Jumlah penduduk sebesar 71.242 jiwa
terdiri dari 35.251 orang penduduk laki-laki dan 35.991 orang penduduk
perempuan. Dari 7 kelurahan tersebut terdiri dari 461 RT dan 65 RW. Proporsi
Candisari, 2011:1).
Responden terdiri dari responden kasus dan responden kontrol yang mana
responden kasus terdiri dari 33 orang dan responden kontrol sebanyak 33 orang.
60
61
Desember 2011 yang terdaftar dalam catatan rekam medik Puskesmas Candilama
Semarang Tahun 2009-2011. Sedangkan responden kontrol yaitu orang yang tidak
15-49 tahun untuk orang muda dan dewasa, serta 50 tahun ke atas untuk orang tua
didapatkan gambaran umum mengenai umur responden, dapat dilihat pada tabel
prosentase responden dengan umur 15-49 tahun sebesar 27,3% dan responden
dengan umur > 50 tahun sebesar 72,7%. Sedangkan dari 33 responden kontrol,
prosentase responden dengan umur 15-49 tahun sebesar 30,3% dan responden
62
umum mengenai jenis kelamin responden, dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai
berikut:
prosentase responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 63,6% dan responden
kontrol, prosentase responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 66,6% dan
umum mengenai tingkat pendidikan responden, dapat dilihat pada tabel 4.3
sebagai berikut:
63
SMP sebesar 24,2%, SMA/SMK sebesar 30,3% dan akademi/PT yaitu sebesar
prosentase responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah tangga kurang
baik sebesar 72,7% dan responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah
responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah tangga kurang baik sebesar
36,4% dan responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah tangga baik
sebesar 63,6%.
64
sebesar 69,7% dan responden yang memiliki kondisi selokan memenuhi syarat
memiliki kondisi selokan tidak memenuhi syarat sebesar 30,3% dan responden
65
memenuhi syarat sebesar 48,5% dan responden yang memiliki intensitas cahaya
kontrol, prosentase responden yang memiliki intensitas cahaya dalam rumah tidak
memenuhi syarat sebesar 60,6% dan responden yang memiliki intensitas cahaya
prosentase responden yang terdapat tikus di rumah sebesar 81,8% dan responden
yang tidak terdapat tikus sebesar 18,2%. Sedangkan dari 33 responden kontrol,
prosentase responden yang terdapat tikus di rumah sebesar 42,4% dan responden
66
responden yang tidak memiliki hewan peliharaan sebesar 42,2%. Sedangkan dari
sebesar 36,4% dan responden yang tidak memiliki hewan peliharaan sebesar
63,6%.
menggenang di sekitar rumah responden, dapat dilihat pada tabel 4.9 sebagai
berikut:
67
69,7% dan responden yang tidak terdapat air menggenang di sekitar rumah
terdapat air menggenang di sekitar rumah sebesar 27,3% dan responden yang
syarat sebesar 69,7% dan responden yang memiliki sarana pembuangan limbah
68
syarat sebesar 81,8% dan responden yang memiliki sarana pembuangan sampah
Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang strata PHBS Tatanan
69
Tabel 4.12 Tabulasi Silang antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan
Kejadian Leptospirosis
dengan strata PHBS kurang baik sebesar 72,7% lebih besar dibandingkan dengan
strata PHBS kurang baik yaitu 27,3%, sedangkan prosentase responden kontrol
dengan strata PHBS baik sebesar 63,6% lebih besar dibandingkan dengan strata
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,003) < α (0,005) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara strata
PHBS tatanan rumah tangga dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR)
strata PHBS tatanan rumah tangga kurang baik memiliki risiko 4,667 kali lebih
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang kondisi selokan responden
70
Tabel 4.13 Tabulasi Silang antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis
Kondisi Selokan Kejadian Leptospirosis Nilai OR 95%CI
p
Kasus Kontrol
∑ % ∑ %
Tidak Memenuhi 23 69,7 10 30,3
Syarat 1,851-
0,001 5,290
Memenuhi Syarat 10 30,3 23 69,7 15,116
Total 33 100,0 33 100,0
selokan yang tidak memenuhi syarat sebesar 69,7% lebih besar dibandingkan
responden kontrol dengan kondisi selokan yang tidak memenuhi syarat sebesar
30,3% lebih kecil dibandingkan dengan selokan yang memenuhi syarat yaitu
69,7%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,001) < α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara kondisi
selokan dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) = 5,290 dengan
tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,290 kali lebih besar menderita
memenuhi syarat
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang intensitas cahaya dalam
rumah responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota
71
Tabel 4.14 Tabulasi Silang antara Intensitas Cahaya dalam Rumah dengan
Kejadian Leptospirosis
intensitas cahaya dalam rumah tidak memenuhi syarat sebesar 48,5% lebih kecil
51,5%, sedangkan responden kontrol dengan intensitas cahaya dalam rumah tidak
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,323) > α (0,05) sehingga
Ho diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang keberadaan tikus du rumah
72
Tabel 4.15 Tabulasi Silang antara Keberadaan Tikus di Rumah Responden dengan
Kejadian Leptospirosis
tikus di rumah sehingga tidak memenuhi syarat sebesar 81,8% lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak terdapat tikus sehingga memenuhi syarat yaitu
sehingga tidak memenuhi syarat sebesar 42,4% lebih kecil dibandingkan dengan
yang tidak terdapat tikus sehingga memenuhi syarat yaitu sebesar 57,6%
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,001) < α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara keberadaan
tikus dengan kejadian leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) = 6,107 dengan
interval 1,988-18,757, yang berarti bahwa responden yang terdapat tikus di rumah
sehingga tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,107 kali lebih besar menderita
memenuhi syarat.
Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang keberadaan hewan
73
hewan peliharaan sehingga tergolong kurang baik sebesar 57,6% lebih besar
baik yaitu sebesar 42,4%, sedangkan responden kontrol yang terdapat hewan
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,084) > α (0,05) sehingga
Ho diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang keberadaan air
74
Tabel 4.17 Tabulasi Silang antara Keberaadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis
air menggenang sehingga tergolong kurang baik yaitu sebsar 69,7% lebih besar
yaitu sebesar 30,3%, sedangkan responden kontrol yang terdapat air menggenang
sehingga tergolong kurang baik yaitu sebsar 27,3% lebih kecil dibandingkan
dengan tidak terdapat air menggenang sehingga tergolong baik yaitu sebesar
72,7%
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,001) < α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara keberadaan
air menggenang dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) = 6,133
dengan interval 2,111-17,824, yang berarti bahwa responden yang terdapat air
6,133 kali lebih besar menderita leptospirosis bila dibandingkan responden yang
75
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang sarana pembuangan
limbah responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota
Tabel 4.18 Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian
Leptospirosis
syarat sebesar 33,3% lebih kecil dibandingkan dengan sarana pembuangan limbah
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,003) > α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara sarana
4,600 dengan interval 1,631-12,973, yang berarti bahwa responden dengan sarana
pembuangan limbah tidak memenuhi syarat memiliki risiko 4,6 kali lebih besar
76
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang sarana pembuangan
Tabel 4.19 Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,002) > α (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara sarana
5,400 dengan interval 1,764-16,533, yang berarti bahwa responden dengan sarana
pembuangan sampah tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,4 kali lebih besar
77
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Kejadian Leptospirosis
Candisari Kota Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,003) < α
diketahui bahwa responden dengan strata PHBS kurang baik mempunyai risiko
4,667 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden dengan strata
PHBS baik. Karena nilai OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1, maka dapat
dikatakan bahwa strata PHBS merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
penyakit Leptospirosis.
responden kasus dengan strata PHBS yang kurang baik yaitu 24 orang atau 72,7%
dan yang baik sebanyak 9 orang atau 27,3% karena pada sebagian besar
responden kasus memiliki tingkatan strata PHBS sehat madya sehingga tergolong
kurang baik. Sebaliknya pada responden kontrol, dimana strata PHBS yang
dicapai sebagian besar yaitu 21 orang atau 63,6% memiliki strata PHBS sehat
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Pedoman Program PHBS Tatanan
Rumah Tangga Tahun 2010 yang menyatakan bahwa PHBS tatanan rumah tangga
dilakukan untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan
78
79
ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Hasil
penelitian ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
strata PHBS sehat madya cukup banyak, sedangkan pada kontrol, yang memiliki
strata PHBS sehat madya hanya setengah dari jumlah kasus yang memiliki strata
kasus yang lantai rumahnya tidak kedap air di bagian ruang dapur serta masih
masih banyak menjadi masalah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PHBS
pada kontrol lebih terjaga bila dibandingkan dengan PHBS pada kasus. Dan sesuai
dengan teori yang telah ada bahwa anggota rumah tangga yang mampu
mampu mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman
penyakit.
Hal ini sesuai dengan penelitian Ima Nurisa (2005) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara indikator-indikator pada strata PHBS tatanan rumah
tangga seperti status gizi, faktor lingkungan, gaya hidup dengan kejadian
leptospirosis. Selain itu hasil penelitian Dwi Sarwani (2005) juga menyatakan
bahwa ada hubungan antara faktor lingkungan dan gaya hidup dengan kejadian
leptospirosis. Hal yang menyebabkan strata PHBS tatanan rumah tangga ikut
leptospirosis.
80
Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,001) < α (0,05). Dengan nilai OR sebesar
kondisi selokan tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 5,290 kali lebih besar
syarat. Karena nilai OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1, maka dapat
dikatakan bahwa kondisi selokan merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
penyakit Leptospirosis.
responden kasus dengan kondisi selokan yang tidak memenuhi syarat yaitu 23
orang atau 69,7% dan yang memenuhi syarat sebanyak 10 orang atau 30,3%
karena pada sebagaian besar responden kasus memiliki kondisi selokan yang
terbuka dan tersumbat saat musim hujan. Sebaliknya pada responden kontrol,
dimana kondisi selokan yang memenuhi syarat lebih banyak daripada kondisi
selokan yang tidak memenuhi syarat. Hasil penelitian ini sesuai dengan Dinkes
Prop Jateng 2005 yang menyatakan bahwa saluran pembuangan air/got yang
Hal ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
kondisi selokan tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak bila dibandingkan
dengan yang memenuhi syarat, dan sebaliknya dengan kontrol. Hal ini
81
menunjukkan bahwa kondisi selokan pada kontrol lebih terawat bila dibandingkan
dengan kondisi selokan pada kasus sehingga kondisi selokan pada kontrol lebih
banyak yang memenuhi syarat, kondisi selokan pada kontrol banyak yang sudah
tertutup, tidak meluap saat hujan dan jarang tersumbat. Namun hal sebaliknya
terjadi pada kasus. Dan sesuai dengan yang telah dikatakan sebelumnya bahwa
Hal ini sesuai dengan penelitian Siti Maesharokh (2011) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara kondisi selokan dengan kejadian leptospirosis di Kota
Semarang. Selain itu penelitian dari Mari Okatini (2007) juga menyatakan bahwa
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kondisi selokan yang masih tidak tertutup
dan tersumbat hingga meluap saat hujan dapat menjadi faktor risiko leptospirosis.
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,323) > α (0,05). Sehingga Ho
diterima, yang berarti tidak ada hubungan antara intensitas cahaya dengan
dikatakan juga bahwa intensitas cahaya bukan merupakan salah satu faktor risiko
dengan intensitas cahaya tidak memenuhi syarat yaitu 16 orang atau 48,5% dan
yang memenuhi syarat (< 60 dan > 120 lux) sebanyak 17 orang atau 51,5%. Dan
82
syarat yaitu 20 orang atau 60,6% dan yang memenuhi syarat sebanyak 13 orang
atau 39,4%.
kasus dan kontrol relatif sama. Bahkan pada kontrol, yang memiliki intensitas
cahaya tidak memenuhi syarat cenderung lebih banyak. Hal ini disebabkan karena
keberadaan kamar mandi dan dapur pada kontrol lebih banyak berada di ruangan
tertutup dan menyatu dengan rumah, sedangkan kamar mandi dan dapur pada
kontrol lebih banyak yang berada terpisah dengan rumah sehingga cahaya lebih
mudah masuk sehingga intensitas cahaya juga banyak yang memenuhi syarat.
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,001) < α (0,05). Dengan nilai
responden yang terdapat tikus di dalam rumahnya mempunyai risiko 6,107 kali
lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden yang tidak terdapat tikus
di dalam rumahnya. Karena nilai OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1,
maka dapat dikatakan bahwa keberadaan tikus merupakan salah satu faktor risiko
responden kasus terdapat tikus di rumahnya yaitu 27 orang atau 81,8% dan yang
tidak terdapat tikus sebanyak 6 orang atau 18,2%. Dan pada responden kontrol,
perbandingan antara responden yang terdapat tikus dan tidak di rumahnya tidak
terlalu jauh yaitu 14 orang atau 42,4% dan 19 orang atau 57,6%. Hal ini
83
kasus maupun responden kontrol namun keberadaan tikus pada responden kasus
Hal ini sesuai dengan pendapat Djoni Djunaedi (2007) yang menyatakan
populasi tikus yang berkembang biak secara cepat. Di daerah padat penduduk,
penyakit ini biasanya berkembang apabila dijumpai populasi tikus dalam jumlah
mengaku bahwa sering melihat tikus di dalam dan sekitar rumahnya, serta
tikus di dalam dan sekitar rumah tidak memenuhi syarat. Namun pada kontrol
banyak yang mengaku bahwa jarang melihat tikus di dalam dan sekitar rumahnya
serta didukung dengan bersihnya sekitar rumah dari kotoran tikus yang
menandakan jarang ada tikus. Dan jarang/tidak adanya tikus inilah yang
tikus memang selalu ada di setiap rumah, namun bila kebersihan tetap terjaga
maka tikus tidak akan betah untuk melakukan segala aktifitas dalam rumah
tersebut.
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Taufik Ari Pambudi
(2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keberadaan tikus dengan
kejadian leptospirosis. Hal tersebut dapat terjadi karena tikus domestik memiliki
kebiasaan dekat dengan manusia. Selain itu penelitian oleh Dwi Sarwani (2005)
juga menyatakan bahwa faktor lingkungan biologik yang merupakan faktor risiko
84
kejadian leptospirosis berat adalah adanya tikus di dalam dan sekitar rumah. Peran
untuk tertular penyakit. Dan sesuai dengan ketentuan tentang persyaratan rumah
sehat yang terdapat pada Dinkes Prop Jateng (2005) bahwa rumah sehat harus
Leptospirosis
Candisari Kota Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,084) > α
(0,05). Sehingga Ho diterima, yang berarti tidak ada hubungan antara keberadaan
Semarang. Dan dapat dikatakan juga bahwa keberadaan hewan peliharaan bukan
memiliki hewan peliharaan dirumahnya yaitu 19 orang atau 57,6% dan yang tidak
memiliki hewan peliharaan sebanyak 14 orang atau 42,4%. Dan pada responden
kontrol, yang memiliki hewan peliharaan dirumahnya yaitu 12 orang atau 36,4%
dan yang tidak memiliki hewan peliharaan sebanyak 21 orang atau 63,6%. Hal ini
leptospirosis.
85
kurang baik. Namun pada kontrol hanya sedikit yang memiliki hewan
Pada hasil penelitian, hasil kurang baik lebih banyak didapatkan pada responden
kasus. Namun ternyata hal tersebut belum cukup untuk menjadi penentu yang
Leptospirosis
Candisari Kota Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,001) < α
responden yang tidak terdapat air menggenang di sekitar rumahnya. Karena nilai
OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1, maka dapat dikatakan bahwa
penyakit Leptospirosis.
responden kasus terdapat air menggenang di sekitar rumahnya yaitu 23 orang atau
86
69,7% dan yang tidak terdapat air menggenang di sekitar rumahnya sebanyak 10
orang atau 30,3%. Dan pada responden kontrol, responden yang terdapat air
menggenang di sekitar rumahnya yaitu 9 orang atau 27,3% dan yang tidak
responden kasus banyak terdapat air yang menggenang, adanya genangan air
tergolong kurang baik. Namun pada kontrol hanya sedikit yang di sekitar
rumahnya terdapat air yang menggenang, dan tidak adanya genangan air inilah
pada responden kasus, karena sebagian besar letak kamar mandi dengan rumah
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Djoni Djunaedi
darah, atau jaringan dari hewan yang terinfeksi atau terpapar oleh lingkungan
ditemukan. Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat hidup dalam
air selama beberapa bulan, maka air tergenang memiliki peranan penting sebagai
transmisi. Mereka dapat terserang leptospirosis terpapar langsung oleh air atau
Priyanto (2008), yang menyatakan bahwa genangan air merupakan faktor risiko
87
rumahnya terdapat genangan air. Selain itu penelitian Asyhar Tunissea (2008)
menyatakan bahwa genangan air yang berasal dari badan air alami merupakan
salah satu faktor risisko kejadian leptospirosis. Hal ini mebuktikan bahwa
itu diperlukan menjaga lingkungan rumah agar tidak terdapat genangan air di
sekitarnya.
Leptospirosis
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,003) < α (0,05). Dengan nilai
risiko 4,600 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden dengan
sarana pembuangan limbah memenuhi syarat. Karena nilai OR>1 dan 95%CI
tidak mencakup angka 1, maka dapat dikatakan bahwa sarana pembuangan limbah
responden kasus dengan sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat yaitu
23 orang atau 69,7% dan yang memenuhi syarat sebanyak 10 orang atau 30,3%.
Dan pada responden kontrol, responden dengan sarana pembuangan limbah tidak
memenuhi syarat yaitu 11 orang atau 33,3% dan yang memenuhi syarat sebanyak
22 orang atau 66,7%. Hal ini terjadi karena sebagaian besar dari responden kasus
88
Hal ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak bila
dibandingkan dengan yang memenuhi syarat, dan sebaliknya dengan kontrol. Hal
ini menunjukkan bahwa sarana pembuangan limbah pada kontrol lebih baik bila
limbah pada kontrol lebih banyak yang memenuhi syarat karena sarana
pembuangan limbah pada kontrol sudah banyak yang tertutup dan diresapkan.
Namun pada kasus, masih sedikit yang memiliki sarana pembuangan limbah yang
tertutup dan diresapkan karena sarana pembuangan limbah mereka sebagian besar
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rusmini (2011) yang
hidup selama berbulan-bulan pada air yang menggenang. Sesuai dengan Dinkes
Prop Jateng 2005 yang menyatakan bahwa sarana pembuangan limbah harus
syarat sarana pembuangan limbah antara lain saluran pembuangan limbah harus
disebabkan oleh sarana pembuangan limbah yang tidak lancar atau tersumbat.
89
Selain itu penelitian Mari Okatini (2005) juga menyatakan bahwa ada hubungan
sebaiknya sarana pembuangan limbah harus dibuat cukup baik agar bermanfaat
Leptospirosis
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,002) < α (0,05). Dengan nilai
risiko 5,400 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden dengan
sarana pembuangan sampah memenuhi syarat. Karena nilai OR>1 dan 95%CI
responden kasus dengan sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat yaitu
27 orang atau 81,8% dan yang memenuhi syarat sebanyak 6 orang atau 18,2%.
Dan pada responden kontrol, responden dengan sarana pembuangan sampah tidak
memenuhi syarat yaitu 15 orang atau 45,5% dan yang memenuhi syarat sebanyak
18 orang atau 54,5%. Hal ini terjadi karena sebagaian besar dari responden kasus
memiliki sarana pembuangan sampah yang tidak tertutup dan tidak kedap air.
Hal ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak bila
90
dibandingkan dengan yang memenuhi syarat, dan sebaliknya dengan kontrol. Hal
ini menunjukkan bahwa kondisi sarana pembuangan sampah pada kontrol lebih
baik bila dibandingkan dengan sarana pembuangan sampah pada kasus. Sarana
pembuangan sampah pada kontrol lebih banyak yang memenuhi syarat karena
sarana pembuangan sampah pada kontrol sudah banyak yang tertutup dan kedap
air sehingga aman dari hewa-hewan pembawa vektor penyakit. Namun pada
kasus, masih sedikit yang memiliki sarana pembuangan sampah yang tertutup dan
kedap air karena sarana pembuangan sampah mereka sebagian besar masih
terbuka dan banyak digunakan oleh tikus sebagai tempat untuk mencari sisa-sisa
makanan.
Penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rusmini (2011)
keberadaan tumpukan sampah. Dan sesuai dengan Dinkes Prop Jateng 2005 yang
menyatakan bahwa sarana pembuangan sampah harus memenuhi syarat agar tidak
lain sampah harus diangkut tidak melebihi 3 x 24 jam, tertutup dan kedap air.
(2008), yang menyatakan bahwa kebersihan rumah yang salah satunya adalah
itu penelitian Dwi Sarwani (2005) juga menyatakan bahwa sarana pembuangan
sampah yang tidak baik sehingga mengakibatkan adanya sampah di sekitar rumah
91
pembuangan sampah harus dibuat cukup baik agar bermanfaat saat digunakan
2. Pencarian alamat responden yang jaraknya cukup jauh antara responden yang
Leptospirosis
BAB VI
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi
disimpulkan bahwa:
1. Ada hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga, kondisi selokan,
2. Tidak ada hubungan antara intensitas cahaya dan keberadaan hewan peliharaan
6.2 Saran
berikut:
menjadi sarang tikus, penanganan sampah perlu dilakukan secara benar yaitu dengan
cara tempat sampah diusahakan tertutup rapat dan kedap air sehingga tidak menjadi
sumber makanan tikus, menjaga kondisi selokan dan sarana pembuangan limbah
92
93
pula pedoman PHBS tatanan rumah tangga untuk mencegah risiko terjadinya
penyakit leptospirosis.
melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta pelaporan kasus yang lebih
efektif.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan jenis desain penelitian dan
variabel yang berbeda untuk lebih mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan
kejadian leptospirosis.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Dinkes Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2010, Semarang:
DKK Semarang
Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2005, Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat
untuk Puskesmas, Semarang: DKP Jateng
___________, 2010, Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah
Tangga, Semarang: DKP Jateng
___________, 2011, Buku Saku Kesehatan Provinsi Jateng 2011, Semarang: DKP
Jateng
94
95
Dwi Sarwani Sri Rejeki, 2005, Faktor Resiko Lingkungan yang Berpengaruh
terhadap Kejadian Leptospirosis Berat, Tesis: Program Studi Epidemiologi
Undip Semarang
___________, 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta
Sudigdo S dan Sofyan Ismael, 2011, Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis
Edisi ke – 4, Jakarta: CV Sagung Seto.
Sunaryo, 2009, Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan dan Penentuan Zona
Kerawanan Leptospirosis di Kota Semarang
96
Lampiran 1
Kepada
Yth : Responden Penelitian
Di tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rizka Auliya
NIM : 6450408117
Status : Mahasiswa Program Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang
Bermaksud mengadakan penelitian tentang “Hubungan Antara Strata PHBS
Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis di
Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012”. Penelitian ini tidak
menimbulkan akibat yang merugikan bagi Saudara sebagai responden dengan
berpartisipasi menjawab pertanyaan yang telah disediakan. Untuk itu, saya
mengharap kesediaan Saudara secara sukarela untuk menjadi partisipan dalam
penelitian saya.
Atas bantuan dan kesediaan Saudara menjadi responden, saya ucapkan
terima kasih.
Peneliti
Rizka Auliya
97
Lampiran 2
(…………………………..)
98
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
Identitas Responden :
1. Nama : .........................................................................
2. Alamat : .........................................................................
.........................................................................
3. Umur : ..................................................................tahun
4. Jenis Kelamin : .........................................................................
5. Pendidikan :
a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SLTP
d. Tamat SLTA
e. Tamat Akademi/PT
99
Lanjutan (Lampiran 3)
I. PERTANYAAN PENJARINGAN
1. Apakah rumah Anda direnovasi atau diperbaiki mulai tahun 2009-2011?
a. Ya
b. Tidak
Jika jawab “ya”, lanjut pertanyaan ke nomor 2
Jika jawab “tidak”, lanjut pertanyaan ke nomor 3
2. Rumah bagian mana yang Anda renovasi atau perbaiki? Sebutkan!
Jawab: ....................................................................................................
...............................................................................................................
3. Apakah sebelumnya ada anggota keluarga/tetangga (tinggal di sekitar ±
700 meter) yang menderita Leptospirosis?
a. Ya
b. Tidak
4. Pendapatan perbulan dalam keluarga :
No Nama Anggota Hubungan Jenis Besar Pendapatan
Keluarga Keluarga Pekerjaan Tetap+Sampingan
Per Bulan
a. < Rp 231.046,00
b. ≥ Rp 231.046,00
100
5. Apakah Saudara pernah menderita/mengalami gejala penyakit berikut?
NO GEJALA KLINIS YA TIDAK
1 Demam mendadak
2 Menggigil
3 Sakit/nyeri kepala
4 Nafsu makan berkurang
5 Nyeri pada betis/paha
6 Kemerahan pada mata
7 Kekuningan pada kulit/mata
8 Badan lemah
9 Leher kaku
10 Nyeri perut
11 Nyeri pada persendian
12 Tidak ada nafsu makan
13 Mual
14 Muntah
15 Diare
16 Kencing Berkurang
17 Kencing kecoklatan
18 Perdarahan di mukosa
19 Kulit kemerahan di beberapa tempat
20 Batuk
21 Pikiran kacau/bingung
101
Lanjutan (Lampiran 3)
II. KUESIONER PENGUKURAN SANITASI RUMAH
1. Kondisi Selokan
Pertanyaan dan Pengukuran YA TIDAK Keterangan
1. Apakah terdapat selokan di dekat
rumah? Memenuhi
syarat/
2. Apakah saluran tertutup? Tidak
3. Apakah saluran diresapkan? memenuhi
syarat
4.Apakah selokan lancar/tidak tersumbat?
2. Intensitas Cahaya
Pertanyaan dan Pengukuran Jawab/ Keterangan
Hasil
(Lux)
1. Pengukuran intensitas pencahayaan ruang Memenuhi
dapur syarat/ Tidak
2. Pengukuran intensitas pencahayaan kamar memenuhi
mandi syarat
3. Keberadaan Tikus
Pertanyaan dan Pengamatan YA TIDAK Keterangan
1. Apakah ada tikus di dalam atau
sekitar rumah?
Memenuhi
syarat/ Tidak
2. Apakah ada lubang tikus atau
memenuhi
kotoran tikus di dalam atau sekitar
syarat
rumah?
102
103
• Bagi rumah tangga yang tidak atau belum
pernah memiliki bayi, maka digali dengan
pertanyaan mengenai pengetahuan dan sikapnya
tentang ASI ekslusif.
II KESLING
104
11. Apakah anggota rumah tangga tidak ada yang
merokok?
TOTAL
105
Lampiran 4
106
Lampiran 5
DAFTAR RESPONDEN KONTROL
Keterangan:
JK : Jenis Kelamin
TB : Tidak Bekerja
IRT : Ibu Rumah Tangga
PNS : Pegawai Negeri Sipil
107
Lampiran 6
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga
No. JENIS STRATA KATEGORI
1. Madya Kurang Baik
2. Madya Kurang Baik
3. Utama Baik
4. Madya Kurang Baik
5. Utama Baik
6. Madya Kurang Baik
7. Madya Kurang Baik
8. Madya Kurang Baik
9. Utama Baik
10. Madya Kurang Baik
11. Madya Kurang Baik
12. Madya Kurang Baik
13. Utama Baik
14. Madya Kurang Baik
15. Madya Kurang Baik
16. Madya Kurang Baik
17. Madya Kurang Baik
18. Madya Kurang Baik
19. Madya Kurang Baik
20. Madya Kurang Baik
21. Utama Baik
22. Utama Baik
23. Madya Kurang Baik
24. Madya Kurang Baik
25. Madya Kurang Baik
26. Madya Kurang Baik
27. Madya Kurang Baik
28. Madya Kurang Baik
29. Utama Baik
30. Utama Baik
31. Madya Kurang Baik
32. Madya Kurang Baik
33. Utama Baik
34. Madya Kurang Baik
35. Madya Kurang Baik
36. Madya Kurang Baik
37. Utama Baik
38. Madya Kurang Baik
39. Madya Kurang Baik
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
Lampiran 7
124
38. 0 1 1 0 1 0 1 0
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
39. 0 1 0 1 1 1 1 1
40. 1 1 0 1 0 1 0 1
41. 0 0 1 0 1 1 0 0
42. 1 1 1 1 1 1 1 0
43. 1 1 0 1 0 1 1 1
44. 1 1 0 1 1 1 1 1
45. 1 1 0 0 1 0 1 1
46. 0 1 0 0 0 1 1 0
47. 0 0 1 1 0 1 1 0
48. 1 1 1 0 0 1 1 0
49. 1 0 0 0 1 0 0 0
50. 1 1 0 1 1 0 1 1
51. 1 1 1 1 0 1 1 1
52. 1 0 0 0 1 1 0 0
53. 1 1 1 1 1 1 1 1
54. 1 1 1 1 1 1 1 0
55. 1 0 0 0 0 0 1 0
56. 0 1 0 0 0 0 0 1
57. 0 0 0 0 0 1 1 1
58. 1 0 1 1 1 1 0 0
59. 0 1 0 1 1 1 1 1
60. 0 1 1 1 1 1 1 1
61. 1 0 1 0 1 1 0 1
62. 1 1 0 0 1 1 1 1
63. 1 1 0 1 1 0 1 0
64. 1 1 0 1 0 0 0 0
65. 1 1 0 0 1 1 1 0
66. 1 0 1 1 0 1 1 1
Keterangan:
1. V = Variabel
2. Skor 0 = Tidak Memenuhi Syarat dan skor 1 = Memenuhi Syarat
{Untuk variabel Kondisi selokan (V1), Intensitas cahaya (V2),
Keberadaan tikus (V3), Tempat Pembuangan Limbah (V6), Sarana
Pembuangan Sampah (V7)}
3. Skor 0 = Kurang Baik dan skor 1 = Baik
{Untuk variabel Keberadaan hewan peliharaan (V4), Keberadaan air
menggenang (V5), Strata PHBS (V8)}
125
Lampiran 8
Output SPSS Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square
Kejadian Lepto
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
8.800 1 .003
b
Continuity Correction 7.394 1 .007
Likelihood Ratio 9.015 1 .003
Fisher's Exact Test .006 .003
Linear-by-Linear
8.667 1 .003
Association
b
N of Valid Cases 66
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
126
Kejadian Lepto
Chi-Square Tests
Risk Estimate
127
Kejadian Lepto
Chi-Square Tests
Risk Estimate
128
Kejadian Lepto
Chi-Square Tests
Risk Estimate
129
Kejadian Lepto
Chi-Square Tests
Risk Estimate
130
Kejadian Lepto
Chi-Square Tests
Linear-by-Linear
11.710 1 .001
Association
b
N of Valid Cases 66
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00.
Risk Estimate
131
Kejadian Lepto
Chi-Square Tests
Risk Estimate
132
Kejadian Lepto
Chi-Square Tests
Risk Estimate
133
Lampiran 9
134
Lampiran 10
135
Lampiran 11
136
Lampiran 12
137
138
Lampiran 13
139
Lampiran 14
140
Lampiran 15
Dokumentasi
141
142
143
144