Anda di halaman 1dari 20

1.

Jelaskan rasionalitas pentingnya bk di smk


Jawab :

Rasional pentingnya bimbingan dan konseling bias dipandang dari dua sisi yang berbeda, yaitu

dari sisi konstitusi dan sisi konsepsual.

A. Sisi Konstitusi
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam
bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi
individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif,
pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam
lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu,
yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan
produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk
mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan,
membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan
mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan
ahli dalam konteksmemandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal, 2007).
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru
pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan
nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,
dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1
ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan
yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor,
memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan spesifik yang mengandung
keunikan dan perbedaan.
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum,
undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya
memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-
tugas perkembangannya secara optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
moral-spiritual).
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007) menunjukkan bahwa layanan
bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah
peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri
dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan
dan konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan
maupun manajemen.

B. Sisi Konsepsual

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai

sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara

sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan

pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan

kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik

maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu

memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien). .

Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda

dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam

pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara

umum.

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus

diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam

mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri
tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut

tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk.

Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau

landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu

sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik,

berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang

mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan

psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.

1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman

khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih
bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan

konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis

tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut,

tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai

dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para

penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno,

2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :

* Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan

perkembangan dirinya.

* Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha

memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.

* Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya

melalui pendidikan.

* Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk

mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.

* Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendala

* Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui

pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.

* Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.

* Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang

menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan

menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.

* Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada

dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling

diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam

berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh

manusia dengan berbagai dimensinya.

2. Landasan Psikologis

Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor

tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan

konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan

motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e)
kepribadian.

a. Motif dan Motivasi


Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik

motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia

lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil

belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan

sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri

individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku

instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.

b. Pembawaan dan Lingkungan

Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi

perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari

keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah,

bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial

yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada

lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-

beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan

rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat

kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan

dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap

potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang

hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba

terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan

menjadi tersia-siakan.

c. Perkembangan Individu

Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang
merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik

dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang

perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless

tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud

tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari

Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori

dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan

(8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai

dengan masa dewasa.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan


individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan,

serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.


d. Belajar

Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk

hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan

dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti

perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang

sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu

yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun

psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa

prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.

Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar

yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar

Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai

berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.

e. Kepribadian

Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara

bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport

(Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang

berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan

tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah

organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik

dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah

penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai

“suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi

kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan

antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-

fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang

saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu

yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah

banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav

Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray,

Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari
Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin

Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :


 Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam
memegang pendirian atau pendapat.
 Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-
rangsangan yang datang dari lingkungan.
 Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
 Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
 Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang
dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko

yang dihadapi.
 Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat
pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

3. Landasan Sosial-Budaya

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada

konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi

terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-

budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan

pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam

memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan

sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan

perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan.

Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul

konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses

perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun
sosialnya.

Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang

mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam

Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam

komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi

non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan

bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman.

Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak

belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu

berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap
orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan

reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain
yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan

suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali

apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien

dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006)

mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling

dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia.

Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu

kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada

nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam

kondisi pluralistik.

4. Landasan pedagogis

Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk

mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung

seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam GBHN adalah: “Untuk

meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi

budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar

dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta

bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa Dan pengertian dan tujuan di atas,

jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian

secara optimal dan setiap anak didik sebagai pribadi. Dengan demikian setiap kegiatan proses

pendidikan diarahkan kepada tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan

potensi masing-masing.
Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya

bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi

meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan sehingga

akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di

atas, adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum

beserta proses belajar mengajar yang memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui

bimbingan.

Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan,

yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal. Dengan demikian maka

hasil pendidikan sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak didik yang berkembang baik secara
akademik, psikologis, maupun social.
2. Jelaskan landasan hukum pelaksanaan bk di smk
Jawab :

Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan bagian integral dari upaya
pendidikan perperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai pelayanan
bagi peserta didik bagi pengembangan potensi mereka seoptimal mungkin.
Saat sekarang kehadiran bk pada lembaga pendidikan tidak diragukan lagi karena secara yuridis
formal pemerintah telah memberikan legalitas terhadap keberadaan bk di sekolah.
Mulai dari Undang-Undang peraturan pemerintah, surat keputusan mentari dan peraturan
menteri.
Berikut ini dikemukakan berbagai peraturan perundangan yang mendasari dan terkait lagsung
dengan layanan BK di sekolah.

1. Undang-Undang dasar 1945


Bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 31
Ayat 1 : setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
Ayat 2 : pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dengan undang-undang.

2. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas bab 1 pasal 1 ayat 1


Ayat 1 : pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kerampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Ayat 6 : pendidikan adalah tenaga pendidikan yang berkualifikasi sebagai guru dosen
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tulor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartsipasi dalam penyelenggaraan
pendidikan.

Bab II pasal 3
Pasal 3 : pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
demogratis serta bertanggung jawab.
Bab V pasal 12 ayat 1b

Ayat 1b : setiap peserta didik pada setaiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan.

3. Permendiknas No. 22/2006 tentang standar isi dan satuan pendidikan dasar
dan menengah
Pelayanan konseling :
a. memberiakan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat.
b. Masalah pribadi, kehidupan sosial belajar dan pengembangan karir.
c. Di fasilitasi/dilaksanakan oleh konselor.

4. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik


kompetensi konselor
Pasal 1 poin 1
Poin 1 : untuk dapat diangkat sebagai konselor, seorang wajib memenuhi standar
kualifikasi akademik da kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.
Pasal 2 : penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya memperkerjakan konselor
wajib mererapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor
sebagaiman diatur dalam peraturan menteri palang lambat 5 tahun setelah
peraturan menteri ini mulai berlaku.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang
Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah, Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif,
logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh
konselor atau guru
Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta
didik/Konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya.
Sedangkan yang dimaksud konseli adalah penerima layanan
Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan.

Layanan Bimbingan dan Konseling bagi


Konseli pada satuan pendidikan memiliki fungsi:
a. pemahaman diri dan lingkungan;
b. fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan;
c. penyesuaian diri dengan diri sendiri dan lingkungan;
d. penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir;
e. pencegahan timbulnya masalah;
f. perbaikan dan penyembuhan;
g. pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk
perkembangan diri Konseli;
h. pengembangan potensi optimal;
i. advokasi diri terhadap perlakuan diskriminatif; dan
j. membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap program
dan aktivitas pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan,
bakat, minat, kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan Konseli.

Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat)


program yang mencakup:
a. layanan dasar;
b. layanan peminatan dan perencanaan individual;
c. layanan responsif; dan
d. layanan dukungan sistem.

Bidang layanan Bimbingan dan Konseling mencakup:


a. bidang layanan pribadi;
b. bidang layanan belajar;
c. bidang layanan sosial; dan
d. bidang layanan karir.

Komponen layanan Bimbingan dan Konseling dan bidang layanan


dituangkan ke dalam program tahunan dan semester dengan
mempertimbangkan komposisi dan proporsi serta alokasi waktu layana
n baik di dalam maupun di luar kelas.

3. Jelaskan hakekat dan tujuan bk


Jawab :
Layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan secara langsung (tatap muka) antara guru
bimbingan dan konseling/konselor dengan konseli, ataupun secara tidak PPG DALAM JABATAN
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 Hak cipta © Direktorat Pembelajaran,
Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018 langsung (menggunakan media tertentu), dan diberikan
secara individual (jumlah peserta didik/konseli yang dilayani satu orang), kelompok (jumlah
peserta didik/konseli yang dilayani lebih dari satu orang), klasikal (jumlah peserta didik/konseli
yang dilayani lebih dari satuan kelompok), dan kelas besar atau lintas kelas (jumlah peserta
didik/konseli yang dilayani lebih dari satuan klasikal). Pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 tahun 2014
tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah beserta
lampirannya.
Secara umum tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu menjadi insan yang
berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, keterampilan untuk
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, mencapai kematangan dan kemandirian dalam
kehidupannya, serta menjalankan tugas-tugas perkembangannya yang mencakup aspek pribadi,
sosial, belajar, karir secara utuh dan optimal. Secara lebih khusus Prayitno dan Amti (2009),
menyebutkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik
(konseli) adalah dalam rangka upaya agar peserta didik dapat menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan merencanakan masa depan. Sehingga tujuan bimbingan dan konseling adalah
membantu individu dalam rangka menemukan pribadinya sehingga mampu memahami
kelebihan dan kekurangan dirinya, dapat menerima dan menyikapi secara positif, dan akhirnya
dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan dirinya lebih lanjut dalam kehidupan sosialnya.
4. Jelaskan implementasi filosofi pendidikan kejuruan dalam bk di smk
Jawab :
Prinsip #1

Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika
lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.

Prinsip ini akan sangat sulit untuk bisa diterapkan di Indonesia karena pembuatan replika
akan memerlukan biaya besar dan harus selalu mengikuti perkembangan yang terjadi di
dunia industri. Melihat keadaan sekolah kejuruan di Indonesia, sangat sulit mewujudkan
prinsip ini. Hal terjauh yang bisa dilaksanakan adalah menyediakan fasilitas praktek dasar
sehingga lulusan nanti akan memiliki kompetensi dasar yang kuat untuk dikembangkan lebih
lanjut jika sudah diterima di industri.

Prinsip #2

Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan
dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.

Jawaban sama dengan dalil sebelumnya. Namun jika sekolah mampu menyelenggarakan
praktek kerja langsung di industri secara memadai dari sisi waktu, intensitas dan dengan
pengawasan yang baik, maka prinsip ini bisa terpenuhi. Dalam kenyataan sekolah
kewalahan harus menempatkan siswa dalam jumlah banyak untuk melaksanakan praktek
yang sesuai kurikulum langsung di lokasi industri.

Prinsip #3

Pendidikan kejuruan akan efektif jika melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan
bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.

Hal ini juga sangat sulit diterapkan di Indonesia karena budaya dan lingkungan sekolah yang
sangat berbeda dengan lingkungan industri sebenarnya. Idealnya sekolah bisa menciptakan
kondisi yang mendukung pembentukan pola pikir dan pola kerja bagi siswanya, namun
kendala terbesar adalah bahwa manajemen sekolah tidak memiliki latar belakang industri
yang kuat. Hampir semua sekolah vokasi dipimpin dan diajar oleh para profesional
pendidikan yang tidak memiliki pengalaman industri cukup. Maksud latar belakang dalam hal
ini adalah pengalaman bekerja dan etos kerja industri, sehingga mustahil bisa menciptakan
suasana industri didalam sekolah.

Prinsip #4
Pendidikan kejuruan akan efektif jika dapat memampukan setiap individu mengembangkan
minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi.

Prinsip ini sudah banyak diterapkan dan berhasil di banyak sekolah kejuruan. Sistem
pendidikan kita memungkinkan bagi individu siswa untuk maju dan meraih tingkat
kompetensi dan keberhasilan yang setinggi-tingginya. Ini kemungkinan akibat liberalnya
sistem pendidikan kita sehingga memungkinkan siswa yang memiliki potensi, rajin dan
memiliki kemauan kuat dapat melaju cepat. Namun hal ini juga berlaku bagi siswa yang
lemah, dimana siswa seperti ini akan tertinggal jika tidak memiliki keinginan dan motivasi
yang kuat untuk maju. Sistem pendidikan yang ada memberikan keleluasaan besar pada
guru untuk menentukan kualitas proses pembelajaran. Guru akan cenderung memberikan
prioritas pada siswa yang potensial dan aktif. Sistem kontrol pembelajaran kurang bisa
memastikan pemerataan prioritas terhadap semua siswa untuk mendapat pelajaran yang
sama kuantitas dan kualitasnya.

Prinsip #5

Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat
diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang
mendapat untung darinya.

Idealnya memang semua calon siswa yang masuk ke sekolah kejuruan sudah melewati
seleksi potensi teknis dan non-teknis, sehingga siswa yang masuk adalah siswa yang secara
bakat dan minat sesuai dengan jurusan yang dipilih serta memiliki motivasi intrinsik yang
besar untuk menjalani pembelajaran. Namun ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini
kurang bisa dilaksanakan di sebagian besar sekolah. Salah satu faktor penting adalah
karena tidak adanya bimbingan dan konseling karir atau vokasional di level SMP sebelum
masuk SMK dan juga di level SMA/SMK ke program vokasi lanjutannya. Ini menyebabkan
calon siswa sekolah kejuruan tidak memiliki pengertian yang cukup mengenai dunia kerja,
sehingga dalam banyak kasus terjadi ketidaksesuaian siswa yang masuk ke sekolah vokasi.

Prinsip #6

Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja
dan kebiasaan berpikir yang benar diulang-ulang sehingga sesuai seperti yang diperlukan
dalam pekerjaan nantinya.

Prinsip ini banyak diabaikan dan memang sulit untuk diterapkan sepenuhnya karena
banyaknya beban kurikulum sekolah kejuruan di Indonesia. Siswa tidak hanya belajar mata
pelajaran teknis namun juga pelajaran normatif dan adaptif yang memakan porsi hingga 30-
40% dari total waktu pembelajaran. Waktu pembelajaran praktek kejuruan juga tidak bisa
melaksanakan kegiatan berulang karena kurangnya sarana prasarana penunjang praktek
sehingga harus bergantian dengan siswa lain. Pada saat Praktek Industri sebenarnya siswa
mendapat waktu panjang untuk mengulang-ulang kegiatan praktek, namun banyak siswa
terkendala dengan penempatan praktek yang tidak sesuai jurusan.
Prinsip #7

Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses
dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan
dilakukan.

Prinsip ini juga sangat sulit diterapkan di Indonesia. Praktisi yang sukses tidak akan memilih
dunia pendidikan sebagai pilihan karir utama mereka karena banyak faktor. Pendidik di
sekolah kejuruan sebagaian besar adalah pendidik murni dengan ketrampilan teknis tingkat
pemula. Solusinya adalah dengan mendatangkan pengajar tamu dari industri ke sekolah,
namun karena terbatasnya waktu biasanya kegiatan ini hanya bisa memberi wawasan
pengetahuan saja ke siswa dan tidak bisa sampai pada pemberian ketrampilan. Akhirnya
memang kita harus realistis, sekolah kejuruan kita baru bisa memasok calon tenaga kerja
yang siap latih ketika masuk ke dunia industri. Mereka dibekali pengetahuan dan ketrampilan
dasar pada bidangnya. Jika industri ingin mendapat pekerja dengan level kompetensi lebih
tinggi atau lebih spesifik, mereka harus melakukan pelatihan lanjutan secara in-company.

Prinsip #8

Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia
tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.

Saat ini sudah ada standar kompetensi baku yang dipakai sebagai acuan di SMK yaitu
SKKD dan Program Diploma banyak mengacu pada SKKNI. Hal ini sudah cukup memadai,
namun masih ada kendala dalam implementasi di lapangan seperti tidak standarnya proses
pembelajaran antar sekolah dan antar daerah dalam satu bidang keahlian. Kesulitan lain
adalah pada saat uji kompetensi yang juga tidak standar antar sekolah dan antar daerah
karena menggunakan penguji yang berbeda dan tidak profesional. Seharusnya uji
kompetensi dilakukan oleh satu lembaga khusus dibawah asosiasi industri tertentu, namun
secara kelembagaan hal ini belum bisa diwujudkan sepenuhnya di Indonesia. Masih banyak
sekolah kejuruan yang tidak bisa mendapatkan mitra penguji kompetensi yang benar-benar
kompeten dan layak menjadi penguji.

Prinsip #9

Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.

Secara alamiah prinsip ini mulai berlaku dan diterapkan terutama di sekolah kejuruan yang
memiliki birokrasi lebih fleksibel seperti sekolah swasta. Prinsip ekonomi supply-demand
berlaku saat ini, program keahlian yang tidak dibutuhkan industri akan dengan sendirinya
mendapatkan peminat yang sedikit. Jika sekolah tidak mampu menyesuaikan dengan cepat,
maka besar kemungkinan sekolah akan kesulitan menjaring siswa. Namun banyak kendala
yang harus dihadapi sekolah agar bisa menjadi sekolah yang mampu selalu memenuhi
permintaan pasar kerja. Penghapusan program keahlian yang ada pasti akan menimbulkan
konsekuensi besar dan menimbulkan kerugian bagi sekolah. Pembukaan program keahlian
baru juga tidak mudah karena mahal dan rumitnya persiapan. Dalam realita, banyak sekolah
yang akhirnya mengorbankan kesiapan penyelenggaraan demi mengejar permintaan pasar,
hal ini sangat berbahaya dan pada akhirnya akan membuat nama baik sekolah tercemar
karena gagal menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Prinsip #10

Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan
pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai).

Secara sistem prinsip ini sudah diterapkan di sekolah kejuruan kita. Ada Praktek Industri dan
Pemagangan di SMK yang diberikan alokasi waktu cukup panjang hingga 1 tahun.
Kesempatan juga dibuka lebar dalam hal penempatan, bisa diluar kota, luar negeri, dll.
Bahkan siswa diperbolehkan untuk masuk ke industri yang relevansinya kurang dengan
jurusan yang dimiliki. Ini adalah hal yang salah dan tidak sesuai dengan prinsip pendidikan
kejuruan, namun sekolah harus menghadapi kenyataan bahwa penempatan praktek
lapangan siswa sangat sulit. Ini disebabkan kurangnya jumlah industri yang mau menerima
siswa praktek dan semakin banyaknya jumlah siswa sekolah kejuruan pada saat ini.
Sayangnya tidak ada upaya konkrit untuk memecahkan masalah rasio yang timpang ini dari
pemerintah.

Prinsip #11

Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu
adalah dari pengalaman para ahli okupasi tersebut.

Prinsip ini sudah cukup luas diterapkan oleh sekolah kejuruan, materi belajar memang
disediakan dari sumber yang cukup terpercaya. Ini disebabkan semakin mudahnya
pencarian informasi melalui teknologi informasi sehingga dimungkinkan penggunaan
dokumen untuk belajar yang berasal dari berbagai sumber. Bahkan saat ini hampir tidak ada
perbedaan materi belajar antar sekolah dan antar daerah karena sumber yang dipakai
sangat banyak dan tersedia bebas. Namun utnuk beberapa jurusan tertentu, sekolah harus
lebih proaktif membangun hubungan dengan industri lokal karena adanya materi yang harus
disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Prinsip #12

Setiap pekerjaan mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda antara satu
dengan yang lain.

Prinsip ini sudah didekati oleh sistem pendidikan kejuruan dengan adanya pengelompokan
jurusan dan program keahlian. Sekolah juga cenderung membuka program keahlian yang
serumpun agar bisa terjadi efisiensi dalam proses mengajar karena adanya kompetensi atau
sub-kompetensi yang dipakai bersama dalam bidang keahlian yang berbeda.

Prinsip #13

Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan
kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika dilakukan
lewat pengajaran kejuruan.

Prinsip ini memerlukan banyak sumber daya dalam penerapannya. Setiap bidang keahlian
memerlukan materi, metode belajar dan pendekatan yang berbeda satu sama lain.
Kebutuhan masing-masing jurusan harus dipenuhi agar hasil dari proses pembelajaran bisa
maksimal. Di Indonesia sudah diterapkan dalam skala tertentu seperti adanya pelajaran
Matematika khusus untuk bidang keahlian bisnis dan manajemen, ada Matematika khusus
bidang Teknologi, dll. Hal yang sama juga sudah diterapkan di masing-masing rumpun
seperti antar jurusan Multimedia dan Animasi ada pelajaran Gambar Grafis yang sedikit
berbeda karena berbeda tujuan.

Prinsip #14

Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan
pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.

Prinsip ini sudah cukup luas diterapkan karena karakter sosial masyarakat Indonesia yang
sangat menghargai hubungan sosial yang harmonis. Hubungan antara sekolah, guru, siswa
dan orangtua siswa tergolong baik jika dibanding dengan negara lain. Ini adalah hal positif
karena siswa dapat secara positif mengembangkan minat dan bakatnya karena hubungan
guru-siswa berjalan sehat dalam proses belajar. Namun kendala utama prinsip ini adalah
karena banyaknya siswa yang harus diajar oleh 1 guru, artinya rasio guru-siswa masih
sangat timpang sehingga masih sulit bagi guru untuk dapat memberikan perhatian khusus
pada setiap siswanya.

Prinsip #15

Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika luwes.

Pada umumnya manajemen administrasi sekolah di Indonesia relatif fleksibel dan tidak kaku.
Ini juga berhubungan dengan karakter sosial masyarakat Indonesia yang mengedepankan
rasa saling percaya dan keterbukaan. Bahkan dalam banyak kasus terlalu fleksibel dan
mengabaikan prinsip tertib administrasi. Namun dengan semakin banyaknya penerapan
standar manajemen mutu terpadu di sekolah, hal ini semakin baik, artinya tetap luwes
namun tertib.

Prinsip #16

Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan
kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.

Prinsip ini banyak dilanggar. Prinsip sebaliknya yang justru sering dipakai yaitu, biarpun
biaya tidak cukup yang penting dibuka dulu. Ini adalah prinsip yang salah namun justru
menjadi mainstream di kalangan sekolah kejuruan. Pembukaan sekolah kejuruan
membutuhkan dana sangat besar, pemerintah saat ini tidak bisa memenuhi seluruh
kebutuhan di seluruh penjuru Nusantara, demikian juga swasta. Hanya beberapa sekolah
saja, baik negeri maupun swasta, yang mampu membiayai sekolah yang dikelola secara
memadai, sebagian besar lainnya tidak didukung sumber pembiayaan yang cukup.

5. Jelaskan konsep bimbingan jabatan, bimbingan karir, bimbingan konseling beserta


implementasinya dalam pendidikan di smk
Jawab :
A. Konsep Bimbingan Kejuruan ( Bimbingan Jabatan, Karir, dan Konseling ).

1. Konsep Bimbingan Jabatan

a. Konsep dasar

Setiap individu memiliki :


 Harga diri
 Kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain
 Individual Defferences
 Ambisi untuk maju dan berubah
 Hak yg sama untuk memperoleh pekerjaan
 Kebutuhan hidup dan kebutuhan sosial

b. Fungsi

 Sebagai sarana untuk membantu mengenal inteligensi, minat, bakat dan


kepribadian individu.
 Sebagai sarana konseling bagi pencaker dan calon pencaker dalam memilih
jurusan, latihan ketrampilan dan pekerjaan sesuai potensi maupun kesempatan
kerja yg berprospek

c. Syarat pembimbing jabatan

 Kematangan emosi
 Bisa dipercaya
 Sikap terbuka
 Semangat meningkatkan diri
 Senang membantu/jiwa sosial
 Luwes
 Lancar berbicara
 Komitmen kuat

d. Manfaat

1. Bagi Pencaker atau Calon Pencaker


 Mengetahui gambaran potensi diri
 Pengalaman mengerjakan psikotest
 Hasil Psikotest disertakan pd lamaran kerja
2. Bagi Lembaga Pendidikan / Pelatihan
 Mengetahui gambaran potensi siswa / alumni
 Hasil Psikotest disebarkan ke PenggunaTK
3. Bagi Pengguna Tenaga Kerja
 mengetahui gambaran kemampuan TK
 hasil Psikotest dapat menjadi acuan dasar penerimaan TK

2. Konsep Bimbingan Karir

Konsep bimbingan karir lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika


Serikat pada awal abad kedua puluh, yang dilatari oleh berbagai kondisi obyektif pada
waktu itu (1850-190 0), diantaranya: (1) keadaan ekonomi; (2) keadaan sosial, seperti
urbanisasi; (3) kondisi ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk membentuk kembali
dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam rangka meningkatkan
kemampuan diri dan statusnya; dan (4) perkembangan ilmu (scientific), khususnya dalam
bidang ilmu psiko-fisik dan psikologi eksperimantal yang dipelopori oleh Freechner,
Helmotz dan Wundt, psikometrik yang dikembangkan oleh Cattel, Binnet dan yang
lainnya Atas desakan kondisi tersebut, maka muncullah gerakan bimbingan jabatan
(vocational guidance) yang tersebar keseluruh negara (Crites, 1981 dalam Bahrul Falah,
1987).

Istilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada
tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu
anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan.

Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha
membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk
didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki
suatu pekerjaan.

Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari
model okupasional (occupational) ke model karier (career).Kedua model ini memliki
perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan individu untuk memilih
jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada kesesuaian antara bakat dengan
tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan pada model karier, tidak hanya sekedar
memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba pula
menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan - tujuan yang lebih jauh
sehingga nilai – nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya
mulai turut dipertimbangkan.

Bimbingan karier tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-


masalah yang muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan. Penggunaan istilah karier didalamnya
terkandung makna pekerjaan dan jabatan sekaligus rangkaian kegiatan dalam mencapai
tujuan hidup seseorang. Hattari (1983) menyebutkan bahwa istilah bimbingan karier
mengandung konsep yang lebih luas. Bimbingan jabatan menekankan pada keputusan
yang menentukan pekerjaan tertentu sedangkan bimbingan karier menitik beratkan pada
perencanaan kehidupan seseorang dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dengan
lingkungannya agar ia memperoleh pandangan yang lebih luas tentang pengaruh dari
segala peranan positif yang layak dilaksanakannya dalam masyarakat.

Perubahan istilah dari bimbingan jabatan (vocational guidance) ke bimbingan


karier mengandung konsekuensi terhadap peran dan tugas konselor dalam memberikan
layanan bimbingan terhadap para siswanya. Peran dan tugas konselor tidak hanya sekedar
membimbing siswa dalam menentukan pilihan-pilihan kariernya, tetapi dituntut pula
untuk membimbing siswa agar dapat memahami diri dan lingkungannya dalam rangka
perencanaan karier dan penetapan karier pada kehidupan masa mendatang. Dalam
perkembangannya, sejalan dengan kemajuan dalam bidang teknologi informasi dewasa
ini, bimbingan karier merupakan salah satu bidang bimbingan yang telah berhasil
mempelopori pemanfaatan teknologi informasi, dalam bentuk cyber counseling.

Sementara itu, dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan


karier sudah mulai dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan
konseling di Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan
penjurusan siswa di SMA pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan
dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karier cukup terasa mendominasi
dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994, bersamaan dengan
perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling dalam
Kurikulum 1994, bimbingan karier ditempatkan sebagai salah bidang bimbingan.

Sampai dengan sekarang bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu
bidang bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan
diintegrasikannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) dalam kurikulum
sekolah, maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat penting, khususnya
dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational
skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life
Skill Education).

Terkait dengan penjabaran kompetensi dan materi layanan bimbingan dan


konseling di SMTA, bidang bimbingan karier diarahkan untuk :
a. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak
dikembangkan.
b. Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang hendak
dikembangkan pada khususnya.
c. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
d. Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan SMTA.
e. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih
tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.
f. Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk keterampilan
kejuruan khusus pada lembaga kerja (instansi, perusahaan, industri) sesuai dengan
program kurikulum sekolah menengah kejuruan yang bersangkutan. (Muslihudin,
dkk, 2004)

3. Konsep Bimbingan Konseling

a. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Secara umum, bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu


mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan
predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya),
berbagai latar belakang yang ada (latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial
ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Menurut Prayitno
(1999:16) tujuan umum bimbingan dan konseling dilakukan dalam rangka
pengembangan keempat dimensi kemanusiaan individu, antara lain :
1. Dimensi keindividualan (individualitas) Mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya secara optimal yang mengarah pada aspek-aspek kehidupan yang positif.
2. Dimensi kesosialan (sosialitas) Manusia sebagai makhluk sosial harus mampu
berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan hidup bersama dengan
orang lain.
3. Dimensi kesusilaan (moralitas) Memberikan warna moral terhadap perkembangan
dimensi pertama dan kedua. Norma, etika, dan berbagai ketentuan yang berlaku
mengatur bagaimana kebersamaan antar individu seharusnya dilaksanakan.
4. Dimensi keberagamaan (religiusitas) Menitikberatkan pada hubungan diri
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Di mana manusia tidak terpukau dan
terpaku pada kehidupan di dunia saja, melainkan mengaitkan secara serasi,
selaras, dan seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat.

b. Fungsi Bimbingan dan Konseling

1. Fungsi pemahaman
a. Pemahaman tentang diri sendiri peserta didik terutama oleh peserta didik
sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing.
b. Pemahaman tentang lingkungan peserta didik
c. Pemahaman lingkungan yang lebih luas
2. Fungsi pencegahan
Tercegah dan terhindarnya peserta didik dari masalah yang mengganggu,
menghambat atau menimbulkan kesulitan dan kerugian dalam proses
perkembangannya.
3. Fungsi penuntasan Teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta
didik.
4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan Terpeliharanya dan terkembangkannya
berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan
dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

6. Jelaskan keterkaitan antara pelaksanaan bk di smk terhadap kompetensi lulusan smk dan
peluang kerja
Jawab :

Anda mungkin juga menyukai