#044 Uts BK
#044 Uts BK
Rasional pentingnya bimbingan dan konseling bias dipandang dari dua sisi yang berbeda, yaitu
A. Sisi Konstitusi
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam
bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi
individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif,
pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam
lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu,
yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan
produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk
mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan,
membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan
mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan
ahli dalam konteksmemandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal, 2007).
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru
pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan
nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,
dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1
ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan
yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor,
memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan spesifik yang mengandung
keunikan dan perbedaan.
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum,
undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya
memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-
tugas perkembangannya secara optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
moral-spiritual).
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007) menunjukkan bahwa layanan
bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah
peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri
dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan
dan konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan
maupun manajemen.
B. Sisi Konsepsual
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai
sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara
sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan
pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan
kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik
maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu
memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien). .
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam
pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara
umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri
tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut
tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk.
Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau
landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu
sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik,
berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang
mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman
khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih
bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan
konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis
tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut,
tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai
dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para
penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno,
* Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan
perkembangan dirinya.
* Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha
melalui pendidikan.
* Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk
* Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendala
* Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui
* Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
* Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang
menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
* Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada
dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling
diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam
berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor
tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan
konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan
motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e)
kepribadian.
motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia
lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil
sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri
individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi
perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari
keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah,
bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial
yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada
lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-
beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan
rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat
kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan
dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap
potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang
hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba
terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan
menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang
merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik
dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang
perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless
tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud
tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari
Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori
dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan
(8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk
hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan
dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti
perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang
sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu
yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa
prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar
yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar
Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara
bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport
(Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang
berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan
tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah
penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai
“suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi
kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan
antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-
fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang
saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah
banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav
Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray,
Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari
Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin
yang dihadapi.
Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat
pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
3. Landasan Sosial-Budaya
konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi
terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-
budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan
pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam
perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan.
Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul
konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses
perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun
sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang
mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam
Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi
non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan
bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak
berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap
orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan
reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain
yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan
suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali
apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien
dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006)
mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling
dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia.
Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu
kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada
nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam
kondisi pluralistik.
4. Landasan pedagogis
Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam GBHN adalah: “Untuk
meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar
dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa Dan pengertian dan tujuan di atas,
jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian
secara optimal dan setiap anak didik sebagai pribadi. Dengan demikian setiap kegiatan proses
pendidikan diarahkan kepada tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan
potensi masing-masing.
Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya
bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi
meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan sehingga
akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di
atas, adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum
beserta proses belajar mengajar yang memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui
bimbingan.
Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan,
yaitu membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal. Dengan demikian maka
hasil pendidikan sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak didik yang berkembang baik secara
akademik, psikologis, maupun social.
2. Jelaskan landasan hukum pelaksanaan bk di smk
Jawab :
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan bagian integral dari upaya
pendidikan perperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai pelayanan
bagi peserta didik bagi pengembangan potensi mereka seoptimal mungkin.
Saat sekarang kehadiran bk pada lembaga pendidikan tidak diragukan lagi karena secara yuridis
formal pemerintah telah memberikan legalitas terhadap keberadaan bk di sekolah.
Mulai dari Undang-Undang peraturan pemerintah, surat keputusan mentari dan peraturan
menteri.
Berikut ini dikemukakan berbagai peraturan perundangan yang mendasari dan terkait lagsung
dengan layanan BK di sekolah.
Ayat 6 : pendidikan adalah tenaga pendidikan yang berkualifikasi sebagai guru dosen
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tulor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartsipasi dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Bab II pasal 3
Pasal 3 : pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
demogratis serta bertanggung jawab.
Bab V pasal 12 ayat 1b
Ayat 1b : setiap peserta didik pada setaiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan.
3. Permendiknas No. 22/2006 tentang standar isi dan satuan pendidikan dasar
dan menengah
Pelayanan konseling :
a. memberiakan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat.
b. Masalah pribadi, kehidupan sosial belajar dan pengembangan karir.
c. Di fasilitasi/dilaksanakan oleh konselor.
Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika
lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.
Prinsip ini akan sangat sulit untuk bisa diterapkan di Indonesia karena pembuatan replika
akan memerlukan biaya besar dan harus selalu mengikuti perkembangan yang terjadi di
dunia industri. Melihat keadaan sekolah kejuruan di Indonesia, sangat sulit mewujudkan
prinsip ini. Hal terjauh yang bisa dilaksanakan adalah menyediakan fasilitas praktek dasar
sehingga lulusan nanti akan memiliki kompetensi dasar yang kuat untuk dikembangkan lebih
lanjut jika sudah diterima di industri.
Prinsip #2
Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan
dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
Jawaban sama dengan dalil sebelumnya. Namun jika sekolah mampu menyelenggarakan
praktek kerja langsung di industri secara memadai dari sisi waktu, intensitas dan dengan
pengawasan yang baik, maka prinsip ini bisa terpenuhi. Dalam kenyataan sekolah
kewalahan harus menempatkan siswa dalam jumlah banyak untuk melaksanakan praktek
yang sesuai kurikulum langsung di lokasi industri.
Prinsip #3
Pendidikan kejuruan akan efektif jika melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan
bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.
Hal ini juga sangat sulit diterapkan di Indonesia karena budaya dan lingkungan sekolah yang
sangat berbeda dengan lingkungan industri sebenarnya. Idealnya sekolah bisa menciptakan
kondisi yang mendukung pembentukan pola pikir dan pola kerja bagi siswanya, namun
kendala terbesar adalah bahwa manajemen sekolah tidak memiliki latar belakang industri
yang kuat. Hampir semua sekolah vokasi dipimpin dan diajar oleh para profesional
pendidikan yang tidak memiliki pengalaman industri cukup. Maksud latar belakang dalam hal
ini adalah pengalaman bekerja dan etos kerja industri, sehingga mustahil bisa menciptakan
suasana industri didalam sekolah.
Prinsip #4
Pendidikan kejuruan akan efektif jika dapat memampukan setiap individu mengembangkan
minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi.
Prinsip ini sudah banyak diterapkan dan berhasil di banyak sekolah kejuruan. Sistem
pendidikan kita memungkinkan bagi individu siswa untuk maju dan meraih tingkat
kompetensi dan keberhasilan yang setinggi-tingginya. Ini kemungkinan akibat liberalnya
sistem pendidikan kita sehingga memungkinkan siswa yang memiliki potensi, rajin dan
memiliki kemauan kuat dapat melaju cepat. Namun hal ini juga berlaku bagi siswa yang
lemah, dimana siswa seperti ini akan tertinggal jika tidak memiliki keinginan dan motivasi
yang kuat untuk maju. Sistem pendidikan yang ada memberikan keleluasaan besar pada
guru untuk menentukan kualitas proses pembelajaran. Guru akan cenderung memberikan
prioritas pada siswa yang potensial dan aktif. Sistem kontrol pembelajaran kurang bisa
memastikan pemerataan prioritas terhadap semua siswa untuk mendapat pelajaran yang
sama kuantitas dan kualitasnya.
Prinsip #5
Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat
diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang
mendapat untung darinya.
Idealnya memang semua calon siswa yang masuk ke sekolah kejuruan sudah melewati
seleksi potensi teknis dan non-teknis, sehingga siswa yang masuk adalah siswa yang secara
bakat dan minat sesuai dengan jurusan yang dipilih serta memiliki motivasi intrinsik yang
besar untuk menjalani pembelajaran. Namun ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini
kurang bisa dilaksanakan di sebagian besar sekolah. Salah satu faktor penting adalah
karena tidak adanya bimbingan dan konseling karir atau vokasional di level SMP sebelum
masuk SMK dan juga di level SMA/SMK ke program vokasi lanjutannya. Ini menyebabkan
calon siswa sekolah kejuruan tidak memiliki pengertian yang cukup mengenai dunia kerja,
sehingga dalam banyak kasus terjadi ketidaksesuaian siswa yang masuk ke sekolah vokasi.
Prinsip #6
Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja
dan kebiasaan berpikir yang benar diulang-ulang sehingga sesuai seperti yang diperlukan
dalam pekerjaan nantinya.
Prinsip ini banyak diabaikan dan memang sulit untuk diterapkan sepenuhnya karena
banyaknya beban kurikulum sekolah kejuruan di Indonesia. Siswa tidak hanya belajar mata
pelajaran teknis namun juga pelajaran normatif dan adaptif yang memakan porsi hingga 30-
40% dari total waktu pembelajaran. Waktu pembelajaran praktek kejuruan juga tidak bisa
melaksanakan kegiatan berulang karena kurangnya sarana prasarana penunjang praktek
sehingga harus bergantian dengan siswa lain. Pada saat Praktek Industri sebenarnya siswa
mendapat waktu panjang untuk mengulang-ulang kegiatan praktek, namun banyak siswa
terkendala dengan penempatan praktek yang tidak sesuai jurusan.
Prinsip #7
Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses
dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan
dilakukan.
Prinsip ini juga sangat sulit diterapkan di Indonesia. Praktisi yang sukses tidak akan memilih
dunia pendidikan sebagai pilihan karir utama mereka karena banyak faktor. Pendidik di
sekolah kejuruan sebagaian besar adalah pendidik murni dengan ketrampilan teknis tingkat
pemula. Solusinya adalah dengan mendatangkan pengajar tamu dari industri ke sekolah,
namun karena terbatasnya waktu biasanya kegiatan ini hanya bisa memberi wawasan
pengetahuan saja ke siswa dan tidak bisa sampai pada pemberian ketrampilan. Akhirnya
memang kita harus realistis, sekolah kejuruan kita baru bisa memasok calon tenaga kerja
yang siap latih ketika masuk ke dunia industri. Mereka dibekali pengetahuan dan ketrampilan
dasar pada bidangnya. Jika industri ingin mendapat pekerja dengan level kompetensi lebih
tinggi atau lebih spesifik, mereka harus melakukan pelatihan lanjutan secara in-company.
Prinsip #8
Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia
tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.
Saat ini sudah ada standar kompetensi baku yang dipakai sebagai acuan di SMK yaitu
SKKD dan Program Diploma banyak mengacu pada SKKNI. Hal ini sudah cukup memadai,
namun masih ada kendala dalam implementasi di lapangan seperti tidak standarnya proses
pembelajaran antar sekolah dan antar daerah dalam satu bidang keahlian. Kesulitan lain
adalah pada saat uji kompetensi yang juga tidak standar antar sekolah dan antar daerah
karena menggunakan penguji yang berbeda dan tidak profesional. Seharusnya uji
kompetensi dilakukan oleh satu lembaga khusus dibawah asosiasi industri tertentu, namun
secara kelembagaan hal ini belum bisa diwujudkan sepenuhnya di Indonesia. Masih banyak
sekolah kejuruan yang tidak bisa mendapatkan mitra penguji kompetensi yang benar-benar
kompeten dan layak menjadi penguji.
Prinsip #9
Secara alamiah prinsip ini mulai berlaku dan diterapkan terutama di sekolah kejuruan yang
memiliki birokrasi lebih fleksibel seperti sekolah swasta. Prinsip ekonomi supply-demand
berlaku saat ini, program keahlian yang tidak dibutuhkan industri akan dengan sendirinya
mendapatkan peminat yang sedikit. Jika sekolah tidak mampu menyesuaikan dengan cepat,
maka besar kemungkinan sekolah akan kesulitan menjaring siswa. Namun banyak kendala
yang harus dihadapi sekolah agar bisa menjadi sekolah yang mampu selalu memenuhi
permintaan pasar kerja. Penghapusan program keahlian yang ada pasti akan menimbulkan
konsekuensi besar dan menimbulkan kerugian bagi sekolah. Pembukaan program keahlian
baru juga tidak mudah karena mahal dan rumitnya persiapan. Dalam realita, banyak sekolah
yang akhirnya mengorbankan kesiapan penyelenggaraan demi mengejar permintaan pasar,
hal ini sangat berbahaya dan pada akhirnya akan membuat nama baik sekolah tercemar
karena gagal menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Prinsip #10
Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan
pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai).
Secara sistem prinsip ini sudah diterapkan di sekolah kejuruan kita. Ada Praktek Industri dan
Pemagangan di SMK yang diberikan alokasi waktu cukup panjang hingga 1 tahun.
Kesempatan juga dibuka lebar dalam hal penempatan, bisa diluar kota, luar negeri, dll.
Bahkan siswa diperbolehkan untuk masuk ke industri yang relevansinya kurang dengan
jurusan yang dimiliki. Ini adalah hal yang salah dan tidak sesuai dengan prinsip pendidikan
kejuruan, namun sekolah harus menghadapi kenyataan bahwa penempatan praktek
lapangan siswa sangat sulit. Ini disebabkan kurangnya jumlah industri yang mau menerima
siswa praktek dan semakin banyaknya jumlah siswa sekolah kejuruan pada saat ini.
Sayangnya tidak ada upaya konkrit untuk memecahkan masalah rasio yang timpang ini dari
pemerintah.
Prinsip #11
Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu
adalah dari pengalaman para ahli okupasi tersebut.
Prinsip ini sudah cukup luas diterapkan oleh sekolah kejuruan, materi belajar memang
disediakan dari sumber yang cukup terpercaya. Ini disebabkan semakin mudahnya
pencarian informasi melalui teknologi informasi sehingga dimungkinkan penggunaan
dokumen untuk belajar yang berasal dari berbagai sumber. Bahkan saat ini hampir tidak ada
perbedaan materi belajar antar sekolah dan antar daerah karena sumber yang dipakai
sangat banyak dan tersedia bebas. Namun utnuk beberapa jurusan tertentu, sekolah harus
lebih proaktif membangun hubungan dengan industri lokal karena adanya materi yang harus
disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Prinsip #12
Setiap pekerjaan mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda antara satu
dengan yang lain.
Prinsip ini sudah didekati oleh sistem pendidikan kejuruan dengan adanya pengelompokan
jurusan dan program keahlian. Sekolah juga cenderung membuka program keahlian yang
serumpun agar bisa terjadi efisiensi dalam proses mengajar karena adanya kompetensi atau
sub-kompetensi yang dipakai bersama dalam bidang keahlian yang berbeda.
Prinsip #13
Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan
kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika dilakukan
lewat pengajaran kejuruan.
Prinsip ini memerlukan banyak sumber daya dalam penerapannya. Setiap bidang keahlian
memerlukan materi, metode belajar dan pendekatan yang berbeda satu sama lain.
Kebutuhan masing-masing jurusan harus dipenuhi agar hasil dari proses pembelajaran bisa
maksimal. Di Indonesia sudah diterapkan dalam skala tertentu seperti adanya pelajaran
Matematika khusus untuk bidang keahlian bisnis dan manajemen, ada Matematika khusus
bidang Teknologi, dll. Hal yang sama juga sudah diterapkan di masing-masing rumpun
seperti antar jurusan Multimedia dan Animasi ada pelajaran Gambar Grafis yang sedikit
berbeda karena berbeda tujuan.
Prinsip #14
Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan
pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.
Prinsip ini sudah cukup luas diterapkan karena karakter sosial masyarakat Indonesia yang
sangat menghargai hubungan sosial yang harmonis. Hubungan antara sekolah, guru, siswa
dan orangtua siswa tergolong baik jika dibanding dengan negara lain. Ini adalah hal positif
karena siswa dapat secara positif mengembangkan minat dan bakatnya karena hubungan
guru-siswa berjalan sehat dalam proses belajar. Namun kendala utama prinsip ini adalah
karena banyaknya siswa yang harus diajar oleh 1 guru, artinya rasio guru-siswa masih
sangat timpang sehingga masih sulit bagi guru untuk dapat memberikan perhatian khusus
pada setiap siswanya.
Prinsip #15
Pada umumnya manajemen administrasi sekolah di Indonesia relatif fleksibel dan tidak kaku.
Ini juga berhubungan dengan karakter sosial masyarakat Indonesia yang mengedepankan
rasa saling percaya dan keterbukaan. Bahkan dalam banyak kasus terlalu fleksibel dan
mengabaikan prinsip tertib administrasi. Namun dengan semakin banyaknya penerapan
standar manajemen mutu terpadu di sekolah, hal ini semakin baik, artinya tetap luwes
namun tertib.
Prinsip #16
Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan
kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.
Prinsip ini banyak dilanggar. Prinsip sebaliknya yang justru sering dipakai yaitu, biarpun
biaya tidak cukup yang penting dibuka dulu. Ini adalah prinsip yang salah namun justru
menjadi mainstream di kalangan sekolah kejuruan. Pembukaan sekolah kejuruan
membutuhkan dana sangat besar, pemerintah saat ini tidak bisa memenuhi seluruh
kebutuhan di seluruh penjuru Nusantara, demikian juga swasta. Hanya beberapa sekolah
saja, baik negeri maupun swasta, yang mampu membiayai sekolah yang dikelola secara
memadai, sebagian besar lainnya tidak didukung sumber pembiayaan yang cukup.
a. Konsep dasar
b. Fungsi
Kematangan emosi
Bisa dipercaya
Sikap terbuka
Semangat meningkatkan diri
Senang membantu/jiwa sosial
Luwes
Lancar berbicara
Komitmen kuat
d. Manfaat
Istilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada
tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu
anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan.
Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha
membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk
didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki
suatu pekerjaan.
Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari
model okupasional (occupational) ke model karier (career).Kedua model ini memliki
perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan individu untuk memilih
jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada kesesuaian antara bakat dengan
tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan pada model karier, tidak hanya sekedar
memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba pula
menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan - tujuan yang lebih jauh
sehingga nilai – nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya
mulai turut dipertimbangkan.
Sampai dengan sekarang bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu
bidang bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan
diintegrasikannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) dalam kurikulum
sekolah, maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat penting, khususnya
dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational
skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life
Skill Education).
1. Fungsi pemahaman
a. Pemahaman tentang diri sendiri peserta didik terutama oleh peserta didik
sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing.
b. Pemahaman tentang lingkungan peserta didik
c. Pemahaman lingkungan yang lebih luas
2. Fungsi pencegahan
Tercegah dan terhindarnya peserta didik dari masalah yang mengganggu,
menghambat atau menimbulkan kesulitan dan kerugian dalam proses
perkembangannya.
3. Fungsi penuntasan Teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta
didik.
4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan Terpeliharanya dan terkembangkannya
berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan
dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
6. Jelaskan keterkaitan antara pelaksanaan bk di smk terhadap kompetensi lulusan smk dan
peluang kerja
Jawab :