Dalam penelitian menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitatif yang
diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat dioalh secara sttistik,
sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai
instrument, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian, bahkan yang
bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat
pemahaman mengenai aspek yang diselidiki.
B. Macam-Macam Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan
oleh dua pihak, pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaaan itu. Maksud
mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985:266), antara
lain: menkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian, dan lain.-lain.
Menurut Emzir (2010 : 50) wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi
untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan
informan atau subjek penelitian (Emzir, 2010: 50). Dengan kemajuan teknologi
informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja dilakukan tanpa tatap muka, yakni
melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan
untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang
diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian terhadap informasi
atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya.
Menurut Moleong ( 2012: 187-188) ada bermacam-macam cara pembagian
jenis wawancara yang dikemukakan dalam kepustakaan. Dua diantaranya
dikemukakan disini. Cara pembagian pertama dikemukakan oleh Patton (1980: 197)
sebagai berikut: (a) wawancara pembicaraan informal, (b) pendekatan menggunakan
petunjuk umum wawancara, dan (c) wawancara baku terbuka. Pembagian wawancara
yang dilakukan oleh Patton didasarkan atas perencanaan pertanyaannya. Ketiganya
dijelaskan secara singkat dibawah ini.
a. Wawancara Pembicaraan Informal
Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung
pada pewanwancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam
mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara
dengan terwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan
pertanyaannya dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Pendekatan Menggunakan Petunjuk Umum Wawancara
Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka
dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan
secara berurutan. Demikian pula penggunaan dan pemilihan kata-kata
untuk wawancara dalam hal tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya.
c. Wawancara Baku Terbuka
Jenis wawancara ini menggunakan seperangkat pertanyaan baku.
Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk
setiap responden. Keluwesan mengadakan pertanyaan pendalaman
(probing) terbatas, dan hal itu bergantung pada situasi wawancara dan
kecakapan pewawancara.
C. Langkah-langkah Wawancara
Pelaksanaan wawancara terjadi ketika pewawancara dengan terwawancara
saling berhubungan mengadakan percakapan. Tata aturan dan kesopanan harus
dipenuhi pewawancara antara lain:
1. Pewawancara hendaknya berpakaian sepantasnya
2. Pewawancara senantiasa menepati janji waktu yang telah disepakati
3. Setelah bertemu, pertama kali memperkenalkan diri dulu
4. Persiapan tempat dan lingkungan sekitar pelaksanaan wawancara senyaman
mungkin dan menyenangkan.
Moleong (2009: 169-172) menyatakan bahwa untuk melakukan wawancara
melalui empat langkah sebagai berikut :
1. Menetapkan tujuan wawancara
Sebelum wawancara dilakukan, perlu ditetapkan tujuan wawancara.
Penetapan tujuan ini dilakukan agar pertanyaan yang kalian ajukan kepada
narasumber bisa terarah pada informasi yang kita butuhkan sehingga wawancara
akan berhasil.
2. Menyiapkan daftar pertanyaan
Wawancara adalah proses dialog antara orang yang mencari informasi dengan
orang yang memberikan informasi. Dalam dialog terjadi karena adanya
pertanyaan dari pewawancara dan jawaban dari narasumber. Berikut adalah
petunjuk penyusunan daftar pertanyaan dalam wawancara.
a. Pertanyaan disusun berdasarkan tujuan wawancara.
b. Upayakan satu pertanyaan untuk menggali satu informasi.
c. Kalimat tanya disusun dengan singkat dan jelas.
d. Daftar pertanyaan dibicarakan dulu dengan orang yang lebih mengerti.
3. Melakukan wawancara
Proses melakukan wawancara dilakukan dengan beberapa tahapan. Meskipun
tahapan itu bukan merupakan tahapan baku, paling tidak tahapan-tahapan itu bisa
menjadi pemandu kalian dalam berwawancara agar bisa berhasil.
a. Pendahuluan
Pewawancara membuat janji dulu dengan narasumber, kapan dan dimana
narasumber bersedia diwawancarai. Jangan lupa sampaikan tujuan
wawancara kepada narasumber.
b. Pembukaan
Awalilah dengan pembicaraan ringan, seperti menanyakan kabardan
kondisi narasumberserta tunjukkan sikap yang ramah dan bersahabat.
c. Tahap inti
Ajukan pertanyaan secara urut, singkat, dan jelas. Lakukan perekaman
selain pencatatan. Hindarilah pertanyaan yang memojokkan atau
menginterogasi.
d. Penutup
Akhiri wawancara dengan kesan yang baik dan menyenangkan. Jangan
lupa ucapkan terima kasih atas waktu dan kesediaan
narasumberdiwawancarai.
4. Melaporkan hasil wawancara
Hasil wawancara dituliskan sebagai bentuk laporan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun laporan hasil wawancara.
a. Perhatikan kaidah penulisan laporan.
b. Jangan mencampuri hasil wawancara dengan pendapat sendiri.
c. Pilihlah data yang relevan dengan permasalahan.
d. Jaga nama baik narasumber dan bila perlu jaga kerahasiaan identitas
narasumber
Menurut Creswell (1998 : 123 – 124), bahwa wawancara merupakan proses yang
mengikuti prosedur dengan serangkaian langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi responden yang diwawancarai dengan sampel yang diambil
secara purposif sampling.
2. Menentukan jenis wawancara yang dapat menghasilkan informasi yangsangat
bermanfaat dalam menjawab pertanyaan penelitian.
3. Dalam melakukan wawancara satu-satu atau fokus pada kelompok,sebaiknya
menggunakan prosedur pencatatan yang memadai, sepertimikrofon kerah untuk
pewawancara dan responden atau mike yangcukup peka terhadap akustik ruangan.
4. Menggunakan bentuk desain protokol wawancara, yaitu desainpedoman
wawancara dengan panjang sekitar 4 sampai 5 halaman yang20berisi 5 pertanyaan
open-ended, dan menyediakan tempat (ruang) untukmencatat tanggapan terhadap
komentar-komentar responden.
5. Menentukan tempat untuk melaksanakan wawancara.
6. Pada saat akan melakukan wawancara, harus mendapat persetujuan dahulu dari
orang yang akan diwawancarai untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Selama wawancara, pertanyaan-pertanyaan harus dikuasai oleh pewawancara,
bila pertanyaan-pertanyaan telah selesai dijawab dalamwaktu tertentu, dengan hormat
dan sopan, pewawancara menawarkan beberapa pertanyaan lanjutan atau memberikan
beberapa saran.
D. Jenis-Jenis Wawancara
Menyiapkan daftar pertanyaan sangatlah penting saat ingin melakukan
wawancara, karena daftar pertanyaan tersebut merupakan pedoman dalam melakukan
wawancara. Selain itu peneliti atau orang yang akan melakukan wawancara
hendaknya membawa buku catatan, tape recorder, kamera, atau alat lainnya untuk
membantu lancarnya saat wawancara.
Jika pewawancara telah menyiapkan daftar pertanyaan berarti telah membuat
keputusan berkenaan dengan pertanyaan apa yang perlu ditanyakan, bagaimana
mengurutkannya, sejauh mana kekhususan pertanyaan itu, berapa lama waktu yang
dibutuhkan, dan bagaimana memformulasikan pertanyaan itu. Menurut Patton (1991:
199-203) memberikan enam jenis pertanyaan dan setiap pertanyaan yang diajukan
oleh pewawancara akan terkait dengan satu pertanyaan lainnya.
a) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku
Pertanyaan ini berkaitan dengan apa yang dibuat dan telah diperbuat
seseorang. Pertanyaan demikian ditujukan untuk medeskripsikan pengalaman,
perilaku, tindakan, dan kegiatan yang dapat diamati pada waktu kehadiran
pewawancara. Contohnya: “jika saya berada dalam program itu bersama saudara,
apakah yang kiranya dapat saya saksikan apa yang saudara lakukan?”. “jika saya
mengikuti saudara pada hari-hari tertentu itu, apa kiranya yang dapat saya saksikan
dari yang saudara lakukan, pengalaman-pengalaman apakah yang dapat saya amati
dari saudara?”
b) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai
Pertanyaan jenis ini ditujukan untuk memahami proses kognitif dan
interpretatif dari subjek. Jawaban terhadap pertanyaan ini memberikan gambaran
kepada kita mengenai apa yang dipikirkan tentang dunia atau tentang suatu
program khusus. Pertanyaan itu menceriterakan tujuan, keinginan, harapan, dan
nilai . "Apa yang saudara percaya?” apa yang saudara pikirkan tentang....?” “apa
yang saudara inginkan terjadi?” “Apa pendapat Saudara tentang....?”
c) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan
Pertanyaan demikian ditujukan untuk dapat memahami respon emosional
seseorang sehubungan dengan pengalaman dan pemikirannya. Ada seperangkat
asumsi tentang spontanitas respon emosional itu. Perasaan terjadi dalam diri orang;
perasaan itu adalah respon alamiah atau emosional tentang apa yang terjadi
disekitarnya. Perasaan menjaring dimensi afektif dari kehidupan manusia.
Sewaktu pewawancara mengajukan pertanyaan, pada dasarnya ia hendak
mencari respons afektif. Misalnya: “Apakah saudara merasa khawatir, senang,
takut, terancam percaya diri...?". Biasanya pertanyaan demikian memperoleh
jawaban yang tidak langsung, dan setelah dianalisis dapat dipastikan.
d) Pertanyaan tentang pengetahuan
Pertanyaan tentang pengetahuan diajukan untuk memperoleh pengetahuan
faktual yang dimiliki responden dengan asumsi bahwa suatu hal dipandang dapat
diketahui. Hal-hal itu bukan pendapat atau perasaan, atau merupakan hal-hal yang
diketahui seseorang, melainkan fakta dari kasus itu.
Pengetahuan tentang suatu program terdiri dari laporan tentang pelayanan
yang tersedia, siapa yang pantas, ciri-ciri langganan, siapa yang dilayani oleh
program itu, berapa lama tenaga kerjanya bekerja, apa peraturan dan ketentuan
program itu, bagaimana cara mendaftar sebagai tenaga kerjadalam program
tersebut.
e) Pertanyaan yang berkaitan dengan indera
Pertanyaan ini berkenaan dengan apa yang dilihat, didengar,diraba, dirasakan,
dan dicium. Maksud pertanyaan ini ialah memberikan kesempatan kepada
pewawancara untuk memasuki perangkat indera responden. “Jika Saudara berjalan
melalui pintu suatu program, apa yang Saudara lihat?” “Uraikanlah kepada saya
apa yang akan saya lihat jika saya berjalan melalui pintu itu ke dalam program”
“Apa yang ditanyakan oleh konselor jika Saudara menemuinya? "Apa yang
sesungguhnya dikatakannya?"
f) Pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau demografi
Pertanyaan ini berusaha menemukan ciri-ciri yang diwawancarai. Jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan itu membantu pewawancara menemukan
hubungan responden dengan orang lain. Pertanyaan-pertanyaan baku berkaitan
dengan usia, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal atau mobilitas, dan sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat juga diajukan ialah tentang perilaku,
perasaan, pengetahuan, perasaanberkesan, dan pertanyaan-pertanyaan demografis.
Pertanyaan lainnya yang dapat pula ditanyakan dalam wawancara dapat ditarik dari
salah satu di antara kategori di atas.
Ada cara lain untuk mengklasifikasikan pertanyaan yang akan diajukan dalam
wawancara. Hal itu dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:178), seperti berikut
ini.
1) Pertanyaan hipotesis atau pertanyaan bagaimana bila ...
2) Pertanyaan yang mempersoalkan sesuatu yang ideal dan responden ditanya agar
memberikan respons tentang hipotesisal ternatif mengenai masa yang lalu,
sekarang,atau yang akan datang;
3) Pertanyaan yang menanyakan dan menantang responden untuk merespons dengan
cara memberikan hipotesis alternatif atau penjelasan;
4) Pertanyaan interpretatif yang menyarankan kepada responden agar memberikan
interpretasinya tentang kejadian atau peristiwa;
5) Pertanyaan yang memberikan saran;
6) Pertanyaan tentang alasan mengapa yang mengarahkan agar responden
memberikan penjelasan tentang kejadian atau perasaan;
7) Pertanyaan tipe argumen yang berusaha mengajar responden untuk menyatakan
perasaan atau menunjukkan sikap yang apabila pewawancara tidak berada disitu,
tidak akan tampak;
8) Pertanyaan tentang sumber yang berusaha mengungkapkan sumber tambahan,
informasi asli, dan data atau dokumen tambahan;
9) Pertanyaan yang mengharapkan jawabanya-tidak, yaitu pertanyaan yang berusaha
menutupi intensitas perasaan atau kepercayaan tentang sesuatu sedangkan
pewawancaranya belum yakin;
10) Pertanyaan yang mengarahkan, dalam hal ini responden diminta untuk
memberikan keterangan tambahan pada informasi yang disediakan.
Cara pembagian lainnya yang tampaknya perlu dikemukakan ialah pertanyaan
luaran atau yang kurang mendalam (peripheral) dan pertanyaan pendalaman
(probing). Pertanyaan luaran berarti pertanyaan diajukan tetapi tidak menggali sesuatu
secara mendalam.
Pertanyaan pendalaman, sesuai dengan namanya, bermaksud menggali lebih
dalam lagi tentang hal yang dipersoalkan. Suatu topik tertentu yang sedang
dipersoalkan dalam proses wawancara digali lebih dalam melalui pertanyaan
pendalaman. Pertanyaan pendalaman secara langsung menurut Guba dan Lincoln
(1981:179), bermaksud menggali lebih dalam untuk keperluan:
1) Klarifikasi jika pewawancara memerlukan lagi informasi tentang hal yang
dipersoalkan sebelumnya;
2) Kesadaran kritis jika responden ditanyakan untuk memutuskan atau lebih kritis
lagi, menanggapi sesuatu, menilai atau memberikan contoh tentang sesuatu. Kata
tanya dalam hal ini ialah mengapa, dalam hal apa.
3) Penjelasan jika pewawancara memerlukan informasi mengenai berbagai aspek
atau dimensi dari suatu pertanyaan;
4) Refokus jika responden ditanyai mengaitkan, membandingkan, atau
mempertentangkan jawabannya dengan topik atau ide, atau jika ditanyai untuk
memikirkan alternatif pemecahan atau hubungan sebab-akibat;
Informasi tentang intensitas perasaan responden; pertanyaan yang diajukan
berkisar pada bentuk “pertanyaan pribadi”, pertanyaan “alasan-mengapa”,
sampaipada “pertanyaan intensitas”.
Cresswell, J. W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design (5th Ed.). New Delhi: Sage
Publications.
Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Guba, Egon G, & Yvonna S. Lincoln. 1981. Effective Evaluation. San Fransisco: Jossey-Bass
Publishers
Irving Seidman. 2006. Interviewing as Qualitative Reseacrh. New York. Teachers College
Press
Lincoln, Yvona S., & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage
Publications.
Moleong, L.J., 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif (Cetakan ke-26). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Dedy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya
Patton, Quin Michael. 1991. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wahyuni, Sari. 2012. Qualitative Research Method: Theory and Practice. Jakarta: Salemba
Empat
Widoyoko, Eko Putro. 2015. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.