Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERARAWATAN KEGAWAT DARUTATAN PADA KASUS

SISTEM MUSKOLOSKELETAL DENGAN FRAKTUR


TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT I
SEMESTER GENAP 2018/2019

Disusun oleh : KELOMPOK A1

1. Alfiya Rusyda (04164294)


2. Anike Sapri Asnia J (04164295)
3. Anisa Kurniati (04164297)
4. Ayu Yulianti (04164299)
5. Choirin Naimah (04164300)
6. Deviayana Usmawati (04164301)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah keperawatan gawat darurat ini.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini.Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini di buat sebagai tugas keperawatan gawat darurat semester


enam dan juga digunakan sebagai pelengkap materi diskusi yang akan
dilaksanakan ketika jam pelajaran.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah mengenai judul ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Yogyakarta , 24 April 2019

Penulis,

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 5
C. TUJUAN ................................................................................................................ 5
BAB II................................................................................................................................. 6
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 6
A. DEFINISI FRAKTUR .......................................................................................... 6
B. Klasifikasi Fraktur................................................................................................ 7
C. Etiologi Fraktur .................................................................................................. 10
D. Tanda dan Gejala Fraktur ................................................................................. 11
E. Komplikasi Fraktur ............................................................................................ 11
F. Pathway Fraktur ................................................................................................. 15
G. Patofisiologi Fraktur ....................................................................................... 16
H. Penatalaksanaan Frkatur ............................................................................... 16
I. Diagnosa Fraktur ................................................................................................ 20
BAB III............................................................................................................................. 27
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS .......................................................................... 27
BAB IV ............................................................................................................................. 36
JURNAL INTERVENSI ................................................................................................... 36
BAB V .............................................................................................................................. 37
PENUTUP ........................................................................................................................ 37
A. KESIMPULAN ................................................................................................... 37
B. SARAN ................................................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 39

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Fraktur merupakan masalah kesehatan yang perlu adanya penanganan


yang serius dan optimal, hal ini dikarenakan pada pasien yang menderita
fraktur dapat mengalami hilangnya fungsi gerak, tanda-tanda inflamasi berupa
nyeri akut / berat, pembengkakan lokal, perubahan warna (merah), panas pada
daerah tulang yang patah da

n terjadinya deformitas, angulasi, rotasi / pemendekan serta krepitasi.


Namun pada kasus fraktur tidak semua tanda dan gejala akan muncul, maka
perlu adanya pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis yaitu
pemeriksaan X-Ray (dilakukan dengan 2 proyeksi : anterior-posterior) untuk
melihat ada tidaknya patah tulang, luas dan keadaan fragmen tulang dan untuk
mengikuti proses penyembuhan tulang. Departemen Kesehatan RI (2011) juga
menyebutkan bahwa fraktur dengan jumlah lebih dari 8 juta orang yang
mengalami kejadian fraktur dengan jenis yang berbeda dan penyebab yang
berbeda yaitu didapatkan penderita yang mengalami kematian sebanyak 25 %,
yang mengalami cacat fisik sebanyak 45 %, yang mengalami stres psikologis
dan depresi sebanyak 15 %, serta yang mengalami kesembuhan dengan baik
yaitu sebanyak 10 %.

Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi,


hal ini sangat mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat yaitu adanya
peningkatan penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor sehingga
terjadinya peningkatan arus lalu lintas yang tinggi dan cenderung
menyebabkan kecelakaan lalu lintas (Usman, 2012). Selanjutnya, Usman
(2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS)
tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu
karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987
peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari
20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang

4
(8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7 %).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi fraktur?
2. Apa saja klasifikasi fraktur?
3. Apa etiologi dari fraktur?
4. Apa saja tanda dan gejala pada fraktur?
5. Apa saja komplikasi yang terjadi?
6. Bagaimana patofisiologi dari fraktur?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur?
8. Apa saja diagnose keperawatan yang muncul?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi fraktur
2. Untuk mengetahui klasifikasi pada fraktur
3. Untuk mengetahui etiologi pada fraktur
4. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala pada fraktur
5. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada fraktur
6. Untuk mengetahui patofisiologi pada fraktur
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari fraktur
8. Untuk mengetahui diagnose yang yang muncul dan bagaimana asuhan
keperawatannya

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI FRAKTUR

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis


dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2012).
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Santoso Herman (2013:144)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2014).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2014).

6
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat
kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2015).
B. Klasifikasi Fraktur
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di
sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada
anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013:627)
Menurut Carpenito (2014:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Klasifikasi fraktur secara umum adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan tempat
 Fraktur humerus,

 tibia,

7
 clavicula,

 ulna dan radius, dst

2. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur:


 Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang).
 Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
 Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
 Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
 Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :

8
 Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
 Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

 Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara


fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup
ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
I. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
jaringan lunak sekitarnya.
II. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
III. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio
jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
IV. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
 Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade
yaitu :
I. Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
II. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif.
III. Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami
kerusakan jaringan lunak ekstensif.

9
6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme
trauma:
 Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
 Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
 Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
 Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
 Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
 Tidak adanya dislokasi.
 Adanya dislokasi
I. At axim : membentuk sudut.
II. At lotus : fragmen tulang berjauhan.
III. At longitudinal : berjauhan memanjang.
IV. At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
 1/3 proksimal
 1/3 medial
 1/3 distal
 Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
 Fraktur Patologi : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.

C. Etiologi Fraktur
Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Kekerasan langsung

10
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
D. Tanda dan Gejala Fraktur
Menurut mansjoer, Arif (2014) tanda dan gejala frkatur adalah sebgai berikut :
1. Deformitas (perubhan struktur dan bentuk) disebabkan oleh
ketergantungan fungsional otot pada kesetabilan otot
2. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh
darah, berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya
peningkatan leukosit pada jaringan disekitar tulang
3. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering
disebabkan karena tulang menekan otot
4. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubhan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagaian fraktur
5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf,
dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragment tulang
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang,
nyeri atau spasme otot
7. Pergerakan abnormal
8. Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagaian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
E. Komplikasi Fraktur
1. Komplikasi Awal
 Kerusakan Artery

11
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
 Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
 Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang
lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung,
stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
 Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
 Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali

12
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi
saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai
fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur
berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena
nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia
keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien
merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap
pada saat menahan beban
 Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
 Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen
dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama
operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur
dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko
osteomyelitis yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
 Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
 Non union (tak menyatu)
 Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor –
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya

13
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
 Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran

14
F. Pathway Fraktur

Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

15
G. Patofisiologi Fraktur
Fraktur biasanya disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana penyebab
utamanya adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti kecelakaan mobil, olah
raga, jatuh/latihan berat. Selain itu fraktur juga bisa akiabt stress fatique (kecelakaan
akibat tekanan berulang) dan proses penyakit patologis seperti penderita tumor (biasanya
kanker) dimana telah tumbuh dalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh,
osteoporosis dan infeksi yang dapat terjadi pada beberapa tempat. Perdarahan biasanya
terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut.Bila
terjadi hematoma maka pembuluh darah vena akan mengalami pelebaran sehingga terjadi
penumpukan cairan dan kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya perpindahan,
menimbulkan inflamasi atau peradangan yang menyebabkan bengkak dan akhirnya
terjadi nyeri. Selain itu karena kerusakan pembuluh darah kecil/besar pada waktu terjadi
fraktur menyebabkan tekanan darah menjadi turun, begitu pula dengan suplay darah ke
otak sehingga kesadaran pun menurun yang berakibat syok hipovelemi. Bila mengenai
jaringan lunak maka akan terjadi luka dan kuman akan mudah untuk masuk sehingga
mudah terinfeksi dan lama kelamaan akan berakibat delayed union dan mal union
sedangkan yang tidak terinfeksi mengakibatkan non union.
Apabila fraktur mengenai peristeum/jaringan tulang dan lkorteks maka akan
mengakibatkan deformitas, krepitasi dan pemendekan ekstrimintas. Berdasarkan proses
diatas tanda dan gejalanya yaitu nyeri/tenderness, deformitas/perubahan bentuk, bengkak,
peningkatan suhu tubuh/demam, krepitasi, kehilangan fungsi dan apabila hal ini tidak
teratasi, maka akan menimbulkan komplikasi yaitu komplikasi umum misal : syok,
sindrom remuk dan emboli lemak. Komplikasi dini misal : cedera saraf, cedera arteri,
cedera organ vital, cedera kulit dan jaringan lunak sedangkan komplikasi lanjut misal :
delayed, mal union, non union, kontraktor sendi dan miosi ossifikasi.
H. Penatalaksanaan Frkatur
1. Imobilisasi Fraktur
Tujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera dalam posisi
seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. hal
ini akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan ekstrimitas dan
dipertahankan dengan alat imobilisasi. pemakaian bidai yang benar akan membantu
menghentikan pendarahan, mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan
lunak lebih lanjut. Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan di bawah fraktur.
Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction splint

16
menarik bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui kulit. Di proksimal traction
splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum dan
pangkal paha. Cara paling sederhana dalam membidai tungkai yang trauma adalah
dengan tungkai sebelahnya. pada cedera lutut pemakaianlong leg splint atau gips
dapat membantu kenyamanan dan stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan
imobilisasi dalam ekstensi penuh. Fraktur tibia sebaiknya dilakukan imobilisasi
dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint. jika tersedia dapat dipasang gips
dengan imobilisasi meliputi tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki

2. Pemeriksaan Radiologi
umumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan bagian dari
survey sekunder. jenis dan saat pemeriksaan radiologis yang akan dilakukan
ditentukan oleh hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan hemodinamik, serta
mekanisme trauma. foto pelvis AP perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien
multitrauma tanpa kelainan hemodinamik dan pada pasien dengan sumber
pendarahan yang belum dapat ditentukan.
3. Survey Sekunder
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari cedera
cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun terlewatkan dan
tidak terobati. Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus mengambil
riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication, Past Medical History, Last
Ate dan Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan). Mekanisme kecelakaan penting
untuk ditanyakan untuk mengetahui dan memperkirakan cedera apa yang dimiliki
oleh pasien, terutama jika kita masih curiga ada cedera yang belum diketahui saat
primary survey, Selain riwayat AMPLE, penting juga untuk mencari informasi
mengenai penanganan sebelum pasien sampai di rumah sakit, Pada pemeriksaan fisik

17
pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi adalah (1) kulit yang melindungi
pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular (3) status
sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang. Cara pemeriksaannya dapat dilakukan
dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna dan perfusi, luka,
deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu
dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan bagian
punggung. Bagian distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya
gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot
menunjukkan adanya crush injury dengan ancaman sindroma kompartemen. Pada
pemerikasaan Feel, kita menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan,
fungsi neurologi, dan krepitasi. Pada periksaanMovekita memeriksaRange of
Motiondan gerakan abnormal
Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal dari
fraktur dan juga memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian membandingkan
sisi yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan
pulsasi, dapat digunakan
alat Doppler yang dapat mendeteksi aliran darah di ekstremitas. Pada pasien dengan
hemodinamik yang normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi
dan adanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma yang
membesar atau pendarahan yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya
trauma arterial. Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat
cedera musculoskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia sel
syaraf. Pemeriksaan fungsi
syaraf memerlukan kerja sama pasien. Setiap syaraf perifer yang besar fungsi motoris
dan sensorisnya perlu diperiksa secara sistematik.
Tujuan penanganan fraktur selanjutnya adalah mencegah sumber – sumber
yang berpotensi berkontaminasi pada luka fraktur. Adapun beberapa cara yang dapat
dilakukan adalah mengirigasi luka dengan saline dan menyelimuti luka fraktur
dengan ghas steril lembab atau juga bisa diberikan betadine pada ghas. Berikan
vaksinasi tetanus dan juga antibiotik sebagai profilaksis infeksi. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah
1. Generasi pertama cephalosporin (cephalotin 1 – 2 g dibagi dosis 3 -4 kali
sehari) dapat digunakan untuk fraktur tipe I Gustilo

18
2. Aminoglikosid (antibiotik untuk gram negatif) seperti gentamicin (120 mg
dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk tipe II dan tipe III klasifikasi
Gustilo.
3. Metronidazole (500 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk mengatasi
kuman anaerob. Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan hingga 72 jam
setelah luka ditutup.
Debridement luka di kamar operasi juga sebaiknya dilakukan sebelum 6 jam pasca
trauma untuk menghindari adanya sepsis pasca trauma. Reduksi, Reposisi dan
imobilisasi sesuai posisi anatomis dapat menunggu hingga pasien siap untuk dioperasi
kecuali ditemukan defisit neurovaskular dalam pemeriksaan. Apabila

terdapat indikasi untuk reposisi karena defisit neurovaskular, maka sebaiknya reposisi
dilakukan di UGD dengan menggunakan teknik analgesia yang memadai. Ada
beberapa pilihan teknik analgesia untuk managemen pasien fraktur ekstrimitas bawah
di UGD. Untuk pasien yang mengalami isolated tibia atau ankle fractures, Inhaled
Nitrous oxide dan Oxygen (Entonox) mungkin berguna untuk manipulasi, splintage
dan transfer pasien.
strategi meredakan nyeri akut yang sekiranya berat dalam patah tulang
digunakan srategi “Three Step Analgesic Ladder” dari WHO. Pada nyeri akut,
sebaiknya di awal diberikan analgesik kuat seperti Opioid kuat. Dosis pemberian
morfin adalah 0.05 – 0.1 mg/kg diberikan intravena setiap 10/15 menit secara titrasi
sampai mendapat efek analgesia. Terdapat evidence terbaru di mana pada tahun
terakhir ini Ketamine juga dapat dipergunakan sebagai agen analgesia pada dosis
rendah (0.5 – 1 mg/kg). Obat ini juga harus ditritasi untuk mencapai respon optimal
agar tidak menimbulkan efek anastesi. Efek
menguntungkan dari ketamine adalah ketamine tidak menimbulkan depresi
pernafasan, hipotensi, dan menimbulkan efek bronkodilator pada dosis rendah.
Kerugian ketamine adalah dapat menimbulkan delirium, tetapi dapat dicegah dengan
memasukkan benzodiazepine sebelumnya (0.5–2 mg midazolam intravena).
Peripheral nerve blocks juga menjadi pilihan baik dilakukan tunggal maupun
kombinasi dengan analgesik intravena. Yang umumnya digunakan adalah femoral
nerve block

19
I. Diagnosa Fraktur
1. Diagnosa pre opreasi
a. Nyeri
b. Gangguan mobilitas fisik
2. Diagnosa intra
a. Kerusakan integritas jaringan
b. Resiko infeksi
c. Pola nafas tidak efektif
3. Diagnosa post operasi
a. Resiko jatuh
b. Nyeri akut
c. Intoleransi aktifitas

NO Diagnosa Keperawatan
NOC NIC

1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan (manajemen nyeri : 1400)


keperawatan selam 3x7 jam
berhubungan dengan: diharapkan masalah nyeri akut - Observasi reaksi non
berkurang dengan kriteria verbal dan
 Agen injuri ketidaknyamanan
hasil :
(biologi, kimia, - Gunakan teknik
fisik, psikologis), (kontrol nyeri : 1605) komunikasi terapeutik
kerusakan jaringan untuk mengetahui
- Mampu mengontrol nyeri pengalaman nyeri pasien
- Melaporkan nyeri - Ajarkan tekniknon
berkurang dengan farmakologi dengan
menggunakan manajemen nafas dalam dan
nyeri mengalihkan nyeri
- Menyatakan rasa nyaman - Monitor penerimaan
setelah nyeri berkurang pasien tentang
(tingkat nyeri : 2102) manajemen nyeri
- Evaluasi keefektifan
- Nyeri yang dilaporkan
kontrol nyeri
skala menurun
- Kolaborasi dengan
- Ekspresi wajah ringan
dokter dalam pemberian
- Tidak mengeran
terapi obat
- Evaluasi efektifitas
pemberian terapi obat,
tanda, dan gejala

20
2 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan NIC :
keperawatan selam 3x7 jam
Berhubungan dengan : diharapkan masalah gangguan Exercise therapy :
mobilitas fisik berkurang ambulation
 Gangguan
dengan kriteria hasil :
metabolisme sel  Monitoring vital
 Keterlembatan sign sebelm/sesudah
perkembangan latihan dan lihat
 Pengobatan NOC : respon pasien saat
 Kurang support latihan
 Joint Movement : Active
lingkungan
 Mobility Level 
 Keterbatasan Konsultasikan
ketahan  Self care : ADLs dengan terapi fisik
kardiovaskuler  Transfer performance tentang rencana
 Kehilangan Setelah dilakukan tindakan ambulasi sesuai
integritas struktur keperawatan dengan kebutuhan
tulang selama….gangguan mobilitas  Bantu klien untuk
fisik teratasi dengan kriteria
 Terapi menggunakan
hasil: tongkat saat berjalan
pembatasan gerak
 dan cegah terhadap
Kurang  Klien meningkat dalam cedera
pengetahuan aktivitas fisik
tentang kegunaan  Ajarkan pasien atau
 Mengerti tujuan dari tenaga kesehatan
pergerakan fisik peningkatan mobilitas
 Indeks massa lain tentang teknik
 Memverbalisasikan ambulasi
tubuh diatas 75 perasaan dalam
tahun percentil  Kaji kemampuan
meningkatkan kekuatan pasien dalam
sesuai dengan dan kemampuan berpindah
usia mobilisasi
 Memperagakan 
 Kerusakan penggunaan alat Bantu
Latih pasien dalam
persepsi sensori pemenuhan
untuk mobilisasi (walker) kebutuhan ADLs
 Tidak nyaman,
nyeri secara mandiri
 Kerusakan sesuai kemampuan
muskuloskeletal  Dampingi dan Bantu
dan pasien saat
neuromuskuler mobilisasi dan bantu
 Intoleransi penuhi kebutuhan
aktivitas/penuruna ADLs ps.

21
n kekuatan dan  Berikan alat Bantu
stamina jika klien
 Depresi mood memerlukan.
atau cemas  Ajarkan pasien
 Kerusakan bagaimana merubah
kognitif posisi dan berikan
 Penurunan bantuan jika
kekuatan otot, diperlukan
kontrol dan atau
masa
 Keengganan
untuk memulai
gerak
 Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan,
deconditioning
 Malnutrisi selektif
atau umum

3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan perawatan luka (3660)


jaringan keperawatan selama 3x7 jam, - Berikan balutan
diaharapkan masalah yang sesuai dengan
kerusakan integritas jaringan jenis luka
dapat berkurang dengan - Perkuat balutan
criteria hasil : (luka) sesuai dengan
kebutuhan
penyembuhan luka : - Dokumentasikan
sekunder (1103) lokasi luka, ukuran
dan kondisi luka
- Tidak ada tanda-tanda
infeksi
- Ketebalan dan tekstur
jaringan normal
- Menujukkan terjadinya
proses penyembuhan luka
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Control infeksi (6540)
keperawatan selama 3x7 jam,
diaharapkan masalah resiko  Bersihkan
infeksi dapat berkurang dengan lingkungan setelah
kriteria hasil : dipakai pasien
 Gunakan baju,
Keparahan infeksi (0703) sarung tangan,
sebagai alat
 Tidak ada kemerahan pelindung
 Cairan (luka) tidak  Monitor tanda dan
berbau busuk gejala infeksi
 Tidak terjadi demam  Anjurkan cuci
 Tidak ada nyeri tangan untuk
 Tidak ada kehilangan
22
nafsu makan mencegah resiko
infeksi
 Pastiakn teknik
perawatan luka
dengan tepat
5 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan NIC :
keperawatan selama 3x7 jam,
diaharapkan masalah Pola Airway Management
nafas tidak efektif dapat
 Buka jalan nafas,
berkurang dengan kriteria hasil guanakan teknik
NOC : chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Respiratory status :  Posisikan pasien
Ventilation untuk
memaksimalkan
Respiratory status : Airway ventilasi
patency  Identifikasi pasien
perlunya
Vital sign Status
pemasangan alat
Kriteria Hasil : jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila
 Mendemonstrasikan perlu
batuk efektif dan suara  Lakukan fisioterapi
nafas yang bersih, tidak dada jika perlu
ada sianosis dan  Keluarkan sekret
dyspneu (mampu dengan batuk atau
mengeluarkan sputum, suction
mampu bernafas  Auskultasi suara
dengan mudah, tidak nafas, catat adanya
ada pursed lips) suara tambahan
 Menunjukkan jalan  Lakukan suction
nafas yang paten (klien pada mayo
tidak merasa tercekik,  Berikan
irama nafas, frekuensi bronkodilator bila
pernafasan dalam perlu
rentang normal, tidak  Berikan pelembab
ada suara nafas udara Kassa basah
abnormal) NaCl Lembab
 Tanda Tanda vital  Atur intake untuk
dalam rentang normal cairan
(tekanan darah, nadi, mengoptimalkan
pernafasan) keseimbangan.
 Monitor respirasi
dan status O2

Oxygen Therapy
 Bersihkan mulut,
hidung dan secret

23
trakea
 Pertahankan jalan
nafas yang paten
 Atur peralatan
oksigenasi
 Monitor aliran
oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 Onservasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas
dari nadi
 Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang

24
melebar, bradikardi,
peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign

6 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh (6490)


keperawatan selama 3x7 jam,
diaharapkan masalah resiko  Mengidentifikasi
jatuh dapat berkurang dengan karakteristik
criteria hasil : lingkungan yang
dapat meningkatkan
Trauma risk poor potensi untuk jatuh
 Memantau
 Perilaku pencegahan kemampuan untuk
jatuh mentransfer dari
 Tidak ada kejadian tempat tidur
jatuh  Menyediakan
 Pengetahuan tentang tempat yang aman
pemahaman misalnya
pencegahan jatuh menyediakan
 Lingkungan pasien pegangan di pinggir
aman tembok
 Pengendalian resiko
jatuh
7 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan NIC
keperawatan selama 3x7 jam,
diaharapkan masalah Activity therapy
Intoleransi aktivitas dapat  Bantu klien untuk
berkurang dengan criteria hasil mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
NOC dilakukan
 Bantu untuk memilih
 Energy conservation aktivitas konsisten
 Activity tolerance yang sesuai dengan
 Self care :ADL kemampuan fisik,
Kriteria hasil psikologis, dan social.
 Berpartisipasi dalam  Bantu untuk
aktivitas fisik tanpa mengidentifikasi dan
disertai peningkatan mendapatkan sumber
tekanan darah, nadi, RR yang diperlukan untuk
 Mampu melakukan aktivitas yang
aktivitas sehari-hari diinginkan
secara mandiri  Bantu untuk
 Tanda-tanda vital normal mengidentifikasi
 Energy psikomotor aktivitas yang disukai
 Level kelemahan  Monitor respon (fisik,
 Mampu berpindah : emosi, social, spiritual)
dengan atau tanpa alat  Bantu pasien untuk

25
bantu mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
 Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas

26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Pasien seorang perempuan berumur 25 tahun datasng ke IGD Rumah sakit umum
Surya Global, Yogyakarta datang dengan keadaan setengah sadar dengan keluhan tungkai
kaki kiri dan tidak dapat digerakkan pasca kecelakaan bermotor sejak 2 jam yang lalu.
Saat itu pasien sedang mengendarai ,otor sendirian dan memakai helm, di tabrak oleh
motor dari arah depan di perempatan lampu merah kotagede.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
apatis, tekanan darah 100/74 mmHg, denyut nadi 90 x/menit, pernapasan 20 x/menit,
suhu 36,4OC, glasgow coma scale (GCS) 11 (E: 4, M: 5, V: 2). Pada pemeriksaan lokalis
pada regio femur sinistra didapatkan pada pemeriksaan look: kulit tidak utuh (ada luka
robek), udem (+) di bagian paha, memar (+), deformitas (+) angulasi. Pada pemeriksaan
feel: didapatkan nyeri tekan bagian paha, CRT kurang dari 2 detik dan sensibilitas
normal. Pada pemeriksaan movement: nyeri gerak aktif, nyeri gerak pasif, ROM sulit
dinilai, krepitasi tidak dilakukan.
Dari pemeriksaan foto rontgen regio femur sinistra AP lateral didapatkan fraktur os
femur sinistra 1/3 tengah bagian dengan displacement fragmen fraktur.

Indentitas No. Rekam medis : 364538 Diagnosa medis : Fraktur terbuka


Nama : Ny. J jenis kelamin : L/P tanggal lahir : 16 April 1994
Umur : 25 tahun
Agama : islam status perkawinan: menikah pendidikan: SMA
Pekerjaan : wiraswasta status informasi: keluarga Alamat: Banguntapan
Tanggal pengkajian : 1 Januari 2019
Jam : 09.00 wib

A. Merah B. Kuning C. Hijau D. Hitam

GENERAL IMPRESSION
Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan tungkai kaki kiri tidak dapat digerakan
pasca kecelakaan motor .

Mekanisme cidera : pasien mengalami kecelakaan motor di tabrak oleh motor dari arah
depan dua jam yang lalu , terdapat luka robek terbuka di daerah femur seelah sinistra

27
Primery AIRWAY Diagnosa keperawatan
survey Jalan nafas : paten
Obstruksi : (-)
Suara nafas : vesikuler
Keluhan lain : tidak ada keluhan
BREATHING Diagnosa keperawatan
Gerakan dada : simetris
Irama nafas : irreguler
Pola nafas : teratur
Retraksi otot dada : (-)
Sesak nafas : (-) RR : 23x/menit
Keluhan lain : tidak ada keluhan

CIRCULATION Diagnosa keperawatan


Nadi : 97x/menit
Sianosis : (-)
CRT : < 2 detik
Perdarahan : (-)
Akral : hangat
Spo2 : 98%
Keluhan lain : tidak ada keluhan lain
DISABILITY Diagnosa keperawatan
Respon : baik
GCS : E4, V5, M6
Tingkat kesadaran : composmentis
Pupil : isokor (+)
Reflek cahaya : baik
Keluhan lain : tidak ada keluhan
EXPOSURE Diagnosa keperawatan

28
Deformitas : (-) Kerusakan integritas kulit
Contusio : terjadi memar di sekitar femur jaringan berhubungan dengan
Abrasi : terjadi luka terbuka di femur sinistra agens cidera fisik
Penetrasi : (-)
Laserasi : (-)
Edema : (-)
Keluhan lain :

ANAMNESA -
Pasien Ny.J datang ke IGD dengan keluhan nyeri di
bagian tungkai kaki kiri tidak dapat digerakan pasca
kecelakaan motor .

Alergi : pasien mengatakan tidak ada alergi obat,


makanan
Medikasi : (-)

Makan dan minum terakhir : makan dan minum


terakhir pada jam 07.00 WIB

Even/ peristiwa penyebab : pasien mengendarai motor


tiba-tiba dari arah depan menabraknya sehinga terjadi
kecelakaan dan kaki kiri bagian femur pasien
mengalami luka terbukka

Tanda-tanda vital :
TD : 110/70 Mmhg N : 97 RR : 23x/menit
Suhu : 36°C

Pemeriksaan fisik :

29
Kepala dan Leher :
Inpeksi :kepala terlihat simetris , kepala Nampak
bersih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada area kepala dan
leher, tidak ada pembesran kelenjar tyroid

Dada (paru-paru) :
Inpeksi : gerakan dada simetris
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan pembesaran
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler

(jantung)
Inspeksi : tidak ada pembesaraan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : pekak
Auskultasi: lup dup

Abdomen
Inspeksi : tidak ada kelaiann
Auskultasi : suara bising usus 35x/menit
Perkusi : thympani
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Pelvis
Inspeksi : tidak ada abrasi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas atas dan bawah
Inspeksi : tidak terdapat luka pada ekstremitas atas
-terdapat luka pada ekstremitas bawah Nyeri akut berhubungan dengan
Palpasi : terdapat nyeri pada area ektremitas bawah agens cidera fisik
(femur)
Punggung

30
Inspeksi : tidak ada abrasi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Neurologi : baik

Secondary Pemeriksan diagnostik


survey EKG : - Tanda tangan pengkaji
LAB :
Hemoglobin 13,6
Lekosit 9
Limfosit 25
Hematokrit 37,4
Trombosit 174 -

Diagnosa keperawatan yang muncul

1. nyeri akut berhubungan dengfan agen cidera fisik

2. kerusakan integritas jaringan berhubungan denga agen cidera fisik

Perencanaan keperawatan

No dx Noc Nic
1 Kepuasan klien : Manajemen nyeri (1400)
Manajemen nyeri (3016) 1. lakukan triase
2. lakukan pengkajian nyeri
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama komperhensif meliputi lokasi
1x60 menit diharapkan dapat memenuhi kriteria , karakteristik , onset, durasi ,
frekuensi , kualitas ,
1. 301601 : nyeri terkontrol intensitas dan factor pencetus
2. 301602 : tingkat nyeri dipantau secara regular 3. berikan informasi
3. 301603 : efek samping obat terpantau mengenai nyeri , seperti
4. 301604 : mengambil tindakan utnuk penyebab, berapa lama nyeri
mengurangi nyeri akan dirasakan
5. 301611 : memberikan inormasi tentang 4. ajarkan teknik

31
pembatasan fisik nonfarmakologi , seperti
mendengarkan music dan
zikir al-quran
5. pilih dan aplikasikan
tindakan yang beragam
misalnya farmakologi , untuk
memfasillitasi penurunan
nyeri , sesuai dengan
kebutuhan
6. kolaborasi dengan dokter
untuk tindakan selanjutnya

2 Penyembuhan luka primer (1102) Perawatan luka (3660)

Setelah dilakukan tindakan keperaatan selama 1. lakukan triase


1x60 menit jam diharapkan pasien dapat 2. monitor karakteristik luka
memenuhi kriteria , warna, luas luka dan
ukuran
1. pembersihan luka 3. beri suntikan analgesic
2. 110201: memperkirakan kondisi kulit 4. singkirkan benda-benda
3. 110203 : memperkiraakan kondisi tepi luka yang tertanam (pada luka)
4. 110204 : pembentukan bekas luka misalnya serpihan kaca,
logam dll
5. bersihkan luka dengan
normal saline atau
pembersih yang tidak
beracun , dengan tepat
6. berikan balutan sesuai
dengan jenis luka
7. pertahankan teknik
balutan steril
8. anjurkan pasien dan
keluarga pasien untuk

32
mengenal tanda infeksi dan
gejala infeksi
9. dokumentasikan lokasi
luka , ukuran dan tampilan
10. kolaborasi dngan dokter
untuk tindakan selanjutnya

Implementasi

Diagnosa keperawatan Jam Implementasi


Nyeri akut berhubungan 1. mlakukan triase (kuning)
dengan agen cidera fisik 09.00 2. melakukan pengkajian
09.05 nyeri komperhensif meliputi
lokasi , karakteristik , onset,
durasi , frekuensi , kualitas ,
09.10 intensitas dan factor pencetus
3. memberikan informasi
09.15 mengenai nyeri , seperti
penyebab, berapa lama nyeri
akan dirasakan
4.mengajarkan teknik
09.20 nonfarmakologi , seperti
mendengarkan music dan
zikir al-quran
5. memilih dan aplikasikan
09.27 tindakan yang beragam
misalnya farmakologi , untuk
memfasillitasi penurunan
nyeri , sesuai dengan
kebutuhan
6. berkolaborasi dengan
dokter
untuk tindakan selanjutnya

33
Kerusakan integritas jaringan 09.27 1. lakukan triase
berhubungan dengan agen 09.30 2. memonitor karakteristik
cidera fisik luka , warna, luas luka dan
ukuran
09.35 3. memberi suntikan
analgesic
09.45 4. ,menyingkirkan benda-
benda yang tertanam (pada
luka) misalnya serpihan
kaca, logam dll
09.50 5. membersihkan luka
dengan normal saline atau
pembersih yang tidak
beracun , dengan tepat
09.55 6. memberikan balutan
sesuai dengan jenis luka
10.00 7. mempertahankan teknik
balutan steril
10.05 8. menganjurkan pasien dan
keluarga pasien untuk
mengenal tanda infeksi dan
gejala infeksi
10.15 9. mendokumentasikan
lokasi luka , ukuran dan
tampilan
10.20 10. berkolaborasi dngan
dokter untuk tindakan
selanjutnya rongent

Evaluasi

1. s : pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang


34
O : pasien Nampak tenang skala nyeri 4

P : terkena aspa dan terbentur

Q : seperti patah dan ditusuk tusuk

R : femur sinistra

S : 4 sedang

T : setelah terjatuh hingga dibawa kerumah sakit

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi 1-6

2. s : pasien mengatakan sudah lebih membaik

O : pasien Nampak lebih tenang , gterdapat luka di bagian kaki kiri di femur ddengan
karakteristik luka terbuka , telah di lakukan tindakan perawatan luka dan pembalutan luka

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi 1-10

35
BAB IV

JURNAL INTERVENSI

36
BAB V

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2012).
Klasifiksi fraktur, menurut carpenito (2014) adapun penyebab fraktur antara
lain:
 Kekerasan langsung
 Kekerasan tidak langsung
 Kekerasan akibat tarikan otot
Klasifikasi secara umum sebagai berikut:
 Berdasarkan tempat
1. Fraktur humerus
2. Tibia
3. Clavikula
4. Ulna dan radius
 Berdasarkan komplit dan tidak komplitan fraktur
 Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah
 Berdasarkan posisi fragmen
 Berdasarkan sifat fraktur
Tanda dan gejala yang muncul
 Deformitas
 Bengkak
 Spasme
 Nyeri
 Kurangnya sensasi
 Berkurangnya fungsi normal
 Pergerakan abnormal
 Krepitas
Diagnosa keperawatan

37
1. Nyeri
2. Gangguan mobilitas fisik
3. kerusakan integritas jaringan
4. resiko infeksi
5. pola nafas tidak efektif
6. resiko jatuh
7. intoleransi aktifitas
B. SARAN

Makalah ini masih banyak yang harus diperbaiki, maka dari itu diharapkan
pembaca untuk cermat memberikan komentar dan masukan agar kedepannya penulis
bisa semakin baik lagi dalam membuat makalah.

38
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta

Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Herman Santoso, dr., SpBO (2016), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal,
Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai