Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

(HIV)
Dosen Pengampu ( Puji Suwariyah., Ns., M.Kep)

Disusun Oleh:
1. Amelia Widiastuti
2. Anang Sulaeman
3. Annisa Caesarya Oktaviani
4. Astiasih
5. Danu Setiono
6. Endang Puspitasari
7. Fitianingsih
8. Nadia Ayu Fitri Hamidah
9. Rahmayanti Fauziah

Akademi Keperawatan Serulingmas Cilacap


Tahun Akademik 2018/2019
HIV

A. Pengertian HIV
Human Immunodeficiency Virus, atau HIV, adalah virus yang
menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
HIV secara drastis dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh, sehingga
memungkinkan penyakit, bakteri, virus, dan infeksi lainnya menyerang tubuh
Anda. Tidak seperti virus lainnya, tubuh Anda tidak bisa menyingkirkan HIV
sepenuhnya. Jika Anda terinfeksi HIV, Anda akan memilikinya sepanjang
hidup.
AIDS adalah kondisi yang paling parah dari penyakit HIV dan ditandai
dengan munculnya penyakit lain, seperti kanker dan berbagai infeksi, yang
muncul seiring dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh Anda.

B. Tanda dan Gejala HIV


1. Demam
2. Sakit kepala
3. Kelelahan
4. Sakit otot
5. Kehilangan berat badan
6. Pembengkakan kelenjar di tenggorokan, ketiak, atau pangkal paha

C. Penyebab
AIDS disebabkan oleh HIV. HIV ditularkan melalui kontak dengan darah yang
terinfeksi, air mani, dan cairan vagina dari orang yang terinfeksi. Sebagai
contoh:
1. Ketika Anda kontak dengan vagina, anal, atau oral seseorang yang memiliki
HIV tanpa kondom. HIV paling sering menular secara seksual. Hal ini
karena cairan bercampur dan virus dapat ditularkan, terutama di mana ada
air di jaringan vagina atau dubur, luka, atau infeksi menular seksual lainnya
(IMS). Perempuan remaja sangat rentan terhadap infeksi HIV karena selaput
vagina mereka lebih tipis dan lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan
wanita dewasa.
2. Dengan berbagi jarum suntik dan peralatan obat suntik lainnya yang
terkontaminasi dengan HIV.
3. Dengan menggunakan peralatan tato dan body piercing (termasuk tinta)
yang tidak disterilkan atau benar-benar dibersihkan dan terinfeksi HIV.
4. Dari seorang ibu dengan HIV kepada bayinya (sebelum atau selama
kelahiran) dan dengan menyusui.
5. Dengan memiliki infeksi menular seksual (IMS) lainnya seperti klamidia
atau gonore. IMS dapat melemahkan perlindungan alami tubuh Anda dan
meningkatkan kesempatan Anda terinfeksi HIV jika Anda terkena virus.
6. Kontak dengan darah, air mani, atau cairan vagina yang memiliki infeksi
HIV pada luka atau luka terbuka

Anda tidak dapat ditularkan HIV melalui kontak sehari-hari seperti:

1. Menyentuh
2. Berjabat tangan
3. Berpelukan atau berciuman
4. Batuk dan bersin
5. Memberikan darah
6. Menggunakan kolam renang atau dudukan toilet
7. Berbagi sprei
8. Peralatan makan atau makanan
9. Hewan, nyamuk, atau serangga lainnya.

D. Patofisiologi
Karena peran penting sel T dalam “menyalakan” semua kekuatan limfosit
dan makrofag, sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem
imun. Virus AIDS secara selektif menginvasi sel T penolong, menghancurkan
atau melumpuhkan sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun.
Virus ini juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun,
dan kadang-kadang juga masuk ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia
(gangguan kapasitas intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian
pasien AIDS (Sherwood, 2001).

Gambar 2.5. Patogenesis HIV

Sumber: Fauci, 2003

Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap
terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk
tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah
10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV
menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi
adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam,
diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik
(tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun
(Djoerban 2008).
Gambar 2.6. Gambaran waktu CD4 T-cell dan perubahan
perkembangan virus berkesinambungan pada infeksi HIV yang
tidak diterapi.
Sumber: Bennet, 2011

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10
partikel setiap hari. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran
limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi
dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari.
Pathway

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan untuk kasus HIV (human immunodeficiency virus)
adalah dengan memberikan terapi antiretroviral (ARV) yang berfungsi
untuk mencegah sistem imun semakin berkurang yang berisiko
mempermudah timbulnya infeksi oportunistik. Hingga kini, belum terdapat
penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV. Walau
demikian, terdapat penatalaksanaan HIV yang diberikan seumur hidup dan
bertujuan untuk mengurangi aktivitas HIV dalam tubuh penderita sehingga
memberi kesempatan bagi sistem imun, terutama CD4 untuk dapat
diproduksi dalam jumlah yang normal. Pengobatan kuratif dan vaksinasi
HIV masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
a. Terapi Antiretroviral (ARV)
Prinsip pemberian ARV menggunakan 3 jenis obat dengan dosis
terapeutik. Jenis golongan ARV yang rutin digunakan:
1) NRTI (nucleoside and nucleotide reverse transcriptaser inhibitors)
dan NNRTI (non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors):
berfungsi sebagai penghambat kinerja enzim reverse transcriptase
(enzim yang membantu HIV untuk berkembang dan aktif dalam tubuh
pejamu)
2) PI (protease inhibitors), menghalangi proses penyatuan dan maturasi
HIV
3) INSTI (integrase strand transfer inhibitors), mencegah DNA HIV
masuk ke dalam nucleus.

Pemberian ARV diinisiasi sedini mungkin sejak penderita terbukti


menderita infeksi HIV.
1) ARV Lini Pertama untuk Dewasa
Pilihan ARV lini pertama untuk dewasa adalah sebagai berikut:
a) TDF (Tenofovir) 300mg + 3TC (Lamivudine) 150mg atau FTC
(Emtricitabine) 200mg + EFV (Efavirenz) 600mg: Umumnya
dalam bentuk KDT (kombinasi dosis tetap).
b) AZT (Zidovudine) 300mg +3TC (Lamivudine) 150mg +
EFV(Efavirenz) 600mg atau NVP (Nevirapine) 150mg.
c) TDF (Tenofovir) 300mg +3TC (Lamivudine) 150mg atau FTC
(Emtricitabine) 200mg + NVP (Nevirapine) 150mg. TDF tidak
boleh dimulai jika CCT (creatine clearance test) < 50ml/menit,
atau pada kasus diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal
ginjal. AZT tidak boleh digunakan bila Hb <10g/dL sebelum terapi.
Kombinasi 3 dosis tetap (KDT) yang umum tersedia:
TDF+3TC+EFV.

PENATAKSANAAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Agama :
Pekerjaan :
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
3. Pemeriksaan Umum
a. Aktivitas / istirahat : Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, malaise
b. Sirkulasi : Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
c. Integritas ego : Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa,
depresi, marah, menangis.
d. Elimiinasi : Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan
abdominal, absesrektal.
e. Makanan / cairan : Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada
rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.
f. Neurosensori : Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk,
apatis, dan respon melambat.
g. Nyeri / kenyamanan : Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan
pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada
bagian yangsakit.
h. Pernafasan : Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres
pernafasan.
Pemeriksaan Biologis, Psikologis, Sosial, Kultural, Dan Spiritual
1. Biologis
a. Respons Biologis (Imunitas)
Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper, disebut
limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara kuantitas maupun
kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik
akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung,
lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24
berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang
mempresentasikan antigen (APC).
Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya
bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian
intinya masuk ke dalam sel membran. Pada bagian inti terdapat enzim
reverse transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan
ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA
polimerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease
memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian membentuk kopi
DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan (Stewart,
1997; Baratawidjaja, 2000).
Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk, maka
akan masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim integrase, DNA copi dari
virus disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada pada
limfosit CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit
CD4 mengalami sitolisis (Stewart, 1997). Virus HIV yang telah berhasil
masuk dalam tubuh pasien, juga menginfeksi berbagai macam sel,
terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel – sel hobfour
plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel- sel epitel pada usus, dan
sel langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah
encepalopati dan pada sel epitel usus adalah diare yang kronis (Stewart,
1997). Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut
biasanya baru disadari pasien.
Setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan.
Pasien yang terinfeski virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan
gejala selama bertahuntahun. Sepanjang perjalanan penyakit tersebut sel
CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum terinfeksi
menjadi sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Stewart,
1997).

2. Psikologis
a. Reaksi Psikologis Pasien HIV
Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai
1) Shock (kaget, goncangan batin) Merasa bersalah, marah, tidak berdaya
Rasa takut, hilang akal, frustrasi, rasa sedih, susah, acting out
2) Mengucilkan diri, Merasa cacat dan tidak berguna, menutup diri,
Khawatir menginfeksi orang lain, murung
3) Membuka status secara terbatas, Ingin tahu reaksi orang lain,
pengalihan stres, ingin dicintai Penolakan, stres, konfrontasi
4) mencari orang lain yang HIV positif Berbagi rasa, pengenalan,
kepercayaan, penguatan, dukungan sosial Ketergantungan, campur
tangan, tidak percaya pada pemegang rahasia dirinya
5) Status khusus Perubahan keterasingan menjadi manfaat khusus,
perbedaan menjadi hal yang istmewa, dibutuhkan oleh yang lainnya
Ketergantungan, dikotomi kita dan mereka (sema orang dilihat
sebagai terinfeksi HIV dan direspon seperti itu), over identification
6) Perilaku mementingkan orang lain Komitmen dan kesatuan kelompok,
kepuasan memberi dan berbagi, perasaan sebagi kelompok
Pemadaman, reaksi dan kompensasi yang berlebihan.
7) Penerimaan Integrasi status positif HIV dengan identitas diri,
keseimbangan antara kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa
menyebutkan kondisi seseorang Apatis, sulit berubah.
Respons Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit Kubler
„Ross (1974) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang terhadap
penyakit, yaitu.
1) Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan
karakteristik perilaku pengingkaran, mereka gagal memahami dan
mengalami makna rasional dan dampak emosional dari diagnosa.
Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan pasien
terhadap sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya.
Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.”
Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan
memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai alat yang berfungsi
sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin perkiraan
dokter dan perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang
mencolok tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini
merupakan buffer untuk menerima kenyataan yang sebenarnya.
Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera berubah menjadi
fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani, 1999).
2) Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan
lagi, maka fase pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien
secara karakteristik dihubungkan dengan marah dan rasa bersalah.
Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala sesuatu yang ada
disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan
timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan
adalah perawat, semua tindakan perawat serba salah, pasien banyak
menuntut, cerewet, cemberut, tidak bersahabat, kasar, menantang,
tidak mau bekerja sama, sangat marah, mudah tersinggung, minta
banyak perhatian dan iri hati. Jika keluarga mengunjungi maka
menunjukkan sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan
untuk datang, hal ini akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak
& Gallo, 1996).
3) Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu,
pasien akan berfikir dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya.
Mulai timbul rasa bersalahnya dan mulai membina hubungan dengan
Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang jelas yaitu pasien
menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang
menimpanya atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani,
1999).
4) Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan
marah dan pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara
konstruktif. Pasien mencoba perilaku baru yang konsisten dengan
keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah kesedihan, tidak berdaya,
tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian dan
waktu untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini
termasuk mengatakan ketakutan akan masa depan, bertanya peran
baru dalam keluarga intensitas depresi tergantung pada makna dan
beratnya penyakit (Netty, 1999). e) Penerimaan dan partisipasi Sesuai
dengan berlalunya waktu dan pasien beradapatasi, kepedihan dari
kesabatan yang menyakitkan berkurang dan bergerak menuju
identifikasi sebagai seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya
dan sebagai seorang cacat. Pasien mampu bergantung pada orang lain
jika perlu dan tidak membutuhkan dorongan melebihi daya tahannya
atau terlalu memaksakan keterbatasan atau ketidakadekuatan (Hudak
& Gallo, 1996). Proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada
keadaan stres yang kronis akan menimbulkan perubahan adaptasi dari
jaringan atau sel. Adaptasi dari jaringan atau sel imun yang memiliki
hormon kortisol dapat terbentuk bila dalam waktu lain menderita stres,
dalam teori adaptasi dari Roy dikenal dengan mekanisme regulator.

3. Sosial
a. Interaksi social
1) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan
pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang
meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap
mandiri, tidak mampu membuat rencana.
2) Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas
yang tak terorganisasi.

4. Spiritual
a. Respons Adaptif Spiritual
Respons Adaptif Spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson (2000)
dan Kauman & Nipan (2003). Respons adaptif Spiritual, meliputi:
1) Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap
kesembuhan. Harapan merupakan salah satu unsur yang penting
dalam dukungan sosial. Orang bijak mengatakan “hidup tanpa
harapan, akan membuat orang putus asa dan bunuh diri”. Perawat
harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan,
misalnya akan memberikan ketenangan dan keyakinan pasien untuk
berobat.
2) Pandai mengambil hikmah. Peran perawat dalam hal ini adalah
mengingatkan dan mengajarkan kepada pasien untuk selalu berfikiran
positif terhadap semua cobaan yang dialaminya. Dibalik semua
cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud dari Sang Pencipta.
Pasien harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang
Pencipta dengan jalan melakukan ibadah secara terus menerus.
Sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama
sakit.
3) Ketabahan hati. Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan
dan ketabahan hati dalam menghadapi cobaan. Individu yang
mempunyai kepribadian yang kuat, akan tabah dalam menghadapi
setiap cobaan. Individu tersebut biasanya mempunyai keteguhan hati
dalam menentukan kehidupannya.

Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat


menguatkan diri pasien dengan memberikan contoh nyata dan atau
mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak; bahwa Tuhan tidak akan
memberikan cobaan kepada umatNYA, melebihi kemampuannya (Al.
Baqarah, 286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua cobaan yang
diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting dalam
kehidupannya.

5. Kultural
Faktor budaya berkaitan juga dengan fenomena yang muncul dewasa ini
dimana banyak ibu rumah tangga yang “baik-baik” tertular virus HIV /AIDS
dari suaminya yang sering melakukan hubungan seksual selain dengan istrinya.
Hal ini disebabkan oleh budaya permisif yang sangat berat dan perempuan
tidak berdaya serta tidak mempunyai bargaining position (posisi rebut tawar)
terhadap suaminya serta sebagian besar perempuan tidak memiliki pengetahuan
akan bahaya yang mengancamnya.
Kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi
masalah HIV /AIDS Selama ini adalah melaksanakan bimbingan sosial
pencegahan HIV /AIDS, pemberian konseling dan pelayanan sosial bagi
penderita HIV /AIDS yang tidak mampu. Selain itu adanya pemberian
pelayanan kesehatan sebagai langkah antisipatif agar kematian dapat dihindari,
harapan hidup dapat ditingkatkan dan penderita HIV /AIDS dapat berperan
sosial dengan baik dalam kehidupanya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
2. Pola Nafas tidak efektif
3. Gangguan Pertukaran gas
4. Kurang Pengetahuan
5. Risiko Aspirasi
6. Hipertermia
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
8. Defisit Volume Cairan
9. Kelebihan Volume Cairan
10. Risiko infeksi
11. Intoleransi aktivitas
12. Kerusakan integritas kulit
13. Kecemasan
14. Takut
15. Penurunan curah jantung
16. Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak efektif
17. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
18. Perfusi jaringan gastrointestinal tidak efektif
19. Perfusi jaringan renal tidak efektif
20. Defisit perawatan diri
21. Risiko gangguan integritas kulit
22. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
23. Nyeri akut
24. Nyeri Kronis
25. Gangguan mobilitas fisik
26. Risiko trauma
27. Risiko Injury
28. Mual
29. Diare
30. Konstipasi
31. Gangguan pola tidur
32. Retensi urin
33. Kerusakan integritas jaringan
34. Gangguan body image
35. Manejemen regimen terapeutik tidak efektif
36. Kelelahan

C. Intervensi
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan NOC: · Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari a. Nutritional status: Adequacy· Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh of nutrient untuk menentukan jumlah kalori
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : food and dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk Fluid Intake · Yakinkan diet yang dimakan
memasukkan atau mencernac. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan tindakan mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau keperawatan · Ajarkan pasien bagaimana
ekonomi. selama….nutrisi kurang membuat catatan makanan harian.
teratasi dengan indikator: · Monitor adanya penurunan BB
· Albumin serum dan gula darah
· Pre albumin serum · Monitor lingkungan selama
· Hematokrit makan
· Hemoglobin · Jadwalkan pengobatan dan
· Total iron binding tindakan tidak selama jam makan
capacity · Monitor turgor kulit
· Jumlah limfosit · Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht
· Monitor mual dan muntah
· Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
· Monitor intake nuntrisi
· Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
· Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
· Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
· Kelola pemberan anti emetik:.....
· Anjurkan banyak minum
· Pertahankan terapi IV line
· Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

2. Intoleransi aktivitas
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan : · Self Care : ADLs · Observasi adanya pembatasan klien
· Tirah Baring atau · Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
imobilisasi · Konservasi eneergi · Kaji adanya faktor yang menyebabkan
· Kelemahan menyeluruh Setelah dilakukan tindakan kelelahan
· Ketidakseimbangan keperawatan selama …. · Monitor nutrisi dan sumber energi
antara suplei oksigen Pasien bertoleransi terhadap yang adekuat
dengan kebutuhan aktivitas dengan Kriteria · Monitor pasien akan adanya kelelahan
Gaya hidup yang Hasil : fisik dan emosi secara berlebihan
dipertahankan. · Berpartisipasi dalam · Monitor respon
aktivitas fisik tanpa disertai kardivaskuler terhadap aktivitas
peningkatan tekanan darah, (takikardi, disritmia, sesak nafas,
nadi dan RR diaporesis, pucat, perubahan
· Mampu melakukan hemodinamik)
aktivitas sehari hari (ADLs) · Monitor pola tidur dan lamanya
secara mandiri tidur/istirahat pasien
· Keseimbangan aktivitas · Kolaborasikan dengan Tenaga
dan istirahat Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
· Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
· Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial
· Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
· Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
· Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
· Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
· Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
· Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
· Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
· Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual

3. Nyeri akut

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: · Pain Level, · Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia, · pain control, komprehensif termasuk lokasi,
fisik, psikologis), kerusakan · comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
jaringan Setelah dilakukan kualitas dan faktor presipitasi
tinfakan keperawatan· Observasi reaksi nonverbal dari
selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
mengalami nyeri,· Bantu pasien dan keluarga untuk
dengan kriteria hasil: mencari dan menemukan dukungan
· Mampu mengontrol· Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri (tahu penyebab mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri, mampu ruangan, pencahayaan dan
menggunakan tehnik kebisingan
nonfarmakologi untuk· Kurangi faktor presipitasi nyeri
mengurangi nyeri,· Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
mencari bantuan) menentukan intervensi
· Melaporkan bahwa· Ajarkan tentang teknik non
nyeri berkurang dengan farmakologi: napas dala, relaksasi,
menggunakan distraksi, kompres hangat/ dingin
manajemen nyeri · Berikan analgetik untuk
· Mampu mengenali mengurangi nyeri: ……...
nyeri (skala, intensitas,· Tingkatkan istirahat
frekuensi dan tanda· Berikan informasi tentang nyeri
nyeri) seperti penyebab nyeri, berapa lama
· Menyatakan rasa nyeri akan berkurang dan antisipasi
nyaman setelah nyeri ketidaknyamanan dari prosedur
berkurang · Monitor vital sign sebelum dan
· Tanda vital dalam sesudah pemberian analgesik
rentang normal pertama kali
· Tidak mengalami
gangguan tidur

4. Kerusakan integritas jaringan


Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kerusakan integritas NOC: NIC :
jaringan · Tissue integrity : Pressure ulcer prevention
berhubungan dengan: skin and mucous Wound care
Gangguan sirkulasi, iritasi membranes · Anjurkan pasien untuk
kimia (ekskresi dan sekresi · Wound healing : menggunakan pakaian yang longgar
tubuh, medikasi), defisit primary and secondary· Jaga kulit agar tetap bersih dan
cairan, kerusakan mobilitas intention kering
fisik, keterbatasan Setelah dilakukan · Mobilisasi pasien (ubah posisi
pengetahuan, faktor mekanik tindakan keperawatan pasien) setiap dua jam sekali
(tekanan, gesekan),kurangnya selama …. kerusakan · Monitor kulit akan adanya
nutrisi, radiasi, faktor suhu integritas jaringan kemerahan
(suhu yang ekstrim) pasien teratasi dengan · Oleskan lotion atau minyak/baby
kriteria hasil: oil pada daerah yang tertekan
· Perfusi jaringan · Monitor aktivitas dan mobilisasi
normal pasien
· Tidak ada tanda- · Monitor status nutrisi pasien
tanda infeksi · Memandikan pasien dengan sabun
· Ketebalan dan dan air hangat
tekstur jaringan normal· Kaji lingkungan dan peralatan
· Menunjukkan yang menyebabkan tekanan
pemahaman dalam· Observasi luka : lokasi, dimensi,
proses perbaikan kulit kedalaman luka, karakteristik,warna
dan mencegah cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
terjadinya cidera tanda-tanda infeksi lokal, formasi
berulang traktus
· Menunjukkan terjad· Ajarkan pada keluarga tentang
inya proses luka dan perawatan luka
penyembuhan luka · Kolaborasi ahli gizi pemberian
diet TKTP, vitamin
· Cegah kontaminasi feses dan urin
· Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
· Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka
· Hindari kerutan pada tempat tidur

5. Gangguan body image


Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan body image NOC: NIC :
berhubungan dengan: · Body image Body image enhancement
Biofisika (penyakit kronis), · Self esteem · Kaji secara verbal dan nonverbal
kognitif/persepsi (nyeri kronis), Setelah dilakukan respon klien terhadap tubuhnya
kultural/spiritual, penyakit, tindakan keperawatan · Monitor frekuensi mengkritik
krisis situasional, trauma/injury, selama …. gangguan dirinya
pengobatan (pembedahan, body image · Jelaskan tentang pengobatan,
kemoterapi, radiasi) pasien teratasi dengan perawatan, kemajuan dan prognosis
kriteria hasil: penyakit
· Body image positif· Dorong klien mengungkapkan
· Mampu perasaannya
mengidentifikasi · Identifikasi arti pengurangan
kekuatan personal melalui pemakaian alat bantu
· Mendiskripsikan · Fasilitasi kontak dengan individu
secara faktual lain dalam kelompok kecil
perubahan fungsi
tubuh
· Mempertahankan
interaksi sosial
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), Ninuk Dian K, S.Kep.Ners, Asuhan Keperawatan


Pada Pasien Terinfeksi HIV, Salemba Medika, Jakarta 2013

Nursalam, S.Kep.Ners dkk, Jurnal Keperawatan edisi bulan November,Fakultas


Keperawatan Universitas Airlangga 2007

Adler, M. W. (1996). Petunjuk Penting AIDS. EGC. Jakarta. Arif Mansjoer.


(2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapiuus. Jakarta.

Diagnosa nanda nic-noc, 2015

Anda mungkin juga menyukai