PENDAHULUAN
Syari’at Islam telah meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai harta benda
dengan sebaik-baik dan seadil-adilnya. Agama Islam menetapkan hak milik seseorang atas
harta, baik laki-laki atau perempuan melalui jalan syara’. Seperti perpindahan hak milik laki-
laki dan perempuan di waktu masih hidup ataupun perpindahan harta kepada para ahli
warisnya setelah ia meninggal dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan pembagian Dzawil Arham?
2. Bagaimana pengertian dan pembagian Hijab wal mahjub?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan pembagian Dzawil Arham.
2. Untuk mengetahui pengertian dan pembagian Hijab wal mahjub.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DZAWIL ARHAM
1. Pengertian Dzawil Arham
Arham adalah bentuk jamak dari kata rahman, yang asalya dalam bahasa Arab
berarti tempat pembentukan/penyimpanan janin dalam perut ibu. Kemudian
dikembangkan menjadi ‘kerabat’, baik datangnya dari pihak ayah ataupun pihak ibu.
Pengertian ini tentu saja disandarkan karena adanya Rahim yang menyatukan asal
mereka. Dengan demikian, lafazh Rahim tersebut umum digunakan dengan makna
kerabat, baik dalam bahasa Arab ataupun dalam istilah syariat Islam.1
Secara umum, Dzawil Arham berarti orang yang memiliki hubungan kekerabatan
(hubungan darah) dengan orang yang meninggal, baik tergolong ashabul furudh
(pemilik bagian pasti) ataupun‘ashabah, berdasarkan QS. Al-Anfal :75 :
َ ب
ِّللا ِ ض فِي ِكت َا ُ َوأُولُو أاْل َ أر َح ِام بَ أع
ٍ ض ُه أم أ َ أولَ ٰى ِببَ أع
“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itusebagiannya lebih berhak
terhadap sesamanya (dari pada yang bukan kerabat) didalam kitab Allah.” QS. Al-
Anfal :752
Jadi, Dzawil arham adalah semua ahli waris yang memiliki tali kekerabatan
dengan pewaris selain ashabul furudh dan ashabah, baik laki-laki maupun
perempuan. Sebagai contoh adalah cucu perempuan keturunan anak perempuan, bibi
(dari pihak bapak maupun dari pihak ibu), keponakan perempuan, paman (saudara
laki-laki ibu), keponakan laki-laki dari saudara perempuan, dan sebagainya.
Menurut penelitian Ibn Rusyd, ahli waris yang termasuk dalam dzawil arham
adalah:3
a. Cucu (laki-laki atau perempuan) garis perempuan.
b. Anak perempuan dan cucu perempuan saudara laki-laki (bint al-akh).
c. Anak perempuan dan cucu perempuan saudara-saudara perempuan (bint al-
ukh).
1
Munir Subarman, Fiqih Mawaris dan Implementasi Komplikasi Hukum Islam (Cirebon: Nurjati
Press), hlm. 104.
2
Athoillah, Fiqh Waris : Metode Pembagian Waris Praktis (Bandung: Yrama Widya, 2013), hlm. 116.
3
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada), hlm. 79.
2
d. Anak perempuan dan cucu perempuan paman (bint al-‘amm).
e. Paman seibu (al-‘amm li al-umm).
f. Anak dan cucu saudara-saudara laki-laki seibu (aulad al-akh li al-umm).
g. Saudara perempuan bapak (al-‘ammah).
h. Saudara-saudara ibu (al-khal atau al-khalah).
i. Kakek dari garis ibu (al-jadd min jihat al-umm).
j. Nenek dari pihak kakek (al-jaddah min jihat al-jadd).
3
menyatu haknya karena adanya ikatan kekerabatan. Mazhab ini tidak masyhur,
bahkan dhaif dan tertolak. Karenanya tidak ada satu pun dari ulama atau para
imam mujtahid vang mengakuinya apalagi mengikuti pendapat ini dengan
alasan telah sangat nyata bertentangan dengan kaidah syar'iyah yang masyhur
dalam disiplin ilmu mawaris.
b. Prinsip Ahlul At-Tanzil karena mereka mendudukkan keturunan ahli waris
pada kedudukan pokok atau induk ahli waris asalnya. Mereka tidak
memperhitungkan ahli waris yang ada atau masih hidup, tetapi melihat pada
yang lebih dekat dari Ashabul furudh dan para ashabah nya. Dengan
demikian, mereka membagikan hak ahli waris yang ada sesuai dengan bagian
ahli waris yang lebih dekat, yakni pokoknya. Inilah pendapat madzhab Imam
Ahmad bin hambal juga merupakan pendapat para ulama mutakhir dari
kalangan Maliki dan Syafi’i. Adapun yang dijadikan dalil oleh mazhab ini
adalah riwayat yang marfu atau Sampai sananya kepada Rasulullah SAW,
ketika beliau memberi hak waris kepada seorang Bibi atau saudara perempuan
ayah dan Bibi atau saudara perempuan Ibu kebetulan saat itu tidak ada ahli
waris lainnya beliau memberi Bibi atau dari pihak Ayah dengan 2/3 bagian,
dan sepertiga lagi diberikan kepada Bibi atau dari pihak ibu.
c. Prinsip Al-Qarabah, yaitu dalam pemberian bagian warisan kepada ahli waris
dzawil arham, menggunakan prinsip jauh dekatnya hubungan kekerabatan.
Mazhab yang menganut prinsip ini disebut dengan mazhab ahl-al-qarabah.
Untuk menentukan dekat atau jauhnya kekerabatan, dilakukan
pengelompokkan sebagaimana dalam pembagian ‘ashabah. Pengelompokkan
kekerabatan, dilakukan pengelompokkan sebagaimana dalam pembagian
‘ashabah. Pengelompokkan dzawil arham menurut prinsip al-qarabah adalah
sebagi berikut:
1) Al-Bunuwwah yaitu anak turun al-muwarrits yang tidak termasuk ashab al-
furudl dan ashab al-‘ashabah, seperti cucu perempuan garis perempuan.
2) Al-Ubuwwah yaitu kelompok leluhur yang tidak termasuk ashab al-furdl
dan ashab al’ashabah, seperti kakek ghairu shahih dan nenek ghairu
shahihah (ayahnya ibu).
3) Al-Ukhuwwah yaitu kelompok anak turunnya saudara-saudara yang tidak
termasuk ashab al-furudl dan ashab al-‘ashabah, seperti anak laki-laki
saudara perempuan.
4
4) Al-‘Umumah yaitu kelompok anak turunannya kakek atau nenek yang
tidak termasuk ashab al-furudl dan ashab al’ashabah, seperti saudara ibu
baik laki-laki maupun perempuan.4
B. HIJAB DAN MAHJUB
1. Pengertian Hijab
Al-hijab dalam bahasa Arab bermakna ‘Penghalang’ atau ‘penggugur’. 5 Dalam al-
Qur’an Alah SWT berfirman (al-Muthaffifin [83] ayat 15):
َع أن َربِ ِه أم يَ أو َمئِ ٍذ لَ َمحأ ُجوبُون
َ َك ََّل اِنَ ُه أم
“Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat)Tuhan
mereka.”
Hijab secara harfiyah artinya satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh mawaris,
istilah hijab digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang hubungan kekerabatannya
jauh, yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang hak-hak kewarisannya oleh ahli
waris yang lebih dekat. Ahli waris yang menghalangi disebut hajib, dan ahli waris
yang terhalang disebut dengan mahjub. Keadaan yang menghalangi disebut dengan
hijab.6
2. Macam-Macam Hijab
Al-hijab terbagi dua, yakni al-hijab bil washfi (sifat/julukan) dan al-hijab bi asy-
syakhshi (karena orang lain).
a. Al-hijab bi al-washfi (hijab karena sifat) berarti orang yang terkena hijab
tersebut terhalang dari mendapatkan hak waris secara keseluruhan, misalnya
perbudakan, perbedaan agama dan orang yang membunuh pewarisnya atau
murtad. Hak waris mereka jadi gugur atau terhalang. Dalam hal ini seolah-
olah tidak terdaftar dalam susunan ahli waris, sehingga keberadaannya sama
dengan ketiadaannya dan tidak dapat mempengaruhi ahli waris lain dalam
pembagian warisan.7
b. Al-hijab bi al-syakhshi (hijab karena orang) yaitu gugurnya hak waris
seseorang dikarenakan adanya orang lain yang lebih berhak untuk
menerimanya. Al-hijab bi al-syakhshi terbagi menjadi dua yaitu:
4
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, hlm. 83.
5
Munir Subarman, Fiqih Mawaris dan Implementasi Komplikasi Hukum Islam, hlm. 138.
6
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, hlm. 90.
7
Achmad Yani, Faraidh dan Mawaris: Bunga Rampai Hukum Waris Islam, hlm. 69.
5
1) Hijab hirman yaitu penghalang yang menggugurkan seluruh hak waris
seseorang atau hijab yang menyebabkan seorang ahli waris tidak
mendapatkan bagian sama sekali. Semua ahli waris dapat terkena hijab
himam, kecuali enam orang yaitu; bapak, anak laki-laki, suami, anak
perempuan, ibu dan istri. Artinya, keenam orang ini tidak pernah terhalang
oleh orang lain dalam menerima warisan. Ahli waris selain enam orang ini
ada dua kemungkinan,dalam satu keadaan dapat menerima bagian, tetapi
dalam keadaan lain bisa menjadi mahjub.
Ahli waris laki-laki yang dapat terkena hijab hirman adalah sebagai
berikut:
a. Kakek terhalang oleh bapak.
b. Saudara laki-laki kandung terhalang oleh bapak, anak laki-laki, dan
cucu laki-laki.
c. Saudara laki-laki sebapak terhalang oleh saudara laki-laki kandung,
penghalang saudara laki-laki kandung, dan saudara perempuan
kandung yang menjadi ‘ashabah ma’al-ghair.
d. Saudara laki-laki seibu terhalang oleh bapak, kakek anak, dan cucu.
e. Cucu laki-laki terhalang oleh anak laki-laki.
f. Keponakan laki-laki kandung terhalang oleh saudara laki-laki sebapak.
g. Keponakan laki-laki sebapak terhalang oleh keponakan laki-laki
kandung dan semua penghalang keponakan laki-laki kandung.
h. Paman kandung terhalang oleh keponakan laki-laki sebapak dan semua
penghalang keponakan laki-laki sebapak.
i. Paman sebapak terhalang terhalang oleh paman kandung dan semua
penghalang paman kandung.
j. Sepupu laki-laki kandung terhalang oleh paman sebapak dan semua
penghalang paman sebapak.
k. Sepupu laki-laki sebapak terhalang oleh sepupu laki-laki kandung dan
semua penghalang sepupu laki-laki kandung.
Sementara itu, ahli waris perempuan yang dapat terkena hijab hirman
adalah sebagai berikut:
6
b. Cucu perempuan terhalang oleh anak laki-laki, dan dua orang atau
lebih anak perempuan.
c. Saudara perempuan kandung terhalang oleh bapak, anak laki-laki, dan
cucu laki-laki.
d. Saudara perempuan sebapak terhalang oleh saudara laki-laki kandung,
saudara perempuan kandung yang menjadi ‘ashabah ma’al-ghair, dua
saudara kandung atau lebih, dan semua penghalang saudara perempuan
kandung.
e. Saudara perempuan seibu terhalang oleh bapak, kakek, anak dan cucu.8
2) Hijab nuqshan (pengurangan hak) yaitu penghalang terhadap hak waris
seseorang untuk mendapatkan bagian yang terbanyak. Hijab nuqshan ada
tujuh bentuk, empat diantaranya karena perpindahan (intiqal) dan tiga
karena banyaknya ahli waris yang sejenis atau berdesakan (izdiham).
Ketujuh bentuk ini antara lain:
a. Perpindahan dari mendapat fardh tertentu menjadi fardh yang nilainya
lebih kecil. Contoh:
Fardh suami berubah dari 1/2 menjadi 1/4 karena adanya anak.
Fardh istri berubah dari 1/4 menjadi 1/8 karena adanya anak.
b. Perpindahan dari mendapat ‘ushubah tertentu menjadi ‘ushubah lain
yang nilainya lebih kecil. Contoh: saudara perempuan kandung dan
saudara perempuan sebapak, dapat berubah status dari ‘ashabah ma’al-
ghair menjadi ‘ashabah bil-ghair.
c. Perpindahan dari mendapat fardh tertentu menjadi menerima ‘ushubah
yang nilainya lebih kecil. Contoh: anak perempuan yang mendapat
fardh sebesar 1/2 bagian bisa berubah menjadi berstatus sebagai
‘ashabah bil-ghair karena adanya anak laki-laki bersamanya.
d. Perpindahan dari mendapat ushubah menjadi mendapat fardh yang
nilainya lebih kecil. Contoh: bapak dapat berstatus sebagai ‘ashabah
jika hanya ada anak perempuan, tapi bagian bapak menjadi berubah
menjadi menerima fardh sebesar 1/6 bagian saja jika ada anak laki-laki
juga.
8
Achmad Yani, Faraidh dan Mawaris, Bunga Rampai Hukum Waris Islam, hlm. 69.
7
e. Berkumpulnya ahli waris yang sejenis (sama statusnya) dalam
menerima fardh. Contoh:
Dua orang atau lebih saudara seibu (baik laki-laki maupun
perempuan) berbagi warisan dalam 1/3 bagian dari harta.
Makin banyak saudara seibu yang ada, maka bagian mereka
menjadi makin kecil.
Dua orang atau lebih anak perempuan (berapa pun jumlah
mereka) tetap menerima 2/3 bagian dari harta warisan.
f. Berkumpulnya ahli waris yang sejenis (sama statusnya) dalam
menerima ‘ushubah (sebagai ‘ashabah). Contoh: anak laki-laki (berapa
pun jumlahnya) mendapat bagian warisan sebagai ‘ashabah secara
sama rata diantara mereka. Makin banyak jumlah mereka, makin kecil
bagian untuk masing-masing.9
9
Achmad Yani, Faraidh dan Mawaris, Bunga Rampai Hukum Waris Islam, hlm. 72.
10
Munir Subarman, Fiqih Mawaris dan Implementasi Komplikasi Hukum Islam, hlm. 139.
8
4. Ahli Waris yang Dapat Terkena Hijab
Di bawah ini dijelaskan tabel secara rinci hajib mahjub dan perubahan baginya
dalam hijab nuqsan.11
Sedangkan ahli waris yang terkena hijab hirman atau ahli waris yang terhalang
secara total oleh ahli waris yang lebih dekat hubungan kekerabatannya dapat dirinci
sebagai berikut:12
11
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, hlm. 91.
12
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, hlm. 92-94
9
5. Cucu perempuan 1/2 Anak laki-laki -
garis laki-laki
Cucu perempuan 2/3 Anak perempuan -
garis laki-laki 2+
6. Saudara laki-laki ‘ashabah Anak laki-laki, -
sekandung cucu laki-laki dan
Saudara pr 1/2 ayah -
sekandung
Saudara pr 2/3 -
sekandung 2+
7. Saudara seayah ‘ashabah Anak laki-laki, -
laki-laki cucu laki-laki,
Saudara pr seayah 1/2 ayah, saudara lk -
Saudara pr seayah 2/3 sekandung, -
2+ saudara pr
sekandung,
bersama anak atau
cucu pr
8. Saudara laki-laki 1/6 Anak laki-laki dan -
perempuan seibu anak pr
Saudara laki- 1/3 Cucu laki-laki dan -
laki/perempuan pr
seibu Ayah dan kakek
9. Anak laki-laki ‘ashabah Anak laki-laki, -
saudara laki-laki cucu laki-laki,
sekandung ayah atau kakek,
saudara laki-laki
sekandung atau
seayah, saudara pr
sekandung atau
seayah yang
menerima
ashabah ma’ al-
10
ghair
10. Anak laki-laki ‘ashabah Anak atau cucu -
saudara seayah laki-laki, ayah
atau kakek,
saudara laki-laki
sekandung atau
seayah, anak laki-
laki saudara laki-
laki sekandung,
saudara pr
sekandung atau
seayah yang
menerima
ashabah ma’ al-
ghair
11. Paman sekandung ‘ashabah Anak atau cucu lk, -
ayah atau kakek,
saudara lk
sekandung atau
seayah, anak lk
saudara lk
sekandung,
saudara pr
sekandung atau
seayah yang
menerima
ashabah ma’ al-
ghair
12. Paman seayah ‘ashabah Anak atau cucu lk, -
ayah atau kakek,
saudara lk
sekandung atau
seayah, anak lk
11
saudara lk
sekandung,
saudara pr
sekandung atau
seayah yang
menerima
ashabah ma’ al-
ghair dan paman
sekandung
13. Anak laki-laki ‘ashabah Anak atau cucu lk, -
paman sekandung ayah atau kakek,
saudara lk
sekandung atau
seayah, anak lk
saudara lk
sekandung,
saudara pr
sekandung atau
seayah yang
menerima
ashabah ma’ al-
ghair dan paman
sekandung/seayah
14. Anak sekandung ‘ashabah Anak atau cucu lk,
paman seayah ayah atau kakek,
saudara lk
sekandung atau
seayah, anak lk
saudara lk
sekandung,
saudara pr
sekandung atau
seayah yang
12
menerima
ashabah ma’ al-
ghair dan paman
sekandung/seayah,
dan anak lk paman
sekandung
Apabila anak perempuan sudah sempurna menerima bagian 2/3, gugurlah hak
waris cucu perepmpuan dari garis laki-laki. Kecuali bila ia mempunyai saudara laki-
laki (yakni cucu laki-laki dari garis laki-laki) yang sederajat ataupun yang lebih
rendah dari derajat cucu perempuan, maka cucu laki-laki dapat menyeret cucu
perempuan itu sebagai ‘ashabah, yang sebelumnya tidak mendapat fardh. Keadaan
seperti ini dalam faraid disebut sebagai kerabat yang berkah atau saudara laki-laki
yang berkah. Disebut demikian karena tanpa cucu laki-laki, cucu perempuan tidak
mendapat warisan.
Disamping saudara laki-laki yang berkah adapula saudara laki-laki yang
merugikan karena keberadaanya menyebabkan ahi waris dari kalangan wanita tidak
mendapatkan warisan. Padahal apabila saudara aki-laki itu tidak ada, ahli waris wanita
itu akan mendapatkan waris.13
13
Munir Subarman, Fiqih Mawaris dan Implementasi Komplikasi Hukum Islam, hlm. 141.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hijab secara harfiah berarti satir, penutup atau penghalang. Istilah ini digunakan
untuk menjelaskan ahli waris yang hubungan kekerabatannya jauh, yang kadang-
kadang atau seterusna terhalang hak-hak kewarisanya oleh ahli waris yang lebih
dekat. Ahli waris yang terhalangi disebut hajib, sedangkan ahli waris yang terhalang
disebut dengan mahjub. Keadaan yang terhalangi disebut hijab. Al-hijab terbagi dua,
yakni al-hijab bil washfi (sifat/julukan) dan al-hijab bi asy-syakhshi (karena orang
lain). Al-hijab bi asy-syakhshi dibagi 2 macam, yakni: Hijab Hirman
dan Hijab Nuqson. Ahli Waris yang Tidak Terkena Hijab Keenam orang tersebut
adalah anak kandung laki-laki, anak kandung perempuan, ayah, ibu, suami dan istri.
B. Saran
Sebagai umat islam, hendaknya kita mengetahui, mempelajari dan menerapkan
ilmu mawaris atau faraidh ini. Mengingat begitu pentingnya ilmu mawaris untuk
pembagian harta waris yang sesuai dengan syariat islam, yang dasar hukumnya sudah
jelas yaitu al-Quran, al-Hadits dan sumber hukum islam lainnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Athoillah. (2013). Fiqh Waris : Metode Pembagian Waris Praktis. Bandung: Yrama
Widya.
Rofiq, Ahmad. (2012). Fiqh Mawaris. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Subarman, Munir. (2011). Fiqih Mawaris dan Implementasi Komplikasi Hukum Islam.
Cirebon: Nurjati Press.
Yani, Achmad. (2016). Faraidh dan Mawaris: Bunga Rampai Hukum Waris Islam.
Jakarta: Kencana.
15