Anda di halaman 1dari 5

KELOMPOK 5

RESUME PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Siti Syarah M. (Kelompok 6)


Dalam hal tidak ada penawar/peserta lelang tetap dibuatkan risalah lelang tanpa penawaran.
Apa fungsi dari risalah lelang tanpa penawaran ini?
Jawaban :
Pengaturan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran (TAP)
Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang menetapkan : “Dalam hal tidak ada Peserta Lelang, lelang tetap dilaksanakan
dan dibuatkan Risalah Lelang.” Kesimpulan dari ayat ini adalah bahwa Risalah Lelang tetap dibuat
walau tidak ada peserta lelang karena lelang harus tetap dilaksanakan walau tanpa seorangpun
yang mendaftar sebagai peserta. Bagi orang awam, norma ini pemborosan. Mengapa pula lelang
harus dilaksanakan padahal tidak mungkin ada transaksi penjualan. Lebih ironis manakala
dibeberkan fakta bahwa lebih dari 70 % lelang yang dilakukan DJKN berstatus TAP.
Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa PMK membuat norma seperti itu? Jawabnya, hal
ini tidak lepas dari Pasal 35 VR, yang berbunyi “van iedere openbare verkooping wordt door den
vendumeester of diens gedelegerde, staande de verkooping, voor elken veil-of verkoopdag een
afzonderlijk proces-verball opgemaakt.” (Dari tiap-tiap penjualan umum yang dilakukan oleh juru
lelang atau kuasanya, selama penjualan, untuk tiap-tiap hari pelelangan atau penjualan harus
dibuat berita acara tersendiri ---terjemahan berdasarkan Buku Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan RI yang disusun menurut sistem Engelbrecht, 1989, hal.938). Dari pasal 35 VR tersebut,
PMK memilih tafsiran “aman” bahwa semua lelang harus ada Risalah Lelang. Memang akhirnya
konten Risalah Lelang TAP dibuat lebih sederhana berdasarkan Perdirjen. Dari mana munculnya
tafsiran “aman” tersebut?
Berdasarkan penelitian Penulis, tafsir aman tersebut berasal dari pendapat Roell, Kepala
Inspeksi Lelang Jakarta tahun 1932 yang menyatakan bahwa:
“Penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana seseorang
hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi maupun dengan
perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan
penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat di mana
kesempatan lenyap” (Rochmat Soemitro, Peraturan Lelang, Eresco, 1987, Bandung, hal. 107).
Dari pendapat Roell ini dapat disimpulkan bahwa lelang adalah “suatu rangkaian kejadian”
atau suatu proses yang dimulai dari “saat mana seseorang hendak menjual (mangajukan
permohonan lelang-penulis)...dan seterusnya.” Oleh karena itu sesuai pendapat Roell maka
momentum terjual/tidaknya objek lelang bukan suatu yang penting. Tetapi yang penting adalah
prosesnya. Dengan demikian masuk akal jika PMK mencantumkan norma “dalam hal tidak ada
Peserta Lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah Lelang,” karena memang proses
lelang telah dimulai.
Tentu Roell bukan satu satunya sarjana zaman kolonial yang mengupas masalah lelang.
Polderman dalam disertasinya tahun 1913 berjudul “Het Openbare aanbod” menyebutkan
bahwa: “Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling
menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun para peminat” (Rochmat Soemitro,
hal. 106). Berdasarkan definisi tersebut ditegaskan bahwa bagi Polderman, lelang adalah alat
untuk mengadakan perjanjian/persetujuan, sehingga esensi lelang adalah bertemunya hasrat
menjual-membeli yang dituangkan dalam perjanjian. Dengan kata lain lelang akan disebut lelang
jika telah terjadi transaksi yang disahkan oleh ketok palu pejabat lelang, bukan pada prosesnya.
Jika kita mengacu pada pendapat Polderman maka dalam kondisi lelang TAP tentu tidak terjadi
pertemuan hasrat menjual dan membeli, dengan demikian tidak ada transaksi lelang, dengan
demikian tidak ada kewajiban membuat risalah lelang. Apakah norma di PMK salah? Bisa jadi.
Menurut hemat Penulis untuk memahami pasal 35 VR harus dilakukan penafsiran secara
sistematis, yaitu menafsirkan dengan menggunakan pasal-pasal yang tertuang dalam VR itu
sendiri. Pasal yang terkait dengan pasal 35 VR adalah pasal 37 VR. Pasal 37 mengatur bentuk baku
risalah lelang yang terdiri dari 3 bagian, yaitu Kepala, Badan dan Kaki Risalah Lelang. Dari konten
Pasal 37 dapat disimpulkan bahwa VR sebagai undang-undang lelang hanya mengatur bentuk
dan isi risalah lelang dalam kondisi lelang terjual atau ditahan. Sedangkan untuk kondisi lelang
TAP, pasal 37 VR dan pasal selanjutnya tidak mengatur. Karena tidak mengatur maka masih
terbuka penafsiran lain sepanjang dapat dipertanggungjawabkan.
Sumber : https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12648/LELANG-TANPA-RISALAH-
LELANG-MENAFSIRKAN-KEMBALI-PASAL-35-VENDU-REGLEMENT.html

2. Kartika Widyasari (Kelompok 3)


Berdasarkan kasus yg dipaparkan dijelaskan bahwa objek sita berupa tanah yg terletak di
Ciater dilelang oleh KPKNL Purwakarta, sedangkan Ciater bukan termasuk bagian Kabupaten
Purwakarta. Mengapa demikian?
Jawaban :
Karena Wilayah lerja KPKNL Purwakarta berada di Kab Purwakarta, Subang, dan
Karawang. Jadi yang melakukan pelelangan adalah pejabat di wilayah Purwakarta. Di PMK
135/PMK.01/2006 LAMPIRAN II

3. Angelica Devy Anggraini (Kelompok 1)


Apakah ada penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan lelang? Jika ada, sebutkan dan
jelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Jawaban :
Berikut adalah artikel tentang gugatan yang diterima oleh DJKN akibat pelanggaran atau
ketidakpuasan dalam lelang :
Dalam pelaksanaan lelang khususnya lelang eksekusi, potensi gugatan sangat tinggi. Total
gugatan yang masuk ke DJKN/KPKNL (berdasarkan Buletin Media Kekayaan Negara Edisi No.14
Tahun IV/2013) adalah 2.458 dan 1.500 lebih adalah gugatan dari lelang eksekusi Pasal 6 Hak
Tanggungan. Gugatan/Bantahan itu tersendiri diajukan sebelum pelaksanaan lelang dan
pascalelang. Gugatan sebelum pelaksanaan lelang dimaksudkan oleh penggugat untuk menunda
pelaksanaan lelang. Dan gugatan/bantahan pasca lelang sangat beragam motif yang
melatarbelakanginya.
Gugatan secara umum muncul ketika terjadi ketidakpuasan seseorang. Sebagai Negara
hukum/rechtstaat, setiap warga Negara yang merasa hak-haknya terlanggar, berhak untuk
mengajukan gugatan/bantahan kepada pengadilan sebagai saluran haknya yang terlanggar.
Gugatan terhadap pelaksanaan lelang sebagian besar karena perbuatan melawan hukum (PMH).
Penelitian yang dilakukan oleh Purnama Sianturi tahun 2008, ada beberapa karakteristik
gugatan perbuatan melawan hukum dalam lelang, antara lain terkait:

1. Gugatan atas dasar kesalahan/kelalaian debitor sehubungn dengan kepemilikan debitor


atas barang jaminan meliputi perbuatan mengenai harta bersama, harta warisan, jaminan
milik pihak ketiga;
2. Gugatan atas dasar kesalahan/kelalaian debitor dengan persyaratan dalam hubungan
perjanjian kredit meliputi perbuatan mengenai pengikatan/perjanjian yang cacat/tidak
sah, hak tanggungan;
3. Gugatan atas dasar kesalahan/kelalaian institusi/lembaga eksekusi, selaku kuasa undang-
undang dari kreditor (Pengadilan Negeri, PUPN) meliputi perbuatan mengenai
paksa/penyitaan/SP3N/Pemblokiran;
4. Gugatan atas dasar kesalahan/kelalaian sehubungan dengan pelaksanaan lelang dan
akibat dari lelang meliputi perbuatan pelelangan, harga tidak wajar, pengosongan.
5. Gugatan atas dasar kesalahan/kelalaian lain-lain.
Masih menurut Purnama Sianturi7), pihak penggugat adalah orang/badan hukum yang
kepentingannya berupa kepemilikan atas barang objek lelang dirugikan oleh pelaksanaan lelang
diantaranya:

1. Debitor yang menjadi pokok perkaranya adalah terkait harga lelang yang terlalu rendah,
pelaksanaan lelang atas kredit macet dilaksanakan sebelum jatuh tempo perjanjian
kredit, tata cara/prosedur pelaksanaan lelang yang tidak tepat, misalnya pemberitahuan
lelang yang tidak tepat waktu, pengumuman tidak sesuai prosedur dan lain-lain;
2. Pihak ketiga pemilik barang baik yang terlibat langsung dalam penandatanganan
perjanjian kredit ataupun murni sebagai penjamin hutang yang menjadi pokok
perkaranya adalah pada pokoknya hampir sama dengan debitur yaitu harga lelang yang
terlalu rendah/jika yang dilelang barang jaminannya sendiri, pelaksanaan lelang atas
kredit macet dilaksanakan sebelum jatuh tempo perjanjian kredit;
3. Ahli waris terkait masalah harta waris, proses penjaminan yang tidak sah;
4. Salah satu pihak dalam perkawinan, terkait masalah harta bersama, proses penjaminan
yang tidak sah;
5. Pembeli lelang terkait hak pembeli lelang untuk dapat menguasai barang yang telah
dibeli/pengosongan.
6. Adapun pihak tergugat diantaranya bank kreditor, PUPN, Kantor Lelang, pembeli lelang,
debitor yang menjaminkan barang, dan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan
perbuatan hukum yang termuat dalam dhukumen persyaratan lelang, antara lain, kantor
pertanahan yang menerbitkan sertifikat, notaris yang mengadakan pengikatan jaminan.

Dalam banyak kasus gugatan terhadap pelaksanaan lelang, yang menjadi petitum penggugat
adalah perbuatan melawan hukum (PMH). Tuntutan/petitum yang diajukan oleh penggugat
dalam gugatannya pada intinya adalah gugatan perbuatan melawan hukum (PMH). Menurut
Wirjono Prodjodikoro, perbuatan melawan hukum adalah tidak hanya perbuatan yang langsung
melanggar hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar kesusilaan,
keagamaan, dan sopan santun yang secara tidak langsung juga melanggar hukum.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa: “tiap perbuatan
melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah
menimbulkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.” Berdasarkan rumusan pasal tersebut,
suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur yaitu:
1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig);
2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;
3. Perbuatan itu harus itu dilakukan dengan kesalahan;
4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.
Sumber : https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/5097/Perbuatan-Melawan-Hukum-
dalam-Gugatan-Pelaksanaan-Lelang-di-KPKNL.html

4. Winda Treefeny Hidayati (Kelompok 7)


Kan pembeli masih ada waktu buat ngecek barang lelang, apakah pada saat itu wp masih bisa
melunasi utang pajaknya?
Jawaban :
Utang pajak masih bisa dilunasi oleh penanggung pajak karena dibayar sebelum lelang
dilaksanakan. Tertulis dalam PMK 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal
19-21.

5. Fadilla Ferullia (Kelompok 2)


Kondisi seperti apa yang menyebabkan suatu lelang dapat dibatalkan, diundur atau di tunda
pelaksanaannya?
Jawaban :
Pembatalan lelang Lelang hanya dapat dibatalkan sebelum lelang dilaksanakan. Lelang yang
akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan Penjual atau penetapan
provisional atau putusan dari lembaga peradilan. Termasuk dalam pembatalan lelang atas
permintaan Penjual, apabila Penjual tidak hadir dalam pelaksanaan lelang yang menyebabkan
lelang menjadi batal dilaksanakan. Pembatalan lelang atas permintaan Penjual (baik pembatalan
secara tertulis maupun Penjual tidak hadir dalam pelaksanaan lelang) dikenakan Bea Lelang Batal
sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan.
Berikut langkah-langkah dalam pembatalan lelang sebelum lelang dilaksanakan:

1. Pembatalan lelang dengan putusan/penetapan pengadilan disampaikan secara tertulis


dan harus sudah diterima oleh Pejabat Lelang paling lama sebelum lelang dimulai.
2. Dalam hal terjadi pembatalan sebelum lelang, Penjual dan Pejabat Lelang harus
mengumumkan kepada Peserta Lelang pada saat pelaksanaan lelang.
3. Pembatalan lelang atas permintaan penjual disampaikan secara tertulis dengan disertai
alasan, dan harus sudah diterima oleh Pejabat Lelang paling lama sebelum lelang
dimulai. Kemudian, Penjual dan Pejabat Lelang harus mengumumkan kepada Peserta
Lelang pada saat pelaksanaan lelang.
4. Dalam hal rencana pelaksanaan Lelang dibatalkan dalam jangka waktu kurang dari 5
(lima) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, tidak perlu dibuat Risalah Lelang.
Pembatalan tersebut dicatat pada buku register pembatalan sebelum lelang dengan
nomor tersendiri yang berbeda dengan nomor pada buku register permohonan lelang.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang.

6. Muhammad Fakhrianda (Kelompok 4)


Pada keterangan dibagian risalah lelang terdapat keterangan barang yang dijual atau ditahan.
Maksud barang yang ditahan itu seperti apa dan mengapa?
Jawaban :
Dalam hal terjadi lelang ditahan (penawaran secara tertulis), yaitu barang tidak jadi dijual
karena tidak mencapai harga limit yang dikendaki oleh Pejabat selaku pemohon lelang. Karena
itu Pejabat selaku pemohon lelang akan dikenakan Bea Lelang ditahan sebesar :
(a) Barang Bergerak 1,5% dari harga penawar tertinggi yang ditahan;
(b)Barang Tidak Bergerak 0,375% dari harga penawar tertinggi yang ditahan.
SE214/PJ./1999 : Lelang Eksekusi Pajak Kepala Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara Dan
Direktur Jenderal Pajak

Anda mungkin juga menyukai