Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

FARMASI INDUSTRI
FORMULASI DAN EVALUASI TABLET ASAM MEFENAMAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Farmasi Industri

DISUSUN OLEH

Nanda Puspita Himawanti 1808020242


Yusep Yazid Syarifudin 1808020274
Trias Indah Kustiningsih 1808020314

PROGRAM PENDIDIKAN APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Alloh SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas mata kuliah Farmasi Industri dengan judul “ Formulasi dan
Evaluasi Tablet Asam Mefenamat “

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
ilmu pengetahuna dan dunia pengobatan.

Purwokerto, April 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari sudut pandang farmasetik bentuk sediaan padat pada umumnya lebih
stabil dari pada bentuk cair, sehingga bentuk sediaan padat ini lebih cocok
untuk obat-obat yang kurang stabil. Serbuk kering yang digunakan melalui
mulut untuk minum kurang begitu umum dibandingkan dengan kapsul dan
tablet, tetapi disenangi oleh sebagian pasien yang tidak dapat menelan obat
dengan bentuk sediaan padat lainnya akan tetapi kebanyakan obat dengan
bentuk serbuk dalam pengobatan terbatas, tetapi penggunaan dalam bentuk
padat cukup luas.
Asam mefenamat merupakan obat analgesik, anti inflamasi, dan
antireumatik (Reynold, 1982). Karakteristik kimia fisika asam mefenamat
yang praktis tidak larut dalam air, bersifat hidrofob, sehingga sukar terbasahi,
serta mempunyai kompresibilitas yang jelek (Romilda, 2005). Oleh karena itu,
untuk pembuatan tablet asam mefenamat diperlukan bahan pengikat yang baik,
yang dapat memperbaiki pembasahan dan pengikatan antar partikel yang
hidrofob (Ansel, 1989).
Tablet yang baik harus memenuhi persyaratan mutu fisik dan mutu
kimiawi serta harus dapat memberikan efek terapi untuk mencapai efek
tersebut. Bahan obat harus diabsorpsi oleh tubuh. Sebelum diabsorpsi tablet
akan mengalami proses disintegrasi, disolusi, dan selanjutnya diabsorpsi
melalui saluran cerna (Shargel dan Yu, 1988).
Bahan tambahan memegang peranan penting dalam pembuatan tablet, agar
diperoleh konsistensi, bentuk dan bobot tablet yang dikehendaki (Siregar,
1992). Bahan tambahan terdiri dari bahan pengikat, bahan penghancur atau
disintegran, bahan pengisi, dan bahan pelicin atau dapat juga ditambahkan
pemanis (Banker & Anderson, 1986). Jenis dan jumlah bahan pengikat yang
digunakan sangat mempengaruhi ketahanan mekanik serta waktu hancurnya
(King, 1975). Bahan tambahan lainnya adalah bahan penghancur atau
disintegran, yang berfungsi untuk mengembangkan tablet kemudian akan
dihancurkan untuk diserap oleh tubuh (Banker & Anderson, 1986).
Salah satu bahan tambahan dalam tablet adalah bahan pengikat. Efektifitas
bahan pengikat digambarkan oleh ketahanan mekanik tablet. Bahan pengikat
berfungsi memberi daya adhesi pada massa serbuk pada granulasi dan kempa
langsung serta untuk menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan
pengisi. Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering dan bentuk
larutan. Banyaknya larutan pengikat yang diperlukan dalam proses granulasi
bervariasi tergantung pada jumlah bahan, ukuran partikel, kompresibilitas,
luas permukaan, porositas, hidrofobisitas, kelarutan dalam larutan pengikat,
dan metode penggranulan.
Pada umumnya, bila bahan pengikat yang digunakan terlalu banyak atau
konsentrasinya terlalu tinggi, maka akan menyebabkan tablet menjadi keras
sehingga waktu hancurnya lama (King, 1975). Sebaliknya jika bahan pengikat
yang ditambahkan konsentrasinya kurang, maka gaya pengikatan yang ada
pada massa serbuk rendah dan cenderung akan menyebabkan terjadinya
capping. Pada granulasi basah, bahan pengikat biasanya ditambahkan dalam
bentuk larutan, namun dapat juga ditambahkan dalam bentuk kering, setelah
dicampur dengan massa yang akan digranul baru ditambahkan pelarut.
Konsentrasi bahan pengikat dalam bentuk larutan dapat berbeda-beda
tergantung pada jenis bahan pengikat.
Pada granulasi basah bahan pengikat yang digunakan dalam pembuatan
sediaan tablet antara lain: amilum, gelatin, polivinilpirolidon, derivate selulose
(hidroksi propil metil selulosa, karboksi metil selulosa, metil selulosa) (Agoes,
2006).
Suatu sediaan obat akan menunjukkan efek terapi yang baik setelah
sediaan tersebut diabsorpsi oleh tubuh. Bahan aktif dalam produk obat
mengalami pelepasan melalui proses disintegrasi, disolusi untuk kemudian
obat siap diabsorpsi oleh tubuh (Shargel & Yu, 1988). Untuk mempercepat
disintegrasi tablet, maka ditambahkan disintegran atau bahan penghancur yang
akan membantu hancurnya tablet menjadi granul, selanjutnya menjadi partikel
dan penyusun ketika disolusi tablet.
Untuk menghasilkan suatu sediaan tablet yang memenuhi persyaratan,
jumlah atau konsentrasi dari bahan tambahan yang digunakan harus benar-
benar diperhitungkan termasuk bahan pengikat dan bahan penghancur. Jika
bahan pengikat yang digunakan terlalu banyak atau konsentrasinya terlalu
tinggi maka tablet menjadi keras dan waktu hancurnya lama (King, 1975).
Tetapi jika digunakan dalam jumlah kecil, sediaan menjadi rapuh. Demikian
juga dengan disintegran, jika digunakan dalam jumlah banyak, bahan
penghancur pada umumnya berbentuk partikel halus (fines) akan memberikan
masalah dalam proses pengempaan tablet, misalnya terjadinya capping dan
laminating. Sebaliknya jika digunakan dalam jumlah kecil, maka tablet akan
sulit hancur atau waktu hancurnya lama, dan akan mempengaruhi disolusi
tablet.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemilihan formulasi sediaan tablet asam mefenamat?
2. Bagaimana evaluasi dari sediaan tablet asam mefenamat?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemilihan formulasi yang baik untuk sediaan tablet
asam mefenamat.
2. Untuk mengetahui evaluasi dari sediaan tablet asam mefenamat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asam Mefenamat
COOH CH3

N CH3
H

Rumus Molekul : C15H15NO2


Berat Molekul : 241,29
Nama Kimia : Asam N-2,3-xililantranilat [61-68-7]
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, melebur pada
suhu lebih kurang 230ºC disertai peruraian.
Kelarutan : Larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut dalam
kloroform, sukar larut dalam etanol dan metanol, praktis
tidak larut dalam air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya

B. Tablet
1. Pengertian Tablet
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V, Tablet adalah sediaan
padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet
adalah sediaan padat dibuat secara kempa berbentuk cakram pipih atau
gepeng, bundar, segitiga, lonjong, mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan.

2. Komponen Tablet
Komponen formulasi tablet terdiri dari bahan berkhasiat dan bahan
pembantu (eksipien). Desain formulasi tablet diawali dengan nilai yang
sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu dosis bahan berkhasiat dalam tablet.
Jumlah bahan aktif dalam tablet dapat merupakan faktor pembatas dalam
mendesain formulasi. Bahan tambahan (eksipien) yang digunakan dalam
mendesain formulasi tablet dapat dikelompokkan berdasarkan
fungsionalitas eksipien sebagai berikut:
a. Pengisi / pengencer (diluents)
Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan pada formula
dengan jumlah zat aktif yang relatif kecil untuk menambah besarnya
tablet agar sesuai. Bahan pengisi menjamin suatu sediaan tablet
mempunyai ukuran/massa yang dibutuhkan (Voight, 1984). Walaupun
pengisi pada umumnya dianggap bahan yang inert, secara signifikan
dapat berpengaruh pada ketersediaan hayati, sifat fisika dan kimia dari
tablet jadi (akhir).
b. Pengikat (binders dan adhesive)
Binders atau bahan pengikat berfungsi memberi daya adhesi pada
massa serbuk pada granulasi dan kempa langsung serta untuk
menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi (Sulaiman,
2007).
c. Penghancur (disintegrants)
Tujuan penghancur adalah untuk memfasilitasi kehancuran tablet
sesaat setelah ditelan oleh pasien. Agen penghancur dapat
ditambahkan sebelum dilakukan granulasi atau selama tahap
lubrikasi/pelinciran sebelum dikempa atau pada kedua tahap proses.
Efektivitas bermacam penghancur dipengaruhi oleh posisinya dalam
tablet. Perlu pula diperhatikan bahwa beberapa penghancur juga
menunjukkan sifat sebagai pengikat atau perekat. Penghancur ini
berlawanan dengan operasi granulasi dan selanjutnya pada
pembentukkan hasil kempa yang kuat, formulator harus
mempertimbangkan kedua fenomena ini dalam mendesain formulasi
tablet.
d. Pelincir (lubricant)
Fungsinya yaitu untuk mengurangi friksi yang meningkat pada
antar muka tablet dan dinding cetakan logam selama pengempaan dan
penolakan/pengeluaran tablet dari cetakan. Pelincir dapat pula
menunjukkan sifat sebagai antilengket (anti adherant) atau pelicin
(glidant).
e. Pelicin (glidant)
Glidant dapat meningkatkan mekanisme aliran granul dari hoper
ke dalam lubang lumpang. Glidant dapat meminimalkan
ketidakmerataan yang sering ditemukan atau ditunjukkan formula
kempa langsung. Glidant meminimalkan kecenderungan granul
memisah akibat adanya vibrasi secara berlebihan. Mesin kempa tablet
berkecepatan tinggi memerlukan sifat aliran yang lancar menuju
lubang lumpang. Jika sifat aliran sangat buruk dan glidant tidak efektif,
maka perlu dipertimbangkan mekanisme umpan bertekanan pada
pengisian lumpang mesin kempa tablet.

3. Metode Pembuatan Tablet


Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan zat-zat lain kecuali
pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak
mengisi cetakan tablet dengan baik maka dibuat granul agar mudah
mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (Anief,
1994).
Ada tiga metode pembuatan tablet, yaitu :
a. Metode Granulasi Basah (wet granulation)
Masing-masing zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur
dihaluskan terlebih dahulu dalam mesin penghalus. Seluruh serbuk
dicampur bersama-sama dalam alat pencampur, lalu dibasahi dengan
larutan bahan pengikat. Setelah itu massa lembab diayak menjadi
granul menggunakan ayakan 6 atau 8 mesh, dan dikeringkan dalam
lemari pengering pada suhu 50o-60oC. Setelah kering diayak lagi untuk
memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan (biasanya
digunakan ayakan 12-20 mesh). Tambahkan bahan pelicin (lubrikan)
kemudian dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Ansel, 1989).
b. Metode Granulasi Kering (slugging)
Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi, dan
zat penghancur, serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat
pelicin hingga menjadi massa serbuk yang homogen, lalu dikempa
cetak pada tekanan yang tinggi, sehingga menjadi tablet besar (slug)
yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga
diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Setelah itu
dicetak sesuai ukuran tablet yang diinginkan (Syamsuni, 2006).
c. Kempa langsung
Masing-masing zat aktif, zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur,
dan zat pelicin dihaluskan terlebih dahulu dalam mesin penghalus.
Seluruh serbuk dicampur bersama-sama dalam alat pencampur.
Campuran serbuk yang telah homogen dikempa dalam mesin tablet
menjadi tablet jadi (Siregar, 2010).

4. Persyaratan Tablet
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), tablet harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Keseragaman sediaan
Tablet harus memenuhi uji keseragaman sediaan untuk menjamin
keseragaman sediaan tiap tablet yang dibuat. Tablet yang bobotnya
seragam diharapkan memiliki kandungan bahan obat yang sama,
sehingga mempunyai efek terapi yang sama.
b. Kekerasan
Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan
terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan dan pengangkutan.
Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Hardness
Tester. Pengujian dilakukan dengan meletakkan tablet diantara alat
penekan punch dan dijepit dengan memutar sekrup pengatur sampai
tanda lampu menyala, lalu ditekan tombol sehingga tablet pecah.
Tekanan ditunjukkan pada skala yang tertera. Umumnya kekuatan
tablet berkisar 4 – 8 kg.
c. Kerenyahan/Kerapuhan
Tablet yang rapuh akan mengurangi kandungan zat berkhasiatnya
sehingga mempengaruhi efek terapi. Kerenyahan ditandai dengan
massa partikel yang berjatuhan dari tablet. Uji ini dilakukan
menggunakan alat yang disebut Roche Fribilator yang terdiri dari
sebuah tabung yang berputar ke arah radial disambungkan sebuah
bilah lengkung. Tablet dimasukkan ke dalam wadah tersebut, saat
wadah berputar tablet akan bergulir jatuh sampai pada putaran
berikutnya dipegang kembali oleh bilah. Pemutaran dilakukan 100 kali
dengan persyaratan tablet tidak boleh kehilangan berat lebih dari 0,8%.
d. Waktu hancur
Untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur yang tertera
dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan
bahwa tablet dirancang untuk pelepasan obat terkendali dan
diperlambat. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau
bahan aktifnya terlarut sempurna. Interval waktu hancur yaitu 5-30
menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila tidak ada sisa sediaan
yang tidak larut tertinggal pada kasa.
e. Penetapan kadar zat berkhasiat
Untuk mengetahui apakah tablet memenuhi persyaratan kadar
sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi
persyaratan, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik
dan tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan
menggunakan cara-cara yang sesuai tertera pada monografi antara lain
di Farmakope Indonesia.
f. Disolusi
Proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam
larutan suatu medium. Uji disolusi digunakan untuk mengetahui
persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada sediaan tablet,
kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak
memerlukan uji disolusi.
5. Evaluasi Granul dan Tablet
a. Evaluasi Granul
Beberapa parameter uji sediaan granul diantaranya adalah
granulometri, bobot jenis, uji aliran, kompresibilitas, kelembaban dan
distribusi ukuran partikel.
1) Sifat Aliran
Sifat alir dari material yang akan dikempa sangat penting
karena berhubungan dengan keseragaman pengisian ruang cetak
(die) yang akan mempengaruhi keseragaman bobot tablet dan
akhirnya akan mempengaruhi keseragaman zat aktif (Sulaiman,
2007).
Sifat alir suatu zat padat (partikel atau granul) dapat
diketahui dengan 2 cara, yaitu dengan pengukuran secara langsung
yaitu dengan menggunakan metode corong, sedangkanpengukur
dengan cara tidak langsung dengan menggunakan sudut diam
(angle of repose) dan pengetapan (tapping) (Sulaiman, 2007).
a) Metode Corong
Metode corong merupakan metode pengukuran yang sangat
sederhana dan langsung dapat diketahui kecepatan atau waktu
yang dibutuhkan sejumlah serbuk untuk mengalirkan. Pada
umumnya serbuk dikatakan mempunyai sifat alir yang baik jika
100 gram serbuk yang diuji mempunyai waktu alir ≤ 10 detik
atau mempunyai kecepatan alir 10 gram/detik. Persyaratan ini
benar apabila kita melakukan pengujian serbuk dengan
menggunakan peralatan yang standar, karena besar kecil lubang
corong secara langsung akan mempengaruhi waktu alir
(Sulaiman, 2007).
b) Metode Sudut Diam
Metode sudut diam merupakan metode pengukuran sifat
alir secara tidak langsung. Sudut diam merupakan sudut yang
dapat dibentuk oleh sejumlah serbuk setelah serbuk diberi
perlakuan. Sudut yang terbentuk dihitung dengan persamaan:
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑐𝑢𝑡 (ℎ)
Tg  = 𝐽𝑎𝑟𝑖−𝑗𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑐𝑢𝑡 (𝑟)

Evaluasi baik atau tidaknya serbuk tersebut mengalir, dapat


menggunakan tabel berikut:

Sudut Diam Sifat Alir


<25 Sangat baik
25-30 Baik
30-40 Sedang
>40 Sangat jelek
c) Metode Pengetapan
Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan yaitu
dengan melakukan penghentakan (tapping) terhadap sejumlah
serbuk dengan menggunakan alat volumeter. Pengetapan
dilakukan dengan mengamati perubahan volume sebelun
pengetapan (Vo) dan volume setelah pengetapan konstan (Vt).
Nilai indeks pemampatan dapat dihitung dengan rumus:
𝑉𝑜−𝑉𝑡
Indeks pemampatan = x100%
𝑉𝑜

Serbuk dikatakan memiliki sifat alir baik jika indeks


pemampatannya kurang dari 20%. Data dari pengetapan juga
dapat digunakan untuk menghitung Housner Ratio, yang juga
dapat digunakan untuk evaluasi sifat alir. Rasio Housner
dihitung dengan persamaan:
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Rasio Housner = 𝐵𝑢𝑙𝑘 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦

Rasio Housner Sifat Alir


Kurang dari 1,25 Baik
1,25-1,5 Sedang
Lebih dari 1,5 Jelek
Selain itu data penetapan juga dapat digunakan untuk
menghitung Indeks Carr’s (% kompresibilitas)
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦−𝐵𝑢𝑙𝑘 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Indeks Carr’s (%) = x100%
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Sifat alir dapat dievaluasi dengan menggunakan tabel
berikut:
Indeks Carr’s (%) Sifat Alir
5-15 Sangat baik
12-16 Baik
18-21 Sedang
23-38 Jelek
28-35 Lebih jelek
35-38 Sangat jelek
>40 Ekstrim jelek

2) Kandungan Lembab
Kelembapan di dalam zat padat dinyatakan berdasarkan
berat basah atau berat kering. Berdasarkan berat basah, kandungan
air dari suatu bahan dihitung sebagai persen berat dari bahan basah
menggambarkan penyusutan pada saat pengeringan loss on drying
(LOD) (terutama dalam proses granulasi bawah).
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%LOD = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎx100%

Pengukuran lain untuk menyatakan kelembaban dalam zat


padat ialah berdasarkan berat kering yaitu, air dinyatakan sebagai
persen berat dari bahan kering disebut kandungan lembap
(moisture content, MC).
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%MC = x100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

b. Evaluasi Tablet
1) Keseragaman Ukuran Tablet
1
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 3

tebal tablet (Anief, 1994).


2) Keseragaman bobot
Keseragaman bobot dapat menjadi indikator awal
keseragaman kadar/kandungan zat aktif. Dengan asumsi bahwa
kita mempunyai campuran massa yang akan dikempa yang
tercampur homogen, maka setelah dikempa menjadi tablet bila
tablet yang dihasilkan memiliki bobot yang seragam dapat
dipastikan akan memiliki kadar yang seragam pula (Sulaiman,
2007).
Farmakope Indonesia Edisi III memberi aturan cara uji
keseragaman bobot dan batas toleransi yang masih dapat diterima,
yaitu tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman
bobot yang ditetapkan sebagai berikut: timbang 20 tablet satu per
satu, hitung bobot rata-ratanya dan penyimpangan bobot rata-
ratanya. Persyaratan keseragaman bobot terpenuhi jika tidak lebih
dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom
A, dan tidak satu pun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom B.
Apabila tidak mencukupi dari 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet,
tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih dari bobot
rata-rata yang ditetapkan pada kolom B (Tabel 1).

Persyaratan penyimpangan bobot menurut Farmakope Indonesia.


Dalam Farmakope Indonesia Edisi V disebutkan bahwa
untuk mengevaluasi keseragaman bobot tablet juga dapat
digunakan harga koefisien variasi (CV/coefisien variation).
Dikatakan mempunyai keseragaman bobot yang baik jika harga
CV kurang dari 2%. Harga CV dihitung dari : 𝐶𝑉 = 𝑆𝐷 𝑋 × 100%.
3) Kekerasan tablet
Uji kekerasan tablet didefinisikan sebagai uji kekuatan
tablet yang mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan yang
diukur dengan memberi tekanan terhadap diameter tablet. kekuatan
tablet diberi skala dalam kilogram. Kekerasan merupakan
parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan
tekanan mekanik. Terdapat sejumlah alat yang dapat digunakan
untuk mengukur kekerasan tablet diantaranya Monsanto tester,
Pfizer tester, dan Strong cobb hardness tester. Pada umumnya
dikatakan tablet yang baik mempunyai kekerasan antara 4-10 kg
(Sulaiman, 2007).
4) Kerapuhan tablet
Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan
kekuatan permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan
yang menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Kerapuhan dapat
dievaluasi dengan menggunakan friabilator. Tablet yang akan diuji
sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu dibebas debukan dan ditimbang.
Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator, dan
diputar sebanyak 100 putaran (4 menit). Tablet tersebut selanjutnya
ditimbang kembali, dan dihitung persentase kehilangan bobot
sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet dianggap baik bila
kerapuhan tidak lebih dari 1 % (Sulaiman, 2007).
5) Waktu hancur tablet
Suatu sediaan tablet yang diberikan peroral, agar dapat
diabsorbsi maka tablet tersebut harus terlarut (terdisolusi) atau
terdispersi dalam bentuk molekular. Tahap pertama untuk tablet
agar dapat terdisolusi segera adalah tablet harus hancur (Sulaiman,
2007). Tablet yang akan diuji (sebanyak 6 tablet) dimasukkan
dalam tiap tube, ditutup dengan penutup dan dinaik-turunkan ke
ranjang tersebut dalam medium air dengan suhu 37o C. Dalam
monografi yang lain disebutkan mediumnya merupakan simulasi
larutan gastrik (gastric fluid). Waktu hancur dihitung berdasarkan
tablet yang paling terakhir hancur. Pernyaratan waktu hancur untuk
tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet salut
gula dan salut nonenterik kurang dari 30 menit. Sementara untuk
tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit dalam
medium asam, dan harus segera hancur dalam medium basa
(Sulaiman, 2007).
6) Uji Disolusi
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif
dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat
aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat
tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media
pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus
diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti
kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan
persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi
untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan
bahwa tablet harus dikunyah. Ada dua jenis alat yang dapat
digunakan untuk uji disolusi, untuk uji disolusi tablet asam
mefenamat digunakan alat jenis 2 dengan kecepatan 50 rpm selama
30 menit. Uji kesesuaian alat dilakukan pengujian masing-masing
alat menggunakan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis diintegrasi
dan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis bukan disintegrasi. Alat
dianggap sesuai bila hasil yang diperoleh berada dalam rentang
yang diperbolehkan seperti yang tertera dalam sertifikat dari
Kalibrator yang bersangkutan. Untuk media disolusi digunakan
900 mL larutan dapar fosfat pH 5,8. Kemudian lakukan penetapan
jumlah asam mefenamat yang terlarut dengan mengukur serapan
filtrat larutan uji dan larutan baku pembanding asam mefenamat
BPFI dalam media yang sama pada panjang gelombang maksimum
243 nm. Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80 %
asam mefenamat dari jumlah yang tertera pada etiket.
7) Penetapan Kadar
Penetapan kadar dilakukan untuk menetapkan kesesuaian dengan
persyaratan identitas, kadar, mutu dan kemurnian yang
terteradalam Farmakope. Dalam melaksanakan prosedur penetapan
kadar dan pengujian jumlah satuan dosis yang digunakann tidak
boleh lebih kecil dari yang ditettapkan. Secara sebanding, jumlah
yang lebih besar atau lebih kecil dari bobot atau volume yang
diteteapkan dari bahan yang diteteapkan kadarnya atau bahan yang
diuji dapat digunakan, asal pengukuran dilakukan dengan ketelitian
yang ekuivalen dan langkah berikutnya seperti pengenceran dibuat
sedimikian untuk menghasilkan kadar yang ekuivalen dengan yang
ditetapkan.
C. Preformulasi
1. Monografi Bahan
a. Asam Mefenamat (FI V : )
COOH CH3

N CH3
H

Nama lain : Acidum mefenamicum


BM : 241,29
Pemerian : Hablur putih atau hampir putih, melebur pada suhu
lebih kurang 230o disertai peruraian
Kelarutan : Larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar
larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan
dalam metanol, praktis tidak larut dalam air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya.
b. Laktosa
HO

HO O OH

HO OH O OH

OH

OH
lactose

BM : 36,30
Pemerian : Serbuk atau masa hablur, keras putih atau putih krem.
Tidak berbau, rasa sedikit manis stabil diudara tetapi
mudah menyerap bau.
Kelarutan : Mudah larut dalam 6 bagian air dan lebih mudah larut
dalam 1 bagian air mendidih, sukar larut dalam etanol
(95%)P, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter
pH : 4-6,5
Stabilitas : Dapat berubah kecoklatan pada kondisi hangat maka
simpan dalam wadah tertutup, sejuk dan kering (HOPE
edisi V hal 378)
OTT : Oksidator kuat
Khasiat : Pengisi tablet
c. Avicel PH 101

Pemerian : Serbuk kristalin dengan partikel berpori, berwarna


putih, tidak berbau dan tidak berasa
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat pada tempat
yang kering.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut asam dan
sebagian besar pelarut organik
Kegunaan : Zat tambahan
d. Polivinilpirolidon (PVP)
Pemerian : Pemerian berbentuk serbuk halus berwarna putih sampai
putih kekuning-kuningan, tidak berbau atau hamper berbau,
higroskopis
Kelarutan : Larutan dalam asam, kloroform, etanol (95%), keton,
methanol dan air, tidak larut dalam eter, hidrokarbon, dan
minyak mineral
e. Mg Stearat
Pemerian : Serbuk halus, putih, licin, dan mudah melekat pada
kulit, bau lemah khas
Kelarutan : Praktis larut dalam air, etanol (95%) P dan dalam
eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan
f. Talk
Pemerian : Serbuk hablur putih, sangat halus, licin, mudah
melekat pada kulit, bebas dari butiran, warna putih
atau putih kelabu
Kelarutan : Tidak larut dalam hamper semua pelarut
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Khasiat : zat tambahan
BAB III
FORMULASI

A. Penentuan Formula
1. Zat aktif
Pada formulasi ini digunakan zat aktif asam mefenamat yang
merupakan obat analgesik, anti inflamasi, dan antireumatik (Reynold,
1982). Karakteristik kimia fisika asam mefenamat yang praktis tidak larut
dalam air, bersifat hidrofob, sehingga sukar terbasahi, serta mempunyai
kompresibilitas yang jelek (Romilda, 2005). Oleh karena itu, untuk
pembuatan tablet asam mefenamat diperlukan bahan pengikat yang baik,
yang dapat memperbaiki pembasahan dan pengikatan antar partikel yang
hidrofob (Ansel, 1989).
Di dalam sistem BCS (Biopharmaceutical Classification System),
dijelaskan bahwa asam mefenamat termasuk dalam kelas kedua dengan
kelarutan rendah serta permeabilitas yang tinggi. Sehingga perlu adanya
peningkatan kelarutan untuk mendapatkan efek terapi yang cepat.
Asam mefenamat dalam bentuk serbuk memiliki sifat alir yang
kurang baik, namun tahan terhadap suhu tinggi dan bersifat hidrofobik.
Asam mefenamat yang digunakan pada formulasi ini sebesar 500 mg
sesuai dengan kekuatan sediaan tablet asam mefenamat di pasaran.
2. Bahan Pengikat
Bahan pengikat yang digunakan pada formulasi tablet asam
mefenamat ini adalah polivinilpirolidon (PVP). PVP dipilih sebagai bahan
pengikat dikarenakan sifatnya yang kompatibel dengan berbagai macam
eksipien farmasetis dan juga non toksik (Kibbe, 2009). PVP mudah
membentuk kompleks dengan bahan obat yang sukar larut dalam air
sehingga dapat meningkatkan kelarutan. Kelebihan lain yang dimiliki PVP
adalah kemampuan untuk larut dalam pelarut polar maupun non polar
sehingga lebih memudahkan dalam pemilihan pelarut yang sesuai untuk
metode granulasi basah. Oleh karena sifat PVP inilah, diharapkan PVP
dapat digunakan sebagai bahan pengikat tablet asam mefenamat dan
sekaligus dapat memperbaiki pelepasan zat aktifnya (disolusi).
PVP sebagai bahan pengikat dapat digunakan dengan konsentrasi
2-7% dan termasuk kedalam bahan pengikat yang berasal dari golongan
polimer sintetik/semisintetik. Pada formulasi ini akan digunakan PVP
dengan konsentrasi sebesar 4%.
3. Bahan Pengisi
Bahan pengisi yang digunakan pada formulasi tablet asam
mefenamat ini adalah laktosa yang sering digunakan pada pembuatan
tablet dengan metode granulasi basah. Laktosa memiliki sifat alir yang
jelek, larut dalam air, dan memiliki harga yang relatif cukup murah.
Laktosa dalam formulasi ini ditambahkan sebagai pengisi tablet yang
nantinya akan dibuat dengan bobot 700 mg.
4. Bahan Penghancur
Bahan penghancur yang digunakan pada formulasi tablet asam
mefenamat ini adalah Avicel PH 101 yang dikenal juga sebagai
microcrystalline cellulose (MCC) yang merupakan bahan penghancur
yang sangat baik, mempunyai sifat tidak larut dalam air dan aksinya
dengan cara wicking action. Dengan adanya air akan memecahkan ikatan
hidrogen yang terbentuk antar MCC. MCC juga dapat berfungsi sebagai
bahan pengikat karena mempunyai kompresibilitas yang baik (Sulaiman,
2007). Karena sifat kompresibilitas yang baik ini diharapkan mampu
mengatasi terjadinya capping pada proses pembuatan tablet asam
mefenamat. Avicel PH 101 sebagai bahan penghancur dapat digunakan 5-
15% (Rowe et.al., 2009). Dalam formulasi ini Avicel PH 101 yang akan
digunakan sebesar 7%.
5. Bahan Pelicin
Bahan pelicin yang digunakan pada formulasi tablet asam
mefenamat ini adalah Mg Stearat dan talk. Mg Sterat dipilih karena dapat
bekerja sebagai lubrikan sekaligus sebagai anti adherent. Sedangkan talk
dipilih karena dapat bekerja sebagai lubrikan dan glidan. Mg stearat dapat
digunakan sebagai anti adherent dengan konsentrasi <1%, dan sebagai
lubrikan dengan konsentrasi 0,25-1%. Sehingga dalam formulasi ini akan
digunakan Mg stearat dengan konsentrasi 0,3%. Talk dapat digunakan
sebagai lubrikan dengan konsentrasi 1-2%, dan sebagai glidan dengan
konsentrasi 1-5%. Sehingga dalam formulasi ini akan digunakan talk
dengan konsentrasi 2%.
Bahan Konsentrasi (%) Jumlah (mg)
Asam Mefenamat 500
PVP 4 28
Avicel PH101 7 49
Mg Stearat 0,3 2,1
Talk 2 14
Laktosa 106,9
Total 700

B. Metode Pembuatan
Formulasi tablet asam mefenamat ini akan dibuat dengan metode granulasi
basah karena zat aktif yang digunakan dalam formulasi ini yaitu asam
mefenamat. Asam mefenamat tidak mempunyai sifat alir yang yang baik,
karena itu formulasi ini tidak dapat dibuat dengan metode cetak langsung,
sehingga untuk memperbaiki sifat alir maka dibuat dengan metode granulasi.
metode granulasi dapat membuat partikel menjadi lebih besar dibandingkan
dengan partikel asal, sehingga dapat meningkatkan kompresibilitas dan sifat
alir. Sifat alir dan kompresibilitas diperlukan untuk memperoleh tablet yang
seragam dan memiliki kekerasan yang cukup.
Metode granulasi yang dipilih adalah metode granulasi basah karena asam
mefenamat tahan terhadap air/pelarut dan terhadap panas. Metode ini dibuat
dengan cara penambahan air/cairan dalam proses granulasinya (baik cairan
bahan pengikat maupun cairan yang hanya berfungsi sebagai pelarut/pembawa
bahan pengikat).

C. Prosedur Pembuatan
Proses pembuatan tablet asam mefenamat dilakukan dengan metode
pembuatan tablet secara granulasi basah. Bahan-bahan yang terdiri dari asam
mefenamat, avicel PH 101, PVP, dan laktosa ditimbang untuk pembuatan 100
tablet dengan bobot tablet sebesar 700 mg. Kemudian seluruh bahan dicampur
hingga homogen dengan ditambah aquadest secukupnya untuk membantu
bahan pengikat pada proses pembuatan granul basah. Setelah adonan granul
basah homogen dan siap diayak, ayak adonan granul menggunakan ayakan no.
16 hingga terbentuk granul basah. Setelah terbentuk granul basah, kemudian
timbang granul basah yang diperoleh lalu dicatat. Keringkan granul basah
pada lemari pengering dengan suhu 40-60C. Setelah granul kering sempurna,
ayak kembali granul kering dengan ayakan no. 18, kemudian timbang granul
yang diperoleh lalu hitung berapa bahan pelicin yang dibutuhkan sebagai fase
luar pada formulasi ini. Timbang Mg Stearat dan talk yang dibutuhkan sebagai
bahan pelicin lalu campurkan dengan granul kering. Selanjutnya tablet siap
dikempa menggunakan mesin pencetak tablet single punch dengan diameter
punch 12 mm dan bobot tablet 700 mg.

D. Evaluasi Mutu Sediaan


1. Evaluasi Granul
a. Sifat Aliran
1) Metode Corong
Pengujian sifat alir menggunakan metode corong dapat
dilakukan dengan cara menimbang granul seberat 100 gram,
masukkan pelan-pelan lewat tepi corong, sementara bagian bawah
corong ditutup. Buka penutupnya dan biarkan granul mengalir
keluar. Catat berapa lama waktu yang diperlukan agar semua
granul keluar lewat mulut corong dengan menggunakan stopwatch.
Ulangi percobaan sebanyak 3 kali.
Pada umumnya serbuk dikatakan mempunyai sifat alir yang
baik jika 100 gram serbuk yang diuji mempunyai waktu alir ≤ 10
detik atau mempunyai kecepatan alir 10 gram/detik. Persyaratan ini
benar apabila kita melakukan pengujian serbuk dengan
menggunakan peralatan yang standar, karena besar kecil lubang
corong secara langsung akan mempengaruhi waktu alir (Sulaiman,
2007).
2) Metode Sudut Diam
Pengujian sifat alir menggunakan metode sudut diam dapat
dilakukan dengan cara menimbang granul seberat 100 gram,
masukkan secara pelan-pelan lewat lubang bagian atas, sementara
bagian bawah ditutup. Buka penutupnya dan biarkan serbuk keluar.
Ukur tinggi kerucut yang terbentuk. Ulangi percobaan sebanyak 3
kali.
Sudut yang terbentuk dihitung dengan persamaan:
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑐𝑢𝑡 (ℎ)
Tg  = 𝐽𝑎𝑟𝑖−𝑗𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑐𝑢𝑡 (𝑟)

Evaluasi baik atau tidaknya serbuk tersebut mengalir, dapat


menggunakan tabel berikut:

Sudut Diam Sifat Alir


<25 Sangat baik
25-30 Baik
30-40 Sedang
>40 Sangat jelek
3) Metode Pengetapan
Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan dapat
dilakukan dengan cara menuangkan granul secara pelan-pelan ke
dalam gelas ukur sampai volume 100 ml. catat sebagai Vo. Pasang
gelas ukur pada alat dan hidupkan motor. Catat perubahan volume
selama pengetapan (Vt) bila t = 5; 10; 25; 50; dan 100. Teruskan
pengetapan sampai permukaan serbuk tidak turun lagi (volume
sudah konstan, dan dicatat sebagai Vk). Catat berat granul.
Pengetapan dilakukan dengan mengamati perubahan volume
sebelun pengetapan (Vo) dan volume setelah pengetapan konstan
(Vt). Nilai indeks pemampatan dapat dihitung dengan rumus:
𝑉𝑜−𝑉𝑡
Indeks pemampatan = x100%
𝑉𝑜

Serbuk dikatakan memiliki sifat alir baik jika indeks


pemampatannya kurang dari 20%. Data dari pengetapan juga dapat
digunakan untuk menghitung Housner Ratio, yang juga dapat
digunakan untuk evaluasi sifat alir. Rasio Housner dihitung dengan
persamaan:
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Rasio Housner = 𝐵𝑢𝑙𝑘 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦

Rasio Housner Sifat Alir


Kurang dari 1,25 Baik
1,25-1,5 Sedang
Lebih dari 1,5 Jelek

Selain itu data penetapan juga dapat digunakan untuk


menghitung Indeks Carr’s (% kompresibilitas)
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦−𝐵𝑢𝑙𝑘 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Indeks Carr’s (%) = x100%
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦

Sifat alir dapat dievaluasi dengan menggunakan tabel berikut:


Indeks Carr’s (%) Sifat Alir
5-15 Sangat baik
12-16 Baik
18-21 Sedang
23-38 Jelek
28-35 Lebih jelek
35-38 Sangat jelek
>40 Ekstrim jelek

b. Kandungan Lembab
Pengujian kandungan lembab dapat dilakukan dengan cara setelah
granul diayak (ayakan pertama) di oven pada suhu 50-60C, kemudian
timbang hasil. Ayak kembali (ayakan kedua) dan di oven kembali 10
menit. Lalu hitung hasilnya. Jika hasil lembab lebih dari 10% maka
oven kembali sampai kandungan lembab kurang dari 10%.
Kelembapan di dalam zat padat dinyatakan berdasarkan berat
basah atau berat kering. Berdasarkan berat basah, kandungan air dari
suatu bahan dihitung sebagai persen berat dari bahan basah
menggambarkan penyusutan pada saat pengeringan loss on drying
(LOD) (terutama dalam proses granulasi bawah).
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%LOD = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎx100%

Pengukuran lain untuk menyatakan kelembaban dalam zat padat


ialah berdasarkan berat kering yaitu, air dinyatakan sebagai persen
berat dari bahan kering disebut kandungan lembap (moisture content,
MC).
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%MC = x100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

2. Evaluasi Tablet
a. Keseragaman Ukuran Tablet
1
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 3

tebal tablet (Anief, 1994).


b. Keseragaman bobot
Uji keseragaman bobot tablet dilakukan dengan menimbang 20 tablet
satu per satu kemudian hitung bobot rata-rata dan penyimpangan bobot
rata-rata. Jika ditimbang satu per satu, tidak lebih dari dua tablet yang
masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar
dari harga yang ditetapkan pada kolom A, dan tidak satu pun tablet
yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari
harga yang ditetapkan pada kolom B. Apabila tidak mencukupi dari 20
tablet, dapat digunakan 10 tablet, tidak satu tabletpun yang bobotnya
menyimpang lebih dari bobot rata-rata yang ditetapkan pada kolom A
maupun kolom B.

Persyaratan penyimpangan bobot menurut Farmakope Indonesia.


Kemudian setelah menghitung bobot rata-ratanya, dapat melakukan
perhitungan CV. Dalam Farmakope Indonesia Edisi V disebutkan
bahwa dikatakan mempunyai keseragaman bobot yang baik jika harga
CV kurang dari 2%. Harga CV dihitung dari : 𝐶𝑉 = 𝑆𝐷 𝑋 × 100%.
c. Kekerasan tablet
Uji kekerasan tablet dilakukan dengan meletakkan tablet pada
ujung alat Stokes-Monsanto Hardness Tester dengan posisi vertikal.
Kemudian skrup diputar pada ujung lain sehingga tablet tertekan.
Pemutaran dihentikan setelah tablet pecah. Tekanan tablet dibaca pada
skala. Pada umumnya dikatakan tablet yang baik mempunyai
kekerasan antara 4-10 kg (Sulaiman, 2007).
d. Kerapuhan tablet
Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu dibebas
debukan dan ditimbang. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke
dalam friabilator, dan diputar sebanyak 100 putaran (4 menit). Tablet
tersebut selanjutnya ditimbang kembali, dan dihitung persentase
kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet dianggap
baik bila kerapuhan tidak lebih dari 1 % (Sulaiman, 2007).
e. Waktu hancur tablet
Tablet yang akan diuji (sebanyak 6 tablet) dimasukkan dalam tiap
tube, ditutup dengan penutup dan dinaik-turunkan ke ranjang tersebut
dalam medium air dengan suhu 37o C. Dalam monografi yang lain
disebutkan mediumnya merupakan simulasi larutan gastrik (gastric
fluid). Waktu hancur dihitung berdasarkan tablet yang paling terakhir
hancur. Pernyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah
kurang dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut nonenterik
kurang dari 30 menit. Sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh
hancur dalam waktu 60 menit dalam medium asam, dan harus segera
hancur dalam medium basa (Sulaiman, 2007).
f. Penetapan Kadar
Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Timbang saksama
sejumlah serbuk tablet yang setara dengan lebih kurang 0,5 g asam
mefenamat, larutkan dalam lebih kurang 80 mL etanol mutlak P hangat
yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol P, lakukan
pemanasan atau sonikasi untuk membantu pelarutan. Dinginkan,
tambahkan etanol mutlak P yang telah dinetralkan secukupnya hingga
100 mL, campur dan titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 M
menggunakan larutan merah fenol P sebagai indikator.
Tablet Asam Mefenamat mengandung asam mefenamat C15H15NO2
tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105 % dari jumlah yang
tertera pada etiket.
DAFTAR PUSTAKA

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope


Indonesia. Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Agoes, G., 2006, Pengembangan Sediaan Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung,
187 – 190, 192.

Anief, M. 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ansel, C.H, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Edisi ke-4), Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia, 259 – 272.

Banker G.S. and N.R. Anderson, 1986. Tablet, in Lachman, L., H.A. Lieberman, and
Kanig, J.L.(Eds). The Theory and Practice of Industrial Pharmacy. 3rd Ed., Lea
and Febiger, Philadelphia. 259, 299, 316 – 329.

King, R.E., 1975. Tablet, Capsule and Pills, In: Hoover, J.E.(Ed.) Remington’s
Pharmaceutical Sciences, 15th Ed, Mack Publishing Company, Easton
Pensylvania, 1576 – 1651.

Lachman, L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri ed III. Jakarta : UI Press.

Juheini, L., Liebermann, H.A dan J.I Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri
Edisi Ketiga. Jakarta : UI Press.

Reynold, J.E.F., Martindale, 1982, The Extra Pharmacopeia, 28th Edition. The
Pharmaceutical Press, London, 262-263, 953.

Romilda, I, 2005. Pengaruh Kadar Tween 80 Terhadap Mutu Fisik dan Laju Disolusi
Tablet Asam Mefenamat: Metode Granulasi dengan Bahan Pengikat PVP K-30.
Skripsi Fakultas Farmasi. Universitas Airlangga.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. 2009. Handbook of Pharmaceutival


Excipients, Sixth ed. USA : Pharmaceutical Press.
Shargel, L. & A.B.C. Yu, 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
terjemahan Fasich, dan S. Syamsial, Universitas Airlangga, Surabaya, 6 – 18, 101,
167 – 199.

Siregar, Ch. J. P., 1992. Proses Validasi dan Manufaktur Sediaan Tablet, In : Asyarie, S.,
Mar’u,U., and S. Badruzzaman (Eds.) Prosiding Seminar Validasi di Industri
Farmasi. Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Bandung, 26 – 41.

Sulaiman, T.N.S. (2007). Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Mitra Communications Indonesia

Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta 29-31.

Anda mungkin juga menyukai