Laporan Konstruksi Mini Market
Laporan Konstruksi Mini Market
PENDAHULUAN
A. Latar Bekalang
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki
risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan
kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik
proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan
dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut
ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak
terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,
akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang
berisiko tinggi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis
yang cukup signifikan.Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek
konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang
dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini
kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan
cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar
dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi
tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara
risiko tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali
mengabaikan penggunaan peralatan pelindung yang sebenarnya telah diatur dalam
pedoman K3 konstruksi.
1
pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga
kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal (BPS), dari kenyataan ini
akan mempersulit penanganan masalah keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga
kerja yang kurang paham terhadap pentingnya keselamatan dalam bekerja.
Sedangkan jumlah kasus kecelakaan kerja di sektor kontruksi tercatart paling tidak
30% kasus kecelakaan yang terjadi (BpjsKetenagakerjaan, 2016; Pritanti et al.,
2012). Banyaknya jumlah porsi tenaga kerja di sektor kontruksi memiliki tingkat
risiko yang besar terjadinya kecelakaan kerja sehingga perlu mendapatkan
perhatian dari pihak perusahaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja di sektor kontruksi sudah mempunyai
serangkaian peraturan terkait pelaksanaan K3 di kontruksi. Seperti Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/2014 yang memuat tentang system pedoman
system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) kontruksi bidang
pekerjaan umum, dan peraturan lainnya. Sehingga, dalam sebuah kontruksi wajib
menerapkan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan
identifikasi terkait potensi hazard pada pekerja
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pembangunan
gedung Mini Market Office Satu Sama ?
2. Bagaimana potensi bahaya serta risiko yang dapat ditimbulkan dari setiap
unit yang diobservasi ?
3. Bagaimana rekomendasi terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) pembangunan gedung Mini Market Office Satu Sama ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
pembangunan gedung Mini Market Office Satu Sama
2. Untuk mengetahui potensi bahaya serta risiko yang dapat ditimbulkan dari
setiap unit yang diobservasi
3. Untuk memberikan rekomendasi terhadap penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) pembangunan gedung Mini Market Office Satu Sama
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ruang Lingkup K3 Konstruksi
Dunia proyek merupakan salah satu sector lapangan kerja tertinggi yang
sering terjadinya kecelakan kerja. Oleg sebab itu, untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja pada proyek di perlukan beberapa Alat Pelindung Diri (APD) yang
disediakan bagi tenaga kerja proyek (kuli bangunan). Alat Pelindung Diri (APD)
adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang
fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat
kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor yang
dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang
lain (kontraktor, pemasok, pengunjung, dan tamu) di tempat kerja. Penerapan
prinsip K3 di proyek sangat perlu di perhatikan dalam pekerjaan kontsruksi.
Pelaksaan konstruksi harus mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip kerja
sesuai ketentuan K3 di lingkungan proyek.
3
pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan untuk bagian
konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lain masih banyak aspek
yang belum tersentuh. Disamping itu, besarnya sanksi untuk pelanggar terhadap
peraturan ini masih sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah. Sebagai tindak
lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986 Pedoman Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat
sebagai “Pedoman K3 Konstruksi” ini merupakan pedoman yang bisa dianggap
standar untuk K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 konstruksi ini cukup
komperhesif, namun terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilah-istilah
yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/ gambar yang
memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut tentu menghambat penerapan
Pedoman K3 di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan
perselisihan diantara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi
(Wirahadikusumah, 2007).
4
Di Indonesia Peraturan Perundangan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kerja (K3)
terkena benda jatuh atau yang disebabkan karena terpukul, benda tajam,
c. 5 % Kebakaran
d. 26 % Tergelincir, terpukul
5
Setiap kecelakaan tentu ada penyebabnya. Sebab-sebab terjadinya
a. Faktor Manusia
6
3. Safety Shoes
Safety shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang
menimpa kaki karena benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia,
dan sebagainya
4. Sepatu Karet
Sepatu karet (sepatu boot) adalah sepatu yang didesain khusus untuk
pekerja yang berada diarea basah (becek atau berlumpur). Kebanyakan sepatu
karet dilapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau
berat. Benda panas, cairan kimia dan sebagainya.
5. Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada pada saat bekerja di
tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan ecdera tangan. Bahan dan
bentuk sarung tangan disesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
6. Masker
Masker dapat berfungsi sebagai pelindung hidung dan penyaring udara
yang dihirup saat bekerja di tempat yang memiliki kualitas udara buruk
(missal berdebu, beracun, dsb).
7. Tali Pengaman
Pada pekerjaan yang berada di ketinggian, sangat memerlukan alat
pelindung diri berupa tali pengaman (safety hamess). Lata pelindung diri ini
digunakan jika pekerjaan pada ketinggian lebih dari 1,8 meter. Hal ini akan
melindungi pekerja agar terhindar dari peotensi jatuh dari ketinggian.
8. Kaca Mata
Pada pekerjaan mengelasan maupun pekerjaan pemesinan perlu
menggunakan pelindung mata. Hal ini untuk melindungi mata dari percikan
api atapun serpihan dari besi yang mengalami proses pengerjaan
pemersinan.
9. Pelindung Wajah
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat
bekerja (missal pekerjaan menggerinda).
7
BAB III
OBSERVASI LAPANGAN
A. Deskripsi Umum Proyek
Pelaksanaan pembangunan gedung mini market office satu sama ini
direncanakan sejak tahun 2017 di mulai berdasarkan time schedule sesuai kontrak
kerja kontraktor dan penyelesaian pembangunan ditargetkan selama 2 tahun.
Gedung mini market office satu sama ini dibangun dengan 4 lantai yang
dikhususkan untuk penjualan kebutuhan pokok masyarakat. Pelaksanaan proyek
pembangunan gedung mini market office satu sama langsung di awasi oleh saudara
Dg. Limpo selaku mandor sekaligus pengawas dalam proyek pembangunan gedung
mini market office satu sama.
B. Pelaksanaan Observasi
Pelaksanaan observasi yang kami lakukan pada tanggal 9 Mei 2018. Dengan
melihat bagaiman penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada pekerja
pembangunan gedung mini market office satu sama, seperti melakukan identifikasi
bahaya, manajemen risiko dan pemantauan penggunaan APD pada pekerja.
C. Metode Observasi Lapangan
Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara peneliti
melakukan pengamatan secara langsung di lapangan yaitu dengan melihat langsung
bagaiman penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada konsturksi
tersebut.
D. Hasil Observasi
Pembangunan gedung mini market office belum memiliki safety manager.
Dan, dari pihak kontraktor sendiri belum melakukan upaya pengendalian bahaya
dengan menyiapkan alat pelindung diri (APD) untuk para tenaga kerja. Dimana
jumlah tenaga kerja untuk sekitar 60 orang. Di dalam proyek ini tidak ada Standar
Operasional Procedur (SOP) yang berlaku daripihak management.
Berikut adalah hazard indentication dan risk assessment yang kami temukan
di lokasi pembanguna gedung mini market office satu sama:
8
1. Pekerja bangunan
a. Hazard Identification meliputi Banyak pekerja tidak menggunakan APD dengan standar
yang telah ditentukan seperti helm, masker, sepatu, dll mereka hanya menggunakan APD
seadaanya seperti topi, baju kaos panjang, baju kaos yang digunakan sebagai masker dan
penutup kepala, hanya beberapa orang yang menggunakan sepatu boot.
b. Risk Assesment meliputi terjatuh, gatal-gatal, kulit kering, MSDS, nyeri punggung,
sakit kepala ,gangguan pernapasan, dll
9
a. Hazard Identifcation:
Paku
Bambu
Alat penyangga
Seng
Benda tajam lainnya
Benda tumpul (balok)
Debu sisa semen
b. Risk Assesment:. Tetanus, Terbentur, Tersandung, Tertusuk paku, dan benda tajam
lainnya, serta Gangguan pernafasan.
3. Besi cor
10
a. Hazard Identification : besi tajam
b. Risk Assesment: : tertusuk , tersandung
11
a. Hazard Idenfication: Kabel, Air, Aliran listrik
Risk Assesment: Sengatan listrik, Terpeleset,Terjatuh
E. Rekomendasi
1. Mengadakan organisasi K3
2. Menerapkan penggunaan APD pada pekerja
3. Penerapan safety area
4. Penerapan SOP terkait K3
5. Pelatihan dan sosialisasi K3 termasuk sikap kerja dll
BAB IV
12
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan. Ini bertujuan untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisien dan produktifitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak hanya memberikan korban jiwa tetapi juga berdampak pada
kerugian materi pekerja maupun perusahaan. Di Indonesia sendiri sudah ada
beberapa aturan atau UU terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bidang
kosntrusksi. Maka dari itu, sudah seharusnya semua proyek konstruksi, mulai dari
proyek yang sifatnya besar hingga proyek kecil baik itu yang dikelola pemerintah
maupun swasta harus berpedoman pada dasar atau aturan yang telah berlaku karena
setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam
melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan serta produktivitas pekerja.
Dan dari hasil observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlu
adanya penerapan K3 dalam sebuah kontruksi untuk memberikan hak keselamatan
bagi pekerja serta peningkatan pengetahuan, kesadaran bagi pekerja terhadap
pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) agar dapat meminimalkan
risiko terjadinya kecelakaan bagi pekerja.
B. Saran
Sangatlah penting dalam sebuah proyek pembangunan dilaksanakan
penerapan K3 guna menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan tentunya
meningkatkan produktifitas kerja. Dengan penerapan K3 juga dapat meminimalkan
kerugian secara materil terhadap perusahaan. Untuk itu perlu diadakannya
organisasi K3 dalam proyek konstruksi baik itu skala kecil maupun besar. Dalam
penerapan K3 juga perlu adanya kesadaran dari semua pihak terkait APD dan safety
area.
DAFTAR PUSTAKA
13
Materi Pelajaran Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja Asing - Bidang
Konstruksi Prashetya. 2010. Peran Ahli K3 Konstruksi. http://
prashetyaquality.com. Di akses tanggal 13September 2010.
Adrian Taufik, 2009. dkk Keselamatan Kerja Pada Pekerja Konstruksi Bangunan
Di Pt.Ultrajasa Yogyakarta
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.
Kep. 174/MEN/1986-104/KPTS/1986: ”Pedoman Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.”
14