Anda di halaman 1dari 15

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BADAN PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN INOVASI


BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MAKASSAR

KARYA TULIS
YANG TIDAK DIPUBLIKASIKAN

SUMUR RESAPAN SEBAGAI PELINDUNG AIR TANAH


DI KAMPUNG BABANGENG, KABUPATEN BANTAENG

OLEH :

ADE SURYAMAN
NIP : 19830606 200112 1 001

BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MAKASSAR
JULI, 2018
SURAT KETERANGAN PRESENTASI
NOMOR :

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Ir. Misto, MP
NIP : 19620711 199002 1 001
Pangkat : Pembina Tk. I / IV b
Jabatan : Kepala BP2LHK Makassar
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Makassar

Dengan ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis berjudul :


Sumur Resapan sebagai Pelindung Air Tanah di Kampung Babangeng, Kabupaten
Bantaeng.

Yang ditulis oleh :

Nama : Ade Suryaman, S.Hut


NIP : 19830606 200112 1 001
Gol/Pangkat : Penata Tk I / III d
Jabatan : Teknisi Litkayasa Penyelia

Telah dipresentasikan pada hari : Jumat, Tanggal 27 Juli 2018 dalam suatu
pertemuan (Diskusi Forum Teknisi Litkayasa) di Balai Penelitian dan
Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar.

Demikian surat keterangan ini dibuat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana


mestinya.

Makassar, September 2018


Kepala BP2LHK Makassar,

Ir. Misto, MP
NIP. 19620711 199002 1 001

ii
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN INOVASI
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MAKASSAR

DAFTAR HADIR PRESENTASI


HARI / TANGGAL : Jumat, 27 Juli 2018
WAKTU : 08.00 Wita s.d Selesai
TEMPAT : Ruang Rapat BP2LHK Makassar
JUDUL PRESENTASI :  Sumur Resapan sebagai Pelindung Air Tanah
di Kampung Babangeng, Kabupaten Bantaeng
 Pengairan Air Bersih Sebagai Penggerak
Ekonomi Berbasis Partisipatif Masyarakat
Perdesaan

No Nama Jabatan Tanda Tangan


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Mengetahui,
Ketua Forum Teknisi
BP2LHK Makassar

Zainuddin, S.Hut.
NIP. 19751125 199703 1 001

iii
DAFTAR ISI

Halaman
Bab I. Pendahuluan .................................................................................. 1
Bab II. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 2
Bab III. Sumur Resapan sebagai Pelindung Air Tanah di Kampung
Babangeng, Kabupaten Bantaeng ............................................................. 5
Bab IV. Penutup .......................................................................................... 8
Daftar Pustaka ……........……………………………………………… 10

iv
Sumur Resapan sebagai Pelindung Air Tanah
di Kampung Babangeng, Kabupaten Bantaeng

Oleh : Ade Suryaman, S.Hut


Teknisi Litkayasa Penyelia
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Makassar

Bab I. Pendahuluan

Sangat mudah dipahami bahwa meluasnya lahan kritis di Indonesia pada


umumnya disebabkan oleh beberapa hal antara lain: tekanan jumlah penduduk
yang terus meningkat, perluasan areal pertanian yang tidak sesuai kemampuan
lahan, perladangan berpindah, padang penggembalaan yang berlebihan,
perambahan dan kebakaran hutan yang tidak terkendali. Dampak permasalahan
tersebut di antaranya adalah: rusaknya lahan resapan air menyebabkan turunnya
kapasitas meresapkan air hujan (infiltrasi), berkurangnya suplai air untuk wilayah
hilir,bahaya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, erosi dan
sedimentasi di badan–badan air, pencemaran air minum dan air sungai,
keterbatasan pangan sehingga meningkatkan kemiskinan,dan keterbatasan energy
di wilayah hulu DAS. Fenomena tersebut membuat pemasukan air (recharge) ke
dalam tanah tidak seimbang dengan pengambilan air untuk memenuhi kebutuhan
penduduk.
Di wilayah DAS, air merupakan faktor utama penentu keberlangsungan
produksi lahan pertanian, kehutanan, peternakan dan kelancaran industri, namun
pengelolaannya untuk keberlangsungan sumberdaya air tersebut masih
menghadapi banyak kendala baik pada skala daerah irigasi maupun daerah aliran
sungai (DAS) bahkan seringkali memunculkan permasalahan akibat konflik
kebutuhkan. Resapan air atau infiltrasi air atau imbuhan air ke dalam lapisan
tanah atau batuan merupakan bagian dari proses siklus air, dimana air hujan
sebagian masuk ke dalam tanah, mengisi lapisan akuifer untuk kemudian disebut
sebagai air tanah. Besarnya volume air hujan yang meresap ke dalam tanah akan
menentukan tercapai atau tidaknya keseimbangan kondisi air tanah.
Untuk itulah perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan pemasukan
(recharge) air tanah. Penetapan kawasan-kawasan resapan air sebagai kawasan
lindung dengan peraturan perundangan oleh pemerintah merupakan cara yang
pasif, artinya hanya untuk mempertahankan recharge alami yang ada. Untuk lebih
meningkatkan recharge tersebut maka perlu dikembangkan berbagai macam
teknologi konservasi yang lebih pro-aktif baik vegetatif dan non-vegetatif. Dalam
penelitian ini dikembangkan metode mekanik yaitu sumur resapan dan bentuk
metode fisik lainnya untuk mengurangi atau memanen aliran permukaan (runoff)
meningkatkan kemampuan tanah meresapkan air (Soil infiltration capacity) dan
diharapkan menambah ketersediaan air tanah pada daerah imbuhan air DAS.
Kegiatan tersebut merupakan pengembangan dari hasil penelitian tim
peneliti Balai Litbang LHK Makassar tahun 2015 dan 2016 tentang model
pengelolaan Sumber daya air (SDA) mandiri berbasis desa” (model PAM-BD).
Pembuatan sumur resapan ini merupakan kelengkapan dari kegiatan sebelumnya

1
yaitu pemanfaatan sumber air di daerah hulu DAS oleh penduduk sebagai suatu
sistem drainase yang berwawasan lingkungan yaitu berupa teknologi sumur
resapan yang berfungsi ganda, selain mereduksi genangan air buangan dari rumah
penduduk, juga dapat mengurangi volume aliran permukaan yang disebabkan oleh
meningkatnya curah hujan.

Bab II. Tinjauan Pustaka

Curah hujan tahunan di Indonesia umumnya secara kuantitas cukup tinggi


(1000-5000 mm/tahun), namun demikian sebagian besar distribusinya terjadi
selama 3-6 bulan (Oktober-April). Terkonsentrasinya curah hujan yang tinggi
pada waktu yang singkat pada awalnya akan menyebabkan tanah menjadi jenuh
dan intersepsi tanaman meningkat pesat, sehingga begitu air hujan berikutnya
datang sebagian besar air akan ditransfer menjadi aliran permukaan (runoff) dan
hanya sebagian kecil (5-10%) saja yang disimpan di dalam tanah (Irianto, 1999;
Hermawan, 2010). Akibatnya pada musim penghujan terjadi banjir di hilir daerah
aliran sungai (DAS).
Kondisi ini diperparah dengan maraknya kompetisi penggunaan air antara
sektor pertanian dengan pengguna air lainya baik domestik, municipal maupun
industri (Paimin,2006). Indonesia dengan luas total teretorinya mencapai 1,9 juta
mil merupakan negara dengan daerah area tangkapan hujan (catchment area) yang
besar. Namun dari 21,12 mm/tahun volume air di udara yang jatuh sebagai hujan,
hanya 25 persennya saja yang tertampung dalam waduk, sungai, danau, atau
cekungan air tanah. Sedangkan 72 persennya terbuang percuma ke laut. Sisanya 3
persen dimanfaatkan untuk keperluan domestik dan pertanian (Kodoatie dan
Roestam, 2008).
Rendahnya persentase air hujan yang dapat disimpan pada musim
penghujan akan menyebabkan pada musim kemarau terjadi defisit air yang
ditandai dengan terjadinya kekeringan. Banjir di Indonesia selain debit
maksimumnya sangat tinggi dan waktu responnya (interval antara hujan
maksimum dengan debit maksimum) sangat singkat sehingga mempunyai daya
kikis tanah dan daya angkut sedimen yang tinggi. Akibatnya lapisan olah
tanahnya sebagian besar didominasi lapisan bawah tanah (sub soil) yang kurang
subur, daya memegang air rendah, sehingga suplai air dan hara bagi pertumbuhan
tanaman berada dalam kondisi marginal (Suripin,2004).
Rendahnya cadangan air tanah akibat tingginya aliran permukaan masih
dibarengi dengan evapotranspirasi yang sangat tinggi pada musim kemarau,
sehingga pada lahan kering produktivitas lahannya masih jauh dari yang
diharapkan. Arsysd (2010) menyampaikan bahwa hilangnya air melalui
evapotranspirasi dapat mencapai lebih dari 1/3 bagian dari volume total hujan.
Apabila kondisi tersebut terus berlangsung, maka cadangan air semakin merosot,
sehingga produktivitas lahan semakin merosot dan dapat mengganggu upaya
meningkatkan produksi pertanian di masa mendatang (Irianto, 1999).
Diperlukan terobosan dalam mengembangkan program konservasi lahan
dan sumberdaya air secara menyeluruh terkait dengan program-program
pemerintah terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program
yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan masyarakat khususnya yang
bermukim di wilayah hulu DAS dapat dikembangkan dengan mengadopsi

2
kearifan lokal menjadi sumber pertanian berkelanjutan. Sistem ini merupakan
sistem usahatani konservasi dengan penataan usahatani yang stabil berdasarkan
daya dukung lahan. Sistem pengelolaan dan konservasi air yang diterapkan
didasarkan atas tanggapannya terhadap faktor fisik, biologi, dan sosial ekonomi
serta berlandaskan sasaran dan tujuan rumah tangga petani miskin dengan
mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. Salah satu upaya untuk
mengembalikan fungsi lahan terdegradasi adalah dengan merehabilitasi lahan
tersebut, melalui berbagai pendekatan partisipatif (Pratiwi dan Salim, 2013).
Teknologi penanganan kawasan resapan air sampai saat ini yang banyak
dilakukan adalah dengan melakukan upaya rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah, melakukan imbuhan buatan (artificial recharge), dan pembuatan sistem
peresapan air hujan. Perubahan fungsi lahan sebagai akibat pembangunan
pemukiman dan industri - industri menjadikan berkurangnya luas daerah resapan
air hujan sehingga air tersebut banyak menjadi limpasan permukaan dan
mempersingkat waktu berkumpulnya air (time of concentration). Hal ini
menjadikan akumulasi air hujan yang terkumpul bisa melampaui kapasitas
drainase yang ada dan berkurangnya kesempatan air hujan berinfiltrasi ke dalam
tanah. Salah satu sistem drainase berwawasan lingkungan untuk pengendalian air,
baik mengatasi genangan dan kekeringan adalah melalui sumur resapan. Sumur
resapan merupakan upaya memperbesar resapan air hujan ke dalam tanah dan
memperkecil aliran permukaan sebagai penyebab banjir (Arafat.2008).
Menurut Bisri dan Prastya (2009), bahwa prinsip kerja sumur resapan
adalah menyalurkan dan menampung air hujan ke dalam lubang (sumur) agar air
dapat memiliki waktu tinggal di permukaan tanah lebih lama, sehingga sedikit
demi sedikit air dapat meresap ke dalam tanah. Tujuan utama dari sumur resapan
ini adalah memperbesar masuknya air hujan ke dalam tanah sebagai air resapan
(infiltrasi). Dengan demikian, air hujan akan lebih banyak masuk ke dalam tanah
dan sedikit yang mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Air hujan yang
masuk kedalam tanah akan meresap kedalam tanah (Infiltrasi) dengan demikian
air akan lebih banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai
aliran permukaan (run off). Semakin banyak air yang mengalir ke dalam tanah
berarti akan menambah banyak simpanan air tanah di bawah permukaan bumi. Air
tersebut dapat dimanfaatkan kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang
dapat diekploitasi setiap saat. Jumlah aliran permukaan akan menurun karena
adanya sumur resapan. Pengaruh positifnya bahaya banjir dapat dihindari karena
terkumpulnya air permukaan yang berlebihan disuatu tempat yang dihindarkan.
Menurunnya aliran permukaaan ini juga akan menurunkan tingkat erosi tanah
(Arafat.2008).
Secara umum proses resapan air tanah ini terjadi melalui 2 (dua) proses
berurutan, yaitu infiltrasi (pergerakan air dari atas ke dalam permukaan tanah) dan
perkolasi yaitu gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh ke dalam zona jenuh
air (Wibowo, 2003). Daya infiltrasi lapisan tanah adalah laju infiltrasi maksimum
yang mungkin dan ditentukan oleh kondisi permukaan tanah. Daya perkolasi
adalah laju perkolasi maksimum yang mungkin dan besarnya ditentukan oleh
kondisi tanah di zona tidak jenuh. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas
hujan jika laju infiltrasi masih lebih kecil dari daya infiltrasinya. Perkolasi tidak
akan terjadi jika porositas dalam zona tidak jenuh tanah belum mengandung air
secara maksimum (Wibowo, 2003).

3
Keberadaan sumberdaya air tanah di alam menurut sistem tatanan air
secara alami dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu : 1) cekungan hidrologi
atau DAS sebagai dasar pemahaman keberadaan air permukaan dan daerah
tangkapan air (DTA) merupakan daerah imbuhan air DAS tersebut, 2) cekungan
hidrologi sebagai dasar pemahaman keberadaan dan perilaku air tanah dan daerah
air tanah merupakan unit hidrogeologi yang mengandung suatu unit akuifer yang
besar atau beberapa unit akuifer yang berhubungan dan saling memengaruhi.
Dasarnya berupa lapisan batuan yang merupakan bagian dasar dari sistem air
tanah yang ada, bersifat impermeabel dan tidak dapat dieksploitasi lagi
(Asdak,2014).
Infiltrasi adalah proses perjalanan air masuk ke dalam tanah sebagai akibat
gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gaya gravitasi (gerakan air ke arah
vertikal) (Asdak, 2014). Imbuhan DAS merupakan bagian dari infiltrasi tersebut.
Imbuhan diartikan sebagai suatu proses penambahan air pada suatu sistem
(Djunaidi, 2011). Sedangkan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang
dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah
tersebut akan ditampung oleh punggung gunung dan dialirkan melalui sungai-
sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 2014). Jadi imbuhan DAS dapat
didefinisikan sebagai suatu proses perjalanan air masuk ke dalam tanah yang
mengakibatkan penambahan air pada sistem daerah aliran sungai. Pada suatu saat
tertentu, nilai imbuhan adalah sama dengan nilai infiltrasi. Murtono et al. (2013)
melaporkan bahwa parameter hidrogeologi yang paling berpengaruh terhadap
imbuhan air tanah bebas di wilayah Daerah Aliran Sungai berdasarkan bobot
kepentingannya adalah faktor geologi tanah dan batuan dengan bobot 0,4541,
kemudian faktor topografi yang memiliki bobot 0,3117, faktor penutupan dan
pengunaan lahan dengan bobot 0,1507 dan faktor curah hujan dengan bobot
0,0806.
Untuk meningkatkan produktivitas lahan sekaligus mengurangi resiko
terjadinya banjir dan kekeringan, maka sebagian volume air hujan dan aliran
permukaan perlu dipanen dengan jalan menampung sebagian untuk (i)
menurunkan volume aliran permukaan dan meningkatkan cadangan air tanah, (ii)
meningkatkan ketersediaan air tanaman terutama di musim kemarau, dan (iii)
mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis dan daya angkutnya
menurun (Irianto 1999; Martono et al, 2013). Makin berkembangnya daerah
permukiman dan penutupan permukaan tanah oleh lapisan kedap air
mengakibatkan daya serap tanah terhadap air hujan yang merupakan sumber
utama airtanah semakin berkurang (Bisri dan Prastya, 2009). Panen hujan dan
aliran permukaan dapat meningkatkan ketersediaan air, hara bagi tanaman,
mendorong aktifitas fisiologis tanaman, mengurangi resiko cekaman air serta
mampu meningkatkan produksi tanaman dan produktivitas lahan (Irianto, 2000).
Peningkatan ketersediaan air dalam tanah akan mendorong laju
dekomposisi bahan organik dan pembentukan struktur tanah, sehingga penetrasi
akar tanaman lebih dalam dan mampu memompa air dan hara lebih dalam dengan
areal yang lebih luas yang diindikasikan dengan peningkatan produksi dan jenis
tanaman yang dapat diusahakan. Meskipun secara fisiologis tanaman mampu
beradaptasi pada saat mengalami cekaman air baik secara stomatik maupun non-
stomatik, namun laju fotosintesa nettonya berkurang, meskipun status hara dalam
tanahnya memadai. Hal ini ditandai dengan penurunan produksi tanaman pada

4
lahan yang tidak dilakukan panen hujan-aliran permukaan. Kegiatan panen hujan
dan aliran permukaan ini apabila dilakukan diseluruh permukaan DAS akan
mampu menurunkan debit puncak, memperpanjang waktu respon sehingga dapat
mengurangi resiko banjir dan sekaligus mengantisipasi kekeringan.

Bab III. Sumur Resapan sebagai Pelindung Air Tanah di Kampung


Babangeng, Kabupaten Bantaeng

Bangunan sumur resapan adalah salah satu rekayasa teknik konservasi


air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai
bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat
menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan
meresapkannya ke dalam tanah.
Sumur resapan berfungsi memberikan imbuhan air secara buatan dengan
cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. Sasaran lokasi adalah daerah
peresapan air di kawasan budidaya, permukiman, perkantoran, pertokoan,
industri, sarana dan prasarana olahraga serta fasilitas umum lainnya.
Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang
dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur
resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan merupakan lubang
untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi
untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan
kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas muka air
tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air
tanah.

Gambar 1. Sumur Resapan yang telah dibangun di Babangeng Kabupaten


Bantaeng.

5
Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa fungsi sumur resapan bagi kehidupan manusia adalah sebagai
pengendali banjir, melindungi dan memperbaiki (konservasi) air tanah, serta
menekan laju erosi.
Sumur resapan dapat dikatakan sebagai suatu rekayasa teknik konservasi
air, berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk
sumur galian dengan kedalaman tertentu. Fungsi utama dari sumur resapan ini
adalah sebagai tempat menampung air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah.
Lokasi pembangunan sumur resapan ini yaitu di Kampung Babangeng,
Desa Pa’bumbungan, Kecamatan Eremerasa kabupaten Bantaeng Provinsi
Sulawesi Selatan. ecara geographis letak kampung Babangeng terletak antara
119058’0” – 119058’30” Bujur Timur dan 5026’0” – 5025’30” Lintang Selatan.
Pengembangan model ini telah membangun 2 (dua) buah sumur resapan dengan
ukuran masing-masing 4 x 1 x 2 meter dan mengajak masyarakat membangun
jamban kloset dan menanam jenis pohon yang telah disiapkan, juga mengelola
lahan miliknya dengan menerapkan sistem konservasi tanah dan air. Menurut
Arsyad (2010), bahwa aliran permukaan hanya dapat dikurangi dengan
memperbesar kemampuan tanah menyimpan air melalui perbaikan kapasitas
infiltrasi dengan membentuk depresi-depresi dan dengan menggunakan tanaman
penutup tanah yang lebat atau sisa tanaman sebagai mulsa atau pupuk hujau.
Formatted: Font: (Default) Times New Roman

Gambar 2. Rencana Gambar Pembuatan Sumur Resapan

Syarat Membuat Sumur Resapan Air Hujan


1. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah yang
berlereng, curam, dan juga labil.
2. Batas penggalian sumur resapan yaitu dapat sampai tanah berpasir atau
dapat juga maksimal 2 meter di bawah permukaan air tanah. Kedalaman
muka air tanah minimal 1,5 meter saat musim hujan.

6
3. Struktur tanah harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air
(permeabilitas tanah).

Penutup Sumur, dibuat dari plat beton bertulang. Isi Sumur, yaitu berupa
ijuk, pasir, dan pecahan batu. Ijuk diletakkan pada bagian paling bawah,
kemudian disusul dengan pasir, dan pecahan batu pada posisi paling atas, dimana
pecahan batu tersebut disusun secara berongga. Sisakanlah ruang kosong di atas
pecahan batu tersebut sebagai penampung air hujan saat masuk ke sumur resapan
sebelum kemudian diresapkan.
Pembangunan sumur resapan di buat di dua lokasi berbeda, yaitu di lahan
kebun daeng Harun dan daeng Mudu. Lokasi ini dipilih karena mewakili dua
kondisi yang berbeda di Babangeng. Adapun luas daerah tangkapan air sumur
resapan pertama seluas 2.784 m2 dan sumur resapan kedua seluas 3.161 m2
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

Gambar 3. Peta Daerah Tangkapan Air Sumur Resapan


Di Babangeng Kab. Bantaeng

7
Bab IV. Penutup

Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang
dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Penerapan
sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan bermasayarakat karena sumur
resapan dapat bermanfaat sebagai pengendali banjir, pelindung air tanah dan
menekan laju erosi. Pembuatan sumur resapan ini merupakan rekayasa teknik
konservasi air yang berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga
berbentuk seperti sumur galian dengan kedalaman tertentu, dimana fungsi utama
dari sumur resapan ini adalah sebagai penampung air hujan dan meresapkannya ke
dalam tanah.
Balai Litbang LHK Makassar bekerja sama dengan masayarakat
Babangeng, Dusun Bonto Jonga, Desa Pabumbungang, Kecamatan Eremerasa,
Kabupaten Bantaeng berinisiasi untuk membuat dua buah sumur resapan. Tim
Balai Litbang LHK Makassar, yang dipimpin oleh Ir. M. Kudeng Sallata, M.Sc
memulai dialog bersama dengan masyarakat Babangeng mengenai apa dan
manfaat sumur resapan bagi masyarakat. Hal ini ditanggapi dengan baik oleh
masyarakat, karena pembangunan sumur resapan ini sangat banyak manfaat yang
akan diperoleh, salah satu manfaatnya yaitu ketersediaan air baku dalam tanah.

Gambar 4. Pembangunan Sumur Resapan oleh Warga Babangeng Kabupaten


Bantaeng.
Pembangunan sumur resapan ini dimulai pada tanggal 29 Maret 2017 di
dua lokasi, yaitu lahan kebun milik daeng Harun dan daeng Mudu. Lokasi ini
sangat layak dan memenuhi syarat untuk dibangun sumur resapan karena dapat
menampung air dari berbagai arah, sehingga manfaat dari pembangunan sumur
resapan ini bisa diperoleh secara maksimal. Pembangunan sumur resapan ini
dilakukan oleh warga Babangeng secara bergotong-royong, hal ini menunjukkan
kekompakan masyarakat Babangeng dalam melakukan berbagai kegiatan.
Kegiatan ini sangat baik karena dapat meningkatkan kesadaran masyarakat

8
tentang arti pentingnya bekerja sama, sehingga kegiatan pembangunan sumur
resapan ini berjalan dengan baik dan lancar.
Sumur resapan ini dibuat dengan ukuran panjang 4 meter, lebar 1 meter
dan kedalaman 2 meter, dimana penutup sumur resapan terbuat dari plat beton
bertulang sehingga kokoh dan kuat. Sedangkan pada isi sumur resapan ini diisi
oleh ijuk yang diletakkan pada bagian paling bawah, disusul dengan pasir dan
pecahan batu pada posisi paling atas yang disusun secara berongga. Dimana
terdapat ruang kosong diatas pecahan batu sebagai penampung air hujan saat
masuk ke sumur resapan sebelum kemudian diresapkan ke dalam tanah.
Membudayakan kesadaran lingkungan bagi masyarakat sangatlah penting,
dengan adanya pembangunan sumur resapan di Babangeng ini bisa menjadi
pengingat dan bahan contoh bagi masyarakat lain untuk lebih peduli terhadap
lingkungan masing-masing. Karena dengan menjaga lingkungan, maka kehidupan
bermasyarakat akan menjadi lebih bermakna dan kelestarian lingkungan dapat
terjaga. Seperti kata pepatah “Kalau bukan oleh kita sebagai masyarakat, siapa
lagi dan kalau bukan sekarang, kapan lagi”.

9
Daftar Pustaka

Arafat. Y. 2008. Reduksi Beban Aliran Drainase Permukaan Menggunakan


Sumur Resapan. Jurnal SMARTek, Vol. 6, No. 3, Agustus 2008: 144 –
153.
Arsyad.S. 2010. Konservasi Tanah dan Air,Edisi II, IPB Press, Bogor.
Asdak,Chay. 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta.
Gajah Mada University Press.
Bisri. Muh dan T. A. N. Prastya (2009). Imbuhan Airtanah Buatan Untuk
Mereduksi Genangan (Studi Kasus Di Kecamatan Batu Kota Batu). Jurnal
Rekayasa Sipil / Volume 3, No.1 – 2009. Hal 77-90. ISSN 1978 – 5658
Djunaidi, 2011. Kajian Penataan Sumber Daya Air Dan Konservasi Air Tanah
Pada Wilayah Kritis Air. Jurnal Pengairan Vol 2. No 1. (2011).
Irianto. G. (2000). Panen Hujan Dan Aliran Permukaan Untuk Peningkatan
Produktivitas Pertanian Lahan Kering, Penanggulangan Banjir Dan
Kekeringan. Berita Biologi Volume 5, Nomor 1, April 2000.
Irianto G. 1999. Modelisation de la transformation pluie-debit et de I'influence de
I 'amenagement des terrasses sur les crues de mousson. These de Docteur
de L'ENSA de Rennes. 214 p.
Hermawan.E.2010. Pengelompokkan Pola Curah Hujan Yang Terjadi Di
Beberapa Kawasan P. Sumatera Berbasis Hasil Analisis Teknik Spektral.
Jurnal Meteorologi Dan Geofisika Vol. 11 No. 2 – November 2010: 75 –
85.
Murtono, T; A.M. Imran, M. Arsyad Thaha, (2013). Zonasi Imbuhan Air Tanah
Pada Daerah Aliran Sungai Lahumbuti Provinsi Sulawesi Tenggara.
GEOSAINS Vol. 09 No. 02 2013.Hal 89-97.
Nurliana. L; dan Lilik Eko Widodo.(2009). Potensi Imbuhan Dan Imbuhan
Airtanah Cekungan Airtanah Bandung. JTM Vol. XVI No. 4/2009.Hal
261-268.
Paimin, 2006. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Melalui Pendekatan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai: Telaah Mitigasi Bencana Banjir. Prosiding Seminar
Pemantauan dan Mitigasi Bencana Banjir, Tanah Longsor dan Kekeringan
Surakarta, 29 Agustus 2006.Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Dan
Kebijakan Kehutanan.Bogor.
Pratiwi, & Salim, A. G. 2013. Aplikasi Teknik Konservasi Tanah Dengan Sistem
Rorak Pada Tanaman Gmelina (Gmelina Arborea Roxb.) Di Khdtk Carita,
Banten Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam, 10 ( 3) (Bogor), 273-282.
Perez P, I Sumarjo Gatot and T Prasetyo. 1997. Kali Garang Pilot Project,
Research Highlights. CIRAD and CSAR, Bogor, 21pp.
Kodoati, Robert J. & Sjarief, Roestam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu, Ed. II. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Lynch J, A Lauchli and E Epstein. 1991. Vegetatif Growth of the Common Bean
in Response to Phosphorus Nutrition. Crop Science 31, 380 - 387.
Fernandez CJ and KJ McCree. 1991. Simulating Model for Studying Dynamics of
Water Flow and Water Status in Plants. Crop Science 31 (2), 391-399.

10
Rodriguez-Iturbe I, GK Vogel, R Rigon. D Entekhabi, F Castelli and A Rinaldo.
1995. On the Spatial Organisation of Soil Moisture Fields. Geophysical
Research Letters 20 (20), 2757-2760.
Suripin. (2004). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. 208 ha. ISBN 979-731-
431-6. Penerbit Andi.Jogyakarta.
Wibowo Mardi.(2003). Teknologi Konservasi Untuk Penanganan Kawasan
Resapan Air Dalam Suatu Daerah Aliran Sungai. J.Tek.Ling. P3TL-
BPPT. 4(1): 8-13. 2003.
USAID/IUWASH (2012): Sumur Resapan, Sebuah Adaptasi Perubahan
Iklim dan Konservasi Sumberdaya Air. Pembangunan Sumur
Resapan.USAID ESP.

11

Anda mungkin juga menyukai