Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi
pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks dalam
kehidupannya. Menurut Salim (dalam Somantri, 2007, hlm. 93) mengemukakan
bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasanya.
Ketunarunguan berdampak terhadap fungsi dan perkembangan seseorang.
Dampak yang utama diantara dampak ketunarunguan yang lain adalah terhadap
perkembangan bahasa, yang pada akhirnya akan menghambat proses komunikasi,
karena bahasa merupakan perangkat yang digunakan dalam proses komunikasi
dan perkembangan bahasa sangat erat kaitanya dengan kemampuan mendengar.
Menurut Van Uden (1977) ketunarunguan tidak hanya mengakibatkan
tidak berkembangnya kemampuan berbicara, lebih dari itu dampak paling besar
adalah terjadinya kemiskinan bahasa. Leigh (1994), memperjelas bahwa dampak
ketunarunguan adalah kemiskinan dalam penguasaan bahasa secara keseluruhan.
Artinya tanpa pendidikan khusus, anak tunarungu akan sangat sulit mengenal
lambang bahasa atau makna nama guna mewakili suatu benda, kegiatan, peristiwa
dan perasaan serta sulit memahami aturan atau sistem bahasa yang berlaku dan
digunakan oleh lingkungannya.
Permasalahan yang timbul sebagai akibat dari keterlambatan
perkembangan bahasa pada anak tunarungu adalah (a) keterbatasan dalam
perbendaharaan kata, sehingga ini sangat berpengaruh dalam mengekpresikan
dirinya. (b) Keterbatasan dalam pengucapan kata dan pembuatan kalimat baik
verbal maupun nonverbal. (c) Sulit mengartikan atau memahami kata-kata yang
abstrak. (d) Sulit mengartikan atau memahami ungkapan yang mengandung arti
kiasan. Akibat dari permasalahan tersebut, menyebabkan anak tunarungu
memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Proses

1|Proposal Penelitian Tindakan Kelas


komunikasi menuntut anak tunarungu untuk memiliki kemampuan berbahasa,
karena dengan memiliki kemampuan berbahasa akan mampu menyampaikan
pesan kepada orang lain sekaligus menerima pesan dari orang lain.
Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas dasar IV
SLB-B Negeri Cicendo, diperoleh informasi yang menunjukkan bahwa siswa
mengalami hambatan perkembangan bahasa khususnya pada aspek keterampilan
menulis kalimat. Menulis kalimat adalah bentuk kegiatan memposisikan satuan
bahasa yang terdiri dari kelompok kata menjadi suatu kalimat utuh dengan
struktur yang tepat sehingga mampu dimaknai dengan baik dan benar.
Keterampilan menyusun kalimat menurut Samuel A. Kirk & James J.
Gallagher (1991, hlm. 11) menyatakan bahwa susunan kalimat merupakan suatu
cara yang mengatur kata-kata dalam kalimat dan hubungan dari antar kata
tersebut. Agar dapat menyusun kalimat sesuai dengan struktur yang tepat, siswa
harus dibekali dengan pengetahuan mengenai jenis unsur-unsur kalimat,
kedudukan (urutan posisi), fungsi dari tiap jenis unsur-unsur penyusun kalimat
tersebut (subjek, predikat, objek, keterangan), dan macam-macam pola kalimat.
Menurut Suparno dalam Tin Suharmini (2009, hlm. 40), salah satu
karakteristik perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu yaitu kesulitan
dalam menyusun kata-kata dengan struktur kalimat atau tata bahasa yang benar.
Hal tersebut seperti yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran di kelas IV SDLB
SLB-B Negeri Cicendo yang menunjukkan bahwa siswa belum memiliki
pemahaman dimana dalam suatu kalimat terdapat unsur - unsur penyusun yang
memiliki kedudukan dan fungsi masing - masing (subjek, predikat, objek,
keterangan). Kalimat yang disusun anak tunarungu dilapangan secara tertulis sulit
dipahami karena kalimatnya sering tidak berstruktur atau struktur kalimatnya
sering terbalik. Hampir seluruh anak dikelas seringkali melakukan kesalahan
dalam penempatan struktur kalimat. Sebagai contoh struktur kalimat yang benar
adalah “Ibu masak sayur di dapur”, tetapi anak tunarungu menyusunnya menjadi
“Sayur masak ibu di dapur”. Atau contoh lainnya seperti “Kakak mengantar adik
ke sekolah” tetapi anak tunarungu menyusunnya menjadi “Kakak sekolah antar
adik”. Hal ini membuktikan bahwa anak tunarungu masih belum paham
penempatan struktur kalimat yang benar. Seringnya penggunaan kalimat yang

2|Proposal Penelitian Tindakan Kelas


tidak berstruktur seperti contoh di atas, mengakibatkan pesan yang disampaikan
anak tunarungu ketika berkomunikasi tidak dapat dipahami oleh orang lain. Jika
hal ini dibiarkan, maka komunikasi anak tunarungu di lingkungan masyarakat
tidak akan berkembang atau bahkan dapat terputus, dan pada akhirnya anak
tunarungu akan terisolasi dari lingkungannya. Hal ini sangat berpengaruh pada
kehidupan anak tunarungu di masa kini maupun masa mendatang, terutama dalam
hal sosialisasi dan karir.
Oleh karena itu keterampilan menyusun kalimat sangat dibutuhkan oleh
siswa tunarungu. Keterampilan tersebut merupakan bekal penting untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi, secara tertulis maupun secara lisan
agar informasi yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan mudah dan
benar. Apabila siswa dapat menguasai struktur kalimat dengan baik, maka siswa
diharapkan mampu memaknai kalimat dan kosakata dalam kalimat tersebut.
Penguasaan struktur kalimat merupakan hal penting saat kita melakukan
komunikasi, karena dengan menguasai kalimat dengan struktur yang tepat maka
bahasa kita akan mudah dipahami oleh orang lain, sehingga pesan yang
disampaikan dalam proses komunikasi dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu adanya upaya untuk
mengembangkan kemampuan anak tunarungu khususnya dalam keterampilan
menulis kalimat dengan struktur yang tepat, salah satunya adalah dengan
memanfaatkan media. Dimana media pembelajaran yang digunakan dapat
membuat anak paham dengan materi yang diberikan yang tentunya dapat
membantu mengatasi permasalahan anak untuk dapat menulis kalimat sesuai
dengan struktur kalimatnya yang tepat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti akan menggunakan sebuah
media melalui gambar berseri, dengan melihat gambar akan memudahkan anak
berpikir secara semi konkrit, sehingga anak lebih mudah mengungkapkan makna
yang terdapat pada gambar berseri kedalam suatu bentuk tulisan. Penggunaan
media gambar berseri ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan anak
tunarungu di lapangan terutama pada penyusunan atau penulisan kalimat sesuai
dengan strukturnya yaitu subjek, predikat, objek, dan keterangan, tentunya dengan
media yang menyenangkan yang dapat membuat anak berpartisipasi aktif dalam

3|Proposal Penelitian Tindakan Kelas


pembelajaran. Diharapkan pula dengan media gambar berseri ini anak akan lebih
mudah memusatkan perhatian, sehingga akan mengembangkan minat dan
mendorong serta menstimulasi pengungkapan gagasan anak secara tertulis,
sehingga anak dapat memaknai kata pada gambar dalam tiap struktur kalimat
dengan baik yaitu pada subjek, predikat, objek, dan keterangan pada suatu
kalimat, yang dirumuskan dalam judul “Upaya Meningkatkan Keterampilan
Menulis Kalimat Berstruktur SPOK Melalui Media Gambar Berseri pada Anak
Tunarungu Kelas IV SDLB di SLB-B Negeri Cicendo Kota Bandung.”

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran menulis kalimat berstruktur SPOK
melalui media gambar berseri?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menulis kalimat berstruktur SPOK
melalui media gambar berseri?
3. Bagaimana hasil keterampilan menulis kalimat berstruktur SPOK melalui
media gambar berseri?

C. Pemecahan Masalah
Seperti yang diuraikan dalam latar belakang serta tersirat dalam rumusan
masalah, yaitu peneliti akan menggunakan sebuah media melalui gambar berseri,
dengan melihat gambar maka akan memudahkan anak berpikir semi konkrit,
sehingga anak lebih mudah mengungkapkan pikiran kedalam suatu bentuk tulisan.
Penggunaan media gambar berseri ini diharapkan mampu mengatasi
permasalahan anak tunarungu di lapangan terutama pada penyusunan atau
penulisan kalimat sesuai dengan struktur kalimatnya dengan pendekatan yang
menyenangkan yang membuat anak berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Diharapkan pula dengan media gambar berseri ini anak akan lebih mudah
memusatkan perhatian, sehingga akan mengembangkan minat dan mendorong
serta menstimulasi pengungkapan gagasan anak secara tertulis, sehingga anak
dapat memaknai kata pada gambar dalam tiap struktur kalimat dengan baik yaitu
pada subjek, predikat, objek, dan keterangan pada suatu kalimat. Pemecahan

4|Proposal Penelitian Tindakan Kelas


masalah dalam penelitian ini yaitu dengan media kartu gambar berseri diharapkan
anak dapat meningkatkan keterampilan dalam menulis kalimat berstruktur SPOK.

D. Sasaran Tindakan
Sasaran penelitian diberikan kepada empat siswa tunarungu kelas IV
SDLB di SLB-B Negeri Cicendo Kota Bandung.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Tujuan Penelitian Secara Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatan keterampilan menulis kalimat berstruktur SPOK
melalui media gambar berseri pada siswa kelas IV SDLB di SLB-B Negeri
Cicendo Kota Bandung.
2) Tujuan penelitian secara khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah,
a. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran menulis kalimat
berstruktur SPOK melalui media gambar berseri.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran menulis kalimat
berstruktur SPOK melalui media gambar berseri.
c. Untuk mengetahui hasil peningkatan keterampilan menulis kalimat
berstruktur SPOK melalui media gambar berseri.

2. Manfaat Penelitian
1) Manfaat secara toritis
a. Manfaat hasil penelitian untuk perbaikan kualitas pendidikan dan
meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas, khususnya pada peningkatan prestasi belajar
anak dalam keterampilan menulis kalimat berstruktur SPOK.
2) Manfaat secara praktis
a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan serta pengalaman dalam
melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), khususnya yang

5|Proposal Penelitian Tindakan Kelas


berhubungan dengan keterampilan menulis kalimat dan media gambar
berseri.
b. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis
kalimat berstruktur SPOK.
c. Bagi guru, diharapkan dapat membantu menambah wawasan,
pemahaman, dan pengalaman dalam usaha mengembangkan media
pembelajaran pada siswa tunarungu.
d. Bagi peneliti lainnya, agar penelitian ini dapat menjadi referensi dalam
mengembangkan penelitiannya terkait dengan media gambar berseri
dalam meningkatkan keterampilan menulis kalimat berstruktur SPOK.

F. Definisi Operasional Variabel


Menurut Kerlinger dalam Sugiyono (2012, hlm. 61) menyatakan bahwa
variabel adalah konstrak (constructs) atau sifat yang akan dipelajari.
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas adalah yang mempengaruhi atau menjadi sebuah
perubahan atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang
manjadi variabel bebas adalah Media Gambar Berseri. Sapari dalam
Hasnindah (2011, hlm. 8) mengemukakan bahwa, media gambar
berseri merupakan serangkaian gambar yang terdiri dari beberapa
gambar yang menceritakan suatu kesatuan cerita yang dapat dijadikan
alur pemikiran siswa dalam mengarang, dan setiap gambar dapat
dijadikan kalimat hingga paragraf.
Pendapat tersebut menegaskan bahwa media gambar seri adalah
media yang berisi gambar-gambar berseri, di mana setiap gambar
memiliki kaitan antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing
gambar dalam media gambar seri mengandung makna adanya alur
dalam suatu cerita secara bergambar yang harus disusun dengan baik.
Jadi, penyusunan gambar harus sesuai dengan alur cerita yang
seharusnya sehingga mengandung makna tertentu, dan gambar-gambar
tersebut dapat dibuat dalam bentuk cerita kalimat atau karangan yang
menarik. Dalam hal ini pada masing-masing gambar berseri di

6|Proposal Penelitian Tindakan Kelas


sesuaikan dengan jenis katanya seperti subjek, predikat, objek, dan
keterangan yang kemudian disusun menjadi suatu alur yang baik yang
dapat dimaknai menjadi kalimat berstruktur SPOK.
2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel terikat adalah Keterampilan Menulis Berstruktur SPOK.
Keterampilan menulis adalah kemampuan seseorang untuk
menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan
rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kalimat adalah satuan
terkecil dari bahasa dalam bentuk lisan maupun tulisan dan terdiri dari
rangkaian kata yang mengandung makna atau suatu pesan tertentu.
Kalimat yang baik dan benar mengandung unsur-unsur kalimat yang
terdiri dari Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Keterangan (K). Agar
bisa membuat kalimat yang baik dan benar, kita harus mengerti
pengertian dan fungsi dari unsur-unsur kalimat. Berikut ini adalah
unsur-unsur kalimat yang membentuk sebuah kalimat, yaitu :
a. Subjek (S)
Di dalam sebuah kalimat Subjek (S) adalah pelaku atau orang yang
melakukan kegiatan tertentu. Subjek pada umumnya berupa kata
benda seperti nama orang, binatang, tumbuhan, dan benda. Contoh:
Budi, Gajah, Anggrek, dan lain-lain.
b. Predikat (P)
Predikat adalah unsur kalimat yang menyatakan kegiatan yang
sedang dilakukan oleh Subjek. Predikat biasanya merupakan kata-
kata kerja. Misalnya, Memasak, bermain, menyanyi, dan lain-lain.
c. Objek (O)
Objek adalah sesuatu yang dikenai tindakan oleh Subjek. Sama
seperti Subjek, Objek dapat berupa kata-kata benda. Misalnya,
Ayah, Harimau, Pakaian, dan lain-lain.
d. Keterangan (K)

7|Proposal Penelitian Tindakan Kelas


Di dalam sebuah kalimat keterangan menjelaskan bagaimana,
dimana atau kapan peristiwa yang dinyatakan dalam kalimat
tersebut. Keterangan didalam kalimat dapat berupa:
1) Keterangan tempat : di rumah, di sekolah, di pasar, dan lain-
lain.
2) Keterangan alat : menggunakan pisau, mengendara motor,
menggunakan sekop, dan lain-lain.
3) Keterangan waktu : pada hari minggu, Jam 9 malam, pada
musim kemarau dan lain-lain.

8|Proposal Penelitian Tindakan Kelas


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori
1. Definisi Konsep Tunarungu
a. Pengertian Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Batasan
pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang
semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
Menurut Hallahan dan Kauffman (dalam Delphie 2009, hlm. 130)
memberikan batasan tentang tunarungu di tinjau dari kehilangan
kemampuan mendengarnya, bahwa:
Hearing impairment. A generic indicating a hearing disability that
may range in severity from mild to profound, it includes the subsets
of deaf and hard of hearing. A Deaf person in one whose hearing
disability precludes successful processing of linguistic information
though audition, with or without a hearing aid, has residual hearing
sufficient to enable successful processing of linguistic information
through audition.

Tunarungu secara garis besar dapat dibedakan yakni tuli dan kurang
dengar. Hal ini dikemukan Dwidjosumarto (dalam Somantri, 2007,
hlm.93) mengemukakan bahwa
Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara
dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori
yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka
yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat
sehingga pendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar
adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan tetapi

9|Proposal Penelitian Tindakan Kelas


masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa
menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).

Selain itu, menurut Salim (dalam Somantri, 2007, hlm. 93)


menyimpulkan bahwa “anak tunarungu adalah anak yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran
sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.”
Menurut ahli lain tuli dikarenakan mengalami kerusakan berat pada
fungsi pendengarannya dan kurang dengar mengalami kerusakan sedang
pada fungsi pendengarannya namun masih dapat mendengar hal ini
dikemukakan oleh Somad dan Hernawati (1996, hlm. 26) mengemukakan
pendapat bahwa :
Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan
mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui
pendengaran baik memakai atau tidak memakai alat bantu
mendengar. Sedangkan seseorang yang kurang dengar adalah
seseorang yang biasanya dengan menggunakan alat bantu
mendengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan
keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa


tunarungu adalah seseorang yang mengalami hambatan dalam
pendengaran baik yang disebabkan oleh rusaknya atau tidak berfungsinya
organ pendengaran. Siswa yang di teliti oleh peneliti merupakan anak
yang kehilangan kemampuan mendengar yang diakibatkan oleh kerusakan
atau tidak berfungsinya seluruh alat pendengaran.

b. Klasifikasi Tunarungu
Klasifikasi tunarungu sangat diperlukan hal ini untuk menentukan
dalam memilih alat bantu dengar dan atau pelayan khusus yang sesuai
dengan jenis kehilangan pendegaran yang dialami seseorang. Klasifikasi

10 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
ketunarunguan sangat bervariasi menurut Empu Driyanto, Taufik
Boesoirie, dan Tatang S. (dalam Sadja’ah, 2013, hlm. 46) Klasifikasi
ketunarunguan dikelompokan sebagai berikut:
1) Tunarungu Ringan (Mild Hearing Losses), yaitu derajat cacat
dengar dengan hitungan dalam dB antara 20-40 dB. Dalam
kondisi demikian anak mengalami sedikit kerusakan untuk
mendengar suara bisik.
2) Tunarungu Sedang (Moderate Hearing Losses, yaitu kelompok
cacat dengar dengan derajat 41– 55 dB, dalam kelompok ini
anak mengalami kesulitan dalam penerimaan pembicaraan
normal, terutama suara nada – nada tinggi.
3) Tunarungu Agak Berat (Moderate Severe Hearing Losses) yaitu
kelompok cacat dengar agak berat dengan derajat 56 – 70 dB,
dengan kondisi ini sudah mulai kesulitan dalam mengangkap
pembicaraan keras, dengan penggunaan alat bantu dengar akan
sangat membantu.
4) Tunarungu Berat (Severe Hearing Losses) yaitu kelompok cacat
dengar dengan derajat 71 – 90 dB. Anak hanya mengerti
teriakan atau pembicaraan yang diperkeras pada jarak yang
dekat sekali.
5) Tunarungu Berat Sekali (Profound Hearing Losses) yaitu
kelompok cacat dengar diatas 91 dB, dalam kondisi ini sama
sekali tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain, sekeras
apapun. Dapat juga disebut dengan tunarungu total.

Pendapat lain juga disampaikan oleh Dalphie (2009, hlm. 127)


derajat kemampuan berdasarkan ukuran instrument audiometer
menyebabkan klasifikasi siswa dengan hendaya pendengaran sebagai
berikut:
1) Derajat kehilangan pendengaran sebersar 0-26 dB, mempunyai
pendengaran normal

11 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
2) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 27-40 dB, mempunyai
kesulitan mendengar tingkat ringan dan masih mampu
mendengar bunyi-bunyian yang jauh sehingga membutuhkan
terapi bicara.
3) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 41-55 dB, mempunyai
kesulitan mendengar tingkat menengah dan dapat mengerti
bahasa percakapan sehingga membutuhkan alat bantu dengar.
4) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 56-70 dB, mempunyai
kesulitan mendengar tingkat menengah berat, mampu
mendengar dari jarak dekat, memerlukan alat bantu dengar,
dan membutuhkan latihan berbicara secara khusus.
5) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 71-90 dB, mempunyai
kesulitan mendengar tingkat berat sehingga termasuk siswa
yang mengalami ketulian, hanya mampu mendengarkan suara
keras yang berjarak lebih kurang satu meter, dan kesulitan
membedakan suara yang berhubungan dengan bunyi yang
tetap.
6) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 91 dB dan seterusnya,
mengalami ketulian sangat berat, tidak dapat mendengar suara
sehingga sangat membutuhkan pelayanan khusus secara
intensif terutama dalam keterampilan percakapan dan
berkomunikasi.

Hambatan pendengaran yang berdampak pada penguasaan bahasa


meskipun banyak kemungkinannya baik dalam struktur mapun fungsi
pengendengarannya, dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan
anatomi fisiologis, menurut Somad dan Hernawati (1996, hlm. 32) yaitu:
1) Tunarungu Hantaran (Konduksi), ialah ketunarunguan yang
disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat
penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah.
Ketunarunguan kondusi (A conductive hearing loss) terjadi

12 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
karena pengurangan identitas bunyi mencapai telinga bagian
dalam, dimana syaraf pendengaran berfungsi.
2) Tunarungu Syaraf (Sensorineural), ialah tunarungu yang
disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat
pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang
menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada Lobus
Temporalis.
3) Tunarungu Campuran, adalah kelainan pendengaran yang
disebabkan kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan
pada syaraf pendengaran. Pelayanan pendidikan terhadap anak
tunarungu tidak dapat disamakan, kondisi anak harus difahami
secara individual, agar apa yang dibutuhkan anak dapat
diberikan secara tepat.

Menurut pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa tunarungu


memiliki klasifikasi berdasarkan derajat kehilangan pendengarannya,
penguasaan bahasanya maupun anatomi fisiologisnya. Maka dari itu
dalam memberikan layanan pendidikan maupun intervensi harus
disesuaikan dengan klasifikasi atau keadaan pada anak tunarungu tersebut.

2. Keterampilan Menulis Kalimat Berstruktur SPOK


a. Pengertian Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa
yang harus dikuasai siswa. Banyak ahli telah mengemukakan pengertian
menulis. Menurut pendapat Saleh Abbas (2006, hlm. 125), keterampilan
menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan
kepada pihak lain dengan melalui bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan
gagasan harus didukung dengan ketepatan bahasa yang digunakan, kosakata
dan gramatikal dan penggunaan ejaan. Pada hakikatnya, menulis merupakan
keterampilan yang mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan sehingga
dapat disampaikan melalui bahasa tulis.

13 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
Menurut pendapat Burhan Nurgiyantoro (2001: 273), menulis adalah
aktivitas mengungkapkan gagasan melalui media bahasa. Menulis merupakan
kegiatan produktif dan ekspresif sehingga penulis harus memiliki kemampuan
dalam menggunakan kosakata, tata tulis,dan struktur bahasa. Sedangkan
menurut Suparno dan Mohammad Yunus (2008: 1.3), menulis merupakan
kegiatan menyampaikan pesan (komunikasi) dengan mengunakan bahasa tulis
sebagai media atau alatnya. Dalam komunikasi tulis setidaknya terdapat empat
unsur yang terlibat yaitu (1) penulis sebagai penyampai pesan, (2) isi tulisan
atau pesan, (3) saluran atau medianya berupa tulisan dan (4) pembaca sebagai
penerima pesan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa
keterampilan menulis adalah keterampilan menuangkan ide, gagasan, perasaan
dalam bentuk bahasa tulis sehingga orang lain yang membaca dapat
memahami isi tulisan tersebut dengan baik.

b. Pengertian Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan,
yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Seperti yang dikemukakan oleh
Dardjowidojo (1988) menyatakan bahwa kalimat ialah bagian terkecil dari
suatu ujaran atau teks atau wacana yang mengungkapkan pikiran yang
utuh secara keterbatasan . Kalimat biasanya didefinisikan sebagai susunan
kata-kata yang memiliki pengertian yang lengkap. Artinya, di dalam
kalimat itu ada unsur subjek (S), yakni unsur yang dibicarakan. Ada unsur
predikat (P), yakni unsur yang menyatakan apa yang dilakukan oleh unsur
S atau apa yang dialami oleh unsur S itu. Mungkin ada unsur objek (O),
yakni unsur sasaran dari tindakan yang dilakukan oleh unsur S. Lalu
mungkin juga ada unsur keterangan (K), yakni unsur yang menerangkan
tentang waktu, tempat, cara, dan sebagainya
Kegiatan yang dilakukan dalam menulis kalimat dibutuhkan proses
atau tahapan-tahapan. Proses yang dilakukan dalam pembelajaran menulis
harus disesuaikan dengan tingkat kelas dan tingkat kesulitan serta jenis
atau bentuk tulisan yang diajarkan. Dalam belajar menulis kalimat, guru

14 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
harus dapat membekali peserta didik dengan kemampuan dasar menulis
kalimat, karena ada tujuan untuk tercapainya kompetensi dasar sehingga
peserta didik dapat memahami suatu ide, pesan dan penerapan serta
mampu mengkomunikasikan ke dalam bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Pembelajaran menulis kalimat harus lebih menekankan pada
penguasaan terhadap struktur dan pola kalimat yang ditulis, sehingga
dengan dikuasainya struktur dan pola kalimat, maka setiap pesan yang
akan disampaikan melalui tulisan akan mudah dipahami dan dimengerti
oleh orang lain. Penulisan tersebut mempunyai aturan atau kaidahnya
masing-masing, baik mengenai tata bunyinya, tata bentuknya dan tata
kalimatnya. Kaidah-kaidah dalam penulisan kalimat dinamakan tata
bahasa dan salah satu sub bahasan tata bahasa, dalam hal ini adalah
struktur kalimat. “struktur kalimat adalah bagian dari tata bahasa yang
mempelajari tentang dasar-dasar dan proses pembentukan kalimat dalam
satu bahasa” Struktur kalimat mempunyai beberapa aspek bahasan, salah
satunya adalah struktur kalimat berpola SPOK.

c. Unsur – unsur Kalimat


Struktur kalimat adalah bagian-bagian atau unsur - unsur yang
memiliki fungsi tertentu dalam kalimat yang terdiri dari: subjek (S),
predikat (P), objek (O), keterangan (Ket) atau disingkat dengan pola
SPOK.
Kalimat terdiri atas beberapa unsur yang membentuknya. Berikut
akan dijelaskan mengenai unsur-unsur kalimat menurut Widjono (2011,
hlm.148), yaitu :
1) Subjek
Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat.
Subjek menentukan kejelasan makna kalimat. Penempatan subjek
yang tidak tepat dapat mengaburkan makna kalimat. Keberadaan
subjek dalam kalimat berfungsi (1) membentuk kalimat dasar,
kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk, (2) memperjelas
makna, (3) menjadi pokok pikiran, (4) menegaskan/memfokuskan

15 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
makna, (5) memperjelas pikiran ungkapan, dan (6) membentuk
kesatuan pikiran.
2) Predikat
Seperti halnya dengan subjek, predikat kalimat kebanyakan muncul
secara eksplisit. Keberadaan predikat dalam kalimat berfungsi (1)
membentuk kalimat dasar, kalimat tunggal, kalimat luas, kalimat
majemuk, (2) menjadi unsur penjelas, yaitu memperjelas pikiran
atau gagasan yang diungkapkan dan menentukan kejelasan makna
kalimat, (3) menegaskan makna, (4) membentuk kesatuan pikiran,
dan (5) sebagai sebutan
3) Objek
Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis
predikat kalimat serta ciri khas objek itu sendiri. Predikat kalimat
yang berstatus transitif mempunyai objek. Biasanya, predikat ini
berupa kata kerja berkonfiks me-kan, atau me-i, misalnya
mengambilkan, mengumpulkan, mengambili, melempari,
mendekati. Dalam kalimat, objek berfungsi (1) membentuk kalimat
dasar pada kalimat berpredikat transitif, (2) memperjelas makna
kalimat, dan (3) membentuk kesatuan atau kelengkapan pikiran.
4) Keterangan
Keterangan kalimat berfungsi menjelaskan atau melengkapi
informasi pesanpesan kalimat. Tanpa keterangan, informasi
menjadi tidak jelas. Hal ini dapat dirasakan kehadirannya terutama
dalam surat undangan, laporan penelitian, dan informasi yang
terkait dengan tempat, waktu, sebab, dan lain-lain

3. Media Gambar Berseri


a. Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata Medium yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Penyalur”. Dengan
demikian, maka media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau
penyalur pesan. Menurut Hamidjojo dalam Sundayana (2016, hlm.5) memberi

16 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
batasan “Media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia
untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasn atau pendapat sehingga ide,
gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang
dituju”. “Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran yang antara lain buku, tape recorder,
kaset, video camera, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi
dan komputer. Dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau
wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang
dapat merangsang siswa untuk belajar.“(Gagne dan Briggs dalam Sundayana,
2016, hlm.5).

b. Pengertian Media Gambar Berseri


Gambar juga diartikan sebagai media visual yang dapat diamati oleh
setiap orang yang memandangnya sebagai wujud perpindahan dari keadaan
yang sebenarnya, baik mengenai pemandangan, benda, barang-barang atau
suasana kehidupan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa media
gambar adalah media yang tidak diproyeksikan dan dapat dinikmati oleh
semua orang sebagai pindahan dari keadaan yang sebenarnya mengenai orang,
suasana, tempat, barang, pemandangan, dan benda-benda yang lain. Ditinjau
dari semantiknya, gambar seri berasal dari gambar dan seri, gambar berarti
tiruan barang yang berupa orang, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
sebagainya. Sedangkan seri berarti rangkaian cerita yang berturut-turut. Jadi
gambar seri berarti gambar turut-turut. media gambar seri disebut juga flow
chart atau gambar susun. Sadiman (2002, hlm.29) mengemukakan bahwa
gambar adalah media yang paling umum dipakai dan merupakan bahasa yang
umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati di mana-mana serta gambar dapat
mengatasi batasan ruang dan waktu. Gambar berseri adalah rangkaian gambar
yang terdiri atas dua gambar atau lebih yang merupakan satu kesatuan cerita.
Suatu gambar atau seri gambar dapat dijadikan bahan menyusun paragraf.
Gambar atau seri gambar pada hakikatnya mengekspresikan suatu hal. Bentuk
ekspresi tersebut dalam fakta gambar bukan dalam bentuk bahasa. Pesan yang

17 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
tersirat dalam gambar tersebut dapat dinyatakan kembali dalam bentuk kata-
kata atau kalimat.
Gambar berseri juga dapat membuat siswa untuk melatih dan
mempertajam imajinasi yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.
Semakin tajam daya imajinasi siswa, akan semakin berkembang pula siswa
dalam melihat membahasakan sebuah gambar.

c. Kelebihan dan Kelemahan Media Gambar Berseri


Media gambar atau media grafis terdiri atas gambar, bagan diagram,
grafik, poster, media dan komik. Di antara media grafis gambar adalah
media yang umum dipakai. Kelebihan gambar seri adalah sebagai berikut.
1. Dapat menerjemahkan ide-ide abstrak kedalam bentuk yang lebih
nyata.
2. Banyak tersedia dalam buku-buku, majalah, koran, katalog, atau
kalender.
3. Gambar sangat mudah dipakai karena tidak membutuhkan peralatan.
4. Gambar tidak relatif mahal.
5. Dapat digunakan semua tingkat pembelajaran dan bidang studi
Di samping memiliki kelebihan, gambar seri juga memiliki kelemaha.
Adapun kelemahan gambar seri adalah sebagai berikut.
1) Kadang-kadang terlalu kecil untuk dipertunjukan di kelas yang besar.
2) Gambar mati adalah gambar dua dimensi. Untuk menujukan dimensi
yang ketiga (kedalam benda), harus di gunakan satu seri gambar dari
objek yang sama tetapi dari sisi yang berbeda.
3) Tidak dapat menujukan gerak.
4) Anak tidak selalu membaca (menginterprestasikan) gambar (Hastuti,
1996, hlm. 178).

B. Penelitian yang relevan


Ada dua penelitian tindakan kelas (PTK) sebelumnya yang meneliti tentang
keterampilan menulis mengggunakan media gambar berseri, yaitu :

18 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
1. Meiriawan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul
“Penggunaan Media Gambar Berseri untuk Meningkatkan Kemampuan
Menulis Ekspresif Bagi Anak Tunarungu Kelas IV di SLB Drama
Bhakti Bantul”
2. Siti Nurlani dari Universitas Negeri Medan yang berjudul
“Meningkatkan Keterampilan Siswa Tungarungu dalam Menulis
Karangan Sederhana Melalui Media Gambar Berseri di Kelas D IV B di
SLB -E Negeri Pembina Medan
Dari kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa adanya
peningkatan keterampilan menulis kalimat berstruktur SPOK melalui
media atau metode yang diterapkan masing-masing peneliti kepada subjek
penelitian. Rata-rata peneliti melakukan 2 siklus penelitian. Namun semua
tergantung dari kriteria keberhasilan dan faktor-faktor yang mendukung
saat penelitian. Sekiranya dua rujukan penelitian diatas dapat menjadi
referensi peneliti untuk melakukan penelitian dengan yang lebih efektif
dan efisien.

19 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
C. Kerangka Berpikir
GURU: Tidak menggunakan Siswa : kurang
KONDISI media dalam pembelajaran, terampil memahami
kurang menarik motivasi konsep menulis
AWAL siswa untuk belajar
kalimat berstruktur
memahami konsep pola
SPOK
kalimat

RASIONALISASI : Media
Gambar Berseri SIKLUS 1
MENAWARKAN
SUATU TINDAKAN Guru menggunakan media Menggunakan
gambar berseri untuk media Gambar
membantu siswa terampil Berseri melalui
dalam menulis kalimat bersama - sama
bertstruktur SPOK

Diduga melalui SIKLUS 2


KONDISI AKHIR
penggunaan Media
MENGAJUKAN HIPOTESIS
Gambar Berseri dapat Menggunakan media
TINDAKAN
meningkatkan Gambar Berseri secara
keterampilan siswa dalam mandiri
menulis kalimat
berstruktur SPOK

D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yang diajukan adalah jika penggunaan media Gambar
Berseri secara efektif dan efisien dalam pembelajaran maka keterampilan
menulis kalimat berstruktur SPOK pada anak tunarungu Kelas IV SDLB di
SLB-B Negeri Cicendo Kota Bandung meningkat.

20 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
BAB III
METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini guru bertindak sebagai peneliti berupaya menyusun cara –
cara yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalh yang diangkat dalam
penelitian, dalam BAB III ini akan dibahas mengenai metode, setting penelitian,
variable penelitian
A. Metode Penelitian
Pada intinya PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya
muncul dikelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan
sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam
tindakan kelas diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti
(Suharsimi, 2006). Dengan demikian penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research) terkait dengan persoalan praktik pembelajaran sehari-hari
yang dihadapi oleh guru.

PTK memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

a. (on-the job problem orientied) didasarkan pada masalah yang


benar-benar dihadapi oleh guru dalam proses belajar-mengajar di
kelas.
b. (problem-solving-oriented) berorientasi pada pemecahan masalah.
c. (improvement-oriented) berorientasi pada peningkatan mutu.
d. (Cyclic) siklus, konsep tindakan dalam PTK ditetapkan melalui
urutan yang terdiri dari beberapa tahap berdaur ulang.
e. (Action orientied) selalu didasarkan pada adanya tindakan.

Dalam melakukan PTK beberapa ahli mengemukakan model desain


penelitian tindakan kelas, antara lain yang sering digunakan adalah: Model
Kurt Lewin, Model Kemmis dan Mc Taggart, Model John Elliot dan Hopkins.
Modelmodel tersebut pada umumnya memiliki desain yang sama. Dari
keempat model yang ada, peneliti mengambil model Kurt Lewin dalam
melaksanakan penelitian tindakan kelas ini, karena model Kurt Lewin
merupakan dasar atau acuan pokok dari adanya berbagai model penelitian
tindakan lainnya, khususnya penelitian tindakan kelas. Kurt Lewin adalah
orang yang pertama kali memperkenalkannya. Menurut Kurt Lewin, prosedur
kerja dalam penelitian tindakan kelas terdiri atas empat komponen, yaitu

21 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang
sebagai satu siklus (Depdikbud, 1999).

Rancangan model Kurt Lewin ini bisa digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas

Adapun gambaran rencana pelaksanaan setiap siklus adalah sebagai


berikut.

1. Perencanaan (planning)
Kegiatan dalam tahap perencanaan ini meliputi hal-hal sebagai
berikut.
a. Studi pendahuluan terhadap prestasi belajar siswa.
b. Merencanakan pembelajaran dengan membuat Silabus, RPP.
c. Membuat soal tes akhir siklus.
d. Membuat lembar pengamatan aktivitas belajar operasi hitung
pengurangan yang dikerjakan siswa.
e. Peneliti membuat lembar pengamatan kegiatan pembelajaran
operasi hitung pengurangan dengan media loncat katak.
2. Pelaksanaan/implementasi tindakan (acting)
Tahap pelaksanaan/implementasi tindakan merupakan tahap
pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Pada tahap tindakan, tim
peneliti melakukan kegiatan pembelajaran seperti yang telah
direncanakan yaitu kegiatan pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan proses. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam 2 kali
pertemuan selama empat jam pelajaran (4 x 35 menit). Pertemuan
pertama dimanfaatkan untuk proses pembelajaran berupa diskusi

22 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
penemuan konsep dan proses diskusi menyelesaikan masalah dan
presentasi kelompok. Sebelum pembelajaran ditutup guru memberikan
reward kepada kelompok unggulan dengan skor perkembangan
tertinggi. Sedangkan pertemuan kedua digunakan untuk mengambil
data tes akhir siklus.

Dengan kata lain, penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus,


sebagai berikut:
a. Siklus I :
1) Perencanaan
2) Tindakan dan Observasi I pada siklus I pertemuan I
3) Refleksi I terhadap siklus I pertemuan I
4) Evaluasi I berdasarkan siklus I pertemuan I
5) Tindakan dan Observasi II pada siklus I pertemuan I
6) Refleksi II terhadap siklus I pertemuan II
7) Evaluasi II berdasarkan siklus I Pertemuan II
b. Siklus II
1) Perencanaan
2) Tindakan dan Observasi I pada siklus II pertemuan I
3) Refleksi I terhadap siklus II pertemuan I
4) Evaluasi berdasarkan siklus II pertemuan I
5) Tindakan dan Observasi II pada siklus II pertemuan II
6) Refleksi II terhadap siklus II pertemuan II
7) Evaluasi II berdasarkan siklus II Pertemuan II

3. Pengamatan (Observasi)
Observasi dilakukan oleh teman sejawat. Lembar pengamatan
digunakan untuk mengamati dan mengukur aktivitas belajar siswa
serta aktivitas peneliti pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data pembelajaran operasi
hitung perngurangan siswa berdasarkan hasil tes akhir siklus dan
pelaksanaan tugas yang diberikan oleh peneliti.

4. Refleksi
Refleksi merupakan analisis hasil observasi dan hasil tes. Refleksi
dilaksanakan segera setelah tahap implementasi/tindakan dan observasi
selesai. Pada tahap ini peneliti dan teman sejawat mendiskusikan hasil
yang meliputi kelebihan dan kekurangan pada pembelajaran. Hasil
refleksi ini akan digunakan sebagai perbaikan dalam pelaksanaan
siklus berikutnya.

23 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
Disamping model ini mudah difahami oleh peneliti, dalam kenyataan
praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan
dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa tahapan itulah yang
menyebabkan peneliti menyusun model penelitian tindakan kelas ini dengan
model Kurt Lewin.

B. Subyek dan Setting Penelitian


1. Subyek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas IV SDLB yang berjumlah
4 orang dengan fokus penelitian pada keterampilan menulis kalimat
berstruktur SPOK.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini ialah di SLB-B Negeri Cicendo Kota Bandung

24 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zaenal, dkk. Penelitian Tindakan Kelas. (2009). Bandung: CV. Yrama

Arikunto. Penelitian Tindakan Kelas. (2010). Jakarta: PT Bumi Aksara

Somad, P., & Hernawati, T. (1996). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sadja'ah, E. (2003). Layanan Dan Latihan Artikulasi Bagi Anak Tunarungu. Bandung:

San Grafika.

Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka


Cipta.

Bunawan,L, & Yuwati, C. S. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta:


Yayasan Santi Rama.

Amirul, Fatkhan. (2017). Pengertian Media Gambar Seri. [Online]. Dari :

http://fatkhan.web.id/pengertian-media-gambar-seri/ [27 Mei 2018]

Susilowati. (2014). Pengertian Kalimat Menurut Para Ahli. [Online]. Dari ;

http://psusilowati10.blogspot.co.id/2014/11/normal-0-false-false-false-

en-us-x-none.html [27 Mei 2018]

25 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s

Anda mungkin juga menyukai