PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran menulis kalimat berstruktur SPOK
melalui media gambar berseri?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menulis kalimat berstruktur SPOK
melalui media gambar berseri?
3. Bagaimana hasil keterampilan menulis kalimat berstruktur SPOK melalui
media gambar berseri?
C. Pemecahan Masalah
Seperti yang diuraikan dalam latar belakang serta tersirat dalam rumusan
masalah, yaitu peneliti akan menggunakan sebuah media melalui gambar berseri,
dengan melihat gambar maka akan memudahkan anak berpikir semi konkrit,
sehingga anak lebih mudah mengungkapkan pikiran kedalam suatu bentuk tulisan.
Penggunaan media gambar berseri ini diharapkan mampu mengatasi
permasalahan anak tunarungu di lapangan terutama pada penyusunan atau
penulisan kalimat sesuai dengan struktur kalimatnya dengan pendekatan yang
menyenangkan yang membuat anak berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Diharapkan pula dengan media gambar berseri ini anak akan lebih mudah
memusatkan perhatian, sehingga akan mengembangkan minat dan mendorong
serta menstimulasi pengungkapan gagasan anak secara tertulis, sehingga anak
dapat memaknai kata pada gambar dalam tiap struktur kalimat dengan baik yaitu
pada subjek, predikat, objek, dan keterangan pada suatu kalimat. Pemecahan
D. Sasaran Tindakan
Sasaran penelitian diberikan kepada empat siswa tunarungu kelas IV
SDLB di SLB-B Negeri Cicendo Kota Bandung.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Tujuan Penelitian Secara Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatan keterampilan menulis kalimat berstruktur SPOK
melalui media gambar berseri pada siswa kelas IV SDLB di SLB-B Negeri
Cicendo Kota Bandung.
2) Tujuan penelitian secara khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah,
a. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran menulis kalimat
berstruktur SPOK melalui media gambar berseri.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran menulis kalimat
berstruktur SPOK melalui media gambar berseri.
c. Untuk mengetahui hasil peningkatan keterampilan menulis kalimat
berstruktur SPOK melalui media gambar berseri.
2. Manfaat Penelitian
1) Manfaat secara toritis
a. Manfaat hasil penelitian untuk perbaikan kualitas pendidikan dan
meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas, khususnya pada peningkatan prestasi belajar
anak dalam keterampilan menulis kalimat berstruktur SPOK.
2) Manfaat secara praktis
a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan serta pengalaman dalam
melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), khususnya yang
A. Deskripsi Teori
1. Definisi Konsep Tunarungu
a. Pengertian Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Batasan
pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang
semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
Menurut Hallahan dan Kauffman (dalam Delphie 2009, hlm. 130)
memberikan batasan tentang tunarungu di tinjau dari kehilangan
kemampuan mendengarnya, bahwa:
Hearing impairment. A generic indicating a hearing disability that
may range in severity from mild to profound, it includes the subsets
of deaf and hard of hearing. A Deaf person in one whose hearing
disability precludes successful processing of linguistic information
though audition, with or without a hearing aid, has residual hearing
sufficient to enable successful processing of linguistic information
through audition.
Tunarungu secara garis besar dapat dibedakan yakni tuli dan kurang
dengar. Hal ini dikemukan Dwidjosumarto (dalam Somantri, 2007,
hlm.93) mengemukakan bahwa
Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara
dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori
yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka
yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat
sehingga pendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar
adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan tetapi
b. Klasifikasi Tunarungu
Klasifikasi tunarungu sangat diperlukan hal ini untuk menentukan
dalam memilih alat bantu dengar dan atau pelayan khusus yang sesuai
dengan jenis kehilangan pendegaran yang dialami seseorang. Klasifikasi
10 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
ketunarunguan sangat bervariasi menurut Empu Driyanto, Taufik
Boesoirie, dan Tatang S. (dalam Sadja’ah, 2013, hlm. 46) Klasifikasi
ketunarunguan dikelompokan sebagai berikut:
1) Tunarungu Ringan (Mild Hearing Losses), yaitu derajat cacat
dengar dengan hitungan dalam dB antara 20-40 dB. Dalam
kondisi demikian anak mengalami sedikit kerusakan untuk
mendengar suara bisik.
2) Tunarungu Sedang (Moderate Hearing Losses, yaitu kelompok
cacat dengar dengan derajat 41– 55 dB, dalam kelompok ini
anak mengalami kesulitan dalam penerimaan pembicaraan
normal, terutama suara nada – nada tinggi.
3) Tunarungu Agak Berat (Moderate Severe Hearing Losses) yaitu
kelompok cacat dengar agak berat dengan derajat 56 – 70 dB,
dengan kondisi ini sudah mulai kesulitan dalam mengangkap
pembicaraan keras, dengan penggunaan alat bantu dengar akan
sangat membantu.
4) Tunarungu Berat (Severe Hearing Losses) yaitu kelompok cacat
dengar dengan derajat 71 – 90 dB. Anak hanya mengerti
teriakan atau pembicaraan yang diperkeras pada jarak yang
dekat sekali.
5) Tunarungu Berat Sekali (Profound Hearing Losses) yaitu
kelompok cacat dengar diatas 91 dB, dalam kondisi ini sama
sekali tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain, sekeras
apapun. Dapat juga disebut dengan tunarungu total.
11 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
2) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 27-40 dB, mempunyai
kesulitan mendengar tingkat ringan dan masih mampu
mendengar bunyi-bunyian yang jauh sehingga membutuhkan
terapi bicara.
3) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 41-55 dB, mempunyai
kesulitan mendengar tingkat menengah dan dapat mengerti
bahasa percakapan sehingga membutuhkan alat bantu dengar.
4) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 56-70 dB, mempunyai
kesulitan mendengar tingkat menengah berat, mampu
mendengar dari jarak dekat, memerlukan alat bantu dengar,
dan membutuhkan latihan berbicara secara khusus.
5) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 71-90 dB, mempunyai
kesulitan mendengar tingkat berat sehingga termasuk siswa
yang mengalami ketulian, hanya mampu mendengarkan suara
keras yang berjarak lebih kurang satu meter, dan kesulitan
membedakan suara yang berhubungan dengan bunyi yang
tetap.
6) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 91 dB dan seterusnya,
mengalami ketulian sangat berat, tidak dapat mendengar suara
sehingga sangat membutuhkan pelayanan khusus secara
intensif terutama dalam keterampilan percakapan dan
berkomunikasi.
12 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
karena pengurangan identitas bunyi mencapai telinga bagian
dalam, dimana syaraf pendengaran berfungsi.
2) Tunarungu Syaraf (Sensorineural), ialah tunarungu yang
disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat
pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang
menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada Lobus
Temporalis.
3) Tunarungu Campuran, adalah kelainan pendengaran yang
disebabkan kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan
pada syaraf pendengaran. Pelayanan pendidikan terhadap anak
tunarungu tidak dapat disamakan, kondisi anak harus difahami
secara individual, agar apa yang dibutuhkan anak dapat
diberikan secara tepat.
13 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
Menurut pendapat Burhan Nurgiyantoro (2001: 273), menulis adalah
aktivitas mengungkapkan gagasan melalui media bahasa. Menulis merupakan
kegiatan produktif dan ekspresif sehingga penulis harus memiliki kemampuan
dalam menggunakan kosakata, tata tulis,dan struktur bahasa. Sedangkan
menurut Suparno dan Mohammad Yunus (2008: 1.3), menulis merupakan
kegiatan menyampaikan pesan (komunikasi) dengan mengunakan bahasa tulis
sebagai media atau alatnya. Dalam komunikasi tulis setidaknya terdapat empat
unsur yang terlibat yaitu (1) penulis sebagai penyampai pesan, (2) isi tulisan
atau pesan, (3) saluran atau medianya berupa tulisan dan (4) pembaca sebagai
penerima pesan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa
keterampilan menulis adalah keterampilan menuangkan ide, gagasan, perasaan
dalam bentuk bahasa tulis sehingga orang lain yang membaca dapat
memahami isi tulisan tersebut dengan baik.
b. Pengertian Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan,
yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Seperti yang dikemukakan oleh
Dardjowidojo (1988) menyatakan bahwa kalimat ialah bagian terkecil dari
suatu ujaran atau teks atau wacana yang mengungkapkan pikiran yang
utuh secara keterbatasan . Kalimat biasanya didefinisikan sebagai susunan
kata-kata yang memiliki pengertian yang lengkap. Artinya, di dalam
kalimat itu ada unsur subjek (S), yakni unsur yang dibicarakan. Ada unsur
predikat (P), yakni unsur yang menyatakan apa yang dilakukan oleh unsur
S atau apa yang dialami oleh unsur S itu. Mungkin ada unsur objek (O),
yakni unsur sasaran dari tindakan yang dilakukan oleh unsur S. Lalu
mungkin juga ada unsur keterangan (K), yakni unsur yang menerangkan
tentang waktu, tempat, cara, dan sebagainya
Kegiatan yang dilakukan dalam menulis kalimat dibutuhkan proses
atau tahapan-tahapan. Proses yang dilakukan dalam pembelajaran menulis
harus disesuaikan dengan tingkat kelas dan tingkat kesulitan serta jenis
atau bentuk tulisan yang diajarkan. Dalam belajar menulis kalimat, guru
14 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
harus dapat membekali peserta didik dengan kemampuan dasar menulis
kalimat, karena ada tujuan untuk tercapainya kompetensi dasar sehingga
peserta didik dapat memahami suatu ide, pesan dan penerapan serta
mampu mengkomunikasikan ke dalam bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Pembelajaran menulis kalimat harus lebih menekankan pada
penguasaan terhadap struktur dan pola kalimat yang ditulis, sehingga
dengan dikuasainya struktur dan pola kalimat, maka setiap pesan yang
akan disampaikan melalui tulisan akan mudah dipahami dan dimengerti
oleh orang lain. Penulisan tersebut mempunyai aturan atau kaidahnya
masing-masing, baik mengenai tata bunyinya, tata bentuknya dan tata
kalimatnya. Kaidah-kaidah dalam penulisan kalimat dinamakan tata
bahasa dan salah satu sub bahasan tata bahasa, dalam hal ini adalah
struktur kalimat. “struktur kalimat adalah bagian dari tata bahasa yang
mempelajari tentang dasar-dasar dan proses pembentukan kalimat dalam
satu bahasa” Struktur kalimat mempunyai beberapa aspek bahasan, salah
satunya adalah struktur kalimat berpola SPOK.
15 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
makna, (5) memperjelas pikiran ungkapan, dan (6) membentuk
kesatuan pikiran.
2) Predikat
Seperti halnya dengan subjek, predikat kalimat kebanyakan muncul
secara eksplisit. Keberadaan predikat dalam kalimat berfungsi (1)
membentuk kalimat dasar, kalimat tunggal, kalimat luas, kalimat
majemuk, (2) menjadi unsur penjelas, yaitu memperjelas pikiran
atau gagasan yang diungkapkan dan menentukan kejelasan makna
kalimat, (3) menegaskan makna, (4) membentuk kesatuan pikiran,
dan (5) sebagai sebutan
3) Objek
Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis
predikat kalimat serta ciri khas objek itu sendiri. Predikat kalimat
yang berstatus transitif mempunyai objek. Biasanya, predikat ini
berupa kata kerja berkonfiks me-kan, atau me-i, misalnya
mengambilkan, mengumpulkan, mengambili, melempari,
mendekati. Dalam kalimat, objek berfungsi (1) membentuk kalimat
dasar pada kalimat berpredikat transitif, (2) memperjelas makna
kalimat, dan (3) membentuk kesatuan atau kelengkapan pikiran.
4) Keterangan
Keterangan kalimat berfungsi menjelaskan atau melengkapi
informasi pesanpesan kalimat. Tanpa keterangan, informasi
menjadi tidak jelas. Hal ini dapat dirasakan kehadirannya terutama
dalam surat undangan, laporan penelitian, dan informasi yang
terkait dengan tempat, waktu, sebab, dan lain-lain
16 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
batasan “Media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia
untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasn atau pendapat sehingga ide,
gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang
dituju”. “Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran yang antara lain buku, tape recorder,
kaset, video camera, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi
dan komputer. Dengan kata lain media adalah komponen sumber belajar atau
wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang
dapat merangsang siswa untuk belajar.“(Gagne dan Briggs dalam Sundayana,
2016, hlm.5).
17 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
tersirat dalam gambar tersebut dapat dinyatakan kembali dalam bentuk kata-
kata atau kalimat.
Gambar berseri juga dapat membuat siswa untuk melatih dan
mempertajam imajinasi yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.
Semakin tajam daya imajinasi siswa, akan semakin berkembang pula siswa
dalam melihat membahasakan sebuah gambar.
18 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
1. Meiriawan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul
“Penggunaan Media Gambar Berseri untuk Meningkatkan Kemampuan
Menulis Ekspresif Bagi Anak Tunarungu Kelas IV di SLB Drama
Bhakti Bantul”
2. Siti Nurlani dari Universitas Negeri Medan yang berjudul
“Meningkatkan Keterampilan Siswa Tungarungu dalam Menulis
Karangan Sederhana Melalui Media Gambar Berseri di Kelas D IV B di
SLB -E Negeri Pembina Medan
Dari kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa adanya
peningkatan keterampilan menulis kalimat berstruktur SPOK melalui
media atau metode yang diterapkan masing-masing peneliti kepada subjek
penelitian. Rata-rata peneliti melakukan 2 siklus penelitian. Namun semua
tergantung dari kriteria keberhasilan dan faktor-faktor yang mendukung
saat penelitian. Sekiranya dua rujukan penelitian diatas dapat menjadi
referensi peneliti untuk melakukan penelitian dengan yang lebih efektif
dan efisien.
19 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
C. Kerangka Berpikir
GURU: Tidak menggunakan Siswa : kurang
KONDISI media dalam pembelajaran, terampil memahami
kurang menarik motivasi konsep menulis
AWAL siswa untuk belajar
kalimat berstruktur
memahami konsep pola
SPOK
kalimat
RASIONALISASI : Media
Gambar Berseri SIKLUS 1
MENAWARKAN
SUATU TINDAKAN Guru menggunakan media Menggunakan
gambar berseri untuk media Gambar
membantu siswa terampil Berseri melalui
dalam menulis kalimat bersama - sama
bertstruktur SPOK
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yang diajukan adalah jika penggunaan media Gambar
Berseri secara efektif dan efisien dalam pembelajaran maka keterampilan
menulis kalimat berstruktur SPOK pada anak tunarungu Kelas IV SDLB di
SLB-B Negeri Cicendo Kota Bandung meningkat.
20 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini guru bertindak sebagai peneliti berupaya menyusun cara –
cara yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalh yang diangkat dalam
penelitian, dalam BAB III ini akan dibahas mengenai metode, setting penelitian,
variable penelitian
A. Metode Penelitian
Pada intinya PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya
muncul dikelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan
sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam
tindakan kelas diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti
(Suharsimi, 2006). Dengan demikian penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research) terkait dengan persoalan praktik pembelajaran sehari-hari
yang dihadapi oleh guru.
21 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang
sebagai satu siklus (Depdikbud, 1999).
1. Perencanaan (planning)
Kegiatan dalam tahap perencanaan ini meliputi hal-hal sebagai
berikut.
a. Studi pendahuluan terhadap prestasi belajar siswa.
b. Merencanakan pembelajaran dengan membuat Silabus, RPP.
c. Membuat soal tes akhir siklus.
d. Membuat lembar pengamatan aktivitas belajar operasi hitung
pengurangan yang dikerjakan siswa.
e. Peneliti membuat lembar pengamatan kegiatan pembelajaran
operasi hitung pengurangan dengan media loncat katak.
2. Pelaksanaan/implementasi tindakan (acting)
Tahap pelaksanaan/implementasi tindakan merupakan tahap
pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Pada tahap tindakan, tim
peneliti melakukan kegiatan pembelajaran seperti yang telah
direncanakan yaitu kegiatan pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan proses. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam 2 kali
pertemuan selama empat jam pelajaran (4 x 35 menit). Pertemuan
pertama dimanfaatkan untuk proses pembelajaran berupa diskusi
22 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
penemuan konsep dan proses diskusi menyelesaikan masalah dan
presentasi kelompok. Sebelum pembelajaran ditutup guru memberikan
reward kepada kelompok unggulan dengan skor perkembangan
tertinggi. Sedangkan pertemuan kedua digunakan untuk mengambil
data tes akhir siklus.
3. Pengamatan (Observasi)
Observasi dilakukan oleh teman sejawat. Lembar pengamatan
digunakan untuk mengamati dan mengukur aktivitas belajar siswa
serta aktivitas peneliti pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data pembelajaran operasi
hitung perngurangan siswa berdasarkan hasil tes akhir siklus dan
pelaksanaan tugas yang diberikan oleh peneliti.
4. Refleksi
Refleksi merupakan analisis hasil observasi dan hasil tes. Refleksi
dilaksanakan segera setelah tahap implementasi/tindakan dan observasi
selesai. Pada tahap ini peneliti dan teman sejawat mendiskusikan hasil
yang meliputi kelebihan dan kekurangan pada pembelajaran. Hasil
refleksi ini akan digunakan sebagai perbaikan dalam pelaksanaan
siklus berikutnya.
23 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
Disamping model ini mudah difahami oleh peneliti, dalam kenyataan
praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan
dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa tahapan itulah yang
menyebabkan peneliti menyusun model penelitian tindakan kelas ini dengan
model Kurt Lewin.
24 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zaenal, dkk. Penelitian Tindakan Kelas. (2009). Bandung: CV. Yrama
Sadja'ah, E. (2003). Layanan Dan Latihan Artikulasi Bagi Anak Tunarungu. Bandung:
San Grafika.
http://psusilowati10.blogspot.co.id/2014/11/normal-0-false-false-false-
25 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n T i n d a k a n K e l a s