Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

IMPETIGO BULOSA DAN IMPETIGO KRUSTOSA

Disusun oleh:
Yurri Kamala
1102013290

Pembimbing:
dr. Hilman Wildan Latief, Sp.DV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 8 APRIL – 18 MEI 2019

RSUD DR. SLAMET GARUT


1.1 Definisi
Impetigo adalah infeksi permukaan kulit di mana penyakit ini
merupakan salah satu bentuk pioderma (infeksi kulit akibat bakteri
Staphylococcus aureus, grup A beta hemolitik streptokukus (disebut juga
GABHS-s.pyogen), atau keduanya) yang sangat menular. Impetigo dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu impetigo yang ditandai dengan keropeng (impetigo
krustosa), dan impetigo yang ditandai dengan benjolan berisi cairan (impetigo
bulosa). Sebanyak 70% impetigo adalah bentuk keropeng (krustosa). jenis ini
ditandai dengan keropeng, sebagian besar terdapat pada anak usia 2-5 tahun,
karena sistem imun anak yang belum berkembang sempurna. Impetigo
krustosa merupakan infeksi kulit bakteri yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama anak yang tinggal di iklim panas dan lembab. Penyebab
impetigo krustosa adalah bakteri Staphylococcusaureus, Streptococcus
betahemolytic grup A, atau kombinasi keduanya. Sebagian besar infeksi
diawali oleh infeksi Streptococcus, namun seiring waktu akan digantikan oleh
Staphylococcus.

1.2 Epidemiologi
Impetigo terjadi lebih sering di iklim tropis dan di dataran rendah.
Kondisi hangat dan lembab dikombinasikan dengan sering terkena gangguan
kulit melalui gigitan serangga mendukung perkembangannya sepanjang tahun
di iklim tropis. Kondisi padat atau kebersihan yang buruk juga menyebabkan
impetigo.
Di Amerika, angka kejadian impetigo terjadi sekitar 10% dari seluruh
data penyakit kulit di klinik pediatrik. Impetigo merupakan penyakit kulit
yang sering terjadi dan merupakan salah satu dari tiga penyakit kulit pada
anak-anak. Impetigo dapat mengenai semua ras. Secara keseluruhan, insiden
pada laki-laki dan perempuan sama, namun pada orang dewasa impetigo lebih
sering terjadi pada laki-laki. Impetigo terjadi pada individu-individu dari
segala usia, tetapi paling sering terjadi pada anak-anak 2-5 tahun. Penyebaran
cepat dapat terjadi melalui keluarga, pusat penitipan anak, dan sekolah.
Adapun penelitian yang dilakukan di poliklinik kulit dan kelamin
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado bulan Januari – Desember 2012. Hasil

1
penelitian menunjukkan insiden pioderma tahun 2012 1,09% (44 kasus).
Distribusi menurut jenis kelamin terbanyak pada perempuan yaitu 52,3% (23
kasus). Menurut kelompok umur terbanyak pada umur 45-64 tahun yaitu
52,3% (23 kasus). Distribusi berdasarkan penggunaan antibiotik sistemik yang
terbanyak digunakan ialah klindamisin sebanyak 65,8% (29 kasus), dan
atibiotik topikal terbanyak digunakan ialah asam fusidat 31,8% (14 kasus).

1.3 Etiologi dan klasifikasi


a. Impetigo bulosa
Impetigo yang disebabkan oleh bakteri gram positif , paling sering
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes (grup A beta -hemolitik
streptokokus [GABHS]), dapat pula keduanya. Sebanyak 20% dari impetigo
bulosa disebabkan oleh bakteri resisten terhadap antibiotik (methicilin-
resistant S. aureus) yang lebih sulit diobati. Impetigo jenis ini ditandai dengan
benjolan berisi cairan, sering ditemui pada bayi baru lahir, namun juga bisa
ditemui pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa benjolan kecil yang
dengan cepat membesar menjadi benjolan besar berisi cairan (bula).
b. Impetigo krustosa
Penyebab impetigo krustosa adalah bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus beta hemolytic grup A, atau kombinasi keduanya. Sebagian
besar infeksi diawali oleh infeksi Streptococcus, namun seiring waktu akan
digantikan oleh Staphylococcus.

1.4 Patogenesis
a. Impetigo bulosa

2
Lesi yang timbul dapat terjadi pada tempat yang normal atau pada tempat yang
sebelumnya pernah terkena trauma. Terdapat vesikel yang biasanya tidak
mudah untuk mengalami ruptur kemudian yang khas dari vesikel ini vesikel
tersebut biasanya membesar menjadi bula. Di dalam bula tersebut awalnya
mengandung cairan yang jernih berwarna kuning, yang kemudian berubah
warna menjadi lebih gelap, serta lebih berwarna kuning kehitaman. Setelah 1-
3 hari lesi ini biasanya akan ruptur dan meninggalkan krusta yang tipis,
berwarna cokelat terang, dan satu lagi yang khas pada penderita Impetigo
Bulosa adalah hipopion.
Predileksi impétigo bulosa antara lain leher, ketiak, dada, serta punggung
dengan gambaran efloresensi yang khas berupa bula hipopion di atas kulit
yang eritema. Bula hipopion bisa terjadi karena kehilangan dari kemampuan
adhesi sel yang diakibatkan karena adanya eksotoksin A yang bekerja pada
desmoglein I tersebut. Desmoglein I ini berperan dalam mengatur proses
adhesi sel. Molekul-molekul eksotoksin tersebut bekerja sebagai antigen serin
biasa yang bekerja secara local dan mengaktifkan sel limfosit T. Eksotoksin ini
juga akan mengalami koagulasi, di mana toksin tersebut akan tetap
terlokalisasi pada bagian atas dari lapisan epidermis dengan memproduksi
fibrin thrombus.

b. Impetigo krustosa
Di bagian epidermis akan muncul neutrophilic vesicopustules, dan pada
bagian atas kulit terdapat infiltrat yang hebat oleh neutrofil dan limfosit.
Gambaran klinis yang ditunjukan pada impetigo krustosa yakni awalnya
terbentuk makula atau papula menyendiri berwarna merah yang secara cepat
berubah menjadi vesikel. Vesikel ini mudah pecah sehingga membentuk
sebuah erosi, dan ketika isi dari vesikel ini mengering terbentuk sebuah krusta
dengan warna kekuningan seperti madu. Jika krusta ini diangkat akan terlihat
erosi kulit yang lembab dan berwarna kemerahan.

3
1.5 Manifestasi Klinis
a. Impetigo bulosa
Hasil Anamnesis (Subyektif)
Penderita datang ke dokter dengan keluhan timbul lepuh mendadak pada kulit.
Kelainan kulit berupa benjolan kecil yang dengan cepat membesar menjadi
benjolan besar berisi cairan (bula). Pada awalnya cairan berwarna jernih,
kemudian menjadi keabu-abuan dan akhirnya menjadi kuning gelap seperti
nanah (bula hipopion). Permukaan benjolan ini datar dan di sekitarnya tidak
terdapat kemerahan, umumnya berukuran kurang dari 3 cm. Benjolan besar ini
sangat rapuh sehingga mudah pecah, mengeluarkan nanah kekuningan dan
meninggalkan luka dangkal dengan sisik di tepinya (collarette). Pada bayi,
dapat disertai gejala umum seperti demam, lemas, dan diare.

Hasil Pemeriksaan Fisik (Obyektif)

o Lokalisasi : leher, ketiak, dada, serta punggung.


o Effloresensi : bula multipel yang berlokasi pada bagian leher, terlihat bula
tersebut berada di atas kulit sekitarnya yang eritema, dengan dinding bula
kendor dan berisi cairan seropurulen berukuran 5-7mm serta terdapat erosi
pada bekas dinding gelembung yang telah pecah serta terdapat erosi pada
bekas dinding bula yang telah pecah. Data ini mendukung diagnosis ke
Impetigo Bulosa.

b. Impetigo krustosa
Hasil Anamnesis (Subyektif)
Penderita datang ke dokter dengan keluhan rasa gatal. Gejala timbul 1-3 hari
setelah infeksi. Kelainan kulit diawali oleh kemerahan mendatar pada kulit
yang dengan cepat berubah menjadi benjolan seperti jerawat yang berisi cairan
atau nanah berukuran kurang lebih 2 cm. Benjolan kecil ini dapat pecah,
mengeluarkan isi nanah atau cairan, kemudian mengering dan meninggalkan
keropeng tebal berwarna kuning seperti madu. Jika keropeng ini dikelupas,
terdapat luka dangkal yang merah dan basah di bawahnya. Terdapat beberapa
benjolan seperti ini yang berkumpul di suatu tempat atau bergabung satu sama
lain menjadi besar. Benjolan ini umumnya tidak nyeri, namun dapat terasa

4
gatal ringan sesekali. Jika kelainan kulit ini disentuh atau digaruk oleh
penderita, maka kuku-kuku penderita dapat menjadi pembawa bakteri dan
menyebabkan benjolan-benjolan baru di kulit daerah lain yang disentuh
penderita. Kemerahan atau bengkak di sekitar kelainan kulit jarang ditemui.
Gejala demam dan pembesaran kelenjar getah bening lebih sering ditemui
pada tipe krustosa. Jika tidak diobati, dapat sembuh spontan dalam beberapa
minggu tanpa bekas luka.

Hasil Pemeriksaan Fisik (Obyektif)

o Lokalisasi : daerah yang terpajan, terutama wajah (lubang hidung dan mulut
karena dianggap sebagai sumber infeksi dari daerah tersebut),leher, dapat juga
ditemui di lengan atau tungkai, namun jarang mengenai telapak tangan dan
telapak kaki.

o Efloresensi : macula eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular,


sirsinar; vesikel dan bula lentikular difus; pustule miliar sampai lentikular;
krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.

5
6
1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Impetigo bulosa
Gambaran histopatologi : berupa peradangan superficial folikel pilosebasea
bagian atas. Terbentuklah vesikopustula subkornea yang berisis kokus serta
debris berupa leukosit dan sel epidermis. Pada lapisan dermis didapatkan
reaksi peradangan ringan berupa dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi
PMN.
Biakan bakteriologis eksudat lesi ; biakan secret dalam media agar darah,
dilanjutkan dengan tes resistensi.

b. Impetigo krustosa
Gambaran histopatologi : pada epidermis tampakvesikel subkornea berisi sel-
sel radang yaituleukosit. Pada dermis tampak sebukan sel-selradang ringan
dan pelebaran ujung-ujung pembuluhdarah.
Preparat mikroskopik langsung dari cairan bulauntuk mencari stafilokokus.
Biakan cairan bula dan uji resistensi.

1.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding Impetigo bulosa:
1. Pemfigus: biasanya dinding bula tebal, dikelilingi oleh daerah eritematosa
dan keadaan umum buruk.
2. Impetigenisasi: menunjukkan pula gejala-gejala penyakit primer dengan
gejala konstitusi berupa demam dan malaise.
3. Tinea sirsinata: jika lepuh pecah, bagian tepi masih menunjukkan adanya
lepuh, tetapi bagian tengah menyembuh.

Diagnosis banding Impetigo krustosa:


1.Varisela: lesi lebih kecil, berbatas tegas, umbilikasi vesikel.
2.Ektima: lesi lebih besar, lebih dalam dan peradangan lebih berat. Ditutupi
krusta yang keras, jika diangkat akan berdarahsecara luas.
3.Impetigenisasi : pioderma sekunder, prosesnya menahun sering masih
tampak penyakit dasarnya.

7
1.8 Komplikasi
- Selulitis
- Sepsis
- glomerulonephritis pasca-streptococcus yang terjadi pada 1-5%
penderita.
- Oseteomielitis

1.9 Penatalaksanaan

1.10 Prognosis
Bila tidak ditangani dengan segera, akan menyebabkan lesi baru yang bila
dibiarkan sampai berminggu-minggu. Awalnya mulanya eczema kemudian bisa
kronik dan lebih dalam lagi infeksi menjadi ektima. Komplikasi erysipelas,
selulitas, atau bakterimia mungkin saja bisa terjadi. Produksi eksfoliatif terus
menerus dapat mengakibatkan SSSS.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: FKUI.
2018
2. Goldsmith, et all. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Edition.
USA. Mc-Graw Hill. 2011.
3. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine (7th ed). New York: McGraw
Hill Medical. 2008
4. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015
5. Fahriah , Pandaleke H.EJ, and Kapantow Grace M. Jurnal Profil Pioderma
pada Orang Dewasa di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. DR. R. D.
Kandou Manado. 2012.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Surveilan Terpadu Biologis dan
Perilaku. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Jakarta. 2011
7. Mitchel, R. N. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. EGC. Jakarta. 2008
8. Rubeinstein, D; dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Erlangga. Jakarta.
2007

Anda mungkin juga menyukai