Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Semua makhluk yang ada di dalam dunia ini di ciptakan untuk saling
berpasangan mulai dari binatang, tumbuhan, manusia bahkan atom pun diciptakan
saling berpasangan.

Seperti yang diajarkan dalam agama, setiap manusia di tuntun untuk


berpasangan dan memiliki keturunan. Alasan manusia diciptakan berpasangan tak lain
agar dapat bersama-sama mengingat keagungan Tuhan, dengan berpasangan pula setiap
manusia dapat menjalani hidupnya dengan indah, mudah dan bisa saling melengkapi
satu sama lain.

Tak berhenti menjadi pasangan sementara dalam hubungan pacaran, setiap


manusia berharap untuk dapat berlanjut ke jenjang yang lebih indah yaitu pernikahan.

Menurut Abdullah Sidik Penikahan adalah pertalian yang sah antara seorang
lelaki dan seorang perempuan yang hidup bersama (bersetubuh) dan yang tujuannya
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, serta mencegah perzinaan dan
menjaga ketentraman jiwa atau batin.

Namun kehidupan pernikahan yang di harapkan indah, pada kenyataannya sulit untuk
terwujud. Banyak sekali hal-hal yang pada akhirnya membuat konflik keluarga terjadi,
contohnya ibu yang sering mengomel, ayah yang sering minum-minuman keras, hingga
kekerasan yang sering kita lihat di televisi.
BAB II

KAJIAN TEORI

Sebagian besar dari kita diajarkan, dari usia yang sangat muda, bahwa suatu hari
nanti, jika kita beruntung, kita akan menemukan orang yang tepat dan memiliki
pernikahan yang agung, Dalam banyak dongeng Barat, pernikahan adalah tujuan akhir
setiap manusia.

Upacara pernikahan telah lama diakui sebagai lambang komitmen romantis,


deklarasi cinta dan pengabdian yang paling diinginkan dan paling diakui publik yang
ada di masyarakat ini. Upacara pernikahan yang terhomat akan terlihat dari budaya
pernikahan yg dilaksanakan seseorang bahkan ada yang sampai di tayangkan di televisi.
Televise sering dijadikan alat untuk meng-publish pernikahan seseorang, karna melalui
penyiaran televise tersebut rating mereka akan tinggi. Pernikahan yang sampai
ditayangkan di tv biasanya berasal dari kalangan-kalangan yang terhormat atau orang-
orang yang memiliki pangkat lebih tinggi dalam suatu Negara. Contohnya pada tahun
1997-1998 televisi dibuka dengan pernikahan dharma Greg.

Pernikahan adalah suatu yang sakral namun, banyak masalah-masalah yang


terjadi setelah pernikahan, yang akhirnya membuat konflik dalam rumah tangga,
contohnya ibu yang sering mengomel, ayah yang sering minum-minuman keras,
penipuan dan kecurangan seperti yang sering kita saksi kan di televise.Banyak sekali
orang yang selalu berfikiran untuk apa menikah, dan apa tujuan akhir pernikahan.
Pernikahan dianggap sebagai pernjara daripada suatu kebahagiaan. Selain itu banyak
muda mudi yang beranggapan bahwa tanpa menikah mereka bisa mendapatkan semua
yang merekainginkan dari pasangan mereka. Karna seperti yang kita ketahui dunia yang
kita jalani saat ini sudah berbeda, dimana semua orang cenderung sulit untuk
berkomitmen memiliki satu pasangan seumur hidup banyak karna memiliki pasangan
hidup dapat menghalangi-halangi seseorang berkarir sampai ada yang brfikiran untuk
apa memiliki pasangan jika kebutuhan yang dia inginkan sudah tercukupi semua.
A. Cultural influences on intimate relationships (Pengaruh budaya pada
hubungan intim)

Survey di AS mendapatkan sebagian orang percaya bahwa orang yang menikah


adalah orang yang lebih bahagia daripada lajang, banyak hal-hal yang dapat dilakukan
setelah menikah tapi banyak pula hal-hal atau tanggung jawab yang harus dilakukan
pasangan sesudah menikah. Pada tahun 1993 general sosial survey menanyakan
penilaian masyarakat AS mengenai kehidupan, yang menarik responden menilai bahwa
menikah memiliki nilai-nilai yang malas untuk dipatuhi contohnya ; menjadi mandiri,
harus beriman pada Tuhan, dan memiliki anak.

Seperti yang di ungkapkan Cahyadi Takariawan, dalam bukunya yang berjudul


Wonderful Couple : Menjadi Pasangan Paling Bahagia, mengatakan bahwa ketika
seseorang menikah tentu banyak hal yang harus dikerjakan mulai dari mengatur
keuangan, Pembagian peran dan tanggung jawab suami istri, hingga Menyesuaikan
kebiasaan pribadi dengan pasangan. Itu lah hal-hal yang wajib untuk di lakukan atau
disesuaikan agar dapat menghindari konflik-konflik yang bisa terjadi dalam keluarga.

Keengganan orang amerika untuk tidak menikah menurun di akhir abad ke-20.
Namun setelah itu keinginan orang untuk tidak menikah dan bercerai meningkat selama
50 tahun terakhir ini, media televise pun menyajikan bahwa banyak orang amerika yang
menolak institusi pernikahan. peningkatan itu terjadi akibat banyak dari pria dan wanita
yang menunda-nunda pernikahan mereka.

Setelah dikaji ternyata masyarakat amerika bukan tidak mau atau menolak
perkawinan melainkan kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa ingin mengenal
lebih jauh pasangan nya melalui pacaran.Padahal, sudah jelas jika agama tidak
mengizinkan seorang muda mudi berpacaran melainkan mengizinkan seorang pasangan
untuk langsung melamar dan mengenal lebih jauh pasangannya melalui pernikahan
yang telah di sah kan dalam agama.

B. Pernikahan exogamy dan endogamy.


1. Pernikahan Exogamy
Pernikahan Exogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku,
kekerabatan dalam lingkungan yang berbeda. Exogami dapat dibagi menjadi dua
macam, yakni :
a. Exogami connobium asymetris terjadi bila dua atau lebih lingkungan
bertindak sebagai pemberi atau penerima gadis seperti pada perkawinan
suku batak dan ambon.
b. Exogami connobium symetris apabila pada dua atau lebih lingkungan saling
tukar-menukar jodoh bagi para pemuda.
Exogami melingkupi heterogami dan homogami. Heterogami adalah perkawinan
antar kelas sosial yang berbeda seperti misalnya anak bangsawan menikah
dengan anak petani. Homogami adalah perkawinan antara kelas golongan sosial
yang sama seperti contoh pada anak saudagar / pedangang yang kawin dengan
anak saudagar / pedagang.
Aturan-aturan exogamy mengatur bahwa tiap-tiap anggota yang mau membentuk
suatu hubungan harus diluar dari kelompok-kelompok mereka, artinya mereka
dilarang untuk menikahi sesama anggota mereka. Aturan exogamy menyatakan
bahwa suami dan istri harus berasal dari desa yang berbeda.Banyak sekali
contoh-contoh pernikahan exogamy misalnya di Indonesia terdapat suku yang
menganut system exogamy yaitu suku batak. Dimana setiap orang yang memiliki
hubungan di harapkan berasal dari golongan (marga yang berbeda).
2. Pernikahan Endogamy
Endogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, atau kekerabatan
dalam lingkungan yang sama. Lebih jelasnya, perkawinan endogami ini adalah
perkawinan antar kerabat atau perkawinan yang dilakukan antar sepupu (yang
masih memiliki satu keturunan) baik dari pihak ayah sesaudara (patrilineal) atau
dari ibu sesaudara (matrilineal). Kaum kerabat boleh menikah dengan saudara
sepupunya karena mereka yang terdekat dengan garis utama keturunan dipandang
sebagai pengemban tradisi kaum kerabat, perhatian yang besar dicurahkan
terhadap silsilah atau genealogi
a. Masalah ras/ Etnis
Masalah ras / etnis endogami adalah satu yang sangat emosional dalam
masyarakat AS. Ketakutan dan kutukan terhadap hubungan antar ras
telah menjadi bagian dari budaya, politik, dan hukum Amerika sejak
pendatang Enropean pertama tiba di sini hampir 400 tahun yang lalu.
Hukum pertama menentang pernikahan antar ras diberlakukan di
Maryland pada 1661, melarang orang kulit putih menikahi penduduk asli
Amerika atau orang Afrika. Selama 300 tahun berikutnya, lebih dari tiga
puluh delapan negara bagian menempatkan undang-undang semacam itu
pada buku-buku, memperluas cakupannya hingga mencakup bahasa
Cina, Jepang. Orang Korea, India, dan Filipina Amerika. Hukum-hukum
ini didukung oleh teori-teori ras yang berbasis biologi dan evolusi, yang
menjabarkan perbedaan-perbedaan mendasar (dan karena itu
mengimplikasikan superioritas atau inferioritas) di antara ras-ras. Hukum
diberlakukan untuk mencegah pencampuran ras (disebut sebagai
"mongrelization") yang akan menghancurkan kemurnian ras (dan
superioritas) kulit putih. Ironisnya, tentu saja, adalah bahwa
pencampuran rasial telah terjadi sejak awal negara itu, sebagian besar
melalui pemilik budak kulit putih yang memaksa aktivitas seksual pada
budak kulit hitam.
b. Kelas Sosial
Kelas sosial adalah faktor kuat dalam pemilihan pasangan. Tekanan yang
kuat untuk memilih mitra perkawinan dari kedudukan sosial yang sama
(Kalmijn. 1998). Bahkan dua individu dari berbagai ras atau agama
menikah, kemungkinan mereka akan memiliki latar belakang sosial-
ekonomi yang sama dan ada orang yang menikahi seseorang dari kelas
sosial yang berbeda, tetapi kelasnya cenderung menjadi satu yang
berdekatan, misalnya, seorang wanita kelas atas yang menikahi seorang
pria kelas menengah. Salah satu alasannya adalah bahwa individu dari
kelas sosial yang sama lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam
kegiatan di mana mereka bersentuhan dengan orang-orang yang berbagi
nilai-nilai mereka, selera, tujuan, harapan, dan latar belakang (Kalmijn &
Flap, 2001). ). AS, sistem pendidikan memainkan peran yang sangat
penting dalam membawa orang-orang dari latar belakang kelas yang
sama. Orang-orang dari latar belakang kelas atas dianggap lebih
mungkin untuk menghadiri sekolah swasta yang mahal, sedangkan
orang-orang dari kelas menengah paling mungkin untuk mendaftar di
universitas negeri, dan mereka yang berasal dari kelas pekerja paling
mungkin untuk mendaftar di perguruan tinggi. Kondisi struktural ini
meningkatkan peluang bahwa orang-orang yang ditemui mahasiswa dan
membentuk hubungan intim dengan akan berasal dari latar belakang
kelas yang sama.
c. Usia
Usia Dalam sebagian besar masyarakat, suami lebih tua dari istri mereka,
kadang-kadang jauh lebih tua. Sebagai contoh, di beberapa negara di
Afrika sub-Sahara satu setengah hingga tiga perempat anak perempuan
antara usia 15 dan 19 tahun sudah menikah, sering kali pada pria berusia
30-an. Di Nepal, 40 persen anak perempuan menikah sebelum usia 15
dan 7 persen sebelum mereka berusia 10 tahun. Orang tua mungkin
merasa bahwa menikahi seorang anak perempuan pada usia muda dapat
membantu mereka secara ekonomi dan menjaga gadis itu "aman" dari
seksual yang tidak diinginkan. uang muka. Tetapi perbedaan usia seperti
itu dapat memiliki efek yang menghancurkan. Pengantin muda biasanya
ditarik keluar dari sekolah. Dan kematian terkait kehamilan adalah
penyebab utama kematian untuk anak perempuan antara 15 dan 19 di
seluruh dunia UNICEF 2001).
Di Amerika Serikat, pernikahan cenderung usia-endogamous. Suami dan
istri secara umum cukup dekat dalam usia Faktanya, sekitar 32 persen
perkawinan AS terdiri dari pasangan yang berada dalam satu tahun satu
sama lain, sedangkan kurang dari 10 persen dari semua pernikahan
melibatkan satu pasangan yang 10 atau lebih tahun lebih tua (Biro
Sensus AS, 20006). Ketika perbedaan umur di AS. perkawinan memang
ada, hampir selalu laki-laki yang pencium. Hanya sekitar 12 persen dari
semua pernikahan terdiri dari istri yang 2 atau lebih tahun lebih tua dari
suami mereka (US. Biro Sensus, 2000b).

C. EXPECTATIONS FOR COUPLE

Aturan-aturan exogami dan endogami membantu menentukan siapa yang


menikahi siapa. Tetapi setelah hubungan terbentuk, kekuatan budaya terus memberikan
pengaruh pada kehidupan pasangan, mempengaruhi apa yang mereka harapkan dari satu
sama lain. Harapan Saling Bergantungan Sosiolog mempertahankan bahwa fitur utama
dari hubungan dekat adalah interiependensi, tingkat di mana para mitra saling
berhubungan satu sama lain untuk memberikan perhatian, persahabatan, seks, uang, dan
sebagainya (Berscheid & Peplau. 1983, Scenzon Polonko, Teachman, & Thompson,
1989). Secara tradisional, karena mereka kurang mungkin dibandingkan pria untuk
bekerja di luar rumah. istri cenderung bergantung secara ekonomi pada suami mereka.
Sebagai imbalannya, istri biasanya berhasil rumah tangga, anak-anak, kehidupan sosial
pasangan, dan kualitas emosional dari pernikahan. Meskipun laki-laki dan perempuan
cenderung bergantung pada dan mendapat manfaat dari pertukaran, beberapa sosiolog
berpendapat bahwa ketergantungan ekonomi perempuan, yang membuat mereka sulit
bertahan hidup di luar perkawinan sendiri, terutama adalah apa yang menstabilkan
perkawinan (Nock, 1999, Popenoe , 1999) Namun, mereka mengatakan, karena
perempuan telah memperoleh kemandirian ekonomi yang lebih besar dan lebih banyak
pasangan telah menjadi penghasil ganda, ketergantungan ekonomi menjadi alasan yang
kurang umum bagi dua orang untuk tetap menikah. Beberapa takut bahwa penurunan
dalam penurunan harapan interdependensi mengurangi minat dalam pernikahan dan
mengarah ke pendence yang lebih tinggi adalah tilution tingkat perceraian keluarga.

Ekspektasi Keadilan Saat ini, kebanyakan orang memasuki hubungan


perkawinan atau kumpul kebo dengan harapan tertentu tentang keadilan dan
keseimbangan kekuasaan. Menurut model pertukaran sosial dalam membentuk
hubungan orang termotivasi untuk memaksimalkan manfaat mereka dan meminimalkan
biaya mereka. Investasi adalah sesuatu yang seseorang tawarkan untuk hubungan,
seperti waktu, bunga uang, atau karakteristik pribadi, seperti ketampanan atau rasa
humor (Brown, 1986) Investasi penting karena mereka menciptakan perasaan hak atau
pantas. Ketika seorang teman mengatakan kepada Anda, "Anda berhak lebih baik
daripada dia" (atau dia), atau "Anda berhak atas suatu kesukaran," pernyataan tersirat
tentang kesetaraan dilibatkan: "Mengingat apa yang telah Anda investasikan atau apa
yang Anda miliki untuk menawarkan, dalam semua keadilan Anda harus menerima
manfaat yang lebih besar. "

Ketidakadilan cukup jelas ketika ketidakseimbangan melibatkan banyak hal. .


Tetapi ketidakseimbangan dalam investasi emosional perasaan-lebih sulit untuk
diidentifikasi. Kebanyakan orang tahu tentang hubungan di mana satu pasangan tampak
lebih mencintai daripada pasangan lain. Ketidakseimbangan dalam keterikatan
emosional semacam itu dapat menciptakan perbedaan kekuatan dalam hubungan yang
serius dan berpotensi berbahaya.

1. Ekspetasi Komitmen
Untuk memahami sifat sejati dari hubungan yang abadi, bahwa hubungan yang
langgeng melibatkan tingkat komutmen tertentu. Komitmen dapat dianggap
sebagai dedikasi pribadi untuk hubungan keinginan untuk mempertahankan dan
meningkatkan hubungan untuk kepentingan kedua belah pihak. Dalam budaya
AS, orang mengharapkan pasangan untuk menyatakan komitmen dan
kepedulian satu sama lain, dengan perhatian yang tulus untuk mitra yang
sejahtera.
Ketika Anda berkomitmen untuk hubungan atau pasangan, Anda lebih mungkin
berkorban untuk hubungan dan untuk berinvestasi di dalamnya. Dalam
hubungan yang sangat berkomitmen, para mitra rela mentoleransi sejumlah
ketidakberdayaan atau ketidaksetaraan karena mereka percaya bahwa hal-hal
akan menyeimbangkan dalam jangka panjang. Misalnya, seorang suami dan
mungkin bersedia membatalkan rencana pendidikan sehingga istrinya dapat
mengejar Gelar karena dalam jangka panjang istilahnya, ia mengharapkan
keuntungan dari penghasilannya yang lebih tinggi.

2. Ekspektasi Keadilan
Saat ini, kebanyakan orang memasuki hubungan perkawinan atau kumpul kebo
dengan harapan tertentu tentang keadilan dan keseimbangan kekuasaan.
Menurut model pertukaran sosial dalam membentuk hubungan orang
termotivasi untuk memaksimalkan manfaat mereka dan meminimalkan biaya
mereka.
Investasi adalah sesuatu yang seseorang tawarkan untuk hubungan, seperti
waktu, bunga uang, atau karakteristik pribadi, seperti ketampanan atau rasa
humor (Brown, 1986) Investasi penting karena mereka menciptakan perasaan
hak atau pantas. Ketidakadilan cukup jelas ketika ketidakseimbangan
melibatkan banyak hal Tetapi ketidakseimbangan dalam investasi emosional
perasaan-lebih sulit untuk diidentifikasi. Kebanyakan orang tahu tentang
hubungan di mana satu pasangan tampak lebih mencintai daripada pasangan
lain. Ketidakseimbangan dalam keterikatan emosional semacam itu dapat
menciptakan perbedaan kekuatan dalam hubungan yang serius dan berpotensi
berbahaya.
3. Ekspetasi Ketetapan Harapan Budaya lain
Ekspektasi Ketetapan Harapan budaya lain yang memberi manfaat pada
hubungan intim adalah permanen. Meskipun tingginya tingkat perceraian di
Amerika Serikat, sebagian besar pasangan masih menikah dengan harapan
bahwa mereka akan menikah selamanya.
Ekspektasi Eksklusivitas Seksual Ekspektasi akan akses seksual biasanya
disertai dengan ekspektasi eksklusivitas seksual, yang terlihat dalam jenis
kepemilikan seksual yang sering menjadi ciri hubungan heteroseksual AS.
Tetapi harapan eksklusivitas seksual secara historis lebih banyak diterapkan
pada wanita daripada pria. Dalam socicties tradisional tubuh wanita adalah
properti seksual eksklusif suaminya (yang menjelaskan mengapa lebih banyak
penekanan ditempatkan pada pengantin menjadi perawan di pernikahan daripada
pada suami yang begitu). Hak properti seorang suami atas istrinya diancam jika
dia melakukan atercourse dengan pria lain. Berdasarkan hukum umum, seorang
pria secara hukum tidak mampu melakukan zina, Memang, pelanggaran
perzinahan bukanlah pengkhianatan seksual terhadap satu pasangan oleh
pasangan lain, tetapi istri terlibat dalam tindakan yang dapat mencemari garis
keturunan suami.
4. Ekspetasi Teknologi
Teknologi juga mengubah definisi perselingkuhan. Internet memberi orang
kesempatan untuk berbicara, bercumbu, atau menggoda hampir siapa saja, tidak
peduli seberapa jauh. Adalah mungkin untuk terhubung dengan orang lain
dengan cara apa pun tetapi secara fisik melalui Internet, dan untuk beberapa
orang, masih merasa benar-benar setia kepada pasangannya dan mungkin ada
kecenderungan yang lebih besar untuk mengungkapkan diri dan bereksperimen
di Internet daripada yang akan dilakukan dalam kehidupan nyata menjadi
penyebab rasa anonimitas dan keamanan. Tetapi beberapa terapis bersikeras
bahwa "urusan dunia maya" ini dapat mengancam hubungan sebagai urusan
kehidupan nyata (Greenfield, 1999). Begitu orang lain mengenali dua orang
sebagai "berpasangan." mereka cenderung memaksakan seperangkat ekspektasi
baru dan rumit. Pasangan ini dapat diberikan undangan bersama untuk
pertemuan sosial, diharapkan untuk saling menemani ke acara-acara publik, atau
diasumsikan untuk mengetahui keberadaan satu sama lain setiap saat.

D. Couples lives ( kehidupan pasangan)


Jika suatu hubungan juga diatur dalam aturan dan ekspektasi budaya, tampaknya
aturan dan hubungan mereka yang berada dalam budaya tertentu harus sangat mirip,
tapi tentunya ini bukan sebuah kasus. Seperti yang kalian ketahui, tidak ada
hubungan yang percis sama.
Benar jika masyarakat yang memasuki sebuah hubungan dengan kepercayaan
agama, tradisi etnik dan norma komunitas yang sama akan membentuk keinginan
mereka dan memberikan mereka gagasan tentang apa yang mereka harapkan.
Mereka juga membawa informasi yang dari hubungan orang tua dan teman dan
gambaran dari hubungan yang mereka lihat di media. tetapi meskipun ada
kemungkinan kesamaan, akan adanya perbedaan dari ide orang-orang, pengalaman
dan harapan.
E. Private culture ( budaya pribadi)
Melalui interaksi dari waktu ke waktu, pasangan akan menciptakan pola
interaksi yang unik seperangkat atau sesuai dengan kebiasaan, aturan, dan berbagi
realita. Mereka mengembangkan semacam budaya pribadi. Contohnya dalam
bagaimana cara mengambil keputusan, apa ekspresi seksualitas yang sesuai, dan
bagaimana mengalokasikan tenaga kerja rumah tangga (Blumstein & Kollock,
1988). Budaya pribadi termasuk pada hal-hal yang biasa dilakukan mingguan
seperti jadwal makan malam bersama, ritual pagi seperti makan sarapan dan
membaca Koran di tempat tidur atau serius dalam distribusi tentang kekuatan dan
penanganan keuangan rumah tangga. Beberapa ritual dan kebiasaan pasangan akan
mulai menghilang saat komposisi keluarga berubah (kehadirannya anak) yang
lainnya bertahanan dan meneruskan generasi masa depan.
Budaya pribadi dalam pernikahan dan hubungan intim lainnya yang abadi
menciptakan bagi individu rasa keteraturan dan hubungan (Berger & Kellner, 1964)
Berkomitmen, hubungan intim memvalidasi peserta dan dunia tempat mereka
tinggal. Tapi sederhana dengan menikan atau dalam hubungan yang berkomitmen
tidak membuat seseorang tahan pada perasaan negative. Tidak diragukan lagi
beberapa orang yang menikah merasa terasingkan dan merasa jauh dari
pasangannya.
1. Communication Styles (gaya komunikasi)
Selama beberapa decade para ilmuan mencoba menjelaskan dengan melihat
beberapa factor seperti pendapatan, pendidikan, usia saat menikah, dan
perbedaan umur antara suami dan istri, mengapa hubungan sukses atau gagal.
Tapi beberapa orang sekarang percaya bahwa factor-faktor tersebut mungkin
kurang penting dibandingkan dengan komunikasi dengan pasangan. Bukan
karena kekurangan uang yang menyebabkan masalah dalam hubungan tetapi
bagaimana pasangan berdiskusi dan negosiasi bersama tentang kesulitan dalam
keuangan (Fitzpatrick,1988).
Tidak ada resep untuk kesuksesan dalam berkomunikasi, apa yang berhasil
dalam beberapa pasangan belum tentu berhasil pada yang lain, yang ditemukan
oleh sosiolog Cuber dan Peggy Harrof. Untuk mengungkap pola komunikasi
yang mucul dalam pernikahan yang sudah terjalin lama, mereka mewawancarai
400 suami dan istri kelas menengah yang rata-rata berumur 35 sampai 50 tahun.
Semua responden kurang lebih sudah 10 tahun menikah, dan mereka mengaku
mereka tidak pernah mempertimbangkan mengeni perceraian dan perpisahan.
Cuber dan Haroff mengidentifikasi 5 tipe perbedaan pernikahan
berdasarkan perbedaan pola Komunikasi
a. Conflict-habituated marriages( konflik yang terhabituasi dalam
perkawinan) yang ditandai dengan udara ketegangan yang terus-menerus
dan konstan.Biasanya bagi pasangan yang sering bertengkar dan
berdebat. dengan berada atau bersama akan memicu pertengkaran.
Beberapa konflik akan muncul sebagai ciri perkawinan yang ditakdirkan
gagal.
b. Devitalized marriages (pernikahan yang disengaja) melibatkan pasangan
yang saling sangat mencintai, tetapi telah berpisah bertahun-tahun.
Sedikit berkomunikasi dan biasanya dikhususkan untuk spesifik tugas
atau masalah. Seringkali mereka menghabiskan waktu bersama adalah
waku kerja : menghibur tamu, menghabiskan waktu dengan anak-anak,
mengejar kegiatan komunitas. Mereka menyadari pernikahan mereka
bukan yang mereka inginkan seperti ini, tetapi tetap bersama merupakan
kewajiban dan kesetiaan.
c. Passive-congenial marriages (Pernikahan pasif-menyenangkan) pasangan
jarang sekali berdebat, tetapi mereka juga tidak memiliki harapan atau
ekspetasi dan tidak bergairah dalam mencintai. Pernikahan menyediakan
stabilitas untuk pasangan supaya mereka dapat mengarahkan energy
mereka ke suatu tempat. Mereka menetapkan kurangnya keterlibatan
mereka yang intens seperti yang mereka inginkan dari pernikahan
mereka
d. Vital marriage (pernikahan vital) perkawinan penting sangat erat
kaitannya dengan gagasan tentang citra komunikasi pernikahan. mereka
melibatkan pasangan yang benar-benar berbagi keintiman dalam semua
aspek penting dalam kehidupan mereka
e. Total marriage (pernikahan total) mereka benar-benar terserap dalam
kehidupan masing-masing, mereka bekerja bersama, 24 jam sehari
bersama tidak cukup untuk mereka, privasi bagi mereka adalah suatu
konsep yang asing.

F. Gender and Communication


Pria dan wanita bisa dikatakan sama dalam berkomunikasi tetapi gender tidak
diragukan lagi akan berpengaruh dalam bagaimana cara berinteraksi dalam hubungan
untuk pasangan yang hetererosexual , gender dapat menimbulkan tatangan yang
signifikan jika pria dan wanita membawa perbedaan dalam pengertian dan
pengalaman komunikatif pada hubungan. Tapi dalam hubungan sesama jenis juga
gender dapat membentuk komunukasi dan mengarah pada permasalahn
Menurut Maltz & Broker komunikasi dalam hubungan heteroseksual yang
memperlihatkan perbedaan tengtang pola komunikasi wanita dan pria. contoh :
 Wanita cenderung banyak bertanya
 Wanita menggunakan banyak respon yang singkat
 Pria cenderung banyak menggangu
 Wanita lebih cenderung menggunakan pengubah dan lindung nilai
 Wanita lebih cenderung menggunakan pertanyaan tag di akhir kalimat
deklaratif
 Pria lebih cenderung untuk mengubah topic pembicaraan
 Pria lebih cenderung untuk ingin masalahnya selesai ; wanita lebih cenderung
untuk ingin mendengar
 Pria kurang terbuka dan cenderung tidak terlibat dalam pengungkapan diri
yang intim

Dalam percakapan sehari-hari, tapi khususnya saat terdapat argument, perbedaan


ini dapat menghalangi komunikasi yang efektif dan, akibatnya, mengganggu rasa
koneksi dalam suatu hubungan. Contohnya jika pria mengganti topic pembicaraan
secara sering dan menggangu dalam pembicaraan, mungkin dapat memunculkan rasa
bahwa pasangannya tidak memberikan perhatian walaupun dia
memberikan.Komunikasi dalam hubungan homoseksual, dalam heterosexual
perbedaan gender dalam pola percakapan dapat menghalangi komunikasi, sedangkan
dalam homoseksual persamaan dapat menjadi masalah.

G. Power in intimate relationship


Sosiolog Petter Kollock, Phil Blumstein, dan Pepper Schwartz (1985)
mengamati percakapan yang direkam antara pasangan intem heteroseksual, pria gay,
dan pasangan lesbian, untuk melihat posisi dari kekutana yang memepengaruhi
orang-orang dalam tingkah laku berkomunikasi.mereka tertarik terutama pada
pelanggaran norma sebagai interupsi, berbicara pada orang lain, dan memonopoli
percakapan.
Kekuatan sangat penting dalam konteks hubungan yang intim, bukan hanya itu
menyediakan hak istimewa dalam percakapan untuk beberapa orang dan tidak untu
yang lain. Kekuatan dapat mempengaruhi seluruh aspek mengenai kehidupan intim
pasangan, menjadi bagian dari pasangan membutuhkan banyak keputusan dan
pilihan.
Ekspresi kekuasaan dalam hubungan intim tentu muncul dari interaksi dan
kepribadian mereka dari individu-individu tertentu yang terlibat. Tapisatu tidak juga
lupa bahwa pasangan tertanam dalam sistem sosial yang melanggengkan imbalan
yang tidak setara dan peluang hidup di masyarakat. Pengaturan kekuasaan yang
dulunya dianggap biasa seperi mengorbankan karir demi mengurus rumah tangga dan
mebesarkan anak. Dan sekarang pasangan akan bernegosiasi untuk mengutarakan
keputusannya secara terbuka. Tidak sedikit, orang yang mulai memasuki hubungan
jangka panjang yang mulai mengakui bahwa tidak semua wanita ingin atau
mengharapkan kehadiran anak dan mengurus rumah tangga dan tidak semua pria
ingin menjadi pecari nafkah utama.
H. Pernikahan
Seperti yang anda perhatikan, semua hubungan yang bertahan lama, apakah
hubungan itu heteroseksual atau sesama jenis, menikah atau tidak, mereka sama
dalam berbagi beberapa fitur yabg umum : pola dari exogami dan endogamy,
harapan tentang coplehood, pola berkomunikasi dan kekuasaan. Beberapa sosiolog
berdebat mengenai semua hubungan yang tertutup memeliki fitur yang sama, tidak
ada sesuatu yang unik atau special dalam pernikahan. Jika tidak spesialnya menikah
maka perjuangan dalam hak membela pernikahan sesame jenis tidak penting kecuali
alas an simbolis
1. Cohabition versus marriages (Kumpul kebo versus pernikahan)
Dalam istilah mengenai isu hubungan setiap hari, seperti aktivitas
seksual, membuat keputusan, menjadi orang tua dan kekhawatiran tentang
pekerjaan. Kohabitor terlihat sama sepeti pasangan menikah(scanzoni,2000)
tetapi diluar dari perbedaan yang jelas dalam status legal, hubungan
kohabitasi terdapat beberapa perbedaan dengan pasangan menikah.
 Kohabitor dilaporkan memiliki komitmen yang lebih rendah
dalah berhubungan (Nock,1995)
 Hubugan kumpul kebo cenderung tidak akan berlangsng lama
tidak seperti menikah, kebanyakan entah larut atau berakhir
dalam pernikahan
 Kohabitor dilaporkan memiliki hubungan yang buruk dengan
oran tua (Nock, 1995)

Secara keseluruhan tampaknya kohabitasi berbeda dari pernikahan pada


beberapa hal penting. tetapi perbedaan semacam itu tidak selalu berarti
bahwa hubungan pernikahan dan kumpul kebo beroperasi pada prinsip-
prinsip fundamental yang berbeda. tetapi perbedaan semacam itu tidak selalu
berarti bahwa hubungan pernikahan dan kumpul kebo beroperasi pada
prinsip-prinsip fundamental yang berbeda.

2. Unique aspects of marriage (aspek unik dalam pernikahan)


The marriage contract (kontrak pernikahan) kontrak legal yang mengikat
pasangan menikah dan penikahan dalam menambahnya formalitas kepada
serikat bekerja. serta menetapkan hak dan kewajiban. itu juga dapat
membuat mengakhiri pernikahan menjadi sulit dan rumit. Pasangan kumpul
kebo dapat menciptakan invesasi jika ian memilih untuk itu, contohnya
dengan menandatangani kesepakatan tertulus yang dapat membuat hubungan
mereka lebih dapat dibandingkan dengan pernikahan.
Makin meningkatnya pernikahan juga dapat mengurangi subjek
mengenai peraturan oleh Negara. Beberapa tradisi menetapkan pernikahan
kontrak contoh suami yang yang legal menjadi kepala rumah tangga,
bertanggung jawab untuk mendukung, dan istri yang bertanggung jawab
dalam mengurus rumah tangga dan merwat anak telah di eliminasi. Pasangan
kumpul kebo yang bekerja mendapat hak dan manfaat yang sama dengan
pasangan menikah. kontrak hukum memiliki aspek pernikahan yang kurang
membedakan.
The wedding ceremony (upacara pernikahan) salah satu jalan yang dapat
melegalkan pernikahan yaitu di adakannya upacara pernikahan secara
public. Meskipun banyak sekali variasi di kelas social, dan ras atau etnik.
Upacara pernikahan biasanya terdapat beberapa peran yang umum, ritual dan
image.
Kebanyakan pernikahan melibatkan :
 Peran pendukung yang berpakain formal yaitu bridesman,
groomsmen. Flower children,ring bearers, ushers and musisi
 seorang tokoh yang berwibawa, yang menyatakan pernikahan itu valid
dan legal
 penonton dan saksi yang berkewajiban untuk mendukung.
 Pertukaran cincin antara pasangan dan berciuman
 Beberapa perayaan dengen menari, makanan dan alcohol

I. Honey Moon ( Bulan Madu)


Bulan madu (bahasa Inggris: honeymoon) adalah perjalanan biasanya dilakukan
oleh pasangan yang baru saja menikah untuk merayakan pernikahan mereka. Kini,
bulan madu seringkali dirayakan di tempat-tempat yang terpencil, eksotik, hangat,
atau lainnya yang dianggap khusus dan romantis. Kecenderungan belakangan di
kalangan banyak pasangan adalah menggabungkan pesta pernikahan dan bulan madu
dalam suatu pengalaman atau menggantikan yang satu dengan yang lain. Bulan madu
adalah tradisi budaya lain yang unik terkait dengan pernikahan, dan lebih khusus
lagi, upacara pernikahan. Meskipun istilah haneymoon mungkin berasal pada abad
keenam belas untuk kembali Untuk keadaan emosional pasangan itu, artinya hari ini
secara universal dipahami sebagai "jangka waktu tertentu di mana pengantin baru
mengecualikan diri dari jaringan sosial mereka terlibat dalam hasrat seksual yang
bergairah dan seksual, dan menetapkan diri mereka sebagai unit otonom" (Balcroft.
Smeins, & Bulcroft 992).
Peran suami atau istri lebih besar daripada siapa pun yang mengambil peran itu
(Bumstein & Schwartz. 1983, hal. 318) Terlepas dari dugaan statusnya yang buruk
dan keprihatinan publik dengan disintegrasi. menikah tetap puncak keintiman
hubungan di Amerika Serikat. Ini adalah standar budaya yang digunakan untuk
menilai semua jenis hubungan intim lainnya. Misalnya kampanye untuk secara
hukum mengakui hubungan homoseksual permanen adalah, dalam kampanye esensi
untuk menjalin hubungan dengan status pernikahan.

J. Manfaat Pernikahan
Data penelitian menunjukkan bahwa untuk beberapa orang manfaat kesehatan
dan ekonomi le perkawinan dikaitkan dengan berbagai macam Namun, penting untuk
dicatat bahwa individu dengan lebih banyak sumber (misalnya, kesehatan dan
pendapatan) lebih menarik karena mate di tempat pertama dan karena itu lebih
mungkin daripada mereka yang tidak memiliki sumber daya seperti itu untuk
menikah. Oleh karena itu sulit untuk menentukan apakah perkawinan klausa
mengarah ke bencfits ini atau apakah individu yang sudah diuntungkan lebih
mungkin untuk menikah. Meskipun "bias seleksi" semacam itu jelas sedang bekerja,
beberapa pencarian ulang telah berusaha untuk menguraikan efek-efek tersebut dan
menunjukkan bahwa pernikahan memberikan bonus tambahan. Manfaat Kesehatan
Penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang menikah mengalami masalah
kesehatan yang lebih sedikit daripada yang tidak menikah. Sebagai contoh, sosiolog
Linda Waite (2000) mengikuti sampel nasional pria dan wanita selama periode 20
tahun Dia mencatat pernikahan mereka, perceraian, dan remarriages juga sebagai
kematian mereka dan kematian pasangan mereka, Waite menemukan bahwa pria dan
wanita menikah menghadapi risiko kematian yang lebih rendah pada titik mana pun
daripada mereka yang tidak pernah menikah atau yang mengalami perceraian.
Perkawinan ternyata bermanfaat bagi kesehatan fisik dengan mengurangi bayangan
yang tidak sehat dan tidak sehat. . Sebagai contoh, laki-laki yang menikah cenderung
tidak akan menjadi peminum bermasalah daripada laki-laki yang tidak menikah
(dikutip dalam Waite, 2000) Perkawinan juga meningkatkan kesejahteraan maverial,
lealing ke perawatan medis yang lebih baik, diet yang lebih baik, dan lingkungan
yang lebih aman untuk perkawinan yang menikah. terkait dengan kesehatan mental.
Selain itu ada beberapa manfaat menikah lainya, diantaranya:
 Memperkuat ikatan kekeluargaan dan rasa cinta di antara dua keluarga, dan
memperkuat ikatan kemasyarakatan
 Memiliki keturunan
 Melakukan Ibadah
 Menjalin kerja sama antar suami istri
 Membuka pintu rezeki

K. Menginvestigasi Keluarga atas Kursus Hidup


Wanita yang cenderung menikahi pria yang lebih tua dari mereka memiliki
pendidikan lebih, dan mendapatkan lebih banyak uang, identitas mereka sering
menjadi bawahan suami mereka Dalam pernikahan tradisional, istri cenderung
dikenal lebih untuk prestasi suami mereka daripada untuk mereka sendiri Apakah
ada validitas untuk argumen feminis! Mari kita lihat lebih dekat manfaat
perkawinan yang dijelaskan sebelumnya. Misalnya, hubungan antara status
perkawinan dan upah adalah lebih baik bagi perempuan daripada bagi laki-laki dan
bahkan dapat bervariasi di sepanjang garis rasial * Perempuan berkulit hitam *.
(misalnya, lebih banyak dijahit lebih banyak jika mereka menikah daripada jika
mereka lajang, membeli keuntungan ini menyusut dengan setiap anak yang mereka
miliki Di antara wanita menikah yang putih. hanya orang yang tidak memiliki anak
yang menikmati kenaikan upah Begitu wanita kulit putih menjadi ibu. mengurangi
penghasilan mereka, karena banyak ibu memilih atau dipaksa untuk mengurangi
jam kerja mereka (Blaisure & Allen. 2000). Dan bagaimana dengan manfaat
psikologis dari marriagel Dua dekade yang lalu, sosiolog lessie Bernard (1982)
membuat klaim yang mengejutkan bahwa pernikahan itu baik untuk laki-laki tetapi
membuat perempuan sakit.Dia mendasarkan klaimnya pada penelitian yang
menunjukkan bahwa laki-laki tampaknya menikmati manfaat kesehatan yang lebih
besar daripada istri. Penelitian tentang topik ini terus menunjukkan bahwa wanita
yang sudah menikah mengalami tingkat penyakit mental dan fisik yang lebih tinggi
dan jauh dibandingkan pria yang sudah menikah (Gove et al., 1990)
BAB III

PEMBAHASAN

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau


dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara
norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak
ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial.
Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau
hukum agama tertentu pula.

Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen
tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri
biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan
adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan
keluarga. Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan
pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri
dalam ikatan perkawinan.

A. Syarat pernikahan berdasar undang-undang

Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan


perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah
perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu:

a. Ada persetujuan dari kedua belah pihak.


b. Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua
orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal
atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh
dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya.
c. Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan
kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau
keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus
ke atas.

Bagi yang beragama Islam, dalam perkawinan harus ada (Pasal 14 Kompilasi
Hukum Islam (KHI):

1. Calon istri
2. Calon suami
3. Wali nikah
4. Dua orang saksi

B. Pembatalan pernikahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembatalan berasal dari kata
batal, yaitu menganggap tidak sah, menganggap tidak pernah ada. Jadi,
pembatalan perkawinan berarti menganggap perkawinan yang telah dilakukan
sebagai peristiwa yang tidak sah, atau dianggap tidak pernah ada. Pasal 22 UU
No. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa pembatalan perkawinan dapat dilakukan,
bila para pihak tidak memenuhi syarat melangsungkan perkawinan.
Berdasarkan Pasal 23 UU No. 1 tahun 1974, Berikut ini adalah pihak-
pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan:
1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau
istri.
2. Suami atau istri.
3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum
diputuskan.
4. Pejabat pengadilan.
Pasal 73 KHI menyebutkan bahwa yang dapat mengajukan pembatalan
perkawinan adalah:
1.Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah
dari suami atau istri.
2.Suami atau istri.
3.Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan
menurut undang-undang.
4.Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat
dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan
peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal
67.
Alasan pembatalan perkawinan
Perkawinan dapat dibatalkan, bila:

1. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar


hukum yang terdapat pada Pasal 27 UU No. 1/1974.
2. Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya (pasal 27 UU No.
1/1974). Identitas palsu misalnya tentang status, usia atau agama.
3. Suami/istri yang masih mempunyai ikatan perkawinan
melakukan perkawinan tanpa seizin dan sepengetahuan pihak
lainnya (pasal 24 UU No. 01 tahun 1974).
4. Perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan
(pasal 22 UU Perkawinan).
Sementara menurut Pasal 71 KHI, perkawinan dapat dibatalkan apabila:

1. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin pengadilan agama.


2. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria
lain yang mafqud (hilang).
3. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain.
4. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 7 Undang-undang No 1 Tahun 1974.
5. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak
berhak.
6. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

C. Adat Pernikahan di Indonesia


Indonesia terdiri dari banyaknya suku dan budaya yan tiap budayanya
memiliki adat atau tradisi khasnya masing-masing. Berikut beberapa tradisi
dalam pernikahan di Indonesia :

1. Tradisi Pernikahan Adat Minangkabau, Melamar Mempelai Pria


Tidak seperti adat lainnya. Dalam tradisi pernikahan adat Minang,
keluarga mempelai wanita akan datang ke pihak mempelai pria untuk
meminang. Setelah lamaran diterima, prosesi ini dilanjutkan dengan bertukar
tanda sebagai simbol pengikat.
Keluarga mempelai wanita datang dengan membawa kue-kue dan buah
buahan serta sirih pinang, lengkap disusun dalam kampia (Tas yang terbuat dari
daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Lalu
dilanjutkan dengan saling menukar benda-benda pusaka seperti keris, dan kain
adat.
Selain itu apabila menikah dengan tradisi adat Minang, harus melalui
beberapa tahap. Yakni maresek (Pertemuan), maminang dan batimbang tando
(Meminang dan bertukar tanda), mahanta siriah (Minta izin), babako-babaki
(Membawa berbagai antaran), malam bainai (Memberi inai pada kuku mempelai
wanita), manjapuik marapulai (Menjemput mempelai pria untuk akad nikah),
penyambutan di rumah anak Daro, dan ada pula tradisi setelah akad nikah.

2. Merundingkan Mas Kawin atau Mahar Dalam Tradisi Pernikahan


Adat Batak
Dalam pernikahan adat Batak, ada sebuah tradisi yang cukup menarik.
Jika ingin menikahi seorang wanita dari suku Batak, maka pria tersebut harus
membeli wanita tersebut dari orangtuanya. Proses pembelian wanita ini disebut
dengan Sinamot. Sinamot adalah harga (Mahar) yang ditentukan orangtua dari
pihak mempelai wanita agar pihak mempelai pria bisa memiliki dan mempunyai
hak atas anak perempuannya.
Tolak ukur harga beli yaitu terdapat pada pendidikan sang gadis. Jika
gadis tersebut mempunyai gelar sarjana, ia dihargai tinggi dan apabila gadis itu
hanya tamatan SMA maka harga beli gadis tersebut tidak terlalu tinggi.
Harga sinamot tidak selalu ditentukan dari pendidikan. Biasanya
pendidikan dijadikan tolak ukur agar calon suaminya berpendidikan lebih tinggi
daripada mempelai perempuan. Agar kelak di saat berkeluarga, mempelai pria
memang sudah mampu untuk menafkahi keluarganya. Terkadang sinamot
menjadi permasalahan yang mengakibatkan pernikahan yang sudah
direncanakan menjadi gagal.
Pihak perempuan memberi harga sinamot yang tinggi kepada anaknya.
Sedangkan bila pihak laki-laki tidak mempunyai uang yang banyak untuk
mampu membeli wanita tersebut, maka tidak terjadi kesepakatan dan membuat
kekecewaan terhadap sepasang kekasih yang ingin melanjutkan cintanya ke
pernikahan.

3. Budaya Pingitan, Tradisi Unik Pernikahan Adat Jawa


Pada saat menjelang pernikahan, calon pengantin wanita dipingit selama
tiga sampai lima hari. Pada masa itu calon pengantin wanita dilarang keluar
rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon pengantin pria. Calon pengantin
wanita melakukan perawatan tubuh di rumah seperti luluran, berpuasa, dan
minum jamu-jamuan.

D. Kumpul kebo di Indonesia


Orang Indonesia menyebut pasangan yang tinggal bersama sebelum menikah
dengan istilah “kumpul kebo”. Secara sederhana, kumpul kebo adalah perilaku yang
ditunjukkan oleh laki-laki dan perempuan yang memutuskan hidup bersama dalam satu
rumah tanpa ikatan pernikahan.

Sama halnya dengan binatang (yang diidentifikasikan dengan kerbau), yang


tinggal dalam satu atap tanpa ikatan resmi. Istilah yang menganalogikan perilaku
hubungan manusia dengan binatang menunjukkan bagaimana masyarakat memberikan
penilaian miring terhadap keputusan untuk hidup bersama tanpa adanya ikatan yang
sah.

Istilah kumpul kebo berasal dari masyarakat Jawa generasi tua. Hal ini
membuktikan bahwa sebenarnya perbuatan hidup dalam satu rumah tanpa ikatan
pernikahan (baca : samen leven), bukanlah barang baru. Di masa lalu, perilaku ini telah
menjadi fenomena yang dianggap melanggar konvensi sosial masyarakat. Pelakunya
dikucilkan, sedangkan perilakunya mendapat predikat negatif seanalog dengan
binatang.

Dengan demikian, kumpul kebo senantiasa ditolak dan dilarang. Akan tetapi tak
bisa dipungkiri bahwa perilaku itu tak pernah hilang dari khasanah perilaku individual
di kalangan orang Jawa sendiri sehingga menghasilkan terminologi perilaku negatif
yang kita kenal dengan “kumpul kebo”.

Di Indonesia, seks masih dikategorikan sebagai sesuatu yang tabu. Adanya


stigma yang berlaku umum di masyarakat bahwa pasangan kumpul kebo tentu
melakukan aktivitas seksual ditambah perilaku pacaran identik dengan seks membuat
derajat penerimaan sosial masyarakat terhadap perilaku kumpul kebo sangat kecil.

Meski kasus hamil di luar nikah akhir-akhir ini merebak, namun tidak
menunjukkan adanya kelonggaran masyarakat terhadap konvensi sosial yang membatasi
hubungan seksual dalam lembaga pernikahan. Pemenuhan naluri biologis hanya
dibenarkan dalam ikatan suami istri. Jika tidak, berarti salah dan haram hukumnya. Itu
sebabnya masyarakat memberikan penilain yang sama atau bahkan jauh lebih buruk
bagi pelaku kumpul kebo
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi Takariawan, Wonderful Couple : Menjadi Pasangan Paling


Bahagia, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2015

Dalam islam.”hukum islam manfaat menikah


dalamislam”https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/manfaat-menikah-dalam-
islam.(diakses 10 Agustus 2018)

Wikipedia, “Pernikahan Endogamy” https://id.wikipedia.org/wiki/Endogami


(diakses 10 Agustus 2018)

Organisasi Org “Macam Jenis bentuk perkawinan pernikahan poligini poliandri


endogamy eksogami” http://www.organisasi.org/1970/01/macam-jenis-bentuk-
perkawinan-pernikahan-poligini-poliandri-endogami-eksogami-dll.html#.W7t1ZPkzbIU
(diakses 10 agustus 2018)

Anda mungkin juga menyukai