Anda di halaman 1dari 11

BAB 14

MENSKOR DAN MENILAI


Bagian terpenting dalam pengukuran dengan tes adalah penyusunan teks.
Apabila semua tes disusun sebaik-baiknya maka sebagian besar dari tujuan
penyusunan tes tercapai, selain itu menskor (memberi Angka) dan menilai
merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan dari penilai, ditambah dengan
kebijaksanaan.
Dalam menskor dapat menggunakan tiga macam alat bantu. Pertama,
Kunci jawaban. Kedua, kunci skoring. Terakhir Pedoman penilaian. Keterangan
dan pengunaannya dalam bentuk tes
A. Kunci Jawaban dan Kunci Pemberiaan Skor untuk Tes Bentuk Betul
Salah.
Yang dimaksud bentuk tes betul salah dengan kunci jawaban adalah
deretan jawaban yang kita persiapan untuk pertanyaan/ soal yang disusun,
sedangkan kunci skoring adalah alat yang digunakan untuk mempercepat
pekerjaan skoring
Guna menentukan angka dalam tes B-S, kita dapat menggunakan dua cara
yaitu
1. Tanpa Hukuman/ Denda : Apabila banyaknya angka yang diperoleh
siswa sebanyak jawaban yang cocok kunci. Rumusnya adalah
S=R–W
2. Dengan hukuman atau dengan denda : Karena diragukan adanya unsur
tebakan. Rumusnya adalah
S = T – 2W
B. Kunci  Jawaban  dan  Kunci  Pemberian  Skor  untuk  Tes  Bentuk  Pilihan  
Ganda  (multiple  choice)  
  Dalam tes pilihan ganda, teste diminta untuk melingkari salah satu pilihan
jawaban yang disediakan. Untuk menentukan jawaban dalam bentuk ini,
langkahnya sama dengan soal bentuk betul-salah. Untuk soal yang jumlah lebih
dari 30 buah, sebaiknya menggunakan lembar jawaban dan nomor-nomor
urutannya sehingga tidak memakan tempat. Dalam menentukkan angka untuk tes
bentuk pilihan ganda, ada 2 macam cara pula yaitu dengan hukuman dan tanpa
hukuman. Tanpa hukuman apabila banyaknya angka yang dihitung dari
banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan dengan
(!)
hukuman menggunakan rumus, yaitu :  S = ! − (!!!)

C. Kunci Jawaban dan Kunci Pemberian Skor untuk Tes Bentuk


Jawaban Singkat (short answer test)
Tes jawaban singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban
berbentuk kata atau kalimat pendek. Bentuk tes ini digolongkan kedalam bentuk
tes objektif. Tes bentuk isian, dianggap setaraf dengan tes jawaban singkat.
Bentuk ini merupakan deretan jawaban sesuai yang sesuai dengan
nomornya.contohnya : berat jenis, mengembun, komunitas, populasi, energi.
D. Kunci Jawaban dan Kunci Pemberian Skor untuk Tes Bentuk
Menjodohkan (matching)
Tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana
jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya.
Sehingga pilihan jawabannya lebih banyak. Satu kesulitannya adalah bahwa
jawaban yang dipilih, dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak
diperlukan bagi pertanyaan lain.
E. Kunci Jawaban dan Kunci Pemberian Skor untuk Tes Bentuk Uraian
(essay test)
Sebelum menyusun sebuah tes uraian, sebaiknya terlebih dahulu
menentukkan pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, akan
mempermudah kita dalam pekerjaan mengoreksi tes itu. Ada sebuah saran dalam
menentukkan langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada saatkita
mengoreksi dan memberi angka tes bentuk uraian. Sarannya adalah :
1. Membaca soal pertama dari seluruh siswa mengetahui situasi
jawaban.
2. Menentukkan untuk soal pertama.
3. Memberikan angka untuk soal pertama.
4. Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui
situasi jawaban, kemudian dilanjutkan dengan memberi angka
untuk soal kedua.
5. Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal-soal ketiga,
keempat, dan seterusnya, sehingga seluruh soal diberi angka.
6. Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal,
dan terdaptlah skor untuk bagian soal yang berbentuk uraian.

Untuk mengurangi masuknya unsur subjektivitas dalam penilaian seperti


itu, kita dapat menentukkan sendiri aspek-aspek yang menjadi bagian dari
penilaian, misalnya untuk penilaian ujian skripsi :
a. Mutu skripsi yang tersusun, meliputi unsur metodologi dan
pembahasan teoretik.
b. Cara dan kemampuan mempertahankan kebenaran pendapatnya.
c. Luasnya materi pendukung yang digunakan untuk menjawab.
Dalam menentukan nilai ditiap-tiap aspek, kita dituntut untuk memberikan
pertimbangan yang didasari oleh kebijaksanaan. Kita bisa mengmbil salah satu
dari dua cara dibawah ini, yaitu :
Ø Bertitik tolak dari batas bawah, yaitu berpikir dari pekerjaan yang
paling jelek diberi nilai berapa, kemudian dibandingkan hasil
pekerjaan yang kita hadapi dengan nilai batas bawah tersebut.
Ø Bertitik tolak dari plafon atau batas atas. Dengan cara ini kita
berpikir mengenai kesempurnaan pekerjaan, tetpi diukur menurut
ukuran mahasiswa, bukan diukur dengan kemampuan dosen atau
ahli-ahli yang kita kagumi.
Cara-cara ini dapat juga kita terapkan untuk pekerjaan kita menilai tugas-
tugas atau apa saja yang sifatnya relatif, yang kebanyakan berupa unjuk kerja atau
penampilan (performance).
F. Kunci Jawaban dan Kunci Pemberian Skor untuk Tugas
Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang
harus dimuat dalam pekerjaan siswa. Hal ini untuk kriteria tentang isi tugas,
namun sebagai kelengkapan dalam pemberian nilai skor dengan menggunakan
satu tolak ukur tertentu. Tolak ukur yang disarankan dalam buku ini adalah
sebagai ukuran dari keberhasilan tugas, yaitu :
v Ketetapan waktu penyerahan tugas.
v Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan
mahasiswa dalam mengerjakan tugas.
v Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran.
v Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan
kepadatan isi.
v Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang
sudah ditentukan oleh dosen.
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-
masing asoek kriteria tersebut. Misalnya :
• A1 – ketetapan waktu, diberi bobot 2
• A2 – bentuk fisik, diberi bobot 1
• A3 – sistematika, diberi bobot 3
• A4 – kelengkapan isi, diberi bobot 3
• A5 – mutu hasil, diberi bobot 3
Maka nilai akhir untuk tugas tersebut diberikan dengan rumus :
2  x  A1 + 1  x  A2 + 3  x  A3 + 3  x  A4 + 3  x  A5  
!"# =
12
2. Perbedaan Antara Skor dan Nilai
Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan
menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.
Sedangkan nilai adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan
tertentu, yaitu acuan normal atau acuan standar.
Pengubahan skor menjadi nilai dapat dilakukan untuk skor tunggal,
misalnya sesudah memperoleh skor ulangan harian atau untuk skor gabungan dari
beberapa ulangan dalam rangka memperoleh nilai akhir untuk rapor. Sebelum kita
membicarakan pada pengubahan skor menjadi nilai secara lebih lanjut, kami
mengajak para pembaca unutk terlebih dahulu memahami skor yang akan diubah.
Secara rinci skor dibedakan atas 3 macam, yaitu :
1. Skor yang diperoleh (obtained score) adalah sejumlah biji yang dimiliki
oleh teste sebagai hasil mengerjakan tes. Kelemahan-kelemaha butir tes,
situasi yang tidak mendukung, kecemasan dan faktor lainnya dapat
berakibat pada skor yang diperoleh.
2. Skor sebenarnya (true score) atau skor univers-skor alam (universe score),
adalah nilai hipotetis yang sangat tergantung dari perbedaan individu,
berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap.
3. Skor kesalahan (error score), perbedaan antara skor yang diperoleh dan
skor sebenarnya disebut dengan istilah kesalahan dalam pengukuran atau
kesalahan skor, atau skor kesalahan.
Hubungan antara ketiga macam skor tersebut adalah sebagai berikut :

3.Norm-Referenced dan Criterion- Referenced


Sebelumnya telah disinggung sedikit mengenai penggunaan norm-
refernced dan criteration-reference. Dalam penggunaan criteration-reference,
siswa dibandingkan pada sebuah standar tertentu yaitu satndar mutlak (standar
100). Sedangkan dalam penggunaan norm-referenced, prestasi belajar seorang
siswa dibandingkan dengan siswa lain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang
sangat dipengaruhi oleh kualitas kelompokknya. Jadi ukurannya adalah relatif.
Untuk itu dikatakan diukur dengan standar-relatif.
Kurva  normal  
Intelligence  QuoBent  
3  

2  
Y-­‐Values  
1  

0  
0   1   2   3   4  

Kurva  Normal  
Prestasi  Belajar  
3  

2  

1   Y-­‐Values  

0  
0   1   2   3   4  

Penggunaan penilain dengan norma kelompok atau norma relatif ini,


pertama kali dikemukakan pada tahun 1908 (Cureton 1971), dengan landasan
dasar bahwa tingkat pencapaian belajar siswa akan tersebar berdasarkan kurva
normal. Dengan demikian, dalam penggunaan kurva normal ini, tidak dapat
dibantah lagi. Apabila standar relatif dan standar mutlak ini dihubungkan dengan
pengubahan skor menjadi nilai, akan terlihat demikian :
a. Dengan standar mutlak
• Pemberian skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa
terhadap tujuan yang ditentukan.
• Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung dari skor
asal (skor mentah).
b. Dengan standar relatif
• Pemberian skor terhadap siswa juga didasarkan atas pencapaian
siswa terhadap tujuan yang ditentukan.
• Nilai diperoleh dengan 2 cara :
I. Mengubah skor dari setiap ulangan, lalu diambil rata-
ratanya.
II. Menjumlah skor setiap ulangan, baru kemudian diubah ke
nilai.
Soal
1. Jika Soal terdiri dari bentuk betul – salah sebanyak 50 buah atau lebih,
sebaiknya dibuatkan lembar jawaban tes. Apa sebab?
2. Dapatkah soal bentuk isian dibuatkan kunci skoring dengan melubangi
kertas? mengapa?
3. Pada waktu mengoreksi soal bentuk uraian, penilai dianjurkan membaca
tiap – tiap satu soal seluruh siswa. Tetapi langkah ini memiliki kelemahan
juga. Coba ceritakan!
4. Untuk siswa yang kurang cerdas, mempunyai kesempatan pula untuk
memperoleh nilai baik, yaitu apabila guru menggunakan norma kelompok
dalam penilaiannya. Coba jelaskan, bilamanakah siswa tersebut mendapat
nilai tinggi?
BAB 15

MENGOLAH NILAI

1. Beberapa Skala Penilaian


a) Skala Bebas

Skala bebas adalah skala yang tidak tetap. Dalam hal ini angka tertinggi dan skala
yang digunakan tidak selalu sama. Hal itu ditentukan dari banyak dan bentuk soal
yang diberikan guru kepada siswa.

b) Skala 1-10

Skala ini pada umumnya banyak digunakan oleh guru dalam penulisan rapor. Dalam
skala ini guru sangat jarang memberikan angka pecahan seperti 5,5 yang pada
akhirnya angka tersebut akan dibulatkan menjadi angka 6.

c) Skala 1-100

Penilaian menggunakan skala 1-100 merupakan penilaian yang dinilai lebih halus
karena terdapat 100 bilangan bulat didalamnya.

d) Skala Huruf

Selain menggunakan angka, pemberian nilai pada umumnya dapat dilakukan dengan
huruf A, B, C, D, E. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunakan angka
adalah bahwa dengan angka dapat ditafsikan sebagai nilai perbandingan.
Menggunakan nilai dengan skala angka sendiri merupakan simbol yang menunjukkan
urutan tingkatan. Penggunaan huruf dalam penilaian dirasa lebih tepat karena tidak
ditafsirkan sebagai arti perbandingan. Huruf tidak menunjukkan kuantitas, tetapi
merupakan suatu simbol dari kualitas nilai yang diberikan.

Ada suatu cara yang digunakan untuk mengambil rata-rata dari huruf, yaitu dengan
mentransfer nilai huruf tersebut menjadi nilai angka dahulu. Yang sering digunakan,
suatu nilai itu mewakili satu rentangan nilai angka. Berikut contoh nilai angka dan
huruf dalam buku petunjuk kegiatan akademik IKIP Yogyakarta.

Contoh :

Angka 100 Angka 10 IKIP Huruf Keterangan


88 – 10 8,0 - 10,0 8,1 – 10 A Baik sekali
66 – 79 6,6 - 7,9 6,6 - 8,0 B Baik
56 – 65 5,6 - 6,5 5,6 - 6,5 C Cukup
40 – 55 4,0 - 5,5 4,1 - 5,5 D Kurang
30 – 39 3,0 - 3,9 0 - 4,0 E Gagal

2. Distribusi Nilai
a. Distribusi nilai berdasarkan standar mutlak
Distribusi dengan dasar bahwa hasil belajar siswa dibanding dengan sebuah nilai mutlak
atau dalam hal ini skor tertinggi yang diharapkan, maka tingkat penguasaan siswa akan
terlihat dalam bentuk kurva. Apabila guru dapat menyusun soal dengan tepat dan dengan
keadaan siswa bukan seswa dengan kemampuan terpilih maka akan banyak siswa yang
memperoleh nilai tinggi sehingga bisa digambarkan kurva normal.

b. Distribusi nilai berdasarkan standar relatif


Dalam menggunakan standar relatif atau norm-referenced, kedudukan seseorang selalu
dibandingkan dengan kawan-kawannya dalam kelompok dan kurva penilaian selalu
berbentuk kurva normal. Nilai siswa selalu direntangkan sedemikian rupa sehingga
tersebar dari nilai tinggi ke nilai rendah, dengan sebagian besar terletak pada nilai sedang.

3. Standar Nilai
a. Standar Sembilan (Stanines)
Gronlund menawarkan standar nilai yang dilakukan dengan merentangkan skor-skor
siswa menjadi 9 nilai sebagai berikut:

Stanines Interpretasi
9 (4%) Tinggi (4%)
8 (7%) Di atas rata-rata (19%)
7 (12%)
6 (17%) Rata-rata (54%)
5 (20%)
4 (17%)
3 (12%) Di bawah rata-rata (19%)
2 (7%)
1 (4%) Rendah (4%)

b. Standar Enam
Perentangan nilai dengan standar 6 adalah sebagai berikut:

Standar Enam Interpretasi


9 (5%) Baik sekali
8 (10%) Baik
7 (20%) Lebih dari cukup
6 (40%) Cukup
5 (20%) Kurang
4 (5%) Kurang Sekali

Catatan:
Presentase nilai diambil dari nilai gabungan antara nilai tes normatif dan sumatif.
Penyimpangan yang mungkin terjadi adalah apabila nilai-nilai yang diperoleh
mengelompok di atas atau di bawah. Oleh karena itu terdapat ketentuan:

1) Jika nilai gabungan formatif dan sumatif hanya berkisar antara 60-100, maka rentang
nilai yang digunkan adalah 65, 70, 75, 80, 85, dan 90.
2) Jika nilai gabungan formatif dan sumatif hanya berkisar antara 4-59, maka rentang
nilai yang digunakan adalah 40, 45, 50, 55, 60, 65.

c. Standar Eleven (Stanel)


Sistem penilaian ini membagi skala menjadi 11 golongan , yaitu angka 0-10 yang satu
dengan lainnya berjarak sama. Tiap-tiap angka menempati interval 0,55 SD, bertitik tolak
dari mean= 5 yang menempati jarak antara -0,275 SD sampai +0,275 SD. Seluruh jarak
yang digunakan adalah dari -3,025 SD sampai +3,025 SD. Dasar pikiran untuk stanel ini
adalah bahwa jarak praktis dalam kurva normal adalah 6 SD yang terbagi atas 11 skala.

d. Standar Sepuluh
Tahap-tahap dalam mengubah skor mentah menjadi berskala 1-10:
1) Menyusun distribusi frekuensi angka-angka atau skor-skor mentah.
2) Menghitung rata-rata skor (mean).
3) Menghitung Deviasi Standar atau Standar Deviasi.
4) Metransformasi (mengubah) angka-angka mentah ke dalam nilai berskala 1-10.

e. Standar Lima
Selain mengemukakan penyebaran nilai dengan angka, Gronlund juga mengemukakan
penyebaran nilai dengan huruf yang digambarkan dengan kurva normal sebagai berikut.

Catatan:
1) F berarti Fail atau gagal.
2) Rentangan presentase tersebut hanya berlaku pada populasi yang sangat heterogen.
Apabila populasi telah terseleksi akibat kenaikan kelas atau pindah ke tingkat, maka
golongan F yang ada di ekor kiri akan berkurang.

Anda mungkin juga menyukai