Anda di halaman 1dari 4

M. Fakhri Hamas, S.

Ked

712015060

Assalamualaikum wr.wb.

Innalhamdalillahi nahmaduhu wanasta’iinuhu wanastaghfiruhu Wana’udzubiillah


minsyurruri ‘anfusinaa
waminsayyi’ati ‘amaalinnaa Manyahdihillah falah mudhillalah
Wa man yudhlil falaa haadiyalah
Wa asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah
wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh.

TAWAKAL: Kunci Kekuatan dan Kelapangan Hati Seorang Mukmin


Definisi tawakal
Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hakikat tawakal adalah hati benar-benar bergantung
kepada Allah dalam rangka memperoleh maslahat (hal-hal yang baik) dan menolak mudhorot
(hal-hal yang buruk) dari urusan-urusan dunia dan akhirat”
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tawakal adalah menyandarkan permasalahan
kepada Allah dalam mengupayakan yang dicari dan menolak apa-apa yang tidak disenangi,
disertai percaya penuh kepada Allah Ta’ala dan menempuh sebab (sebab adalah upaya dan
aktifitas yang dilakukan untuk meraih tujuan) yang diizinkan syari’at.”
Syarat-Syarat Tawakal
Untuk mewujudkan tawakal yang benar dan ikhlas diperlukan syarat-syarat. Syarat-syarat ini
wajib dipenuhi untuk mewujudkan semua yang telah Allah janjikan. Para ulama menyampaikan
empat syarat terwujudnya sikap tawakal yang benar, yaitu:
1. Bertawakal hanya kepada Allah saja. Allah berfirman: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang
ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka
sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Rabb-mu tidak lalai dari apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Huud: 123).
2. Berkeyakinan yang kuat bahwa Allah Maha mampu mewujudkan semua permintaan dan
kebutuhan hamba-hamba-Nya dan semua yang didapatkan hamba hanyalah dengan pengaturan
dan kehendak Allah. Allah berfirman,“Mengapa kami tidak bertawakal kepada Allah padahal Dia
telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap
gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang
yang bertawakal itu berserah diri.” (QS. Ibrahim: 12).
3. Yakin bahwa Allah akan merealisasikan apa yang di-tawakal-kan seorang hamba apabila ia
mengikhlaskan niatnya dan menghadap kepada Allah dengan hatinya. Allah berfirman, “Dan
barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.“ (QS. Ath-Thalaq: 3).
4. Tidak putus asa dan patah hati dalam semua usaha yang dilakukan hamba dalam memenuhi
kebutuhannya dengan tetap menyerahkan semua urusannya kepada Allah. Allah berfirman, “Jika
mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Ilah
selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Arsy yang
agung.’”(QS. At-taubah: 129).
Apabila seorang hamba bertawakal kepada Allah dengan benar-benar ikhlas dan terus mengingat
keagungan Allah, maka hati dan akalnya serta seluruh kekuatannya akan semakin kuat
mendorongnya untuk melakukan semua amalan. Dengan besarnya tawakal kepada Allah akan
memberikan keyakinan yang besar sekali bahkan membuahkan kekuatan yang luar biasa dalam
menghadapi tantangan dan ujian yang berat. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan apabila Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya maka tidak ada yang bisa
menyingkapnya selain Dia, dan apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang
bisa menolak keutamaan dari-Nya. Allah timpakan musibah kepada siapa saja yang Dia
kehendaki, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107)

Dengan mendasarkan diri pada keyakinan bahwa hanya Allah saja yang dapat memberikan
kemudharatan maka seorang mukmin tidak akan gentar dan takut terhadap tantangan dan ujian
yang melanda, seberapapun besarnya, karena dia yakin bahwa Allah akan menolong hambaNya
yang berusaha dan menyandarkan hatinya hanya kepada Allah. Dengan keyakinan yang kuat
seperti inilah muncul mujahid-mujahid besar dan ulama-ulama pembela agama Islam yang
senantiasa teguh di atas agama Islam walaupun menghadapi ujian yang besar, bahkan mereka rela
mengorbankan jiwa dan raganya untuk agama Islam.
Tawakal yang sebenarnya kepada Allah Ta’ala akan menjadikan hati seorang mukmin ridha
kepada segala ketentuan dan takdir Allah, yang ini merupakan ciri utama orang yang telah
merasakan kemanisan dan kesempurnaan iman. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha dengan Allah Ta’ala
sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai rasulnya”
Setiap hari, dalam setiap sholat, bahkan dalam setiap raka’at sholat kita selalu membaca ayat yang
mulia, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’; hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan
hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan… Oleh sebab itu bagi seorang mukmin, tempat
menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan selain-Nya. Kepada
Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan kepada Allah saja hendaknya kalian bertawakal, jika
kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Ma’idah: 23). Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban
menyandarkan hati semata-mata kepada Allah, karena tawakal adalah termasuk ibadah.
Tawakal yang Salah
Kesalahan dalam memahami dan mengamalkan tawakal akan menyebabkan rusaknya iman dan
bisa menyebabkan terjadi kesalahan fatal dalam agama, bahkan bisa terjerumus dalam kesyirikan,
baik syirik akbar (syirik besar) maupun syirik asghar (syirik kecil). Adapun kesalahan dalam
tawakal yang menyebabkan terjerumus dalam syirik akbar adalah seseorang bertawakal kepada
selain Allah, dalam perkara yang hanya mampu diwujudkan oleh Allah. Misalnya: bertawakal
kepada makhluk dalam perkara kesehatan, bersandar kepada makhluk agar dosa-dosanya diampuni
atau bertawakal kepada makhluk dalam kebaikan di akhirat atau bertawakal dalam meminta anak
sebagaimana yang dilakukan para penyembah kubur wali.
Adapus jenis tawakal yang termasuk dalam syirik asghar adalah bertawakal kepada selain Allah
yang Allah memberikan kemampuan kepada makhluk untuk memenuhinya. Misalnya:
bertawakalnya seorang istri kepada suami dalam nafkahnya, bertawakalnya seorang karyawan
kepada atasannya. Termasuk dalam syirik akbar maupun asghar keduanya merupakan dosa besar
yang tidak akan terampuni selama pelakunya tidak bertaubat darinya.

Wassalamualaikum, wr. wb.

Anda mungkin juga menyukai