1. Definisi Pengangkutan
manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini unsur-unsur
pengangkutan adalah:47
ruang lalu lintas jalan.48 Jadi dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan
Angkutan dapat berarti suatu proses atau gerakan dari suatu tempat
tempat yang lain. Jika dirumuskan dalam suatu kalimat yang dimaksud
47
Ridwan Khairandy Et. Al., Pengantar Hukum Dagang I, (Yogyakarta: Gama Media
Yogyakarta, 2006), hlm 195.
48
Lihat Pasal 1 Angka (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
27
angkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam
pengangkut mekanik.
49
H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Transportasi di Perairan berdasarkan UU No. 17
Tahun 2008, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hlm 5-6.
50
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 12-13.
51
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 16-19.
28
a. Bersifat Publik
kesejahteraan rakyat.
masyarakat.
masyarakat luas.
b. Bersifat Perdata
itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan atau didukung
29
2) Asas koordinatif, yakni pihak-pihak dalam pengangkutan
suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna
dan nilai. Disini jelas meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan
dari pengangkutan, yang artinya apabila daya guna dan nilai di tempat yang
baru itu tidak naik, maka pengangkutan tidak perlu diadakan, sebab
52
Ibid., hlm 1.
30
Dalam hal pengangkutan barang, pengangkutan dilakukan karena nilai
barang akan lebih tinggi ditempat tujuan daripada di tempat asalanya. Oleh
diangkut. Nilai itu akan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
waktunya
53
Zainal Asikin, op. cit., hlm 154.
54
Ibid., hlm 156.
31
d. Meningkatkan nilai tanah (land value)
labour)
untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna
bagi penumpang atau barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan yang
dunia. Sedangkan arti selamat jika yang diangkut adalah barang maka
kemusnahan.55
a. Pengangkutan Darat
55
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke IV, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2008) hlm 16.
32
mengenai tanggung jawab pengangkut ditetapkan dalam Pasal 28 ayat
rugi.56
56
R. Subekti, op. cit., hlm 71-72.
33
Angkutan Jalan (pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992
b. Pengangkutan Perairan
57
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke IV, op. cit., hlm 18.
58
Sapto Sardjono, Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, (Jakarta: Simplex, 1985), hlm 5-6.
34
Pengaturan mengenai pengangkutan laut terdapat dalam:
Pelayaran),
c. Pengangkutan Udara
Hukum udara Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu hukum udara
59
G. Kartasapoetra dan E. Roekasih, Segi-Segi Hukum dalam Charter dan Asuransi Angkutan
Udara, (Bandung: Armico, 1981), hlm 5.
60
H.M.N. Purwosujipto, op. cit., hlm 90.
35
penyelenggaraan angkutan udara dilaksanakan untuk memenuhi
tersebut.62
61
H.K. Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara Dan Hukum Ruang Angkasa, (Bandung:
Alumni, 1987), hlm 63.
62
Hartono Hadisuprapto, et. all., Pengangkutan dengan Pesawat Udara, (Yogyakarta:
Perpustakaan FH UII, 1988), hlm 3-4.
36
barang khusus dan barang berbahaya, serta tanggung jawab
orang. Orang menurut konsep hukum terdiri atas manusia dan badan hukum.
ciptaan tuhan yang dilengkapi dengan akal, perasaan dan kehendak. Badan
hukum adalah subjek hukum menurut konsep yuridis, sebagai badan ciptaan
63
H.K. Martono, Pembajakan Angkutan dan Keselamatan Penerbangan, (Jakarta: Gramata
Publishing, 2011), hlm 86.
64
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Seminar Hukum Pengangkutan Udara, (Jakarta:
Binacipta, 1980), hlm 187
37
manusia.65 Subjek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki hak dan
65
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010),
hlm 23.
66
Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm 71.
67
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 45.
68
Ibid., hlm 46-58.
38
3. Pengirim adalah pihak yang menggunakan jasa angkutan dan
diangkut.
kapal.
bagi subjek hukum dan yang menjadi objek hukum dari suatu hubungan
hukum adalah hak. Oleh karena itu, dapat dikuasai oleh subjek hukum.69
69
Neng Yani Nurhayani, op. cit., hlm 75.
39
pengangkut, dan biaya yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum
pengangkutan niaga, yaitu dapat terpenuhinya kewajiban dan hak para pihak
berikut:
atau penumpang. Alat angkut misalnya seperti kapal, kereta api, bus, mobil
barang, pesawat.
B. PERJANJIAN PENGANGKUTAN
pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari
70
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 59.
71
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 183.
40
satu tempat ke lain tempat, sedangkan pihak lainnya menyanggupi
membayar ongkosnya.72
barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
72
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hlm 69.
73
Zainal Asikin, loc. cit.
74
H.M.N Purwosujipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3, (Jakarta:
Djambatan, 1981), hlm 2.
41
dari salah satu pihak baik pengangkut maupun pengirim/penumpang.
Selain itu dapat secara tidak langsung dengan menggunakan jasa perantara
diatur dalam bagian III buku I KUHD, tetapi diatur dalam bagian II buku
yakni bedasarkan tempat, tanggal, dan tanda tangan yang tertulis pada
dokumen angkutan.76
bahwa perjanjian sudah terjadi dan biaya angkutan sudah dibayar. Dengan
demikian perjanjian sudah terjadi dan mengikat sejak tanggal yang tertera
maka perjanjian sudah terjadi dan mengikat sejak barang dimuat dalam
75
Ibid., hlm 90.
76
Ibid., hlm 91.
77
Ibid., hlm 92.
42
Setelah perjanjian itu terjadi maka hal yang terpenting adalah
yaitu:78
keinginan yang disimpan dalam hati, tidak dapat diketahui oleh pihak lain
78
Ridwan Khairandi, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan, Bagian
Pertama, (Yogyakarta: FH UII Press, 2014), hlm 168.
79
Ibid., hlm 168.
80
Firman F. Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, (Bandung: Mandar Maju, 2014), hlm
76.
43
pihak lawan menyatakan menerima atau menyetujui kehendak, baru terjadi
hukum. Pada dasarnya setiap orang sepanjang tidak ditentukan lain oleh
Dalam Pasal 1329 KUHPer menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap
yaitu:84
undang-undang.
81
Ridwan Khairandi, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan, Bagian
Pertama, op. cit., hlm 169.
82
Firman F. Adonara, op. cit., hlm 76.
83
Ibid., hlm 84.
84
Ridwan Khairandi, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan, Bagian
Pertama, op. cit., hlm 176.
44
memberikan sesuatu, berbuat sesuati, atau tidak berbuat sesuatu. Prestasi
Syarat sah keempat adalah kausa hukum yang halah. Kausa yang
karena syarat suatu hal tertentu dan kausa hukum yang halal adalah
mengenai objek dari perjanjian.87 Apabila syarat pertama dan syarat kedua
pengadilan, tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan dan tidak
para pihak. Adapun jika syarat ketiga dan keempat tidak dipenuhi oleh para
85
Ibid., hlm 186.
86
Ibid., hlm 186.
87
Mariam Darus Badrulzaman, et. al., Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2001), hlm 73.
88
Firman F. Adonara, op. cit., hlm 87.
45
3. Dokumen dalam Pengangkutan
yaitu:
angkutan laut dan perairan darat, surat muatan udara dan tiket
454 KUHD tentang perjanjian charter kapal, pasal 504 dan 506 KUHD
89
H. M. Hudi Asrori S., Mengenal Hukum Pengangkutan Udara, (Yogyakarta: Kreasi Wacana,
2010), hlm. 41.
46
Pada Pasal 90 KUHD ditentukan bahwa surat angkutan merupakan
ganti kerugian.
90
Sution Usman Adji, et. al., op. cit., hlm. 16.
91
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, op. cit., hlm 107
47
Berakhirnya perjanjian pengangkutan tidak sama dengan
ditulis dalam surat muatan. Pengertian tempat tujuan tidak selalu sama
tempat tersebut, tetapi ada tempat lain yang disepakati sebagai tempat
Perjanjian dalam bahasa arab disebut dengan akad. Akad atau al-
‘akd secara bahasa berarti al-rabth atau ikatan atau mengikat. Al-rabth
salah satu pada yang lainnya sehingga keduanya saling bersambung dan
mengenai akad atau janji yaitu antara lain sebagai berikut; QS. Al-Maidah
perikatan) di antara kamu”. Selain itu dalam QS. Ali Imran ayat 76 “Ya,
siapa saja menepati janjinya dan takut kepada Allah, sesungguhnya Allah
92
Ibid., hlm 108.
93
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002),
hlm 75.
48
Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh
perikatan oleh satu pihak yang biasanya disebut sebagai pihak pertama.
pihak lain (pihak kedua) untuk menyetujui atau menerima pernyataan ijab.94
Akad adalah salah satu bentuk perbuatan hukum atau disebut dengan
Tasharruf qauli terbagi dua yaitu aqdi dan bukan aqdi. Aqdi
maka timbil bagi kedua belah pihak haq dan iltijam yang diwujudkan oleh
94
Ibid., hlm 76-77.
95
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cetakan Kesembilan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2014), hlm 43.
96
Ibid., hlm 43-44.
49
di kalangan fuqaha berkenaan dengan rukum akad. Secara umunya rukun
pengangkut itulah yang bertanggung jawab. Jadi dapat dikatakan bahwa hal
ini bersifat pasif. Sebaliknya pada perjanian pengangkutan orang, tidak ada
97
Ibid., hlm 46.
98
Zainal Asikin, op. cit. hlm 154.
50
penyerahan subjek hukum itu kepada pengangkut. Mereka memiliki
sebagai berikut:
1) Kendaraan Bermotor
99
Sution Usman Adji, et. al., op. cit., hlm. 80.
100
Lihat Pasal 1 Angka (8) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
51
a) Sepeda motor
rumah.101
b) Mobil penumpang
3500 kilogram.102
c) Mobil bus
kilogram.103
d) Mobil barang
101
Lihat Pasal 1 Angka (20) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
102
Lihat Pasal 1 Angka (10) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
103
Lihat Pasal 1 Angka (11) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
104
Lihat Pasal 1 Angka (12) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
52
e) Kendaraan khusus
105
Lihat Penjelasan Pasal 47 Ayat (2) huruf e UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
106
Lihat Pasal 1 Angka (9) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Linta dan Angkutan Jalan.
107
H.M.N Purowsujipto, op. cit., hlm 77-78.
53
3) Pengangkutan barang muatan : barang-barang yang beratnya lebih
berwenang untuk:
108
Lihat Pasal 139 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
54
c) melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila barang yang
a. Pengangkut
109
Zainal Asikin, op. cit. hlm 163
110
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit. hlm 46.
111
Achmad Insani, Hukum Dagang, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1984), hlm. 407.
112
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke IV, op. cit., hlm 64.
55
mengangkut barang yang dimaksud adalah kendaraan bermotor umum
b. Pengirim
shipper.114
Pemilik barang dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum yang
113
Ibid., hlm 64.
114
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, op. cit. hlm 35.
115
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit. hlm 49-50.
56
c. Penerima
sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima
barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut
terhadap pengangkut.
pengirim
116
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, op. cit., hlm 376.
117
Zainal Asikin, op. cit., hlm 164.
118
H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 5-6.
57
4. Penyerahan Barang Muatan
barang.
pengirim sendiri sebagai pemilik barang atau orang lain yang bertindak
119
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, laut, dan Udara, op. cit., hlm 223-
224.
58
Konsep penyerahan barang muatan ini terjadi antara
sehingga dapat menguasai sesuatu dari orang lain, dan kewajiban dari orang lain
untuk berperilaku sesuai dengan wewenang yang ada. Isi dari wewenang dan
hubungan kewajiban dan hak secara bertimbal balik, yang timbul karena
Peristiwa hukum tersebut dapat berasal dari perjanjian atau ketentuan undang-
undang.121
120
Neng Yani Nurhayani, op. cit., hlm 75.
121
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit. hlm 107.
59
Hubungan hukum dalam pengangkutan adalah hubungan hak dan
kewajiban secara timbal balik yang timbul karena adanya perbuatan, keadaan,
atau kejadian dalam proses pengangkutan. Hak dan kewajiban yang dimaksud
dalam kegiatan pengangkutan adalah hak dan kewajiban para pihaknya yakni
pengangkutan, pada umumnya hak dan kewajiban para pihak telah dirumuskan
dalam perjanjian yang mereka buat. Namun dalam praktik, hak dan kewajiban
para pihak biasanya tertulis pada dokumen angkutan. Apabila dalam dokumen
angkutan tidak dirumuskan, maka yang diikuti adalah ketentuan yang ada pada
dalam pengangkutan.122
jelas, karena jika alasan penolakan tidak jelas maka penolakan pengangkut
122
Ibid., hlm 107-108
60
tersebut sudah merupakan wanprestasi. Dengan perjanjian yang dibuat
penerimalah yang akan membayarnya, hal ini sesuai dengan pasal 491
123
H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 4.
124
Lihat Pasal 91 KUHD
61
KUHD, kewajiban membayar uang angkutan ada pada penerima, setelah
dikirimnya.
maka sejak saat itulah penerima mulai mendapatkan haknya sesuai dengan
haknya untuk menerima barang angkutan, oleh karena itu penerima adalah
perjanjian pengangutannya.126
125
Ibid., hlm 6
126
Ibid., hlm 6
62
E. TANGGUNG JAWAB DALAM PENGANGKUTAN BARANG
jawab yang dikenal, ialah: prinsip tanggung jawab berdasarkan atas adanya
127
E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 19.
128
Ibid., hlm 19.
129
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 184-185.
63
a. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Kesalahan (Liability based
on Fault Principle)
bentuknya yang lebih moderen, prinsip ini dikenal pada tahap awal
pada pengangkut.131
130
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm 377-378.
131
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hlm 37.
132
Toto T. Suriaatmadja, op. cit., hlm 25.
133
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., hlm 346.
64
pemenuhan unsur-unsur untuk menjadikan suatu perbuatan melanggar
Liability Principle)
134
Toto T. Suriaatmadja, loc. cit.
135
H.K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 11.
65
tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti
bersalah.
sebagai berikut:139
136
Abdulkadir Muhammad, op. cit., hlm 28.
137
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 188.
138
E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 30.
139
H.K. Martono dan Agus Pramono, op. cit., hlm 14.
66
2) tanggung jawab terbatas yakni yang dibebankan pada
berlaku,
tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa
140
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm 382-383.
67
“pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul
istilah tersebut.
141
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 41.
142
E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 37.
143
Toto T. Suriaatmadja, op. cit., hlm 30.
68
2. Tanggung Jawab Pengangkut
dari tempat pemuatan sampai tempat tujuan dengan selamat. Ada dua
kemungkinan yang akan terjadi apabila barang yang dikirm tidak selamat
yaitu barang sampai pada tujuan dalam keadaan musnah atau barang
sampai pada tujuan dalam keadaan rusak. Barang musnah artinya barang
sehingga harus memberikan ganti rugi atas barang yang musnah atau rusak.
seperti cacat pada barang itu sendiri, karena kesalahan atau kelalaian
144
H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, op. cit., hlm 167.
145
H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 35-34.
69
Cacat pada barang artinya memang adanya sifat pembawaan dari
barang itu sendiri yang menyebabkan rusak atau terbakarnya barang dalam
sehingga dari sifat bawaan inilah yang memudahkan terjadinya cacat pada
memaksa ada dua jenis yaitu keadaan memaksa objektif dan keadaan
146
Ibid., hlm 36.
147
Ibid., hlm 37.
148
Ibid., hlm 37.
70
Dalam praktek, umumnya terjadi pengurangan atau penghapusan
jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang
suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena
71