Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 1

“ PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL DI MASA BAYI”

DOSEN PENGAMPU : Nisa Fitriani, M.Si.

Kelompok 5 :

Nurmala Afdiyatul Inayah ( 12308183011 )

Siti Febiyanti Khoiriyah ( 12308183013 )

Ana Wardina Umiaji ( 12308183017 )

Bella Meiga Rahmawati ( 12308183030 )

Restu Ilhami ( 12308183042 )

PSIKOLOGI ISLAM I-A

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat
fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah
Psikologi Perkembangan 1 dengan bab “Perkembangan Sosioemosi di Masa Bayi”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen pengampu mata
kuliah Psikologi Perkembangan kami Ibu Nisa Fitriani yang telah membimbing kami dalam menulis makalah
ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tulungagung, 12 September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................................................... 1


B. RUMUSAN PERMASALAHAN .................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................................................... ii

A. KEHIDUPAN EMOSIONAL DAN ARTI INDUNGAN .....................................................................2

B. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL BAYI ................................................................................................ 2

PERKEMBANGAN EMOSI ..........................................................................................................3

PERKEMBANGAN TEMPERAMEN ...........................................................................................6

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ............................................................................................7

PEKERMBANGAN RASA PERCAYA (TRUST) ........................................................................8

PERKEMBANGAN ATTACHMENT (KETERIKATAN) .............................................................8

PERKEMBANGAN OTONOMI ..................................................................................................10

C. PERKEMBANGAN KECERDASAN SOSIOEMOSIONAL BAYI .................................................11


D. PERKEMBANGAN SOSIAL PADA BAYI..............................................................................................14

BAB III PENUTUP .............................................................................................................................................18

A. KESIMPULAN ...............................................................................................................................................18
B. SARAN ............................................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bayi merupakan makhluk sosioemosi yang mampu memperlihatkan emosi yang mampu
memperlihatkan emosi dan berinisiatif dalam interaksi sosial dengan orang yang ada didekatnya.
Bayi tidak hanya mengekspresikan emosi, namun juga memiliki temperamen yang bervariasi. Ada
bayi yang aktif,pemalu,pemarah, dan lain lain.

Perkembangan sosioemosional pada bayi merupakan bagian dari perkembangan manusia


sejak ia lahir hingga meninggal. Perkembangan sosioemosional merupakan luapan perasaan seorang
bayi pada keadaan lingkungan sekitar, baik keluarga, lingkungan masyarakat dan yang lebih luas
pencangkupannya. Perkembangan sosioemosional bayi sangat penting untuk dipelajari karena kita
dapat mengetahui bagaimana perkembangan emosi bayi dan faktor penyebabnya.

Sebagai calon pendidik kita harus mengetahui beberapa aspek tentang perkembangan anak
diantaranya perkembangan sosioemosional anak dimulai dari tahap usia bayi seperti perkembangan
sosioemosional yang dialami pada bayi. Dengan kita memahami perkembangan tersebut kita akan
lebih mudah dalam mengenali emosi bayi. Mengetahui perkembangan peserta didik merupakan
salah satu kebanggaan tersendiri bagi seorang pendidik. Seorang pendidik yang mengetahui
perkembangan peserta didik pasti lebih mudah dalam menentukan pendekatan maupun metode yang
akan digunakan dalam membentuk tingkah laku atau kepribadian peserta didik.

Di makalah ini menjelaskan tentang perkembangan sosioemosi di masa bayi, karna emosi
penting untuk perkembangan dan emosi merupakan warna dan music kehidupan.

B. RUMUSAN PERMASALAHAN

Adapun rumusan permasalahan dalam makalah ini antara lain :

1. Bagaimana kehidupan sosial bayi dan arti indungan?


2. Bagaimana perkembangan psikososial di masa bayi?
3. Bagaimana perkembangan kecerdasan sosioemosional pada bayi?
4. Bagaimana perkembangan sosial pada bayi?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEHIDUPAN EMOSIONAL DAN ARTI INDUNGAN

Perkembangan kehidupan emosional bayi itu sudah terbina sejak ia masih berupa janin
dalam kandungan ibunya, yaitu berlangsung melalui unitas kehidupan psikis di antara ibu dan
janinnya. Penghayatan psikis dan semua emosi ibu itu “menular”, ikut dialami oleh calon bayinya
Sarjana Harry Stack Sullivan menyebut kaitan emosional ini sebagai empati.

Bayi sangat membutuhkan komunikasi human dengan ibunya, dengan berupa


didukung,dibuai,dibelai-belai sayang, dirangkul, diayun, didendangkan, ditepuk-tepuk penuh
kasih,diajak bicara, dipuji, dan lain lain. Maka bermacam macam tingkah laku diserta rasa kasih-
sayang, kelembutan, comfort (kenikmatan, kesenangan), upaya menghibur, perlindungan,jaminan
keamanan,kontak mesra, dan gurau bermain itu disebut sebagai “mothering” atau jika
diterjemahkan adalah mengindung.

Setiap bayi yang normal pasti akan mendambakan indungan dan kemesraan ibu. Peristiwa
ini merupakan kebutuhan primer dan kebutuhan naluriah,disamping kebutuhan vitalnya untuk
mendapatkan air susu ibu dan pemeliharaan.

Dalam berlalunya waktu, kontak penuh kasih-sayang dengan orang tua itu bukan hanya
merupakan sumber kepuasan dan kebahagiaan saja, akan tetapi juga bisa memperkuat kepribadian
anak dalam menanggung semua bentuk duka derita, luka dan kememaran, sebagai akibat dari
macam-macam deraan hidup. Selain itu juga penting sekali bagi perkembangan karakter/watak dan
kehidupan emosionalnya yang akan mewarnai sikap hidup serta relasinya dengan individu lain.

Support psikologis dengan jalan kontak fisik dan indungan ayah-bunda itu sama besar
nilainya dengan lindungan fisik dan kehangatan-keamanan ketika bayi masih ada dalam Rahim
ibunya. Jadi ada proses “pendidikan” sejak bayi ada dalam kandungan ibunya.

B. PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL BAYI

Perkembangan psikososial berhubungan dengan perubahan-perubahan perasaan atau emosi


dan kepribadian serta perubahan dalam sebagaimana individu berhubungan dengan orang lain.
2
Masa bayi adalah masa ketika anak-anakmulai belajar berjalan, berpikir, berbicara, dan merasakan
sesuatu. Meskipun dalam pemenuhan kebutuhannya bayi masih sangat tergantung pada
pengasuhnya, namun bukan berati mereka sama sekali pasif. Sebab, sejak lahir, pengalaman bayi
semakin bertambah dan ia berpartisipasi aktif dalam perkembangan psikososialnya sendiri,
mengamati dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Sebagai bayi yang sedang tumbuh menjadi lebih dewasa, dia memiliki kedekatan dan
keterikatan emosional dengan orang-orang yang penting dalam hidupnya. Hal ini terlhat misalnya,
bayi menangis ketika didekati oleh orang yang tidak dikenalnya, dan dia menyambut hangat
kedatangan ibu atau ayahnya. Bayi juga berpartisipasi dalam menjalin hubungan dengan cara-cara
yang lebih halus, seperti ikut bermain bersa,a saudaranya yang lebih tua. Lebih dari itu, bayi juga
menyatakan perasaan atau kebutuhannya dengan cara-cara yang membingungkan. Misalnya ketika
orang tuanya memberikan makanan tertentu, ia menolak. Tetapi ketika makanan tersebut diberikan
oleh seorang baby sister, ia menerimanya dengan perasaan senang

Perilaku demikian menunjukkan adanya dua tema utama dalam perkembangan psikososial
selama bayi, yaitu kepercayaan dan otonomi. Bayi juga mempelajari apa yang diharapkan dari
orang-orang yang penting dari hidupnya. Mereka mengembangkan suatu perasaan mengenai siapa
yang mereka senangi atau tidak mereka senangi dan makanan apa yang mereka sukai atau tidak.

Dalam uraian berikut akan dijelaskan beberapa hal penting yang berkaitan dengan
perkembangan psikososial pada masa bayi, diantaranya emosi, temperamen, dan attachment
(keterikatan)

PERKEMBANGAN EMOSI

Emosi ialah keadaan tersentuhnya perasaan, merupakan warna dan musik kehidupan, dan
tali yang menyatukan orang-orang. Definisi emosi sendiri adalah perasaan atau afek yang terjadi
ketika seseorang berada dalam suatu kondisi atau sedang terlibat dalam interaksi yang penting
baginya. Emosi ditandai oleh perilaku yang mencerminkan rasa senang atau tidak senang dari
seseorang yang sedang berada dalam kondisi atau transaksi

Untuk dapat memahami secara pasti mengenai kondisi emosi bayi adalah sangat sukar,
sebab informasi mengenai aspek emosi yang subyektif hanya dapat diperoleh dangan cara
introspeksi; sedangkan bayi –sesuai dengan usianya yang masih sangat muda− tidak dapat
menggunakan cara tersebut dangan baik. Beberapa ahli mencoba memahami kondisi emosi bayi
melalui ekspresi tubuh dan wajah, namun para ahli psikologi lain mempertanyakan seberapa

3
penting kedua ekspresi tubuh dan wajah itu dapat menentukan apakan bayi berada dalam suatu
emosional tertentu.

Meskipun demikian, para ahli telah lama mempercayai bahwa kemampuan untuk
berinteraksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir seperti, menangis, tersenyum,
dan frustrasi. Bahkan bebrapa peneliti percaya bahwa beberapa minggu setelah lahir, bayi dapat
memperlihatkan bermacam-macam ekspresi dari semua emosi dasar, termasuk kebahagiaan,
perhatian, keheranan, ketakutan, kemarahan, kesedihan dan kemuakan sesuai dengan situasinya
(Campos et al., 1983). Di samping ada sejumlah emosi yang sudah berfungsi sejak lahir, ada pula
emosi lain yang dipengaruhi oleh factor pematangan (maturation) dan pengalaman (belajar).

Untuk mengetahui apakah bayi benar-benar mengekspresikan emosi tertentu, Carroll Izard
(1982) telah mengembangkan suatu system pengkodean ekspresi wajah bayi yang berkaitan emosi
tertentu yang dikenal dengan Maximally Discriminative Facial Movement Coding System (MAX).
berdasarkan system klasifikasi Izard, diketahui beberapa emosi selama masa bayi, yaitu:
kegembiraan tertawa diekspresikan pada usia 5 hingga 8 bulan, dan emosi-emosi yang lebih rumit
seperti malu, kebingungan, rasa bersalah, cemburu, dan kebanggaan diekspresikan selama anak
belajar berjalan. Secara singkat mengenai perkembangan emosi bayi dapat ditunjukkan dalam table
berikut:

Umur Umur Ekspresi Emosi

0 – 1 bulan Senyuman refleksif

3 bulan Senyum sosial

3 – 4 bulan Kehati-hatian

4 bulan Keheranan

4 – 7 bulan Kegembiraan, kemarahan

5 – 9 bulan Ketakutan

18 bulan Malu

Ekspresi berbagai emosi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi
perkembangan anak. Bretherton et al., (1981) menyebutkan 3 fungsi utama ekspresi emosi bayi,
yaitu (1) adaptasi dan kelangsungan hidup, (2) regulasi, dan (3) komunikasi. Sehubungan dengan
4
fungsi penyesuaian diri dan kelangsungan hidup, berbagai ketakutan (seperti takut gelap atau takut
akan perubahan tiba-tiba di dalam lingkkungan), adalah bersifat adaptif, karena ada kaitan yang
jelas antara gejolak perasaan dengan kemungkinan bahaya. Berkaitan dengan fungsi pengaturan,
emosi mempengaruhi informasi yang diseleksi anak-anak dari dunia persepsi dan perilaku yang
mereka perlihatkan. Anak-anak yang sedang gembira misalnya, cenderung lebih mengikuti apa
yang sedang mereka pelajari dibandingkan dengan anak-anak yang sedang merasa sedih.
Kemudian, berkaitan dengan fungsi komunikasi, anak-anak menggunakan emosi untuk
menginformasikan pada orang lain tentang perasaan-perasaan dan kebutuhan-kebutuhannya.

Ahli terkemuka di bidang perkembangan emosional bayi, Michael Lewis membedakan


antara emosi primer dan emosi sadar-diri. Emosi Primer adalah emosi yang dimiliki oleh manusia
dan hewan. Emosi ini mencangkup rasa gembira,terkejut,sedih,marah,takut,jijik. Emosi ini mulai
diekspresikan dalam enam bulan pertama kehidupan bayi manusia.Sedangkan emosi sadar-diri
mencangkup rasa cemburu,empati,malu,terkejut,menyesal dan rasa bersalah. Emosi ini memerlukan
kewaspadaan diri yang melibatkan kesadaran dan rasa “keakuan”

Bayi mengekspresikan emosinya kepada orang tua dengan tangisan dan senyuman. Bayi
memiliki beberapa jenis tangisan dan senyuman yang dapat mengekspresikan emosinya untuk
berinteraksi dengan orang lain. Adapun penjelasannya yaitu:

 Tangisan dasar (basic cry), adalah suatu tangisan dengan pola berirama yang terdiri
dari satu tangisan-diam sesaat-siulan pendek dengan nada lebih tinggi-diam sesaat-
tangis berikutnya. Beberapa ahli meyakini bahwa tangisan dasar didorong oleh rasa
lapar.
 Tangisan kemarahan (anger cry), adalah variasi dari tangisan dasar dengan lebih
banyak udara yang dikeluarkan melalui tali suara. Tangisan ini merupakan ekspresi
kemarahan dari bayi.
 Tangisan kesakitan, pola tangisannya spontan yang panjang dan tiba-tiba, diikuti
menahan nafas cukup tama. Tangisan ini terjadi tanpa rintihan/erangan pendahuluan.
 Senyuman refleksif, adalah suatu senyuman yang tidak terjadi sebagai respons
terhadap stimuli eksternal dan muncul selama satu bulan pertama setelah kelahiran,
biasanya selama tidur
 Senyuman sosial, senyuman ini terjadi sebagai respons terhadap stimulus eksternal
dan sudah terjadi ketika bayi berusia 2 bulan.

Selain tangisan dan senyuman, bayi juga dapat mengekspresikan rasa takut. Rasa takut pada
bayi biasanya mulai muncul pada usia sekitar 6 bulan dan mencapai puncaknya di usia 18 bulan.
5
Ekspresi takut yang paling sering diperlihatkan oleh bayi adalah kecemasan terhadap orang asing
(stanger anxiety) yakni bayi menunjukkan rasa takut dan khawatir terhadap orang asing. Selain itu,
bayi juga takut jika dipisahkan dari pengasuhnya, yakni protes terhadap pemisahan (separation
protest).

Selama satu tahun pertama, bayi secara bertahap mengembangkan kemampuan untuk
menahan diri atau meminimalisir intensitas dan lamanya emosi mereka. Secara neurobiologis,
tindakan pengasuh akan mempengaruhi regulasi emosi bayi. Kontroversi masih melingkupi
pertanyaan bagaimanakah respons yang sebaiknya diberikan oleh orang tua terhadap bayinya yang
menangis karna ditakutkan bayi akan menjadi manja. Sebagai orang tua seharusnya dapat
menimbangkan usia bayi, jenis tangisan serta situasi dan kondisinya.

PERKEMBANGAN TEMPERAMEN

Temperamen adalah perbedaan kualitas dan intensiras respons emosional serta pengaturan
diri yang memunculkan perilaku individual yang terlihat sejak lahir, yang relative stabil dan
menetap dari waktu ke waktu dan pada semua situasi, yang dipengaruhi oleh interaksi antara
pembawaan, kematangan, dan pengalaman.

Sejak lahir, bayi memperlihatkan berbagai aktivitas individual yang berbeda-beda. Beberapa
bayi sangat aktif menggerakkan tangan, kaki, dan mulutnya tanpa henti-hentinya, tetapi bayi yang
lain terlihat lebih tenang. Sebagian bayi merespons dengan hangat kepada orang lain, sementara
yang lain cerewet, rewel dan susah diatur. Semua gaya perilaku ini merupakan temperamen seorang
bayi.

Kebanyakan peneliti mengakui adanya perbedaan dalam kecenderungan reaksi utama,


seperti kepekaan terhadap rangsangan visual atau verbal, respons emosional, dan keramahan dari
bayi yang baru lahir. Penelitian Alexander Thomas & Stella Chess (1977) misalnya,
memperlihatkan adanya perbedaan dalam tingkatan aktivitas bayi, keteraturan dari fungsi jasmani
(makan, tidur, dan buang air), pemdekatan terhadap stimuli dan situasi baru, kemampuan
beradaptasi dengan situasi dan orang-orang baru, reaksi emosional, kepekaan terhadap rangsangan,
kualitas suasana hati, dan jangkauan perhatian.

Dari hasi penelitian ini, Alexander Thomas dan Stella Chess mengidentifikasikan tiga tipe
dasar atau klauster dari temperamen :

6
 Anak bertemperamen mudah (easy child) adalah anak yang pada umumnya memiliki
suasana hati positif, cepat membangun rutinitas pada masa bayi, dan mudah beradaptasi
dengan pengalaman-pengalaman baru
 Anak bertemperamen sulit (difficult child) bereaksi secara negative dan sering
menangis, melibatkan diri dalam hal-hal rutin sehari-hari secara tidak teratur, dan lambar
menerima pengalaman-pengalaman baru
 Anak bertemperamen lambat (slow-to-warm-up child) memiliki tingkat aktivitas rendah,
agak negative, dan memperlihatkan suasana hati yang rendah

Klasifikasi temperamen menurut Jerome Kagan, berfokus pada pembedaan antara anak yang
pemalu,kalem dan ragu-ragu serta anak yang mudah bergaul,ekstrovert, dan berani. Klasifikasi
lainnya menurut Mary Rothbart dan John Bates menyebutkan tiga dimensi luas yang paling baik
untuk mewakili temuan para penelitii mengenai ciri-ciri struktur temperamen antara lain :
ekstraversi/semangat menggebu, afektivitas negative, dan kendali yang diupayakan (pengaturan-
diri)

Jerone Kagan menyatakan bahwa anak-anak memiliki warisan fisiologis yang menjadikan
mereka bisa untuk memiliki jenis temperamen tertentu, namun seiring berjalannya dengan
pengalaman mereka sampai taraf tertentu mereka dapat belajar memodifikasi temperamen.

Gender dapat menjadi sebuah factor penting yang membentuk konteks dan mempengaruhi
hasil akhir temperamen. Orang tua dapat bereaksi berbeda terhadap temperamen seorang bayi
tergantung pada gender bayi tersebut. Selain gender, budaya juga mempengaruhi temperamen
seseorang. Terdapat banyak aspek dari lingkungan anak yang dapat mendorong atau mengurangi
bertahannya karakteristik temperamen. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memikirkan
mengenai relasi ini adalah penerapannya dengan konsep goodness of fit yang merujuk pada
kesesuaian antara temperamen seorang anak dengan tuntutan lingkungan yang harus diatasi anak
itu.

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

Emosi dan temperamen membentuk aspek-aspek penting kepribadian. Berikut adalah


karakter-karakteristik yang sering kali dianggap sebagai bagian utama dalam perkembangan
kepribadian di masa bayi :

 Rasa percaya, menurut Erik Erikson, bayi mempelajari rasa percaya jika mereka diasuh
secara konsisten dan hangat. Namun, jika bayi tidak diberi makan dengan baik, maka
bayi akan mengembangkan rasa tidak percaya
7
 Perkembangan penghayatan diri. Tanda tanda dari pengenalan diri mulai muncul pada
beberapa bayi pada usia mereka 15 hingga 18 bulan. Ketika berusia dua tahun,
kebanyakan anak dapat mengenali dirinya di cermin
 Kemandirian, Erikson berpendapat bahwa kemandirian versus rasa malu dan keragu-
raguan merupakan implikasi penting bagi perkembangan individu di masa depan.
Sebagai pengasuh harus sabar dan mengenali motivasi balita dalam melakukan apa yang
dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan mereka.

PERKEMBANGAN RASA PERCAYA (TRUST)

Sesuai tahap perkembangan psikososial Erikson, tahun-tahun pertama kehidupan ditandai


oleh perkembangan rasa percaya (trust) dan rasa tidak percaya (mistrust). Apa yang disebut Erikson
“rasa percaya” serupa dengan apa yang disebut Therese Benedek “kepercayaan penuh kepada
seseorang (confidence).” Akan tetapi, sebagaimana diakui oleh Erikson, ia lebih suka menggunakan
kata trust, karena dalam kata trust itu terkandung lebih banyak aspek kenaifan dan
kesalingtergantungan. Bagi seorang bayi hanya dapat dikatakan percaya (trusting), sebab terlalu
berlebihan jika dikatakan bahwa ia mempercayakan diri sepenuhnya kepada seseorang (confidence).
Lebih dari itu tambah Erikson, keadaan percaya pada umumnya mengandung tiga aspek, yaitu :

1. Bahwa bayi belajar pada kesamaan dan kesinambungan dari pengasuh di luarnya;
2. Bahwa bayi belajar percaya diri dan dapat percaya pada kemampuan organ-organnya
sendiri untuk menanggulangi dorongan-dorongan;
3. Bahwa bayi menganggap dirinya cukup dipercaya sehingga pengasuh tak perlu waspada
dirugikan.

Menurut Erikson, bukti pertama yang menunjukkan adanya kepercayaan sosial pada bayi
terlihat dalam kesenangan menikmati air susu, kepulasan tidur, dan kemudahan buang air besar.
Erikson yakin bahwa bayi mempelajari rasa percaya apabila mereka diasuh dengan cara yang
konsisten dan hangat. Ini berarti bahwa hubungan antara bayi dengan ibunya menjadi sangat
penting. Kalau ibu memberi bayi makan, membuatnya hangat, memeluk dan mengajaknya bicara,
maka bayi tersebut akan memperoleh kesan bahwa lingkungannya dapat menerima kehadirannya
secara hangat dan bersahabat. Inilah yang menjadi landasan pertama bagi rasa percaya. Sebaliknya,
kalau ibu tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, maka dalam diri bayi akan timbul rasa
ketidakpercayaan terhadap lingkungannya.

PERKEMBANGAN ATTACHMENT (KETERIKATAN)

8
Bayi yang baru lahir telah memiliki perasaan sosial,yakni kecenderungan alami untuk
berinteraksi dan melakukan penyesuaian soaial terhadap orang lain. Hal ini berkaitan dengan
kondisi bayi yang sangat lemah pada saat lahir, sehingga ia sangat membutuhkan pengasuhan dari
orang lain dalam mempertahakan hidupnya. Oleh sebab itu, tidak heran kalua bayi dalam semua
kebudayaan mengembangkan kontak dan ikatan sosial yang kuat dengan orang yang mengasuhnya,
terutama ibunya.

Kontak sosial pertama bayi dengan pengasuhnya ini diperkirakan mulai terjadi pada usia 2
bulan, yaitu pada saat bayi mulai tersenyum ketika memandang wajah ibunya. Kemampuan bayi
untuk tersenyum pada usia dini tersebut berperan dalam memperkokoh hubungan ibu dan anak.
Sebab dengan senyuman itu bayi ingin menyatakan pada ibunya bahwa ia mengenal atau
mencintainya, dan karena iitu akan mendorong ibu untuk membalas senyumannya, sehingga pada
gilirannya masing-masing saling memperkuat respons sosial. Perkembangan awal kontak sosial
pada bayi ini merupakan dasar bagi pembentukan hubungan sosial di kemudian hari.

Pada usia 12 bulan umumnya bayi melekat erat pada orang tuanya ketika ketakutan atau
mengira akan ditinggalkan. Ketika mereke bersama kembali, mereka akan mengumbar senyuman
dan memeluk orang tuanya. Tidak ada tingkah laku sosial yang lebih mencolok disbanding
kekuatan ini, dan perasaan saling cinta antara bayi dan ibu ini disebut dengan attachment.

Menurut J. Bowlby, pentingnya attachment dalam tahun pertama kehidupan bayi adalah
karena bayi dan ibunya secara naluriah memiliki keinginan untuk membentuk suatu keterikatan.
Secara biologis, bayi yang baru lahir diberi kelengkapan untuk memperoleh perilaku keterikatan
dengan ibunya. Bayi menangis, menempel, merengek, dan tersenyum. Kemudian, bayi merangkak,
berjalan perlahan-lahan, dan mengikuti ibunya. Semua tingkah laku ini tidak lain adalah untuk
mempertahankan agar ibu selalu dekat dengannya. Pada waktu yang sama, ternyata ibu juga
memiliki rasa keterikatan dengan bayinya. Ketika rasa keterikatan dengan bayi itu muncul, ibu akan
terlihat suka mengajak bayinya berbicara atau bercanda, menenangkannya, mengayun-ayunkan,
serta berusaha memenuhi kebutuhan bayi dengan sebagik-baiknya

Bowlby lebih jauh menjelaskan bahwa attachment berkembang melalui serangkai tahap,
yang sebagian ditentukan oleh perubahan-perubahan kognitif dan sebagian ditentukan oleh interaksi
yang benar-benar alami antara bayi dan pengasuhnya. Bowlby mengidentifikasikan empat tahap
perkembangan attachment pada bayi sebagaimana terlihat dalam table berikut.

Tahap Usia/bulan Tingkah Laku

9
Bayi tidak membedakan antara orang-orang dan
Tahap 1 merasa senang dengan, atau menerima dengan
0-2
Indiscriminate Sociability senang orang yang dikenal dan yang tidak
dikenal

Tahap 2 Bayi mulai mengakui dan menyukai orang-


2-7 orang yang dikenal; tersenyum pada orang
Attachment is the makin yang lebih dikenal

Bayi telah mengembangkan keterikatan dengan


Tahap 3 ibu atau pengasuh pertama lainnya dan akan
7-24
Specific, clear-cut attachment berusaha untuk senantiasa dekat dengannya;
akan menangis ketika berpisah dengannya

Sekarang bayi merasa lebih aman dalam

Tahap 4 berhubungan dengan pengasuh pertama, bayi


24 - seterusnya tidak merasa sedih selama berpisah dari ibu atau
Goal-coordinated partnerships pengasuh pertamanya dalam jangka waktu yang
lama

PERKEMBANGAN OTONOMI

Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk
menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan
menurut Erikson, otonomi atau kemandirian merupakan tahap kedua perkembangan psikososial
yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru pandai berjalan. Otonomi dibangun di atas
perkembangan kemampuan mental dan kemampuan motoric. Pada tahap ini, bayi tidak hanya dapat
berjalan, tetapi mereka juga dapat memanjat, membuka dan menutup, menjatuhkan, menolak dan
menarik, memegang dan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan prestasi ini dan ingin melakukan
segala sesuaru sendiri, apakah itu menyiram jamban, membuka bungkusan paket, atau memutuskan
yang akan dimakan. Selanjutnya, mereka juga dapat mengendalikan otot mereka dan dorongan
keinginan diri mereka sendiri

Dengan demikian, setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai
menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa
mandiri atau otonomi mereka. Mereka menyadari kemauan mereka.

10
Pada tahap ini, bila orang tua selalu memberikan dorongan kepada anak agar dapat berdiri di
atas kedua kaki mereka sendiri, sambal melatih kemampuan-kemampuan mereka, maka anak akan
mampu mengembangkan pengendalian atas otot, dorongan, lingkungan, dan diri sendiri (otonom).
Sebaliknya jika orang tua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak untuk
menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengembangkan suatu rasa malu dan ragu-ragu yang
berlebihan tentang kemampuan mereka untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan dunia mereka.

C. PERKEMBANGAN KECERDASAN SOSIOEMOSIONAL BAYI

Perkembangan emosional bayi itu terbina sejak ia masih berupa janin dalam kandungan
ibunya. Yaitu berlangsung melalui unithas kehidupan psikis diantara ibu dan janinnya. Penghayatan
psikis dan semua emosi ibu itu “manular”, ikut dialami oleh calon bayinya. Jika ibu yang
bersangkutan mengalami gangguan emosional yang sangat kuat, dan ia menolak keras
kehamilannya, banyak kemungkinannya ibu tersebut akan mengalami keguguran kandungan ;
karena bayi itu juga tak mau hidup, sebab ditolak oleh ibunya.

Ada dua ciri khusus dari emosi masa bayi :

a) Emosi bayi disertai oleh reaksi perilaku yang terlampau hebat bagi rangsangan yang
menimbulkannya, terutama dalam hal marah dan takut.
b) Emosi lebih mudah dibiasakan pada masa bayi dibandingkan pada periode-periode lain. Ini
disebabkan karena terbatasnya kemampuan intelektual pada bayi sehingga mereka mudah dan
cepat bereaksi terhadap rangsangan yang pada waktu lalu membangkitkan reaksi emosional.

Perkembangan emosional pada masa bayi pada awalnya tampil sederhana. Bayi yang berbeda
akan memberikan respons yang tidak sama pada rangsangan yang datang dan bergantung pada
pengalaman sebelumnya. Banyak faktor yang mempengaruhi respons emosional pada bayi yang
tidak saja bergantung pada kondisi fisik dan mentalnya saat rangsangan itu terjadi, namun juga
seberapa berhasilnya rangsangan tersebut memenuhi kebutuhan dirinya.

Perkembangan sosial pada masa bayi memegang peran penting untuk menentukan hubungan
sosialnya pada masa mendatang serta pola perilaku pada orang lain. Rumah merupakan pusat bayi
dibesarkan dan untuk itu dirumah pulalah fondasi hubungan sosial tersebut terbentuk. Beberapa
penelitian sosial menunjukkan betapa pentingnya fondasi sosial ini terbentuk pada masa bayi.

Perkembangan emosional pada bayi pada dasarnya dipengaruhi oleh pengalaman hidup.
Namun, pendidikan emosi dapat dimulai sejak dari awal kehidupan yang berupa respon ibu (orang
11
tua) ketika bayinya lapar. Jika bayi lapar dan ibu segera memberikan ASI dengan kasih sayang, bayi
akan tertidur dengan kedamaian setelah dirinya kenyang. Bayi percaya bahwa ibunya akan
memperhatikan kebutuhannya dan selalu siap jika dibutuhkan. Namun jika bayi lapar dan ibunya
memberikan ASI dengan perasaan marah dan jiwa yang tidak stabil, bayi pun akan merasakan
ketegangan ibunya. Bayi akan menggeliat kaku, dan akan berhenti menyusu. Bayi yang menghadapi
kondisi ibunya seperti itu akan beranggapan bahwa orang lain tidak dapat diandalkan, tidak ada
orang yang peduli akan kebutuhannya. Kondisi seperti ini akan membahayakan perkembangan
kecerdasan emosionalnya.
Kebutuhan bayi dan lahirnya emosi masih sangat tergantung pada perkembangan
lingkungan sekitar. Artinya perkembangan kecerdasan emosional sangat ditentukan lingkungannya.
Ketergantungan bayi pada lingkungannya akan semakin berkurang seiring bertambahnya usia bayi.
Lambat laun, bayi memiliki keinginan untuk melakukan segalanya secara mandiri.
Perkembangan kecerdasan emosional bayi pada usia 0-1 bulan ditentukan oleh pola makan
dan tidurnya. Bayi dapat menentukan kebutuhan makannya sendiri. jika kebutuhan makannya telah
terpenuhi, maka bayi akan tertidur. Sebaliknya jika bayi kebutuhan makannya kurang, bayi akan
susah tidur dan menangis. Kondisi ini sangat beralasan karena makan merupakan puncak
pemenuhan kebutuhan emosional bayi. Pada dasarnya, bayi sudah memiliki kemampuan untk
berpikir. Kemampuan berpikir telah dimiliki bayi pada usia 3 bulan, bayi yang menangis karena
lapar dan tertidur karena kenyang merupakan bukti bahwa bayi telah memiliki pola untuk berpikir.
Seperti yang terjadi pada orang dewasa, bermimpi dapat dialami oleh bayi. Bayi sering bermimpi
sedang makan, ditnjukkan dengan gerakan bibir yang sedang menyusu. Selain itu bayi memiliki
kemampuan untuk belajar dan mengembangkan kemampuannya.
Perkembangan emosi pada bayi awalanya nampak sederhana, yang berbeda akan
memberikan respon yang tidak sama pada rangsangan yang datang dan bergantung pada
pengalaman sebelumnya. Banyak faktor yang mempengaruhi emosional pada bayi yang tidak saja
bergantung pada kondisi fisik dan mentalnya saat rangsangan itu terjadi , namun juga seberapa
berhasilnya rangsangan tersebut memenuhi kebutuhan dirinya. Perkembangan emosional pada masa
bayi sangat penting perannya untuk menentukan hubungan sosialnya pada mendatang serta pola
perilaku pada orang lain. Rumah merupakan pusat tempat dibesarkan dan untuk itu di rumah
pulalah fondasi sosial tersebut terbentuk.
Mengapa emosi anak bisa berbeda-beda? menurut Hawari, sebagaimana dikutip Mahmudi,
perbedaan tersebut dipengaruhi oleh sikap, cara, dan kepribadian orang tua dalam memelihara,
mengasuh, dan mendidik anaknya. Dalam perspektif lain, perbedaan tersebut lebih dikarenakan
faktor genetis, lingkungan dan diasuh oleh orang tua yang berlatar belakang pendidikan atau

12
keilmuan yang berbeda. Faktor-faktor inilah yang berpengaruh pada pembentukan emosional yang
berbeda-beda pada bayi.
Walaupun demikian, masih ada titik persamaan diantara sekian perbedaan emosi tersebut.
Persamaan itu adalah terangsangnya emosional setiap bayi jika diberikan stimulus. Oleh karena itu,
dalam rangka mencerdaskan emosi, pemberian stimulus melalui permainan harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan sosial emosional bayi. Menurut Hurlock, gejala emosional pertama
yang muncul adalah keterangsangan yang umum terhadap stimulus atau rangsangan yang kuat,
reaksi emosional ini memang belum Nampak jelas sebagai reaksi emosi pada umumnya, tetapi
hanya memberi kesan sederhana berupa kesenangan atau ketidaksenangan. Reaksi emosional yang
tidak menyenangkan biasanya diekspresikan dengan cara menangis, bersuara keras, dan lain
sebagainya. Reaksi ini akan mudah muncul ketika bayi dibiarkan memakai popok basah atau
menempelkan sesuatu yang dingin atau panas pada kulitnya.
Sedangkan emosi yang menyenangkan tampak jelas ketika sedang menyusu ibunya, tertawa
dan berceloteh. Reaksi serupa juga mudah muncul jika bayi diayun-ayun atau digendong dan diberi
sentuhan hangat. Mendekati usia 1 tahun emosional bayi semakin nampak jelas, bahkan mirip
seperti emosi orang dewasa, yakni marah takut dan bahagia. Biasnaya bayi mengungkapkan
emosinya, yaitu dengan ungkapan emosi mereka. Ungkapan emosi yaitu bentuk prabicara yang
paling eektif, karena tidak ada yang lebih ekspresif daripada isyarat-isyarat wajah yang oleh bayi
digunakan untuk mengatakan keadaan emosinya kepada orang lain. Alasan mengapa ungkapan
emosi merupakan bentuk prabicara yang bermanfaat adalah :
1. Karena bayi belum mempelajari pengendalian emosi, maka mudahlah orang lain
untuk mengetahui emosi apa yang mereka alami melalui ungkapan-ungkapan wajah
dan badan.
2. Bayi lebih mudah mengerti orang lain melalui ungkapan wajah daripada melalui
kata-kata.

Setelah memberikan berbagai stimulasi untuk meningkatkan perkembangan sosial


emosional sebagaimana disebutkan diatas, diharapkan bayi dapat menunjukkan kemampuan sosial
emosional secara genius.

Tabel Perkembangan Sosial-Emosional Bayi


NO Usia Indikator Capaian Perkembangan Sosial Emosional

1. 0-4 bulan 1. Menangis sebagai ungkapan rasa takut, sakit, tidak senang, dan
hal-hal buruk lainnya.

13
2. Senyum ketika disentuh atau dipegang
3. Merespon ketika bermain sederhana
2. 4-8 bulan 1. Merespon nama panggilan, terutama nama sendiri

2. Menangis ketika ditempat yang gelap, sendirian.


3. Merespon dengan tertawa, menangis, dan menjerit.
4. Menangis ketika stress.
3. 8-12 bulan 1. Menirukan gerak-gerik orang dewasa
2. Senang bercermin
3. Selalu ingin di dekat orang dewasa, terutama orang tuanya

D. PERKEMBANGAN SOSIAL PADA BAYI

Sebagian psikolog beranggapan bahwa perkembangan sosial itu dimulai sejak anak lahir di
dunia, terbukti seorang bayi yang menangis, adalah dalam rangka mengadakan kontak/hubungan
dengan orang lain. Atau anak tampak mengadakan aktifitas meraba, tersenyum, bila memperoleh
rangsangan dan teguran dari luar.

Perkembangan ini akan terus berlanjut sesuai dengan pengalamannya, sehingga ia siap untuk
bergaul dengan yang lain secara baik dan wajar. Perkembangan sosial yang dini memainkan
peranan yang sangat penting dalam penentuan hubungan sosial dimasa depan dan pola perilaku
terhadap orang lain. Karena kehidupan bayi berpusat disekitar rumah, maka rumahlah diletakkan
dasar perilaku dan sikap sosialnya kelak. Terdapat sedikit bukti yang menyatakan bahwa sikap
sosial atau antisocial merupakan sikap bawaan. “pengalaman interaksi sosial didalam keluarga turt
menentukan pula cara-cara tingkah lakunya terhadap orang lain. Apabila interaksi sosialnya
didalam keluarga tidak lancar, maka besar kemungkinannya bahwa interaksi sosialnya didalam
dengan masyarakat juga berlangsung tidak lancar. (Ahmadi, 2002).

Mengapa dasar-dasar sosial yang disini sangat penting adalah bahwa sekali terbentuk dasar-
dasar itu cenderung menetap kalau anak-anak menjadi lebih besar. Anak yang pada saat bayi sering
menangis, cenderung agresif dan menunjukkan perilaku-perilaku yang mencari perhatian.
Sebaliknya, bayi yang raah dan lebih bahagia biasanya penyesuaian sosialnya lebih baik apabila
telah menjadi besar nanti.

Beberapa respon sosial bayi pada orang dewasa dapat disebutkan sebagai berikut :

14
1) Pada usia 2-3 bulan bayi sudah dapat membedakan antara orang dan bukan orang,
serta orang-orang manakah yang dapat memenuhi kebutuhan dirinya. Ia akan
meraasa puas jika bersama orang lain dan merasa tidak puas jika ditinggal sendirian
naun bayi belum menunjukkan keberpihakan pada seseorang.
2) Pada usia 4-5 bulan bayi mau digendong oleh siapa saja yang mengangkatnya serta
mampu bereaksi secara berbeda terhadap suara yang keras maupun ramah serta
senyuman maupun sungutan.
3) Pada usia 6-7 bulan bayi dapat membedakan antara temannya dan orang asing
dengan memberikan senyuman atau menunjukkan ketakutannya. Bayi mulai
memasuki usia mal-malu (shy age). Ia mulai terikat secara emosional dengan ibunya
dan menunjukkan ketidakramahannya pada orang lain. Sedangkan dengan bayi lain
ia mampu memberikan senyuman dan menunjukkan minatnya melalui jeritan yang
diberikan.
4) Pada usia 8-9 bulan bayi berusaha untuk berbicara, bergerak-gerik dan melakukan
gerakan sederhana pada orang lain. Antara usia 9-13 bulan reaksinya terhadap bayi
lain adalah mencontoh gerak-gerik maupun suara, serta menunjukkan kemarahannya
jika mainannya dirampas oleh teman lainnya, meskipun ia sendiri mulai
menunjukkan kebersamaan dengan orang lain.
5) Pada usia 12 bulan bayi telah bereaksi dengan perkataan “tidak atau jangan”.
6) Pada usia 16-18 bulan bayi menunjukkan sikap negatifnya atau keras kepalanya
terhadap larangan atau permintaan dari orang dewasa, yang tampak jelas dari
kemarahannya maupun penolakan fisiknya. Sedangkan pada bayi lain terlihat reaksi
bahwa ia sudah mulai mengurangi rebutan mainan dengan bayi lain dan mau
membagi serta menunjukkan keinginannya untuk bermain bersama.
7) Pada usia 22-24 bulan bayi mulai bekerja sama dengan sejumlah kegiatan rutin
seperti mandi, memakai pakaian, serta makan. Ia juga lebih menunjukkan minat
untuk bermain bersama bayi lainnya dan menggunakan permainan untuk
memantapkan hubungannya tersebut.

Arnold Gessell, mengungkapkan hasil penelitiannya dalam masalah ini antara lain:

a) Usia 2 bulan : tersenyum memandang orang lain.


b) Usia 3 bulan : tersenyum kembali, mengeluarkan berbagai suara sebagai jawaban atau
rangsangan dari luar.
c) Usia 4 bulan : menangis, menolak sebgai tanda tidak setuju terhadap orang mengadakan
hubungan.
15
d) Usia 5 bulan : mengikuti dengan gerakan mata/ terhadap gerakan orang yang sedang lalu
lalang.
e) Usia 6 bulan : mengadakan reaksi terhadap orang yang marah atau orang yang ramah.
f) Usia 7 bulan : mulai aktif mengadakan hubungan, ia mencoba mengadakan aksi baik dalam
bentuk gerakan atau suara-suara.
g) Usia 8 bulan : dapat bermain, sembunyi-sembunyi (ciluk-ba), ia dapat memanggil ; mama,
papa, dik, dan lain-lain.
h) Usia 10 bulan : mencoba menarik perhatian orang dewasa.
i) Usia 1 tahun : mulai mengerti akan isyarat-isyarat yang sederhana, contoh : bey-bey dengan
melambaikan tangan atau menunjuk dengan jari satu dan lain-lain

Beberapa isyarat umum yang biasa digunakan pada masa bayi dapat kita lihat pada tabel berikut :

Isyarat Artinya

Mengeluarkan makanan dari mulut Kenyang atau tidak lapar

Mencebik (pout) Tidak senang

Mendorong puting susu dari mulut dengan lidah Sudah kenyang atau tidak lapar

Mendorong benda jauh-jauh Tidak menginginkan

Menjangkau benda Ingin memilikinya

Menjangkau seseorang Ingin ditimang/digendong

Mengecap bibir atau mengeluarkan lidah Lapar

Tersenyum dan mengacungkan tangan Ingin digendong

Bersin berlebihan Basah dan dingin

Bergeliat dan bergetar Dingin

Menggeliat, meronta dan berpakaian selama mandi Tidak suka adanya pembatasan kegiatan

Molehkan kepala dari puting susu Kenyang atau tidak lapar

16
Bayi menggunakan isyarat sebagai pengganti bicara, bukan sebagai pelengkap pembicaraan
seperti yang digunakan oleh kebanyakan anak yang lebih tua, remaja dan orang dewasa. Banyak
bayi menggunakan isyarat yang dikombinasikan dengan kata-kata untuk membuat kalimat.

17
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Masa bayi berlangsung selama dua tahun pertama kehidupan setelah periode bayi baru lahir
selama dua minggu. Masa bayi sering dianggap sebagai keadaan tidak berdaya dimana bayi setiap
hari belajar untuk semakin mandiri, sehingga diakhir masa bayi dikenal sebagai anak kecil yang
baru belajar berjalan.
Masa bayi adalah masa dasar yang sesungguhnya, meskipun seluruh masa anak-anak
meruapakan masa dasar. Masa bayi disebut juga sebagai periode vital, karena kondisi fisik dan
mental bayi ini jadi fondasi kokoh bagi perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya. Karena itu
perannya sangat vital dan penting. Lagi pula, pada periode ini berlangsung proses pertumbuhan
yang sangat cepat sekali.
Jadi, perkembangan sosioemosi bayi sangat bergantung pada bagaimana orang tua atau
pengasuh merawat dan mendidiknya. Emosi bayi juga berkaitan dengan emosi ibunya sejak dalam
kandungan.

SARAN
Menurut saya , karena perkembangan sosioemosi bayi sangat terpengaruh karena didikan
dan perilaku orang tua atau pengasuh terhadap bayinya, jadi harus mengasuh dengan tepat agar
bayi tumbuh menjadi pribadi yang baik dan dapat bersosialisasi dengan individu lain. Orang tua
hendaknya mengetahi dan memahami perkembangan emosional bayinya, sehingga dapat
menerapkan dan memastikan bahwa anaknya telah menyelesaikan semua perkembangan sesuai
dengan rentang usia pada setiap fase perkembangannya sehingga mereka bisa menerapkan pola
asuh yang baik pada anak mereka masing-masing.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu dan Munawar Sholeh. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.
Akbar, Reni dan Hawadi. 2001. Psikologi Perkembangan Anak (Mengenal Sifat, Bakat dan
Kemampuan Anak). Jakarta: PT Grasindo.
Desmita. 2015. Psikologi Perkembangan. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya
Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung:Penerbit Mandar
Maju
Santrock, John W.2012. Life-Span Development. Edisi Ketigabelas. Jakarta:Penerbit Erlangga
Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta. PT Pustaka Insani
Madani

19

Anda mungkin juga menyukai