International Continence Society (ICS) mendefinisikan bahwa inkontinensia urin adalah sebagai keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial seperti rasa malu untuk bersosialisasi dengan para lansia lain yang mengakibatkan gangguan hygiene (Angellita, 2012) Menurut Undang-undang no.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (Maryam, et al., 2010). Tahapan lanjut dari lanjut usia ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh. Secara fisiologis proses menua merupakan penurunan bertahap dan teratur dari organ atau sistem organ (Sustyani, dkk., 2012). Proses menua biasanya ditandai dengan adanya perubahan fisik, biologis, mental dan spikososial. Dan perubahan fisik tersebut yang menimbulkan terjadinya masalah kesehatan (Aspiani, R.Y, 2014). Berdasarkan data Word Health Organisation (WHO), 200 juta penduduk didunia mengalami inkontinensia urin. Unites States Department Of Health And Human Services (Departement Kesehatan dan Layanan Masyarakat) di Amerika Serikat, melaporkan pada tahun 2010, bahwa penderita inkontinensia urin mencapai 13 juta penduduk dan 85% diantaranya ialah perempuan (Wahyudi, 2017). Di indonesia ditemukan 5.052 laki-laki yang memiliki masalah inkontinensia urin sekitar 15-30% individu dan diperkirakan berusia lebih dari 60 tahun (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Di sumatera barat sebanyak 12.443 jumlah penduduk lanjut usia perempuan maupun laki-laki yang berisiko terjadinya inkontinensia urin (Junita, 2013) Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan seseorang menahan keluarnya urin. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan medik, sosial maupun ekonomi (Purnomo, 2012). Masalah inkontinensia urin tidak akan mengancam jiwa penderitanya, tetapi akan berpengaruh pada kualitas hidup yang disebabkan oleh faktor gangguan psikologi dan faktor sosial yang sulit diatasi, penderita merasa rendah diri kerena selalu basah akibat urin yang keluar dan menimbulkan bau, serta urin yang tak tertahankan akibat batuk, bersin, dan keterbatasan menahan urin dari kamar ke kamar mandi (Agoes, 2010) Pola berkemih, frekuensi berkemih dan volume berkemih pada setiap orang sangat bervariasi yang dipengaruhi pleh beberapa factor antara lain : 1) diet dan intake, 2) respon keinginan awal untuk berkemih, 3) gaya hidup, 4) stress psikolog, 5) tingkat aktifitas, 6) tingkat perkembangan, dan 7) kondisi patologis. Frekuensi berkemih orang normal rata-rata sebanyak 5-6 kali atau 4 jam sekali dengan volume kurang lebih 300 ml setiap miksi atau sekitar 1500 ml perhari (purnomo, 2011).Menurut Stanley dan beare (2007), frekuensi berkemih normal adalah setiap 3 jam sekali atau tidak lebih dari 8 kali dalam sehari. Tidak normalnya orang berkemih pada seseorang lanjut usia adalah apabila frekuensi berkemih oramg lanjut usia sebanya 1 kali per 2 jam tanpa bias ditahan atau bias dikatakan berkemih sebnyak 12 kali dalam 24 jam (Meiner dan lueckenotte 2006). Adapun intervensi yang dapat menyembuhkan ketidakmampuan menahan kencing (inkontinensia urin) ialah senam kegel, dimana senam kegel adalah senam otot untuk menguatkan otot panggul atau senam yang bertujuan untuk memperkuat otot-otot dasar panggul terutama otot pubococcygeal sehingga seorang wanita lanjut usia dapat memperkuat otot-otot saluran kemih ( Yuliana, 2011). Senam kegel (latihan otot dasar panggul), yang dikemukakan oleh Arnold kegel, melaporkan perbaikan/kesembuhan sampai 84% dengan latihan otot dasar panggul untuk wanita dan pria dengan berbagai macam tipe inkontinensia urin. Dengan 4-6 minggu melakukan latihan senam kegel secara teratur akan terasa berkurangnya kebocoran urine, semua latihan diatas akan memberikan kontrol yang baik pada kandung kemih, walaupun memakan waktu dan kesabaran, hasilnya cukup memuaskan (Darmajo, 2011). Penanganan inkontinensia urin yang dapat dilakukan dengan cara surgical, tetapi kebanyakan lansia merasakan ketakutan dalam menghadapi, tetapi terapi non-surgical yang lebih efektif untuk mengatasi penanganan inkontinensia urin ialah senam kegel (Part & Kang, 2014). Bledder training dapat meningkatkan jumlah yang dapat ditahan oleh kandung kemih dan dapat mengontrol bila terjadi urgency. Cara memulai latihan kandung kemih adalah segera pergi ke toilet ketika merasa ingin buang kecil dan tunggu lima menit sebelum buang air kecil. Kemungkinan tidak akan mudah saat melakukan untuk pertama kalinya. Pelan-pelan saja untuk memulainya, tunggu jarak periode antara lima ke sepuluh menit. Jumlahkan menit sampai tiga puluh menit. Kosongkan kandung kemih ketika kandung kemih terisi penuh. (setyawati, 2008 dalam prasetyawan, 2011) Data yang didapat di PSTW Cinta Kasih Yossudarso Padang, dengan jumlah lansia 40 orang, 30 diantaranya mengalami inkotinensia urine. Adapun masalah yang dirasakan lansia terkait inkontinensia urin yaitu keluarnya urin saat batu, ngompol sebelum sampai ketoilet, ngompol saat sedang berjalan cepat, terkencing didalam celan sebelum melepas celana, tidak mampu menahan kencing. RSUP. Dr. M. Djamil Padang menyatakan 7 orang pasien dari 10 orang pasien yang pernah dipasang kateter mengalami gangguan berkemih dengan gejala seperti, urin yang keluar sendiri atau tanpa disadari dan perasaan ingin BAK terus. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penilitian dengan tujuan untuk memodifikasi senam kegel dengan latihan training bledder dalam mengurangi penurunan frekuensi BAK inkontinensia pada lansia.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah yang peneliti dapat adalah “ apakah ada pengaruh modifikasi senam kegel dengan latihan training bledder dalam mengurangi penurunan frekuensi BAK inkontinensia pada lansia”
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan umum : untuk mengetahui apakah ada pengaruh modifikasi senam kegel dengan latihan training bledder dalam mengurangi penurunan frekuensi BAK inkontinensia pada lansia Tujuan khusus :