“PSIKOTROPIKA”
OLEH :
KELOMPOK 4
FITRAH FAJRIANI HAMING (O1A1 16 127)
FATIMARDIYACH RAHMI (O1A1 16 128)
ANANDA MUSTIKA PERMATAHATI (O1A1 16 129)
IRA APRILIA NURRAHMAH (O1A1 16 130)
DITA OKTAVIANTI MUGIARNO (O1A1 16 131)
INSAN PERMATASARI (O1A1 16 132)
ANGGRAENY DEWI SARTIKA AMINA I. (O1A1 16 135)
NURUL APIA JATI (O1A1 16 137)
AULIA INDAH PRATIWI (O1A1 16 138)
KELOMPOK IV
KELAS C
JURUSAN FARMASI
FAKLTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah mengutus
rasul-Nya Muhammad SAW sebagai umat penyelamat manusia yang telah
memberikan ilmu kepada Makhluk-Nya, serta atas rahmat dan keridhaan-Nya
sehingga “Makalah Psikotropika” dapat terselesaikan sebagaimana yang diharapkan.
Penyusun banyak dihadapkan dengan berbagai kendala selama penyusunan
makalah ini, namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan Makalah Psikotropika ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah
memberikan pengetahuan dan pengarahan kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalh ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Akhir kata, semoga Allah SWT. selalu memberikan perlindungan-Nya
kepada kita dan semoga laporan ini dapat memberikan manfaat.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..
A. Latar Belakang………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..…
C. Manfaat ……………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN……..…………………………………………………
A. Definisi Psikotropika menurut UU ….……………………………………
B. Peraturan Perundangan-Undangan Terkait Psikotropika …………………
C. Golongan Psikotropika….…………………………………………………
D. Tujuan Pengaturan di Bidang Psikotropika….……………………………
E. Produksi Psikotropika………………………………………………………
F. Peredaran Psikotropika….…………………………………………………
G. Ekspor dan Impor Psikotropika……………………………………………
H. Label Dan Iklan Psikotropika………………………………………………
I. Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan Psikotropika…………………………
J. Pembinaan dan Pengawasan Psikotropika…………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikotropika sudah menjadi barang yang biasa ada didalam masyarakat, sudah
tidak menjadi barang yang aneh lagi, bayangkan saja disetiap berita 4okum4se
selalu ada berita tentang narkoba . Peredaran psikotropika saat ini sudah bisa
mencapai daerah yang terpelosok sekalipun, dan mulai dari kalangan strata bawah
samapai yang paling atas juga ikut menyalahgunakan psikotropika.
Psikotropika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di
bidang pengobatan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Namun disisi lain dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila digunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat.
Hal itulah antara lain yang mendorong pemerintah menerbitkan UU nomor 5
tahun 1997. Sehingga secara yuridis keberadaaan psikotropika di Indonesia adalah
sah berdasarkan Undang- undang tersebut. Namun fakta empiris menunjukan
pemakaiannya sering disalahgunakan bukan untuk kepentingan kesehatan, namun
lebih jauh dijadikan obyek bisnis (ekonomi) yang berdampak pada kerusakan
mental dan fisik maupun psikis generasi muda
Pengaturan Psikotropika berdasarkan UU No.5 tahun 1997, bertujuan untuk
menjamin ketersediaan guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan,
mencegah penyelahgunaan serta pemberantasan peredaran gelap psikotropika.
Pelaksanaan penegakan 4okum terhadap tindak pidana psikotropika telah
mengalami perkembangan cukup signifikan, sejak diundangkannya Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1997, pada tanggal 11 Maret 1997. Namun demikian,
keberadaan undang- undang ini dapatlah dikatakan cukup terlambat, bilamana
diukur dari frekuensi terjadinya tindak pidana psikotropika di tanah air yang
sedemikian marak dan bersifat sebagai kejahatan transnasional.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan Psikotropika?
2. Apa saja Peraturan Perundangan-Undangan Terkait Psikotropika menurut
UU?
3. Apa saja Golongan Psikotropika menurut UU ?
4. Apa tujuan pengaturan di bidang Psikotropika menurut UU ?
5. Bagaimana Peredaran Psikotropika menurut UU ?
6. Bagaimana Ekspor dan Impor Psikotropika menurut UU ?
7. Bagaimana Label Dan Iklan Psikotropika menurut UU ?
8. Bagaimana Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan Psikotropika menurut UU ?
9. Bagaimana Pembinaan dan Pengawasan Psikotropika menurut UU ?
C. Manfaat
Manfaat dalam makalah ini yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi psikotropika
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui Peraturan Perundangan-Undangan terkait
psikotropika menurut UU
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui golongan psikotropika menurut UU
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui tujuan pengaturan di bidang psikotropika
menurut UU
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui produksi psikotropika menurut UU
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui peredaran psikotropika menurut UU
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui ekspor dan impor psikotropika menurut
UU
8. Agar mahasiswa dapat mengetahui label dan iklan psikotropika menurut UU
9. Agar mahasiswa dapat mengetahui kebutuhan tahunan dan pelaporan
psikotropika menurut UU
10. Agar mahasiswa dapat mengetahui pembinaan dan pengawasan psikotropika
menurut UU
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikotropika
Menurut UU RI No.5 tahun 1997, Psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktifitas mental dan perilaku.
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan No. 26 Tahun 2018,
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2015,
Psikotropika Adalah Zat/Bahan Baku Atau Obat, Baik Alamiah Maupuns Intetis
Bukan Narkotika, Yang Berkhasiat Psikoaktif Melalui Pengaruhselektif Pada
Susunan Saraf Pusat Yang Menyebabkan Perubahan Khaspada Aktivitas Mental
Dan Perilaku.
Menurut Permenkes RI No 688/Menkes/PER/VII/1997, Psikotropika adalah
zat atau obat baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
E. Produksi Psikotropika
Menurut UU RI No.5 tahun 1997 :
- Pasal 5 : Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
- Pasal 6 : Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan
dalam proses produksi.
- Pasal 7 : Psikotropika, yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus
memenuhi standar dan atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar
lainnya.
F. Peredaran Psikotropika
Menurut UU RI No.5 tahun 1997 Bagian Pertama “Umum”
- Pasal 8 : Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
- Pasal 9 :
(1)Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
(2). Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran psikotropika
yang berupa obat.
- Pasal 10 : Setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika, wajib
dilengkapi dengan dokumen pengangkutan psikotropika.
- Pasal 11 : Tata cara peredaran psikotropika diatur lebih lanjut oleh Menteri.
apoteker;
b. Pedagang besar farmasi adalah apoteker atau asisten apoteker;
c. Rumah sakit adalah apoteker;
d. Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah adalah apoteker;
e. Puskesmas adalah dokter.
BAB IV (PENYERAHAN)
- Pasal 9
Penyerahan psikotropika golongan II, golongan III, dan golongan IV hanya
dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan
dokter.
- Pasal 10
(1) Penyerahan psikotropika golongan II, golongan III, dan golongan IV yang
berupa obat dapat dilakukan oleh apotek kepada apotek lainnya, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pengguna/pasien.
(2) Penyerahan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari apotek
kepada apotek lainnya diberikan berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditanda tangani oleh apoteker pengelola apotek.
(3) Penyerahan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari apotek
kepada rumah sakit diberikan berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditanda tangani oleh direktur rumah sakit.
(4) Penyerahan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari apotek
kepada puskesmas diberikan berdasarkan surat permintaan tertulis dari
kepala puskesmas.
(5) Penyerahan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari apotek
kepada balai pengobatan diberikan berdasarkan surat permintaan tertulis
dari dokter penanggung jawab balai pengobatan.
(6) Penyerahan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari apotek
kepada dokter diberikan berdasarkan resep dokter.
(7) Penyerahan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari apotek
kepada pasien diberikan berdasarkan resep dokter.
- Pasal 11
(1) Penyerahan psikotropika golongan II, golongan III, dan golongan IV yang
berupa obat hanya dapat dilakukan oleh rumah sakit, balai pengobatan,
puskesmas kepada pengguna/pasien berdasarkan resep dokter.
(2) Penyerahan psikotropika golongan II, golongan III, dan golongan IV yang
berupa obat hanya dapat dilakukan oleh dokter kepada pengguna/pasien
dalam hal:
a. Menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(3) Penyerahan psikotropika golongan II, golongan III, dan golongan IV yang
diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat
diperoleh dari apotek.
Pasal 29 :
(1) Industri Farmasi yang memproduksi Psikotropika harus memiliki tempat
penyimpanan Psikotropika berupa gudang khusus atau ruang khusus,
yang terdiri atas:
a. gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk bahan
baku; dan
b. gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk obat
jadi.
(2) Gudang khusus atau ruang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.
Pasal 33 :
(1) Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi
Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus memiliki tempat
penyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa lemari khusus.
(2) Lemari khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam
penguasaan Apoteker penanggung jawab.
BAB IV (PEMUSNAHAN)
Pasal 40 : Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan
surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:
1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi
Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat;
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat
dan Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga
Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi; atau
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas
Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah
Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.
b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas
Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di
lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan
sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada huruf b.
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku,
produk antara, dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk
kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan
pemusnahan.
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus
dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum
dilakukan pemusnahan.