Anda di halaman 1dari 45

Silsilah Tarbawiyah

DA’WATUNA

HASMI
2014
Silsilah Tarbawiyah
DA’WATUNA

Penulis : Lajnah Ilmiah


Layout : MIM Design
Cetakan : Pertama: 2002
Kedua: Desember 2014 / Robiul Awal 1436 H
iv + 40 hlm. ; 148 x 210 mm ; Book Antiqua 11 pt

Penerbit :
MARWAH INDO MEDIA
Jl. Purnama, Tamansari, Bogor, 16610
(Barat Sektor Grand Harmony, Bogor Nirwana Residence)
Telp/Fax. (0251) 8487-322
Website: http://www.marwahmedia.com/
Email: admin@marwahmedia.com
Info layanan cetak: 0813-9928-3000

ii
DAFTAR ISI

1. Negara Islam ................................................................. 1


2. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah .......................................... 8
3. Dakwah dan Perubahan................................................. 12
4. Sunniyyah dan Jama’iyyah Da’wah.............................. 18
5. Realita Da’wah.............................................................. 22
6. Meniti Jalan Da’wah Ilallah adalah Jalan Teragung
dalam Kehidupan Ini ..................................................... 32
7. Amal Ini ........................................................................ 34
8. Penutup ......................................................................... 37

iii
iv
I. NEGARA DALAM ISLAM

Yang kita maksud dengan kata “negara” di sini adalah (dalam


batas sesederhana mungkin): “Satu-satunya kekuatan yang teratur dan
terpimpin dalam teritorial tertentu, yang menguasai segala sesuatunya dan
mengurus seluruh masalah pada batas teritorial tersebut”.
Kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial terhadap adanya
negara adalah kebutuhan yang tidak ada perselisihan padanya di
antara orang-orang yang berakal. Seperti halnya pribadi seorang
manusia, maka negara pun terbagi atas dua macam, yaitu negara
Islam dan non Islam.
Negara Islam adalah “Negara yang menegakkan syari’ah tauhid (Syari’ah
Islam) sebagai satu-satunya syari’ah yang dijadikan pedoman dan payung
hukum di negara tersebut”. Penegakan syari‟ah yang dimaksud adalah
“Penegakan secara menyeluruh di seluruh bidang kehidupan”.
Sedangkan negara non Islam adalah “Negara yang menegakkan
selain hukum Alloh pada batas teritorial kekuasaannya, baik sebagai satu-
satunya hukum maupun sebagai pendamping hukum Alloh, terlepas dari
agama penguasanya atau mayoritas penduduknya”.1 Kenonislaman
sebuah negara tidak sama sekali menunjukkan kekafiran
penduduknya, hal ini mempunyai tafsil (rincian) yang luas.
Posisi dan peranan negara Islam sangat penting dalam agama
Islam, sampai-sampai Al-Qurtubi dalam bukunya “Al-Jami’ li
Ahkam Al-Qur’an”, menyebutnya sebagai salah satu rukun dari rukun-
rukun agama. Untuk lebih menyelami lagi tentang pentingnya posisi dan
peranan negara Islam dalam agama, mari kita simak pasal-pasal
berikut ini:
1. Islam mempunyai hukum-hukum yang penegakannya
memerlukan kekuatan sulthon (Imam) dan penegakan hukum-
hukum Alloh adalah hak dari hak-hak uluhiyyah, yaitu hak-hak
tauhid. Dari sini kita bisa melihat hubungan keberadaan negara
dengan penegakan tauhidulloh yang Maha Agung.

1 Kitab Ahamiyyah al Jihad, Ali bin Nafi‟ al „Ulyani, h.362-370 dan Kitab Al Ghuluw Fi
ad Dien, Abdur Rahman bin Mu‟alla al Luwaihiq, h.330-337.
Da’watuna | 1
         

          

       


“Sesungguhnya Kami telah mengutus rosul-rosul Kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama
mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia,
(supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Alloh
mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rosul-rosul-Nya
padahal Alloh tidak dilihatnya. Sesungguhnya Alloh Maha Kuat lagi
Maha Perkasa.” (QS. Al Hadid(57): 25)
2. Islam mewajibkan amar ma‟ruf nahi munkar. Banyak sekali pasal-
pasal dari kewajiban ini yang tidak mungkin dilakukan tanpa imam
(negara). Kalau kewajiban ini ditinggalkan, terjadilah kerusakan yang
berat sekali dalam kehidupan dunia dan kehidupan beragama.

          

         

         

          

 
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rosul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis dalam Taurot dan Injil yang ada di
sisi mereka yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
2 | Da’watuna
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-
orang yang beruntung”. (QS. Al- A’raaf (7): 157)

          

   


“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru
pada kebaikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah pada yang
munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali
Imron (3): 104)

         

          

  
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru
pada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar serta beriman
pada Alloh. Sekiranya Ahli kitab beriman, tentulah hal itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imron (3): 110)
3. Negara Islam berkewajiban melindungi kaum muslimin dari
gangguan dan serangan kaum kafir yang memang sangat
membenci mereka. Kalau negara Islam tidak ada, maka kaum
kafir yang mempunyai negara itu akan dengan mudah
menghancurkan kaum muslimin, baik dari segi keagamaan
mereka maupun dari segi fisik mereka.

            

           

        


“Dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang

Da’watuna | 3
kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang
(Yang dengan persiapan itu) kalian menggetarkan musuh Alloh,
musuh-musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kalian
tidak mengetahuinya, sedangkan Alloh mengetahuinya. Apa saja yang
kalian nafkahkan pada jalan Alloh niscaya akan dibalas dengan cukup
kepada kalian dan kalian tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al
Anfaal (8): 60)

           

    


“Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Alloh dan Rosul-Nya
dengan orang-orang musyrikin), padahal kalau mereka memperoleh
kemenangan terhadap kalian, mereka tidak akan menghiraukan
hubungan kekerabatan dengan kalian dan tidak (pula mengindahkan)
perjanjian. Mereka menyenangkan hati kalian dengan mulut mereka,
sedangkan hati mereka menolak. Dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian)”. (QS. At-
Taubah (9): 8)

          


“Mereka tidak mengindahkan (hubungan) kekerabatan dengan
orang-orang mu’min dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian.
Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. At-
Taubah (9): 10)

             

             

   


“Orang-orang Yahudi dan Nashroni tidak akan senang kepadamu
sampai kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ”Sesungguhnya
petunjuk Alloh itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Alloh tidak lagi menjadi
4 | Da’watuna
pelindung dan penolong bagimu”. (QS. Al-Baqoroh (2): 120)
Semua yang kita sebutkan tadi hanyalah sebagian dari hal-hal
yang menunjukan pentingnya peranan negara dalam menegakan
Islam, yang mana semuanya termasuk dalam kaidah yang sudah
disepakati:
‫ا‬
‫ما ل ًخم الىاجب إل به فهى واجب‬
“Sesuatu yang menyebabkan suatu kewajiban tidak terwujud kecuali
dengannya, maka sesuatu itu pun jadi wajib”.
Al Mawardi berkata:
‫إلامامت مىضىعت لخالفت النب اىة فى حساشت الدًن وشياشت الدهيا وعلد ِلن ًلىم بها فى‬
‫ألا امت واجب باإلجماع‬
“Al-Imamah (kepemimpinan yaitu pimpinan negara Islam)
dijadikan sebagai penerus (yang mewakili) Nubuwwah (tugas
kenabian) dalam hal penjagaan agama dan pengurusan dunia.
Pengangkatan orang yang menjalankannya (yaitu: menjalankan
kepemimpinan atau pemimpin) hukumnya adalah wajib menurut
ijma‟ ”.2
Ibnu Taimiyyah berkata:
‫ًجب أن ٌعسف أ ان ولًت أمس ا‬
‫الناس من أعظم واجباث الدًن بل ل كيام لّدًن ول‬
‫ا‬
‫لّدهيا إل بها‬
“Wajib diketahui bahwa kepemimpinan yang mengurus urusan-
urusan manusia adalah salah satu kewajiban agama yang sangat
besar, bahkan tidak akan tegak agama dan kehidupan dunia kecuali
dengan tegaknya kepemimpinan itu”.3
Berkata Al-Jurjani di dalam kitab “Syarah Al-Mawaqif”:
“Pengangkatan imam (pemimpin) adalah sebagian dari maslahat
muslimin yang tertinggi dan bagian dari tujuan-tujuan agama
yang teragung”.

2 Al Ahkam As Sulthoniyyah: 5
3 As Siyasah Asy Syar`iyyah: 116
Da’watuna | 5
APAKAH YANG TERJADI BILA NEGARA ISLAM TIDAK ADA?
Kerusakan agama dan dunia, aqidah dan akhlaq terancam, syirik
dan bid‟ah merajalela, tauhid dan sunnah terpuruk, da`wah
tertindas dan kesesatan menguat serta jiwa dan kehormatan kaum
muslimin terancam. Semua itu mengundang bahaya yang lebih besar
lagi yaitu kemurkaan Alloh .

             

        

“Dan orang-orang yang mengingkari ahd’ (janji) dengan Alloh


setelah diikrarkannya dan memutuskan apa-apa yang Alloh
perintahkan agar dihubungkan dan mengadakan kerusakan di muka
bumi, orang-orang itulah yang memperoleh laknat dan bagi mereka
sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. Ar Ra’d (13): 25)
Ketika kita diperintahkan Alloh untuk memasuki Islam, kita
diperintahkan untuk memasukinya secara sempurna.
Alloh berfirman:

          

   


“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam
secara keseluruhan dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan.
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian”. (QS. Al-
Baqoroh(2): 208)

           

             

 
“Apakah kalian beriman kepada sebagian dari al-Kitab (Taurot ) dan
ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang

6 | Da’watuna
yang berbuat demikian dari kalian melainkan kenistaan dalam kehidupan
dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang
sangat berat. Alloh tidak lengah dari apa yang kalian perbuat”.
(QS.Al-Baqoroh (2): 85)
Dari dua ayat tadi kita pahami bahwa semua sisi kehidupan kita
harus Islami, baik kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, masyarakat,
ekonomi, politik dan seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara
harus tunduk pada kedaulatan Islam, kedaulatan Alloh (bukan
kepada kedaulatan rakyat dan lainnya).

•••••

Da’watuna | 7
II. AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Dalam realita kehidupan, Ahlus Sunnah melalui ahwal (keadaan)


serta tahapan yang berbeda-beda, baik yang sudah terjadi di masa
lalu maupun yang akan dilalui pada masa mendatang.
Ahwal (keadaan) dan tahapan itu ringkasnya adalah sebagai berikut:
1. Adanya Khilafah Islamiyah (yang berdiri di atas manhaj Ahlussunnah
wal Jama’ah) seperti zaman Khulafa ar-Rasyidin,4 kewajiban muslimin
pada saat ini adalah mendukung negara dan mentaati imam.
2. Adanya satu negara Islam atau lebih (beberapa negara yang
menerapkan hukum Islam) di batas teritorial-teritorial tertentu,
tetapi belum mencapai Khilafah Islamiyah total karena halangan-
halangan tertentu dan imam negara ini adalah seorang sunni,
maka kewajiban seorang muslim di dalam lingkungan negara itu
sama seperti keadaan pertama.
3. Adanya negara Islam tetapi imamnya bid’i (ahlul bid`ah)5.
Kewajiban muslimin pada saat ini adalah mentaati imam pada
selain bid‟ahnya dan mendukung negara serta mendakwahkan
imam ke sunnah kalau imam tidak bisa diganti tanpa fitnah yang
lebih kecil dari fitnah bid‟ahnya.6
4. Tidak adanya negara Islam. Tetapi ada jama’ah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah yang dipimpin oleh sekelompok ulama sunnah dalam satu
wadah Ahlul Hal wal ’Aqdi7 maka kewajiban kaum muslimin adalah
mentaati Ahlul Hal wal ’Aqdi dan ikut bersama mereka

4 Yaitu zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khotthob, `Utsman
bin `Affan dan `Ali bin Abi Tholib .
5 Tentang arti bid`ah dan ahlul bid`ah dapat dipelajari dan dibaca dalam buku Ahlus
Sunnah wal Jama`ah Metode Beragama Para Salaful Umah, penerbit HASMI
6 Catatan: Tentunya negara Islam adalah negara yang menerapkan hukum-hukum Islam
di atas manhaj Ahlus sunnah wal jama‟ah. Tetapi Imam bisa saja berubah menjadi bid‟i
seperti terjadi pada khilafah Islamiyah pada zaman Al-Ma‟mun yang diteruskan oleh
beberapa adiknya. Sedangkan negara syi‟ah di Iran pada zaman ini bukanlah negara
Islam, sebab syi‟ah mereka bukanlah Islam.
7 Sekelompok ulama dan tokoh ummat ahlus sunnah wal jama`ah yang dikenal
keagamaannya, akhlaknya dan ilmunya yang diberi amanah memusyawarahkan maslahat
umat, baik dalam masalah agama maupun dunia. (Lihat Kitab: "Wadzifah Al-Hakim fi Ad-
Daulah Al-Islamiyyah", karya Dr. `Arif Kholil Muhammad Abu `Ied : 265-268)
8 | Da’watuna
memperjuangkan berdirinya negara Islam atau khilafah Islamiyah
(Khilafah Islamiyah adalah bentuk tersempurna dari negara Islam).
5. Tidak adanya negara Islam dan tidak adanya Ahlul hal wal ’Aqdi,
maka kewajiban Ahlus sunnah adalah berjuang mendirikan
negara Islam dengan tetap menghargai petunjuk-petunjuk kaum
ulama Ahlus sunnah yang berjuang untuk maslahat umat dan
mentaati ijma‟ mereka.8
Sekarang, bagaimanakah keadaan Ahlus sunnah wal jama’ah di
Indonesia?
Bagi orang yang mengerti manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan
menyelami situasi pada saat ini, jelas sekali bahwa Ahlus sunnah di
Indonesia belum mempunyai negara Islam dan tidak mempunyai
ulama Ahlul hal wal ’Aqdi yang bertemu di suatu wadah perjuangan
untuk menegakkan manhaj Alloh . Yang ada adalah usaha-usaha
yang gigih dari para da‟i dan harokah-harokah Islamiyah dengan
bentuk-bentuk dan arah-arah yang sering berbeda satu sama lainnya.
Kenyataan pahit lain adalah bahwa umat ini berada dalam
kepungan ketat yang sangat mencekik. Dengan penjelasan-penjelasan
berikut kita akan coba menganalisa unsur-unsur pengepung tersebut:
1. Ahlul bid’ah.9
Sudah menjadi kenyataan bahwa pimpinan keagamaan kaum
muslimin di banyak negeri Islam kebanyakan berada di tangan
Ahlul bid’ah, baik dari firqoh Sufiyyah, Asy’ariyah, Mu’tazilah,
Aqlaniyah maupun murid-murid kaum orientalis. Merekalah yang
memberikan pengarahan-pengarahan kepada umat ini.
Pimpinan sufiyah dan Asy’ariyah menjadi panutan hampir bagi
seluruh kaum muslimin di negeri-negeri tersebut. Mereka
memiliki banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan yang menjadi
sarana yang ampuh sekali untuk menanamkan bid‟ah-bid‟ah mereka.
Di samping lembaga-lembaga tersebut, mereka pun mempunyai
jaringan da‟wah yang mendapat wala’ (loyalitas) yang besar sekali

8 Kitab Ma‟alim al-Intilaqah al-Kubra, Abdul Hadi al-Mishri, h.181-184.


9 Ahlul bid‟ah adalah mereka yang berpegang pada salah satu dasar bid‟ah atau orang
yang dilumuri bid‟ah dalam kehidupannya.
Da’watuna | 9
dari kaum muslimin. Perguruan-perguruan tinggi adalah ladang
yang subur sekali untuk Aqlaniyun10, Mu’tazilah dan murid-murid
kaum orientalis yang menyebarkan pemahaman pluralisme untuk
mengaburkan masalah agar tidak jelas lagi mana yang haq dan
mana yang batil. Syi’ah Rafidhah mulai bergerak dengan cepat
dibantu oleh sebuah negara minyak yang kaya. Mereka bertujuan
men-syi’ah-kan Ahlus Sunnah di negeri ini, seperti halnya
pensyi‟ahan Ahlus sunnah di Iran yang sebelumnya adalah
mayoritas di negeri itu. Dengan mentokohkan orang-orang mereka,
orang-orang dari Ahlus sunnah dengan mudah bisa ditipu.
2. Kebudayaan nasional
Kebanyakan dari elemen-elemen kebudayaan nasional adalah
peninggalan kaum kuffar Hindu dan Budha. Upaya menye-
marakkan, menghidupkan dan memasarkan kebudayaan ini adalah
suatu da‟wah untuk kembali menyelami tata cara kekufuran.
3. Sihir
Para tukang sihir, agen-agen iblis, melancarkan aktifitas mereka
dengan berbagai macam cara. Menawarkan pada umat yang sedang
menderita kejahilan ini, semua macam pelayanan syaitoniyyah.
Melalui media-media resmi, mereka menawarkan solusi-solusi
problematik kehidupan pribadi muslim, tawaran-tawaran yang
menggiurkan untuk orang-orang jahil dan lemah iman.
Meruntuhkan iman dan menjauhkan seorang muslim dari
agamanya. Paranormal, orang pintar dan nama-nama lain dikemas
untuk menyesatkan kaum muslimin dari ajaran-ajaran yang mulia,
bahkan jajanan ini dijual dengan bebas di seluruh daerah, tanpa
menghadapi halangan yang berarti sedikitpun.
4. Kaum sekuler
Seperti kita ketahui bahwa paham sekulerisme adalah pemisahan
agama dari kehidupan bermasyarakat dan kehidupan sehari-hari seorang
pribadi. Jadi sekulerisme berarti penghancuran agama.
Setiap kelompok sekuler, yang beranekaragam alirannya,
berusaha merekrut anggota dan pendukung sebanyak-banyaknya.

10 Kaum rasionalis
10 | Da’watuna
Perekrutan ini bisa berarti peletakan seorang muslim yang direkrut
pada jalur yang menuju ke pintu kemurtadan, sebab setelah sang
anggota dicekoki aqidah-aqidah kelompok sekuler dan menetap di
hatinya, maka mulailah ia melangkah keluar dari Islam. Ini bukan
berarti pengkafiran semua anggota kelompok sekuler yang asalnya
beragama Islam, sebab aplikasi pengkafiran memerlukan tabayyun
dan penegakan hujjah. Disamping tugas utama kita adalah
berdakwah, bukan mengkafirkan.
Sistem pendidikan nasional berjalan di atas sekulerisme, putra-
putri Islam sejak balita sudah diisi dengan adat-istiadat sekulerisme,
secara sadar atau tidak sadar. Akibat semua ini kita dapati cara
berpikir dan berprilaku sekuler mendominasi bagian terbesar dari
masyarakat kita.
5. Agama-agama selain Islam
Tanshir (Kristenisasi) sejak zaman penjajahan Belanda sangat giat
mengkafirkan umat Islam dengan sarana-sarana dan finansial yang
hampir-hampir tidak terbatas. Kegiatan tanshir ini didukung oleh
semua negara-negara nasroni di barat dan timur. Indonesia adalah
negara yang mendapat prioritas kristenisasi terbesar pada zaman
ini. Dengan rayuan harta dan kebohongan, hari demi hari
pemurtadan bertambah luas. Pihak-pihak agama lain seperti
Budha, Hindu dan lain-lain pun mengembangkan diri, tidak
tinggal diam. Mereka terus menyusun kekuatan, sekolah-sekolah
keagamaan mereka terus menjalar, cerita-cerita keagamaan
dipasarkan seluas-luasnya, baik melalui media cetak, maupun
media elektronik yang semuanya merupakan racun-racun yang
kalau sudah mengendap di benak putra-putri Islam akan sangat
mengganggu dalam pelurusan aqidah mereka.
6. Westernisasi (pembaratan) di bidang Akhlak melaju dengan
cepat. Sangat jelas sekali adanya kekuatan yang bergerak
mendorong semua ini berlangsung.
Semua musibah yang kita sebutkan di atas tadi dipayungi bahkan
dilindungi oleh musibah yang lebih besar lagi dan merupakan unsur
pengepung yang paling berat yaitu tidak diterapkannya hukum
Alloh.

Da’watuna | 11
III. DA`WAH DAN PERUBAHAN

Keadaan umat yang sangat menyedihkan dan meng-khawatirkan


seperti yang telah kita paparkan sebelumnya harus dirubah. Usaha-
usaha perubahan yang serius dan gigih harus segera dilakukan. Bukan
hanya karena keadaan tersebut sangat menyedihkan dan
mengkhawatirkan, tetapi yang lebih dalam dan lebih agung dari itu
semua adalah bahwasanya kita sebagai prajurit-prajurit Alloh yang setia,
sebagai jundulloh yang loyal kepada-Nya, harus membela dan
menegakkan kedaulatan manhaj Alloh di kehidupan seluruh manusia.
Kita harus lebih serta jauh lebih setia dan loyal kepada Alloh dari para
prajurit Iblis dalam keloyalan mereka terhadap Iblis. Mereka bergerak
tanpa mengenal lelah dan takut, berjuang untuk mendirikan dan
mempertahankan jahiliyah di bumi ini. Alloh berfirman:

           

          
“Dan janganlah kalian merasa lemah di hadapan kaum (kuffar), bila
kalian merasakan kesakitan, mereka juga merasakan kesakitan seperti
kalian merasakan sakit, serta kalian berharap dari Alloh apa-apa yang
mereka tak mengharapkannya dan Alloh Maha Mengetahui lagi Maha
berhikmah”. (QS. An-Nisa (4): 104)

           
“Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Alloh sebagai
tandingan-tandingan, mereka mencintainya seperti mereka mencintai
Alloh, sedangkan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada
Alloh”. (QS. Al-Baqoroh(2): 165)
Masyarakat harus diIslamkan! Sistem Islami harus berdiri di
masyarakat! Tak ada bentuk lingkungan hidup apapun juga untuk
kaum muslimin hidup dengan jaya, bahagia dan selamat, selain
masyarakat Islami. Tetapi bagaimanakah jalan mencapai-nya? Jalannya
sudah jelas sekali sejak lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu.
Jalan itu telah ditempuh oleh teladan kita Rosululloh , yaitu jalan

12 | Da’watuna
da`wah. Jalan penyampaian risalah kepada seluruh manusia, kemudian
membimbing orang yang menerima dakwah ini untuk menerapkannya
dan untuk terus berusaha dengan gigih mendirikan masyarakat Islami.
Semua langkah ini termasuk dalam arti jihad secara umum, yaitu
melakukan usaha semaksimal mungkin dalam menegakkan manhaj
Alloh di bumi ini.
Kita mengakui kesyar‟iyyahan jihad, baik dalam arti umum
maupun khusus11 yaitu berperang (perang fisik) untuk meninggikan
kalimat (manhaj) Alloh . Barangsiapa yang mengingkari
kesyari‟yyahan jihad fisabilillah, maka ia telah keluar dari Islam. Tetapi
dalam memilih jalan yang tepat, yaitu jalan damai atau jalan
peperangan, dalam mendirikan masyarakat Islami, kita perlu sekali
menyelami dan memahami banyak hal yang di antara pokok-
pokoknya adalah:
1. Tujuan jihad (perang fisik) adalah untuk mewujudkan maslahat
diniyyah (diantaranya hak-hak uluhiyyah) dan maslahat umat
manusia dan sekali-kali bukanlah untuk memuaskan nafsu
membunuh serta menumpahkan darah.
             

11 Ibnu Taimiyyah berkata,


.‫الجهاد هى برٌ الىشع في حصىٌ محبىب الحم ودفع ما ًىسهه الحم‬
“Jihad adalah mengerahkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang dicintai Alloh
dan menolak sesuatu yang dibenciNya”. (Majmu` Al-Fatawa, 10/192)
Al-Kasani berkata,
‫ا‬
‫الطاكت باللخل في شبيل هللا ع ازوج ال ب ا‬ ‫و في عسف ا‬
‫النفض واِلاٌ والّصان أو‬ ‫الشسع ٌصخعمل في برٌ الىشع و‬
.ً‫غير ذلً أو اِلبالغت ذل‬
“Jihad menurut arti syar`i digunakan sebagai upaya mengerahkan kemampuan dan
kesanggupan dengan berperang di jalan Alloh dengan jiwa, harta, lisan dan lain-
lainnya serta bersungguh-sungguh dalam hal itu”. (Badai`u Ash-Shonai`i : 7/97)
Ibnu Abidin berkata,
.‫الدعاء إلى الدًن الحم وكخاٌ من لم ًلبّه‬
“Mengajak ke dalam agama yang haq dan memerangi orang yang tidak menerimanya ”.
(Hasyiyah Rod Al-Mukhtar : 4/121)
Da’watuna | 13
 
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan
(sehingga) agama itu hanya untuk Alloh belaka. Jika mereka berhenti
maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang
dzolim”. (QS. Al-Baqoroh (2): 193)
2. Jalan yang harus ditempuh adalah jalan yang dapat mewujudkan
maslahat sebesar-besarnya dengan mafsadah yang sekecil-
kecilnya.
3. Jihad fisik dalam Islam dilakukan ketika pihak yang berhadapan
tidak mau menerima da`wah. Dalam setiap peperangan kita
diperintahkan untuk terlebih dahulu menawarkan kepada kaum
kafir salah satu di antara tiga hal yaitu: masuk Islam, bayar jizyah atau
berperang. ketika salah satu dari Islam atau jizyah diterima, maka
peperangan pun batal.
‫ا‬ ‫ا ا ا‬
‫عن شّيمان بن بسٍدة عن أبيه كاٌ وان زشىٌ اَّلل صلى اَّلل عّيه وشّم إذا بعث‬
‫ا‬ ‫أم ًيرا على ش اسٍ ٍت أو جيش أوصاه في خ ا‬
‫اصت هفصه بخلىي اَّلل ومن معه من اِلصّمين‬ ٍ
‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
‫خي ًرا وكاٌ اغزوا بصم اَّلل في شبيل اَّلل كاجّىا من هفس باَّلل فئذا لليت عدون من‬
‫اِلشسهين فادعهم إلى إحدي جالث خص ٍاٌ أو خال ٌٍ فأ اًته ان ما أجابىن إليها فاكبل‬
ٌ‫الخحى‬‫ف عنهم ادعهم إلى إلاشالم فئن أجابىن فاكبل منهم ج ام ادعهم إلى ا‬ ‫ا‬
‫منهم وه‬
‫من دازهم إلى داز اِلهاجسٍن وأعّمهم إن هم فعّىا ذلً أ ان لهم ما لّمهاجسٍن وأنا‬
‫عّيهم ما على اِلهاجسٍن فئن أبىا واخخازوا دازهم فأعّمهم أ انهم ًيىهىن وأعساب‬
‫ا ا‬
‫اِلصّمين ًجسي عّيهم حىم اَّلل الري ًجسي على اِلؤمنين ول ًيىن لهم في الفيء‬
‫ا‬
‫والغنيمت هصيب إل أن ًجاهدوا مع اِلصّمين فئن هم أبىا فادعهم إلى إعطاء‬
‫ا‬ ‫ا‬
‫الجزٍت فئن أجابىا فاكبل منهم وهف عنهم فئن أبىا فاشخعن اَّلل ج ام كاجّهم‬
Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya berkata: Rosululloh jika
mengutus seorang pemimpin untuk satu pasukan perang atau tentara,
beliau memberikan wasiat khusus untuk diri beliau agar bertaqwa
kepada Alloh dan seluruh kaum muslimin dengan nasehat kebaikan.
Beliau bersabda: “Berperanglah fi sabilillah dengan nama Alloh.
Perangilah orang yang kufur kepada Alloh. Jika engkau menjumpai
musuhmu dari kalangan kaum musyrikin, serulah mereka dengan 3
14 | Da’watuna
hal, mana di antara itu yang mereka terima, maka terimalah dan tahan
diri kalian. Serulah mereka kepada Islam, jika mereka terima, maka
terimalah. Kemudian, serulah mereka untuk pindah dari negeri mereka
ke negeri kaum muhajirin. Beritahu mereka, jika mereka melakukan
demikian, mereka akan mendapatkan hak sebagaimana hak kaum
muhajirin serta memiliki kewajiban sebagaimana kewajiban kaum
muhajirin. Jika mereka tidak mau dan memilih tetap di negeri mereka,
maka beritahulah kepada mereka bahwa mereka seperti kaum muslimin
a`rab yang akan diberlakukan hukum Alloh seperti yang berlaku
kepada kaum mu`minin, mereka tidak akan mendapatkan fai dan
ghonimah kecuali jika mereka ikut berjihad bersama kaum muslimin.
Jika mereka tidak mau, serulah mereka untuk membayar jizyah. Jika
mereka terima, maka terimalah mereka dan tahan diri kalian. Jika
mereka tidak mau, mintalah pertolongan kepada Alloh dan perangilah
mereka”. (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah,
dan Ad-Darimi)
4. Sistem Islami tidak bisa diterapkan pada suatu masyarakat yang
mayoritas kekuatan di masyarakat itu secara langsung atau tidak
langsung menolak sistem Islam kecuali ketika suatu negara Islam
mengalahkan negara kafir, lantas ditegakkanlah padanya syari‟ah
Islamiyah. Jadi sebelum penerapan syari‟ah dilakukan, harus ada
usaha persiapan yang cukup.
5. Rosululloh sendiri telah menjadikan masyarakat dan negara Islam
pertama di Madinah, tanpa melakukan peperangan. Negara Islam itu
didirikan dengan jalan damai (da`wah) walaupun hal ini tidak
menyangkal kemungkinan diperlukannya kekerasan dalam kondisi
atau zaman tertentu.
Kalau kita amati secara cermat keadaan pada waktu ini, kita
dapati bahwa kebebasan berda`wah masih sangat luas, kejahilan
terhadap Islam masih mencakup mayoritas kaum muslimin dan usaha
mendirikan masyarakat Islami dengan kekerasan hanya akan
menimbulkan pertumpahan darah sesama kaum muslimin tanpa
ada gunanya. Serta menyebabkan kerusakan berat atas kehidupan
umat dan atas perjalanan pembentukan masyarakat Islami itu
sendiri.
Oleh karena itu, jalan damailah yang harus ditempuh sampai

Da’watuna | 15
benar-benar terbukti bahwa jalan ini sudah benar-benar tertutup.
Kita berdo‟a dan yakin (insya Alloh) jalan ini tidak akan tertutup.
Wallohu A’lam.
Untuk dapat memahami lebih dalam lagi perhatian Islam yang
sangat serius dalam mencegah terjadinya pertumpahan darah yang
korbannya adalah kaum muslimin juga dan tanpa ada gunanya,
mari kita simak baik-baik ayat berikut ini:

            

           

          

           

          
“Dia Alloh yang mencegah tangan kalian atas mereka dan mencegah
tangan mereka atas kalian, setelah mengunggulkan kalian di atas mereka.
Sesungguhnya Alloh Maha melihat apa yang kalian kerjakan.
Merekalah orang-orang kafir yang menghalangi kalian dari (masuk)
Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat
(penyembelihan) nya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang
mu’min dan perempuan yang mu’minah yang tiada kalian ketahui,
lantas kalian bunuh mereka lalu yang demikian menyebabkan kalian
ditimpa kesusahan karenanya tanpa pengetahuan kalian. Supaya Alloh
memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya.
Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan
mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang
pedih”. (QS. Al-Fath (48): 24-25)
Sejarah harokah-harokah Islamiyah itu sendiri telah membuktikan
bahwa kesalahan memilih jalan yang tepat telah banyak menelan
korban yang tidak perlu dan menimbulkan banyak kerusakan.
Kita jangan tertipu oleh manhaj-manhaj sesat yang sama sekali
tidak menghiraukan prinsip Islam dalam mencapai tujuan mereka,
sehingga penumpahan darah kaum muslimin menjadi masalah yang

16 | Da’watuna
ringan sekali. Jangan sekali-kali hanya mengikuti semangat dan darah
muda tanpa menghiraukan ilmu syar‟i dalam masalah ini. Tetapi
jangan pula sampai mengharamkan jihad yang syar’i dan sunni.
Usaha pendirian masyarakat Islami dengan cara damai harus
ditempuh, bukan karena kita kaum penakut! Seorang muslim rela
berkorban jiwa sekali pun, demi berdirinya hak-hak uluhiyah di bumi
ini. Jangan sekali-kali berada di barisan orang-orang yang merusak,
walaupun mengatasnamakan Islam.
Jalan damailah yang harus ditempuh pada zaman dan kondisi umat
yang seperti ini, bukan jalan kekerasan, pemberontakan dan
pertumpahan darah. Semua itu bukan berarti kita anti jihad, maka
barang siapa yang menentang syari‟at jihad, telah keluar dari Islam.
Tetapi seperti halnya semua bagian syari‟at, jihad pun mempunyai
syarat-syarat pelaksanaan.
Jalan damai yang harus kita tempuh adalah jalan damai yang
halal. Menda`wahkan seluruh masyarakat kepada Ahlus sunnah wal
jama‟ah dan mengajak mereka untuk menghimpun seluruh
kemampuan yang ada untuk bersama-sama menjalankan usaha-
usaha dalam mendirikan masyarakat Islami. Mentarbiyah
masyarakat untuk berpegang teguh kepada Islam. Mengusahakan
berdirinya lembaga-lembaga pendidikan yang islami dan lembaga-
lembaga selain pendidikan. Menda`wahkan semua lapisan
masyarakat untuk menerapkan Islam dalam kehidupan pribadi-
pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Membentuk arus Islam yang
kuat yang tidak bisa dijegal oleh kekuatan kufur apa pun, untuk
mendirikan masyarakat Islami.

•••••

Da’watuna | 17
IV. SUNNIYYAH DAN JAMA’ IYYAH DA`WAH

Sebelum kita membahas tentang sunniyyah da`wah dan


jama‟iyyahnya, sebaiknya terlebih dahulu kita tegaskan tujuan dari
da`wah itu sendiri.
Bagi personal seorang da‟i tujuan dari aktifitas da`wahnya adalah
untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Alloh dan surga, serta
mendapat pahala sebesar-besarnya melalui usaha-usahanya untuk
menegakkan Manhaj Alloh di bumi ini dan membantu sebanyak-banyak
manusia agar mereka mendapat hidayah dari Alloh . Seorang da‟i
mengharapkan Alloh akan mencintainya karena dia adalah
prajurit-Nya yang setia dalam membela hak-hak Uluhiyyah dan
mengharap sebanyak-banyaknya pahala ketika ia menjadi sebab
dapatnya seseorang hidayah dari Alloh .
Adapun tujuan da`wah secara umum adalah mewujudkan Islam di
bumi ini, menegakkan hak-hak uluhiyyah di alam nyata, menjadikan manusia
berada di jalan yang diridhoi Alloh , merubah seluruh aspek kehidupan
manusia dari kehidupan jahiliyah menuju kehidupan Islamiyah.
A. Sunniyyah Da`wah (Da`wah Sunniyyah)12
Semua tujuan dakwah yang telah ditegaskan tadi tidak mungkin
tercapai oleh selain da`wah sunniyyah, yaitu da`wah yang berjalan di
atas sunnah dan menda`wahkan manhaj Ahlus sunnah wal jama‟ah.
Adapun da`wah yang bukan sunniyyah adalah da`wah yang tidak
berjalan di atas sunnah dan tidak menda`wahkan manhaj Ahlus
sunnah wal jama‟ah. Hal ini berarti da`wah itu berjalan di jalan yang
sesat yang tidak sejalan dengan tujuan pribadi seorang da‟i dan tujuan
umum da`wah itu sendiri seperti yang telah kita jelaskan.
B. Amal Jama’i dalam Berda`wah (Jama’iyyah Da`wah)
Untuk memperdalam kesadaran akan pentingnya beramal Jama‟i
dalam berda`wah, mari kita renungkan hal-hal di bawah ini:
1. Kalau kita tinjau tujuan-tujuan da`wah dan sarana-sarana yang kita
perlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, jelaslah bahwa
akal manusia yang sehat, tidak bisa menerima sama sekali bahwa

12 Baca QS. 12 : 108 dan QS. 6 : 153


18 | Da’watuna
hal-hal tersebut bisa terwujudkan tanpa amal jama‟i, akal pun
mengharuskan beramal jama‟i. Ketika akal mengharuskan
sesuatu, kita harus mengikutinya selama syari‟ah tidak
melarangnya dan selama syari‟ah tidak menunjukkan jalan lain
selain yang diharuskan oleh akal.
Kita bukanlah aqlaniyyun (kaum rasionalis) yang mengikuti akal
walau pun bertentangan dengan syari‟at. Kita bukanlah mereka yang
mencampakkan syari‟at ketika ada produk-produk akal yang
bertentangan dengan syari‟ah. Kita adalah Ahlus sunnah wal
jama‟ah, pengikut Rosulullah , Al-Qur‟an, Hadis dan Manhaj
Salafus Soleh.
Ahlus sunnah berprinsip bahwa akal yang bersih dan sehat
sebagai sandaran taklif tidak mungkin bertentangan dengan
syari‟ah. Kalau ada produk akal yang bertentangan dengan syari‟at,
itu adalah produk yang salah yang dikarenakan kekurangbersihan
atau kekurangsehatan dari akal tertentu yang membuat produk
itu. Produk akal seperti ini pasti kita buang jauh-jauh. Di waktu
yang sama kita pun berprinsip tidak ada agama bagi orang yang
tidak berakal atau tidak menggunakan akalnya.
Lapangan kerja akal dan batasan-batasannya telah ditentukan
oleh Islam. Selama syari‟at tidak melarangnya dan selama syari‟ah
tidak menentangnya produk akal adalah rambu-rambu terbaik
untuk diikuti.
2. Amal jama‟i telah diterapkan oleh Rosululloh dan para
shahabatnya dalam berda`wah. Mereka bergerak berda`wah di
bawah komando Rosululloh .
Rosulullohlah yang mengirim mereka ke Habasyah, beliau
pulalah yang mengangkat para naqib untuk Anshar dan
mengirim utusan-utusan da`wah yang banyak sekali, baik sebelum
maupun sesudah hijrah. Rosululloh telah menda`wahkan para
kabilah sambil meminta mereka untuk mengawal da`wah dan
masih banyak lagi praktek-praktek amal jama‟i yang dikerjakan
oleh beliau.
3. Da`wah adalah suatu amal kebajikan dan ketaqwaan bahkan amal
kebajikan yang terbesar, oleh karena itu da`wah termasuk pada
perintah yang terkandung di dalam ayat berikut:
Da’watuna | 19
            

 
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (Mengerjakan) kebaikan dan
taqwa dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan.Dan bertaqwalah kalian pada Alloh, sesungguhnya
Alloh amat berat siksanya”. (QS. Al-Maidah (5): 2)
Dalam rangka memaksimalkan pelaksanaan perintah ta‟awun ini,
kita dapati ta‟awwun yang terorganisir dan terpimpin adalah
bentuk yang terbaik. itulah yang dimaksud dengan amal jama‟i
dalam berda`wah.13
4. Da`wah adalah amal nushroh (membela agama Alloh ) karena
tujuan da`wah adalah menegakkan hak-hak Alloh .
Alloh berfirman:
            

            

         

“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong


(agama) Alloh sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada para
pengikut-pengikutnya yang setia: ”Siapakah yang akan menjadi
penolong-penolongku (Untuk menegakkan Agama) Alloh? Pengikut-
pengikut yang setia itu berkata: ”Kamilah penolong-penolong agama
Alloh!”. Lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang
lain) kafir maka kami dukung orang-orang yang beriman atas musuh-
musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.”
(QS. As-Shaf (61): 14)
Pelaksanaan nushroh akan mempunyai musuh yang menghadang.
Bagaimana kita harus menghadapi mereka tanpa amal jama‟i

13 Baca tafsir ayat tersebut dalam “Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-
Mannan” : 182
20 | Da’watuna
sedangkan mereka bersatu dalam amal-amal jama‟i?14 Di ayat yang
berikut Alloh telah memuji hamba-hamba-Nya yang bersatu teguh
dalam perjuangan dengan menggambarkan mereka seolah-olah
bangunan yang kokoh.
Alloh berfirman:
           
“Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berperang dijalan-
Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh”. (QS. As-Shaf (61): 4)
5. Amal Jama‟i dalam berda`wah pun akan membentuk terwujudnya
lingkungan kehidupan yang lebih komitmen terhadap Islam.
Manfaat lingkungan hidup seperti ini sudah barang tentu jelas
sekali bagi kehidupan keagamaan dan juga kebutuhan manusiawi,
sehingga tidak lagi membutuhkan penjelasan yang panjang lebar.
Demikian pentingnya sunniyyah da`wah dan jama’iyyahnya
sehingga keduanya seakan-akan bayangan dari “sunnah wal jama’ah”
itu sendiri. Hal yang serupa kita dapati hampir di semua peribadatan
utama dalam Islam yaitu menerapkannya secara sunnah dan secara
berjama‟ah, seperti pada sholat lima waktu, sholat jum‟at, puasa, haji
dan jihad fisabilillah.

•••••

14Baca QS. 9 : 36. Ibnu `Athiyyah ketika menjelaskan ayat ini mengatakan :
“Sebagaimana upaya mereka memerangi kita dengan bersatu, maka seperti itulah
kefardhuan kita bersatu dalam memerangi mereka”. (Al-Jami` Li Ahkam Al-Qur`an,
Al-Qurthubi : 8/136)
Da’watuna | 11
V. REALITA DA`WAH

Realita da`wah luas sekali, pada pasal ini kita akan membahas dari
segi sunniyyah da`wah dan jama‟iyyahnya. Kedua unsur utama ini
pada periode da`wah sekarang ini berada di antara tiada dan wujud
yang lemah. Di banyak upaya da`wah kedua unsur tersebut tidak
bertemu, dalam arti ada usaha-usaha yang mempunyai salah satu
unsur tetapi tidak mempunyai unsur yang lainnya, di waktu yang
sama unsur yang adapun kebanyakan berada dalam kadar yang
rendah. Ada juga upaya yang mempunyai kedua unsur tersebut
tetapi dalam kadar yang lemah sekali.
Kerendahan kadar dalam kedua unsur biasanya terjadi pada
syumuliyyah, baik ilmiyah atau amaliyah yang mencakup tujuan dan
lapangan da`wah dan terjadi pula pada segi mutu. Untuk lebih
jelasnya mari kita bersama menelaah realita ini sebatas yang
diperlukan untuk memperjelas pandangan.
A. Adanya Sunniyyah Tanpa Jama’iyyah.
Dalam macam usaha-usaha seperti ini kita dapati adanya
sunniyyah dari segi isi da`wah walaupun kadarnya masih jauh lebih
rendah dari sunnah yang sempurna. Kerendahan kadar ini bisa
dimaklumi, karena Indonesia memang masih belum mempunyai
ulama-ulama sunnah dan lembaga-lembaga pendidikan sunnah yang
mapan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Tetapi yang menjadi problem adalah ketidaksadaran sebagian para
pelaku da`wah (da‟i) tentang hal itu, sehingga merasa bahwa yang
mereka miliki dan da`wahkan adalah sunnah yang sempurna. Dengan
sendirinya, karena ketidaksadaran itu di waktu yang sama langkah-
langkah menuju kesempurnaan pun menjadi lemah sekali. Kita katakan
tadi bahwa sunniyyah yang ada adalah dari segi isi, sedangkan dari segi
tujuan yang syamil bisa dikatakan hampir tidak ada.
Walau ada semacam kerjasama di antara para da‟i (terkadang), tetapi
itu belum sampai pada tarap amal jama‟i. Yang menjadi penghalang
jama‟iyyah mereka bermacam-macam, walau pun semua dari mereka
menyadari bahwa musuh-musuh Islam bersatu padu dan berjama‟ah
dalam memusuhi Islam, hal itu sudah bukan rahasia lagi. Di antara

22 | Da’watuna
sebab-sebab utama terhalangnya amal jama‟i adalah:
1. Cinta kepemimpinan
Hal ini mencegah persatuan di antara banyak tokoh ahli dunia yang
masing-masing ingin menguasai pengikut-pengikutnya. Ketika kita
mempunyai husnuzhan (baik sangka) yang besar terhadap para da‟i,
maka kita harap hal seperti itu hanya sedikit saja terjadi di antara
mereka. Tetapi walau pun sedikit, hal ini pasti ada, karena memang
merupakan suatu sifat manusia. Sudah barang tentu sang tokoh tidak
akan mengakui hal ini, dari itu alasan (penolakan untuk beramal jama`i)
yang dikemukakan adalah alasan syar‟i yang dipaksa-paksakan.
2. Su’uzhan (buruk sangka) antar tokoh da`wah
Su‟uzhan inipun bisa menjadi garis pemecah yang besar sekali dan
pada kenyataannya perang mulut antar banyak da‟i telah kita saksikan.
3. Tujuan da`wah yang tidak syamil
Ketika para pelaku da`wah masih belum mengerti besarnya tujuan
da`wah dan besarnya tantangan da`wah yang ada dari pihak musuh-
musuh Islam, maka dengan sendirinya mereka tidak akan menyadari
betapa pentingnya amal jama‟i yang kuat.
Ketidaksadaran mereka tentang syumuliyyah (kesempurnaan)
tujuan da`wah jelas sekali terlihat dari cara mereka menangani
operasionil dakwah mereka sendiri. Usaha-usaha mereka tidak
mengarah kepada penyusunan barisan pembela da`wah sama sekali,
di waktu musuh-musuh Islam terus menerus menyusun barisan
untuk memusuhi Islam. Mereka seakan tidak menyadari bahwa
musuh-musuh sunnah berada di sekeliling mereka serta mereka
seakan-akan berada dalam suatu sistem masyarakat Islami.
4. Syubhat (kejahilan)
Sebab yang keempat ini kita sebut sebagai syubhat, karena kita
tidak dapati kata-kata lain yang lebih dekat kepada hal-hal yang
akan kita paparkan berikut ini:
a) Menjauhi amal jama‟i karena “mengira” bahwa arti dari
“hizbiyyah“15 yang banyak dikecam para ulama adalah amal

15 ‫حزبيت‬ “Hizbiyyah” berasal dari kata ‫ حزب‬dan ‫ ي‬nisbah (yang artinya adalah ‫ الصّت‬/
hubungan dan ‫ اللسابت‬/ kedekatan). Berarti Hizbiyyah adalah hubungan dan kedekatan

Da’watuna | 13
jama‟i. Perkiraan seperti ini tidak bisa ditafsirkan selain syubhat
atau kejahilan. Arti hizbiyyah yang dicela para ulama adalah
pemihakan pada suatu pihak bukan karena kebenaran pihak tersebut, tetapi
karena dorongan-dorongan hawa nafsu dan kecondongan jiwa manusiawi.
Jadi jelas sekali amal jama‟i bukanlah hizbiyyah, amal jama‟i adalah
bentuk dari suatu amal sedang hizbiyyah adalah suatu sikap.
b) Sekelompok dari para pemuda dan da‟i mengerti arti dari hizbiyyah
yang sebenanya, tetapi mereka beranggapan bahwa hizbiyyah
adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam amal jama‟i, oleh karena
itu mereka menjauhi amal jama‟i dengan harapan bisa selamat dari
hizbiyyah. Mari kita coba bersama menguji pemikiran mereka.
Kepastian akan timbulnya hizbiyyah pada amal jama‟i memerlukan
adanya dalil syar‟i atau hissi. Pada kenyataannya tidak ada di antara
mereka yang sanggup mengemukakan dalil syar‟i dalam hal ini.
Sedangkan dalil hissi yaitu dalil dari kenyataan tidak ada pembuktian
kepastian timbulnya hizbiyyah pada setiap amal jama‟i.
Hizbiyyah adalah suatu hal pengikutan hawa nafsu dalam berpihak,
hal ini bisa saja terjadi pada amal jama‟i, pada kehidupan bermarga dan
berkeluarga, bermasyarakat, bernegara, bermazhab, berkawan atau
bersaudara dan lain-lainnya.
Tidak seharusnya kita meninggalkan semua tata kehidupan
tersebut karena takut terkena hizbiyyah. Hizbiyyah adalah suatu
kesalahan dan kesalahan adalah sekutu manusia. Setiap manusia akan
salah. Tidak berarti demi menjauhi kesalahan kita harus berhenti
menjadi manusia.
Di dalam setiap peribadatan bisa timbul riya‟. Meninggalkan

pada hizb, sedangkan hizb adalah ‫الجماعت فيها غّظت‬ (organisasi atau jama`ah yang
memiliki kekuatan). Di dalam Al-Qur`an hizb digolongkan menjadi dua kelompok :
yaitu hizbulloh (organisasi atau jama`ah yang berjuang di jalan Alloh) dan Hizbusy
Syaithon (organisasi atau jama`ah yang berjuang di jalan syaithon). Jadi hizbiyyah
memiliki dua keadaan apakah kedekatan dan hubungan kepada Hizbulloh atau
kedekatan dan hubungan kepada hizbusy syaithon. Jadi kedua keadaan itu memiliki
hukum yang berbeda, jika hizbiyyah kepada hizbulloh, tentu hukumnya bisa berarti
wajib. Sedangkan jika hizbiyyah kepada hizbusy syaithon, maka pasti hukumnya
haram atau kufri. (Baca Kitab Al-Mu‟jam al-Wasith. Dan kitab Fi Ma Kuntum
Hizballoh Aw Hizbasy Syaithon, Abdul Hadi Al-Mishri)
24 | Da’watuna
suatu peribadatan karena takut riya adalah suatu kesalahan yang
fatal, seperti misalnya meninggalkan sholat jama‟ah karena takut
riya.16 Meninggalkan hizbiyyah adalah taklif dari Alloh dan
Alloh tidak membebankan manusia lebih dari kemampuannya.
Hizbiyyah bisa saja terjadi pada amal jama‟i dan pada selain amal
jama‟i. Tugas kita adalah harus terus mengikis kesalahan-kesalahan
kita baik hizbiyyah ataupun yang lainnya, bukan malah menambah
kesalahan dengan meninggalkan amal jama‟i.
Meninggalkan suatu amal sholeh karena takut atau kuatir terkena
fitnah adalah perbuatan orang jahil atau munafiq. Hal ini terjadi
pada zaman Rosululloh ketika beliau mengajak seorang pemuka
masyarakat yang ternyata munafik untuk berjihad melawan Rum.
Maka munafik itu pun menolak dengan alasan takut terfitnah oleh
kecantikan gadis-gadis Rum. Penolakan ini disebut oleh Alloh
sebagai “jatuh ke dalam fitnah”, sebagaimana firman-Nya:

            

 
“Di antara mereka ada yang berkata: ”Berilah saya izin (untuk tidak
pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke
dalam fitnah”. Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus dalam fitnah.
Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang
kafir”. (QS. At-Taubah (9): 49)
Ada pula yang mengakui pentingnya amal jama‟i tetapi mereka
mengatakan aqidah harus didahulukan sebelum hakimiyah dan
tanzhim (organisasi). Perkataan seperti ini biasanya dilontarkan
tanpa pemikiran yang matang. Hakimiyah adalah bagian yang besar
sekali dari aqidah. Sedangkan tanzhim atau jama‟iyyahnya da`wah
adalah sarana dan bukan aqidah yang keduanya tidak berada dalam

16 Imam Ahmad Al-Maqdisi berkata :


‫وهرلً إذا جسن العمل خى ًفا من أن ًلاٌ إ اهه مساء فال ًنبغي ذلً أل اهه من ميائد ا‬
‫الشيطان‬ ٍ
“Jika dia meninggalkan amal karena takut dikatakan riya, maka hal itu tidaklah layak dia
tinggalkan, karena itu (meninggalkan amal karena takut dikatakan riya‟) bagian dari
tipu daya syaithon”. (Mukhatshor Minhaj Al-Qoshidin : 245)
Da’watuna | 15
satu jalur sampai bisa dan harus dikedepankan atau dikebelakangkan.
Untuk menyiarkan aqidah itulah dibentuk tanzhim.
Di antara yang berpandangan negatif terhadap amal jama‟i
bersandarkan pada khabar-khabar yang belum pasti, bahwa ada
sebagian ulama yang tidak menyetujuinya atau sebagian besar ulama
tidak melakukannya bahkan terkadang (dan ini kebanyakan) hanya
bersandarkan pada fatwa-fatwa beberapa da‟i (yang secara tidak
sadar mereka anggap sebagai ulama-ulama besar).
Kita adalah Ahlus sunnah wal jama‟ah bukan Ahlul bid‟ah! dari
itu sumber agama kita adalah Al-Qur‟an, As-sunnah dan Ijma‟ sahabat
bukan lain-lainnya. Siapa saja, ulama mana saja yang berfatwa
demikian? Berapa orang mereka? apa di dunia Islam cuma mereka
saja yang ada sehingga fatwa mereka menjadi ijma‟ dan hujjah? lagi
pula pada kenyataannya tidak ada ulama yang berfatwa demikian
secara umum sama sekali. Kalau pun ada, hanya terbatas pada buku-
buku beberapa penulis (yang kita belum tahu tentang tingkat ilmunya)
yang menyatakan pendapat mereka bahwa di negeri tertentu (tempat
tinggal si penulis) tidaklah syar‟i membentuk jama‟ah tanpa izin imam
mereka. Alasan si penulis adalah karena imam di negeri itu adalah
imam syar‟i yang menerapkan syari‟ah.
Apakah pendapat seperti ini hujjah atas setiap umat dan di semua
tempat? Demikiankah manhaj Ahlus sunnah? Kalau pun ada ijtihad
seorang alim yang mementahkan syar‟iyyah amal jama‟i, apakah
ijtihad seorang alim saja bisa kita jadikan sumber untuk agama atas
setiap umat?
Masalah agama adalah masalah yang tegas dan bukan
permainan. Barangsiapa yang ingin menentang sesuatu secara syar‟i,
harus mengemukakan dalilnya, betapa pun tinggi ilmunya, kecuali
Rosululloh .

B. Adanya Jama’iyyah Tanpa Sunniyyah


Di medan da`wah kita dapati kebanyakan orang menyadari
pentingnya amal jama‟i, maka terbentuklah banyak kelompok-
kelompok atau jama‟ah-jama‟ah da`wah.
Sebenarnya wadah perjuangan terbaik dan terideal untuk umat
ini adalah khilafah Islamiyah. Ketika khilafah Islamiyah belum

26 | Da’watuna
memungkinkan untuk terbentuk, maka wadah yang berbentuk lebih
dari satu negara Islam pun bisa diterima. Ketika pembentukan negara
Islam masih terhalang, maka wadah terbaik adalah satu jama‟ah untuk
seluruh umat di bawah satu pimpinan. Ketika bentuk seperti ini pun
belum bisa diwujudkan, maka adanya beberapa jama‟ah sebagai
wadah-wadah perjuangan harus diterima sambil terus
mengusahakan kerjasama dan saling tolong-menolong sampai cita-
cita umat bisa tercapai. 17
Kembali kepada jama‟ah-jama‟ah da`wah yang ada di lapangan
dewasa ini, selama mereka berda`wah kepada manhaj Ahlus sunnah
wal jama‟ah maka wujud mereka adalah syar‟i. Adapun tentang tidak
bersatunya mereka, perlu kita sadari bahwa persatuan antar jama‟ah
bukanlah syarat wujud, tetapi syarat kesempurnaan. Hal ini berarti,
kalau syarat ini tidak ada maka wujud mereka tetap syar‟i, tetapi
kesempurnaan belum tercapai. Tetapi yang benar-benar
membingungkan dan mengecewakan di tengah-tengah hasil yang
menggembirakan adalah kebanyakan jama‟ah-jama‟ah yang kita
ketahui, tidak menda`wahkan manhaj Ahlussunnah wal jama‟ah.
Jadi manhaj apa yang mereka da‟wahkan? Di antara mereka ada
jama‟ah-jama‟ah yang menda`wahkan manhaj-manhaj yang tidak
menentu. Setiap jama‟ah dari jama‟ah-jama‟ah tersebut bukan
dipersatukan oleh manhaj tertentu dalam meniti dan
menda`wahkan Islam. Tetapi mereka dipersatukan oleh kesatuan
tujuan dan kesatuan selera. Sedangkan dalam hal-hal yang asasi dan
mendasar seperti aqidah, sesama anggota pun tidak ada persepsi yang
sama, apalagi menda`wahkannya kepada umat ini.
Benar, mereka pun menda`wahkan aqidah tetapi sebatas apa-apa
yang disepakati firqoh-firqoh Islam atau setiap anggota
mendakwahkan aqidahnya masing-masing. Dengan demikian agama
Islam tidak dida`wahkan secara sempurna, tetapi dida`wahkan setelah
dipreteli bagian-bagian yang penting. Pemeretelan ini bukan tidak
beralasan. Tujuan dari pemeretelan ini adalah untuk menjaga

17 Dalam satu kaidah dinyatakan :


‫مال ًدزن وّه ل ًترن وّه‬
“Sesuatu yang tidak dapat diraih secara menyeluruh tidak harus ditinggalkan
seluruhnya‟.
Da’watuna | 17
persatuan jama‟ah yang memang memerlukan persatuan untuk
mencapai tujuannya.
Keliru! Pemeretelan Islam tidak akan membantu dalam mencapai
tujuan, bahkan sebaliknya. Persatuan memang sangat dibutuhkan
dalam mencapai tujuan, tetapi persatuan yang bagaimana yang
diperlukan? Persatuan yang diperlukan adalah persatuan diatas manhaj
Robbani, manhaj yang benar, manhaj Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.
Berkumpul di atas satu manhaj bid‟ah bukanlah persatuan, tetapi
furqoh namanya. Sedangkan berkumpul di atas manhaj yang berbeda-
beda, lebih hebat lagi, yaitu furqohnya furqoh. Sebab di dalam
perkumpulan yang pertama bisa terjadi persatuan barisan, walaupun
berfurqoh dari manhaj Firqotun Najiyah. Sedangkan yang kedua tidak
akan ada persatuan yang hakiki baik dalam barisan maupun manhaj.
Kapankah firqoh najiah boleh berbaur dengan firqoh-firqoh lainnya?
Hal ini boleh terjadi ketika kendali pimpinan sepenuhnya di tangan
Ahlussunnah. Itu pun bukan pembauran! Hubungan kedua belah
pihak adalah hubungan atas dan bawah bukan hubungan setara.
Hubungan ketika Ahlus sunnah sebagai penguasa, ketika itu ahli
bid‟ah tidak akan diberi kesempatan untuk menebar racun-racun
mereka dengan leluasa. Keadaan lainnya yang memungkinkan
kebersamaan dengan firqoh-firqoh itu adalah ketika terjadinya
konfrontasi dengan orang-orang kafir yang ingin mendongkel Islam
dari akar-akarnya dalam suatu pertempuran mempertahankan wujud
Islami. Ketika yang terakhir itu terjadi, Ahlus sunnah harus tetap
mempertahankan dan memperkuat barisannya itu sendiri serta
menda`wahkan manhaj mereka.
Pemeretelan tidak dibolehkan sama sekali walaupun ta‟awun
dengan firqoh dalam kondisi darurat seperti itu dilakukan. Dalam
kondisi kita sekarang ini tidak ada suatu keterpaksaan apa pun untuk
membentuk jama‟ah da`wah yang di dalamnya bercokol orang-orang
dari luar Ahlus Sunnah wal jama‟ah.
Rosululloh bersabda:
:ٌ‫ فئن لم ًىن لهم جماعت ول إمام؟ كا‬:‫(( جّزم جماعت اِلصّمين وإمامهم)) كّت‬
‫((فاعتزٌ جًّ الفسق و اّها ولى أن حع ا‬
‫ض بأصل شجس ٍة ح اتى ًدزهً اِلىث وأهت على‬
.))ً‫ذل‬

28 | Da’watuna
“Berpegang teguhlah engkau pada jama’atul muslimin serta kepada
imam mereka, aku berkata (Khudzaifah Bin Yaman): Apabila mereka
tidak punya jama’ah dan imam? Beliau berkata: Jauhilah golongan-
golongan itu (Firoq dhollah) semuanya walaupun engkau harus
bergantung kepada pokok pohon hingga maut menjemputmu dan
engkau dalam keadaan yang demikian.” (HR. Bukhori, no.6557;
Muslim, no.3434; Abu Dawud, no.3706, Ibnu Majah, no.3969;
dan Imam Ahmad, no.22195)
Ketika suatu jama‟ah da`wah sunnah sedang melawan bahaya
kristenisasi di suatu wilayah misalnya, boleh saja bekerja sama dengan
seorang bid‟i di daerah itu kalau diperlukan dengan syarat tetap
menda`wahkan mereka ke sunnah selama hal itu mungkin.
Kekurangtepatan dalam mengenal tujuan dan manhaj da`wah,
banyak mempengaruhi kecondongan pemeretelan tersebut. Seperti
contohnya suatu jama‟ah yang banyak mempunyai anggota yang
tersebar di seluruh Indonesia, bahkan hampir di seluruh masyarakat
dunia Islam dan bertujuan operasionil mendirikan negara Islam.
Demi mencapai tujuan ini maka persatuan diprioritaskan lebih dari
manhaj yang benar. Di dalam jama‟ah ini bercampur baur antara
Ahlus sunnah dan ahlul bid‟ah, sejak dari jenjang struktur yang
terendah sampai jenjang struktur yang tertinggi.
Penyimpangan manhaj dalam jalan da`wah mereka tidak bisa
dihitung banyaknya. Kita ingin bertanya, kalau tujuan mereka tercapai
dan negara pun berdiri, dengan manhaj apakah rakyat itu akan dididik?
Di atas manhaj apakah negara itu akan berdiri? yang manakah yang
sebenarnya harus didirikan, manhaj yang benar yang di dalamnya
termasuk negara, ataukah negara dengan manhaj campur aduk?
Suatu jama‟ah lainnya yang juga tersebar di seantero dunia ini,
sama sekali tidak menghiraukan di atas manhaj apa mereka berjalan
dan manhaj mana yang mereka da`wahkan. Mereka mempunyai
manhaj sendiri yang juga campur aduk. Penafsiran Laa Ilaaha illalloh
pada mereka hanya sebatas pengertian tauhid rububiyah. Prinsip amar
ma‟ruf nahi munkar dikoyak-koyak. Kejahilan menjadi salah satu
sifat resmi mayoritas anggota mereka, tanpa ada usaha serius sedikit
pun untuk mempertinggi ilmu syar‟i para anggota. Da`wah mereka
sangat terbatas pada beberapa bagian agama Islam saja, yang

Da’watuna | 19
kebanyakan tidak berbeda dengan agama-agama lainnya.
Apa yang bisa diharapkan dari jama‟ah yang seperti ini dalam
menegakan manhaj Alloh dan hak-hak uluhiyyah-Nya di bumi
ini? Di sisi lain keberhasilan mereka dalam merekrut anggota sering
sekali merupakan isolasi bagi sang anggota dari pengaruh manhaj
yang benar atas dirinya.
Masih ada lagi jama‟ah yang lebih “revolusioner” dalam
menjauhkan dirinya dari manhaj Ahlus sunnah wal jama‟ah. Jama‟ah
yang satu ini selalu menggembor-gemborkan pendirian khilafah
Islamiyyah dan merujuk pada kitab dan hadis. tetapi tidak sekali-kali
mengakui ketundukan mereka kepada pemahaman sahabat. Yang
lebih berani lagi adalah penolakan mereka secara terang-terangan
terhadap hadis ahad dalam aqidah, sekali pun hadis itu shohih.
Dengan demikian runtuhlah banyak sekali bagian-bagian aqidah.
Tidak merujuknya mereka kepada pemahaman salafus shaleh
melahirkan penyimpangan-penyimpangan di dalam manhaj mereka,
sebab pemahaman shalafus shalehlah yang diakui oleh Alloh dan
Rosul-Nya.
Pada manhaj Ahlus sunnah, hadis ahad disaring dengan
penyaringan khusus oleh ulama salaf sampai ditentukan yang shohih
dan yang tidak shohih. Lantas yang shohih diterima sebagai dalil untuk
semua masalah, termasuk aqidah, sedangkan yang tidak shohih ditolak.
Kebanyakan masalah-masalah aqidah di sunnah nabawiyyah
didapatkan melalui hadis-hadis ahad. Kita sebagai pengikut Rosululloh
dan salaf menerima apa-apa yang mereka terima tanpa ragu-ragu dan
was-was. Sedangkan ahlul bida‟ menolak hadis-hadis ahad dengan
alasan hadis-hadis tersebut ”zhonni” (masih dalam tarap sangkaan) dan
bukan qot’i (pasti). Hadis ahad di sisi mereka tidak diterima untuk
masalah-masalah aqidah yang harus didasarkan oleh keyakinan.
Menurut manhaj Ahlus sunnah, setelah hadis ahad disaring
dengan syarat-syaratnya yang ketat dan dinyatakan shohih maka
hadis itu telah bersifat yakin. Bagaimana manhaj Al-Qur‟an, sunnah
dan salafus shaleh? Alloh mengirim rosulnya sendiri-sendiri (ahad)
dan khabar mereka harus diterima. Rosululloh mengirim utusannya
ke daerah-daerah, kebanyakan utusan itu sendiri-sendiri (ahad) dan
khabar yang mereka sampaikan menjadi hujjah atas orang-orang yang

30 | Da’watuna
menerima khabar-khabar tersebut, seperti halnya pengiriman Mu‟adz
Bin Jabal ke Yaman.
Adapun Salafus Saleh dari tiga generasi (sahabat, tabi‟in, tabi`it
tabi‟in) semua mereka menerima hadis shohih walaupun ahad
sebagai dalil untuk semua masalah termasuk aqidah. Demikian
halnya para imam yang empat: Abu Hanifah, Malik, Syafi‟i dan
Ahmad Bin Hanbal serta Bukhori, Muslim dan semua imam hadis
serta ulama-ulama yang mengikuti jejak-jejak mereka. Setelah lima
abad berlalu, muncullah manhaj bid‟ah yang berdasarkan atas filsafat
dan ilmu kalam, menolak hadis ahad pada masalah-masalah aqidah.
Jama‟ah ini mengklaim diri mereka sebagai Hizbus siyasi (parpol)
dan bukan jama‟ah da`wah dan ta‟lim. Sedangkan Rosululloh diutus
sebagai da‟i, muallim dan mujahid.18
Bagaimana jama‟ah seperti ini bisa diharapkan untuk
menegakkan manhaj Robbani di bumi ini? Nah, jama‟ah-jama‟ah
yang kita sebutkan tadi adalah jama‟ah-jama‟ah non formal.
Tentunya masih banyak lagi jama‟ah-jama‟ah lain yang bergerak di
lapangan dari yang kecil sampai yang besar, baik formal maupun
non formal.
Bagaimanapun besarnya kesalahan-kesalahan yang ada pada
mereka, tetap saja masing-masing mempunyai kebaikan. Akan
tetapi kebaikan-kebaikan itu tidak bisa dijadikan ukuran kebenaran
manhaj mereka. Kebenaran manhaj hanya bisa diukur dengan
pertanyaan apakah mereka komitmen dengan manhaj Ahlus sunnah
dalam hal tujuan, isi da`wah dan jalan-jalan da`wah itu sendiri? Ada
kelompok-kelompok atau personal-personal yang isi da`wahnya
banyak parsial (tidak syamil) tetapi masing-masing memang menurut
kemampuannya. Tetapi kebanyakan mereka tujuan da`wahnya
masih kabur dan belum tuntas gambarannya. Sedangkan kelompok-
kelompok sempalan yang memang sudah keluar dari Islam walaupun
memakai nama Islam, kita menganggap mereka sebagai musuh-
musuh Islam.

•••••

18 Baca QS. 33 : 46
Da’watuna | 31
VI. MENITI JALAN DA`WAH ILALLOH
ADALAH JALAN TERAGUNG DALAM KEHIDUPAN INI

Jalan inilah yang ditempuh manusia-manusia teragung yang


pernah hidup di dunia ini, para nabi dan para rosul. Hanya orang-orang
yang dikaruniai Alloh yang ditaqdirkan meniti jalan ini. Berda`wah
adalah cara terampuh untuk membentengi diri dari serangan-serangan
kufur atas hati kita.
Da`wah adalah suatu perjalanan yang suci, perjuangan membela
hak-hak Alloh agar kita dijadikan-Nya dari golongan anshorulloh.
Alloh Maha Perkasa dan tidak memerlukan pembelaan siapapun
juga, kesempatan untuk membela diberikan kepada hamba-hamba
yang Alloh inginkan sebagai suatu pembukaan jalan bagi mereka
untuk semakin dekat kepada-Nya dan semakin tinggi derajat mereka
di sisi-Nya.
Jalan da`wah yang harus kita tempuh seharusnya mempunyai
syarat-syarat berikut:
1. Keikhlasan para pelakunya. Yang dimaksud dengan keikhlasan di
sini adalah berda`wah hanya dengan tujuan mendapat ridho Alloh
dan bukan karena ingin keridhoan manusia atau ganjaran dari
makhluk. Ikhlas adalah salah satu dari dua syarat diterimanya amal
seseorang oleh Alloh . Keikhlasan dalam beramal tidaklah sama
antara seseorang dengan yang lainnya, kurangnya keikhlasan bisa
saja terjadi dengan bercampurnya keikhlasan dengan
ketidakikhlasan. Hal ini adalah suatu penyakit yang setiap pribadi
harus mengobatinya. Kita harus menyadari pentingnya ikhlas dan
mempunyai keinginan yang kuat sekali untuk mencapai
keikhlasan yang sempurna. Dengan modal kedua hal ini kita
harus berdo‟a dan berusaha untuk mencapai kesempurnaan itu
sambil terus beramal dan berda`wah.
Jangan sekali-kali terjebak tipuan Iblis dengan meninggalkan
amal (da‟wah) karena masih kurang ikhlas. Ikhlas itu tidak akan
menjadi sempurna dengan hanya menunggu kesempurnaannya tanpa
bergerak. Syarat ikhlas merupakan syarat pertama diterimanya suatu
ibadah, sedangkan syarat kedua adalah Al-Mutaba’ah (mengikuti

32 | Da’watuna
syari`at seperti yang diajarkan Rosululloh ) yang kita coba paparkan
kandungannya (di jalan da`wah) seperti berikut ini.
2. Da`wah yang kita lakukan harus da`wah sunniyyah yaitu da`wah
yang menda`wahkan manhaj Ahlussunnah wal jama‟ah dan
menjalankan da`wah di atas manhaj Ahlus sunnah wal jama‟ah
pula. Da`wah yang tidak sunnah akan mengantarkan pelakunya
kepada kerugian di dunia dan di akhirat.
3. Da`wah itupun harus Jama’iyyah. Tanpa jama‟iyyah, da`wah
tidak akan sanggup mewujudkan tujuan yang syamil. Da`wah
yang tidak jama‟iyyah hanya harus kita kerjakan pada kondisi-
kondisi yang terkecualikan. Tujuan da`wah jama‟iyyah pun harus
syamil (menyeluruh) yaitu menegakkan hak-hak uluhiyyah di
bumi ini, menerapkan manhajulloh pada seluruh bidang
kehidupan. Tujuan parsial hanya berlaku pada da`wah fardiyah
saja.

•••••

Da’watuna | 33
VII. AMAL INI

Amal ini adalah suatu kerjasama persaudaraan dalam belajar


ilmu syar`i, membina diri, beramal shaleh dan berda`wah. Semua
itu memerlukan kerjasama, memerlukan ta`awun. Seorang muslim
yang berjalan sendirian dalam menempuh hal-hal di atas, sangat
dikhawatirkan akan gagal atau hampir bisa dipastikan akan gagal.
Berjalan sendirian mengikuti liku-liku Islami di dalam suatu
masyarakat jahiliyyah adalah tugas yang hampir-hampir tidak
mungkin bisa terlaksana.
Sistem dan tata cara kehidupan jahiliyyah saling topang-menopang
sesamanya, saling dukung-mendukung dalam mencekik segala
sesuatu yang berwarna Islami. Maka dari itu, seorang muslim yang
berjalan sendiri akan menjadi korban yang mudah sekali bagi
fitnah-fitnah jahiliyyah. Bersabar dalam beban-beban kebersamaan
Islami jauh lebih ringan daripada menolak tekanan fitnah-fitnah
jahiliyyah dalam kesendirian.
Kebersamaan seorang muslim dengan saudara-saudaranya dalam
menuntut ilmu syar`i, membina diri, beramal shaleh dan berda`wah
sangat besar artinya bagi kehidupannya, baik di dunia maupun di
akhirat. Sebab, dengan demikian dia telah membentuk satu
lingkungan Islami di sekitar dirinya dan keluarganya. Hal ini adalah
suatu bentuk kecil dari masyarakat Islami yang kita idamkan.
Amal ini adalah suatu amal besar yang hanya dilakukan oleh orang-
orang yang berjiwa besar. Orang-orang yang tidak hanya memikirkan
kepentingan duniawi pribadinya, orang-orang yang bukan hidup
hanya untuk dirinya sendiri, orang-orang yang menjadikan maslahat
umat ini sesuatu yang tidak terpisahkan dari keberadaan dirinya di
dunia ini. Merekalah orang-orang yang hidup di dunia ini dengan
pribadi yang besar, mati sebagai orang besar dan dibangkitkan di
akhirat nanti sebagai orang besar pula.
Amal ini adalah suatu upaya untuk menciptakan suatu perubahan
total yang sangat besar. Perubahan suatu masyarakat jahiliyyah
menjadi masyarakat Islami, menggantikan norma-norma iblis dengan
norma-norma Ar-Rohman, menggantikan kegelapan dengan sinar
yang terang, kekejian dengan kesucian dan kebathilan dengan
34 | Da’watuna
kebenaran. Membebaskan umat yang sedang digiring ke pintu-pintu
Jahannam dan menunjukkan mereka jalan-jalan menuju surga. Suatu
amal suci yang amat tinggi derajatnya, amal utama para rosul yang
mulia, jejak Muhammad dan para sahabatnya.
Amal ini adalah bagian dari suatu pertarungan yang besar,
pertarungan dahsyat yang telah berlangsung sejak diciptakannya
manusia dan akan terus berlangsung sampai saat-saat terakhir dari
dunia ini. Pertarungan yang besar antara laskar Alloh dan laskar
setan, antara laskar yang ingin menyelamatkan kehidupan manusia
baik di dunia maupun di akhirat dan laskar lain yang ingin
menghancurkan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.
Pertarungan antara hak dan bathil ini telah membuka pintu bagi kaum
mu`minin untuk menjadi ansharulloh, menegakkan syari`atulloh.
Di sisi lain syetanpun telah memobilisasi para pengikutnya untuk
menegakkan syari`atnya, syari`at jahiliyyah. Menegakkan kesyirikan-
kesyirikan, kesesatan-kesesatan dan kemaksiatan-kemaksiatan dengan
segala macamnya. Mereka bekerja siang dan malam untuk
menegakkan syari`at syetan dan menjaganya dari kehancuran.
Memerangi semua orang yang ingin menegakkan hukum-hukum
Alloh, baik dengan senjata, media maupun segala usaha lainnya.
Amal ini adalah suatu perjuangan untuk mewujudkan tauhid di
bumi ini. Perjuangan ini adalah bagian dari tauhid setiap pribadi
muslim, bagian dari kecintaannya kepada Alloh , ketidak-
sediaannya untuk berpangku tangan melihat hak-hak Alloh
diabaikan begitu saja. Seorang muwahhid (konsekwen dengan tauhid)
tidak akan begitu saja membiarkan tauhid dihinakan dan kesyirikan
dimuliakan. Hanya di masyarakat Islamilah tauhid dimuliakan.
Hanya di masyarakat yang dihukum oleh hukum Alloh-lah seorang
muwahhid bisa hidup dengan `izzah (kemuliaan dan kehormatan).
Amal ini merupakan suatu tangga bagi seorang muslim untuk
mencapai derajat yang tinggi di sisi Alloh . Alloh tidak
membutuhkan kita untuk memperjuangkan hak-hak-Nya, akan tetapi
kitalah yang membutuhkan perjuangan itu untuk maslahat
(kepentingan) diri kita sendiri di dunia dan di akhirat. Perjuangan ini
adalah suatu karunia dari Alloh untuk hamba-hamba-Nya yang
Alloh menginginkan kemuliaan baginya. Dalam perjuangan ini akan

Da’watuna | 35
berkembang kecintaan kepada Alloh dan agamanya pada diri
seorang muslim. Akan bertambah pula kebenciaannya kepada setan
dan golongannya. Dalam perjuangan seperti ini pula, seorang pejuang
muslim meniti tangga menuju keridhoan Alloh dan ketinggian
derajat di sisi-Nya.

•••••

36 | Da’watuna
VIII. PENUTUP

Di negeri yang dihuni oleh dua ratus juta muslim ini, da`wah
Ilalloh harus dijalankan secara besar-besaran dan sungguh-
sungguh. Musuh-musuh Islam melancarkan usaha mereka siang
dan malam tanpa mengenal lelah dan bosan untuk menjauhkan
umat ini dari agamanya, mengeluarkan mereka dari agama Alloh
dan menghancurkan Islam serta pemeluknya. Da`wah harus
dilakukan secara besar-besaran dan sungguh-sungguh, karena itu
beban yang akan dipikul oleh pejuang-pejuang da`wah berat sekali.
Halangan dan rintangan banyak sekali, Akan tetapi semua halangan
dan rintangan itu akan hancur! Pasti hancur dan lenyap, Insya
Alloh! Tidak ada satu halanganpun yang akan bertahan lama di
hadapan lajunya sunnah. Tidak akan ada satu rintangan pun yang
tidak akan hancur ketika berbenturan dengan gerakan sunniyyah.
Kerajaan Parsi Majusi yang berjaya selama 1000 tahun hancur
berantakan hanya dalam waktu beberapa tahun saja, ketika
berbenturan dengan gerakan sunniyyah pertama 1400 tahun yang lalu.
kerajaan Rum hengkang dari mayoritas wilayah yang dikuasainya,
ketika singa-singa sunnah menerkamnya. Semuanya hancur
berantakan dan porak-poranda ketika telah datang kebenaran.

         

Dan katakanlah:”yang benar telah datang dan yang batil telah


lenyap, sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap”. (QS. Al Israa’ (17): 81)19
Sebanyak mungkin tenaga harus diikutsertakan. Manhaj sunnah
Nabawiyyah harus didakwahkan. Ketika Alloh telah melihat
kejujuran pejuang-pejuang sunnah dan keikhlasan serta
kesungguhan mereka telah mencapai puncaknya, kemenangan-pun

19 Ibnu Mas`ud meriwayatkan bahwa ketika Rosululloh memasuki Makkah, di


saat itu di sekeliling Baitulloh terdapat 360 berhala. Kemudian beliau
menghancurkannya dan mengucapkan ayat 17:81. (HR. Al-Bukhori : 2298, Tirmidzi :
3063 dan Ahmad ; 3403)
Da’watuna | 37
diturunkan dari sisiNya untuk orang-orang yang beriman.

          

       

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa


orang rosul kepada kaum-kaum mereka, mereka datang kepadanya
dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup),lalu kami
melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang jahat. Dan kami
selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS. Ar
Ruum (30): 47)
Berbahagialah mereka yang dipilih Alloh untuk menjadi
pembela-pembela manhaj-Nya. Berbahagialah mereka di dunia dan
di akhirat.
Pembaca yang budiman… kita hanya mempunyai satu
kesempatan untuk hidup di dunia ini dan dalam kurun waktu yang
sangat singkat sekali. Kematian bisa menimpa setiap orang dari kita
di setiap waktu. Tak ada seorangpun yang mampu menolaknya,
ketika penghancur kehidupan itu muncul dan dengan cara
mendadak pula di hadapan kita. Nadzarkanlah diri anda untuk
perjuangan ini, anda tidak akan menyesal dan pasti tidak akan
menyesal! kebahagian menunggu anda di jalan dakwah ini.

JADILAH ANSHARULLAH!
SELAMAT BERJUANG !!!

•••••

38 | Da’watuna
DAFTAR PUSTAKA

1. Ad-Dimuqrathiyyah, oleh Asy-Syaikh Muhammad Syakir Asy–


Syarif.
2. Ahdaf Al-Jihad wa Ghayatuhu, oleh Asy-Syaikh Dr. „Ali bin
Nufa‟i Al-„Ulyani.
3. Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, oleh Al-Imam Al-Mawardi.
4. Al-‘Alamiyyah wa Atsaruha Al-Khabitsah, oleh Asy-Syaikh
Muhammad Syakir Asy– Syarif.
5. Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, oleh Al-Imam Al-Qurthubi.
6. Al-Wajiz fi Fiqh Al-Khilafah, oleh Asy-Syaikh Dr. Shaleh Ash-
Shawi.
7. Asbab Al-Hukm bi Ghairi Ma Anzalallah, oleh Asy-Syaikh Dr.
Shaleh bin Ghanim As-Sadlan.
8. As-Siyasah Asy-Syari’iyyah, oleh Syaikh Al-Islam Ibnu
Taimiyyah.
9. Fadhl Al-Jihad wa Al-Mujahidin, oleh Asy-Syaikh „Abd Al-
„Aziz bin „Abdullah bin Baz.
10. Hukum Al-Islam fi Ad-Dimuqrathiyyah wa At-Ta’addiyyah
Al-Hizbiyyah, oleh Asy-Syaikh „Abd Al-Mun‟im Mushthafa‟
Halimah.
11. Iklil Al-Karamah, oleh Asy-Syaikh Sayyid Shiddiq Hasan Khan
Al-Qanuji.
12. Ma’alim Al-Inthilaq Al-Kubra‟, oleh Asy-Syaikh Muhammad „Abd
Al-Hadi Al-Mishri.
13. Masa’il Al-Jahiliyyah, Asy-Syaikh Muhammad „Abd Al-
Wahhab.

Da’watuna | 39
14. Mauqif Ahlis Sunnah wa Al-Jama’ah Al-‘Almaniyyah, oleh
Asy-Syaikh Muhammad „Abd Al-Hadi Al-Mishri.
15. Nazhariyyah As-Siyadah, oleh Asy-Syaikh Muhammad Al-
Munajjid.
16. Risalah Tahkim Al-Qawanin, oleh Asy-Syaikh Muhammad bin
Ibrahim Alu Asy-Syaikh.
17. Syarh Al-Mawaqif, oleh Al-Imam Al-Jurajani.
18. Syarh Al-Aqidah Al-Thahawiyyah, oleh Al-Imam Ibnu Abi Al-
„Izz.
19. Syarh Risalah Tahkim Qawanin, oleh Asy-Syaikh Safar bin
„Abd Ar-Rahman Al-Hawali.
20. Tahkim Asy-Syariah wa Da’awa Al-‘Alamaniyyah, oleh Asy-
Syaikh Dr. Shaleh Ash-Shawi.
21. Tathbiq Asy-Syari’ah wa Atsaruha ‘ala Al-Umam, oleh Asy-
Syaikh „Abdullah bin Su‟ud Al-Huwaimil.
22. Wujub Tahkim Syar’illah, oleh Asy-Syaikh „Abd Al-„Aziz bin
„Abdullah bin Baz.
23. Wujub Tahkim Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah, oleh Asy-Syaikh
Manna‟ Al-Qaththan.
24. Wujub Tahkim Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah fi Kuli ‘Ashr, oleh
„Asy-Syaikh Dr. Shaleh bin Ghanim As-Sadlan.

40 | Da’watuna

Anda mungkin juga menyukai