DA’WATUNA
HASMI
2014
Silsilah Tarbawiyah
DA’WATUNA
Penerbit :
MARWAH INDO MEDIA
Jl. Purnama, Tamansari, Bogor, 16610
(Barat Sektor Grand Harmony, Bogor Nirwana Residence)
Telp/Fax. (0251) 8487-322
Website: http://www.marwahmedia.com/
Email: admin@marwahmedia.com
Info layanan cetak: 0813-9928-3000
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
I. NEGARA DALAM ISLAM
1 Kitab Ahamiyyah al Jihad, Ali bin Nafi‟ al „Ulyani, h.362-370 dan Kitab Al Ghuluw Fi
ad Dien, Abdur Rahman bin Mu‟alla al Luwaihiq, h.330-337.
Da’watuna | 1
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rosul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis dalam Taurot dan Injil yang ada di
sisi mereka yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
2 | Da’watuna
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-
orang yang beruntung”. (QS. Al- A’raaf (7): 157)
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru
pada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar serta beriman
pada Alloh. Sekiranya Ahli kitab beriman, tentulah hal itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imron (3): 110)
3. Negara Islam berkewajiban melindungi kaum muslimin dari
gangguan dan serangan kaum kafir yang memang sangat
membenci mereka. Kalau negara Islam tidak ada, maka kaum
kafir yang mempunyai negara itu akan dengan mudah
menghancurkan kaum muslimin, baik dari segi keagamaan
mereka maupun dari segi fisik mereka.
Da’watuna | 3
kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang
(Yang dengan persiapan itu) kalian menggetarkan musuh Alloh,
musuh-musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kalian
tidak mengetahuinya, sedangkan Alloh mengetahuinya. Apa saja yang
kalian nafkahkan pada jalan Alloh niscaya akan dibalas dengan cukup
kepada kalian dan kalian tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al
Anfaal (8): 60)
2 Al Ahkam As Sulthoniyyah: 5
3 As Siyasah Asy Syar`iyyah: 116
Da’watuna | 5
APAKAH YANG TERJADI BILA NEGARA ISLAM TIDAK ADA?
Kerusakan agama dan dunia, aqidah dan akhlaq terancam, syirik
dan bid‟ah merajalela, tauhid dan sunnah terpuruk, da`wah
tertindas dan kesesatan menguat serta jiwa dan kehormatan kaum
muslimin terancam. Semua itu mengundang bahaya yang lebih besar
lagi yaitu kemurkaan Alloh .
“Apakah kalian beriman kepada sebagian dari al-Kitab (Taurot ) dan
ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang
6 | Da’watuna
yang berbuat demikian dari kalian melainkan kenistaan dalam kehidupan
dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang
sangat berat. Alloh tidak lengah dari apa yang kalian perbuat”.
(QS.Al-Baqoroh (2): 85)
Dari dua ayat tadi kita pahami bahwa semua sisi kehidupan kita
harus Islami, baik kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, masyarakat,
ekonomi, politik dan seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara
harus tunduk pada kedaulatan Islam, kedaulatan Alloh (bukan
kepada kedaulatan rakyat dan lainnya).
•••••
Da’watuna | 7
II. AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
4 Yaitu zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khotthob, `Utsman
bin `Affan dan `Ali bin Abi Tholib .
5 Tentang arti bid`ah dan ahlul bid`ah dapat dipelajari dan dibaca dalam buku Ahlus
Sunnah wal Jama`ah Metode Beragama Para Salaful Umah, penerbit HASMI
6 Catatan: Tentunya negara Islam adalah negara yang menerapkan hukum-hukum Islam
di atas manhaj Ahlus sunnah wal jama‟ah. Tetapi Imam bisa saja berubah menjadi bid‟i
seperti terjadi pada khilafah Islamiyah pada zaman Al-Ma‟mun yang diteruskan oleh
beberapa adiknya. Sedangkan negara syi‟ah di Iran pada zaman ini bukanlah negara
Islam, sebab syi‟ah mereka bukanlah Islam.
7 Sekelompok ulama dan tokoh ummat ahlus sunnah wal jama`ah yang dikenal
keagamaannya, akhlaknya dan ilmunya yang diberi amanah memusyawarahkan maslahat
umat, baik dalam masalah agama maupun dunia. (Lihat Kitab: "Wadzifah Al-Hakim fi Ad-
Daulah Al-Islamiyyah", karya Dr. `Arif Kholil Muhammad Abu `Ied : 265-268)
8 | Da’watuna
memperjuangkan berdirinya negara Islam atau khilafah Islamiyah
(Khilafah Islamiyah adalah bentuk tersempurna dari negara Islam).
5. Tidak adanya negara Islam dan tidak adanya Ahlul hal wal ’Aqdi,
maka kewajiban Ahlus sunnah adalah berjuang mendirikan
negara Islam dengan tetap menghargai petunjuk-petunjuk kaum
ulama Ahlus sunnah yang berjuang untuk maslahat umat dan
mentaati ijma‟ mereka.8
Sekarang, bagaimanakah keadaan Ahlus sunnah wal jama’ah di
Indonesia?
Bagi orang yang mengerti manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan
menyelami situasi pada saat ini, jelas sekali bahwa Ahlus sunnah di
Indonesia belum mempunyai negara Islam dan tidak mempunyai
ulama Ahlul hal wal ’Aqdi yang bertemu di suatu wadah perjuangan
untuk menegakkan manhaj Alloh . Yang ada adalah usaha-usaha
yang gigih dari para da‟i dan harokah-harokah Islamiyah dengan
bentuk-bentuk dan arah-arah yang sering berbeda satu sama lainnya.
Kenyataan pahit lain adalah bahwa umat ini berada dalam
kepungan ketat yang sangat mencekik. Dengan penjelasan-penjelasan
berikut kita akan coba menganalisa unsur-unsur pengepung tersebut:
1. Ahlul bid’ah.9
Sudah menjadi kenyataan bahwa pimpinan keagamaan kaum
muslimin di banyak negeri Islam kebanyakan berada di tangan
Ahlul bid’ah, baik dari firqoh Sufiyyah, Asy’ariyah, Mu’tazilah,
Aqlaniyah maupun murid-murid kaum orientalis. Merekalah yang
memberikan pengarahan-pengarahan kepada umat ini.
Pimpinan sufiyah dan Asy’ariyah menjadi panutan hampir bagi
seluruh kaum muslimin di negeri-negeri tersebut. Mereka
memiliki banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan yang menjadi
sarana yang ampuh sekali untuk menanamkan bid‟ah-bid‟ah mereka.
Di samping lembaga-lembaga tersebut, mereka pun mempunyai
jaringan da‟wah yang mendapat wala’ (loyalitas) yang besar sekali
10 Kaum rasionalis
10 | Da’watuna
Perekrutan ini bisa berarti peletakan seorang muslim yang direkrut
pada jalur yang menuju ke pintu kemurtadan, sebab setelah sang
anggota dicekoki aqidah-aqidah kelompok sekuler dan menetap di
hatinya, maka mulailah ia melangkah keluar dari Islam. Ini bukan
berarti pengkafiran semua anggota kelompok sekuler yang asalnya
beragama Islam, sebab aplikasi pengkafiran memerlukan tabayyun
dan penegakan hujjah. Disamping tugas utama kita adalah
berdakwah, bukan mengkafirkan.
Sistem pendidikan nasional berjalan di atas sekulerisme, putra-
putri Islam sejak balita sudah diisi dengan adat-istiadat sekulerisme,
secara sadar atau tidak sadar. Akibat semua ini kita dapati cara
berpikir dan berprilaku sekuler mendominasi bagian terbesar dari
masyarakat kita.
5. Agama-agama selain Islam
Tanshir (Kristenisasi) sejak zaman penjajahan Belanda sangat giat
mengkafirkan umat Islam dengan sarana-sarana dan finansial yang
hampir-hampir tidak terbatas. Kegiatan tanshir ini didukung oleh
semua negara-negara nasroni di barat dan timur. Indonesia adalah
negara yang mendapat prioritas kristenisasi terbesar pada zaman
ini. Dengan rayuan harta dan kebohongan, hari demi hari
pemurtadan bertambah luas. Pihak-pihak agama lain seperti
Budha, Hindu dan lain-lain pun mengembangkan diri, tidak
tinggal diam. Mereka terus menyusun kekuatan, sekolah-sekolah
keagamaan mereka terus menjalar, cerita-cerita keagamaan
dipasarkan seluas-luasnya, baik melalui media cetak, maupun
media elektronik yang semuanya merupakan racun-racun yang
kalau sudah mengendap di benak putra-putri Islam akan sangat
mengganggu dalam pelurusan aqidah mereka.
6. Westernisasi (pembaratan) di bidang Akhlak melaju dengan
cepat. Sangat jelas sekali adanya kekuatan yang bergerak
mendorong semua ini berlangsung.
Semua musibah yang kita sebutkan di atas tadi dipayungi bahkan
dilindungi oleh musibah yang lebih besar lagi dan merupakan unsur
pengepung yang paling berat yaitu tidak diterapkannya hukum
Alloh.
Da’watuna | 11
III. DA`WAH DAN PERUBAHAN
“Dan janganlah kalian merasa lemah di hadapan kaum (kuffar), bila
kalian merasakan kesakitan, mereka juga merasakan kesakitan seperti
kalian merasakan sakit, serta kalian berharap dari Alloh apa-apa yang
mereka tak mengharapkannya dan Alloh Maha Mengetahui lagi Maha
berhikmah”. (QS. An-Nisa (4): 104)
“Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Alloh sebagai
tandingan-tandingan, mereka mencintainya seperti mereka mencintai
Alloh, sedangkan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada
Alloh”. (QS. Al-Baqoroh(2): 165)
Masyarakat harus diIslamkan! Sistem Islami harus berdiri di
masyarakat! Tak ada bentuk lingkungan hidup apapun juga untuk
kaum muslimin hidup dengan jaya, bahagia dan selamat, selain
masyarakat Islami. Tetapi bagaimanakah jalan mencapai-nya? Jalannya
sudah jelas sekali sejak lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu.
Jalan itu telah ditempuh oleh teladan kita Rosululloh , yaitu jalan
12 | Da’watuna
da`wah. Jalan penyampaian risalah kepada seluruh manusia, kemudian
membimbing orang yang menerima dakwah ini untuk menerapkannya
dan untuk terus berusaha dengan gigih mendirikan masyarakat Islami.
Semua langkah ini termasuk dalam arti jihad secara umum, yaitu
melakukan usaha semaksimal mungkin dalam menegakkan manhaj
Alloh di bumi ini.
Kita mengakui kesyar‟iyyahan jihad, baik dalam arti umum
maupun khusus11 yaitu berperang (perang fisik) untuk meninggikan
kalimat (manhaj) Alloh . Barangsiapa yang mengingkari
kesyari‟yyahan jihad fisabilillah, maka ia telah keluar dari Islam. Tetapi
dalam memilih jalan yang tepat, yaitu jalan damai atau jalan
peperangan, dalam mendirikan masyarakat Islami, kita perlu sekali
menyelami dan memahami banyak hal yang di antara pokok-
pokoknya adalah:
1. Tujuan jihad (perang fisik) adalah untuk mewujudkan maslahat
diniyyah (diantaranya hak-hak uluhiyyah) dan maslahat umat
manusia dan sekali-kali bukanlah untuk memuaskan nafsu
membunuh serta menumpahkan darah.
Da’watuna | 15
benar-benar terbukti bahwa jalan ini sudah benar-benar tertutup.
Kita berdo‟a dan yakin (insya Alloh) jalan ini tidak akan tertutup.
Wallohu A’lam.
Untuk dapat memahami lebih dalam lagi perhatian Islam yang
sangat serius dalam mencegah terjadinya pertumpahan darah yang
korbannya adalah kaum muslimin juga dan tanpa ada gunanya,
mari kita simak baik-baik ayat berikut ini:
“Dia Alloh yang mencegah tangan kalian atas mereka dan mencegah
tangan mereka atas kalian, setelah mengunggulkan kalian di atas mereka.
Sesungguhnya Alloh Maha melihat apa yang kalian kerjakan.
Merekalah orang-orang kafir yang menghalangi kalian dari (masuk)
Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat
(penyembelihan) nya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang
mu’min dan perempuan yang mu’minah yang tiada kalian ketahui,
lantas kalian bunuh mereka lalu yang demikian menyebabkan kalian
ditimpa kesusahan karenanya tanpa pengetahuan kalian. Supaya Alloh
memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya.
Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan
mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang
pedih”. (QS. Al-Fath (48): 24-25)
Sejarah harokah-harokah Islamiyah itu sendiri telah membuktikan
bahwa kesalahan memilih jalan yang tepat telah banyak menelan
korban yang tidak perlu dan menimbulkan banyak kerusakan.
Kita jangan tertipu oleh manhaj-manhaj sesat yang sama sekali
tidak menghiraukan prinsip Islam dalam mencapai tujuan mereka,
sehingga penumpahan darah kaum muslimin menjadi masalah yang
16 | Da’watuna
ringan sekali. Jangan sekali-kali hanya mengikuti semangat dan darah
muda tanpa menghiraukan ilmu syar‟i dalam masalah ini. Tetapi
jangan pula sampai mengharamkan jihad yang syar’i dan sunni.
Usaha pendirian masyarakat Islami dengan cara damai harus
ditempuh, bukan karena kita kaum penakut! Seorang muslim rela
berkorban jiwa sekali pun, demi berdirinya hak-hak uluhiyah di bumi
ini. Jangan sekali-kali berada di barisan orang-orang yang merusak,
walaupun mengatasnamakan Islam.
Jalan damailah yang harus ditempuh pada zaman dan kondisi umat
yang seperti ini, bukan jalan kekerasan, pemberontakan dan
pertumpahan darah. Semua itu bukan berarti kita anti jihad, maka
barang siapa yang menentang syari‟at jihad, telah keluar dari Islam.
Tetapi seperti halnya semua bagian syari‟at, jihad pun mempunyai
syarat-syarat pelaksanaan.
Jalan damai yang harus kita tempuh adalah jalan damai yang
halal. Menda`wahkan seluruh masyarakat kepada Ahlus sunnah wal
jama‟ah dan mengajak mereka untuk menghimpun seluruh
kemampuan yang ada untuk bersama-sama menjalankan usaha-
usaha dalam mendirikan masyarakat Islami. Mentarbiyah
masyarakat untuk berpegang teguh kepada Islam. Mengusahakan
berdirinya lembaga-lembaga pendidikan yang islami dan lembaga-
lembaga selain pendidikan. Menda`wahkan semua lapisan
masyarakat untuk menerapkan Islam dalam kehidupan pribadi-
pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Membentuk arus Islam yang
kuat yang tidak bisa dijegal oleh kekuatan kufur apa pun, untuk
mendirikan masyarakat Islami.
•••••
Da’watuna | 17
IV. SUNNIYYAH DAN JAMA’ IYYAH DA`WAH
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (Mengerjakan) kebaikan dan
taqwa dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan.Dan bertaqwalah kalian pada Alloh, sesungguhnya
Alloh amat berat siksanya”. (QS. Al-Maidah (5): 2)
Dalam rangka memaksimalkan pelaksanaan perintah ta‟awun ini,
kita dapati ta‟awwun yang terorganisir dan terpimpin adalah
bentuk yang terbaik. itulah yang dimaksud dengan amal jama‟i
dalam berda`wah.13
4. Da`wah adalah amal nushroh (membela agama Alloh ) karena
tujuan da`wah adalah menegakkan hak-hak Alloh .
Alloh berfirman:
13 Baca tafsir ayat tersebut dalam “Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-
Mannan” : 182
20 | Da’watuna
sedangkan mereka bersatu dalam amal-amal jama‟i?14 Di ayat yang
berikut Alloh telah memuji hamba-hamba-Nya yang bersatu teguh
dalam perjuangan dengan menggambarkan mereka seolah-olah
bangunan yang kokoh.
Alloh berfirman:
“Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berperang dijalan-
Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh”. (QS. As-Shaf (61): 4)
5. Amal Jama‟i dalam berda`wah pun akan membentuk terwujudnya
lingkungan kehidupan yang lebih komitmen terhadap Islam.
Manfaat lingkungan hidup seperti ini sudah barang tentu jelas
sekali bagi kehidupan keagamaan dan juga kebutuhan manusiawi,
sehingga tidak lagi membutuhkan penjelasan yang panjang lebar.
Demikian pentingnya sunniyyah da`wah dan jama’iyyahnya
sehingga keduanya seakan-akan bayangan dari “sunnah wal jama’ah”
itu sendiri. Hal yang serupa kita dapati hampir di semua peribadatan
utama dalam Islam yaitu menerapkannya secara sunnah dan secara
berjama‟ah, seperti pada sholat lima waktu, sholat jum‟at, puasa, haji
dan jihad fisabilillah.
•••••
14Baca QS. 9 : 36. Ibnu `Athiyyah ketika menjelaskan ayat ini mengatakan :
“Sebagaimana upaya mereka memerangi kita dengan bersatu, maka seperti itulah
kefardhuan kita bersatu dalam memerangi mereka”. (Al-Jami` Li Ahkam Al-Qur`an,
Al-Qurthubi : 8/136)
Da’watuna | 11
V. REALITA DA`WAH
Realita da`wah luas sekali, pada pasal ini kita akan membahas dari
segi sunniyyah da`wah dan jama‟iyyahnya. Kedua unsur utama ini
pada periode da`wah sekarang ini berada di antara tiada dan wujud
yang lemah. Di banyak upaya da`wah kedua unsur tersebut tidak
bertemu, dalam arti ada usaha-usaha yang mempunyai salah satu
unsur tetapi tidak mempunyai unsur yang lainnya, di waktu yang
sama unsur yang adapun kebanyakan berada dalam kadar yang
rendah. Ada juga upaya yang mempunyai kedua unsur tersebut
tetapi dalam kadar yang lemah sekali.
Kerendahan kadar dalam kedua unsur biasanya terjadi pada
syumuliyyah, baik ilmiyah atau amaliyah yang mencakup tujuan dan
lapangan da`wah dan terjadi pula pada segi mutu. Untuk lebih
jelasnya mari kita bersama menelaah realita ini sebatas yang
diperlukan untuk memperjelas pandangan.
A. Adanya Sunniyyah Tanpa Jama’iyyah.
Dalam macam usaha-usaha seperti ini kita dapati adanya
sunniyyah dari segi isi da`wah walaupun kadarnya masih jauh lebih
rendah dari sunnah yang sempurna. Kerendahan kadar ini bisa
dimaklumi, karena Indonesia memang masih belum mempunyai
ulama-ulama sunnah dan lembaga-lembaga pendidikan sunnah yang
mapan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Tetapi yang menjadi problem adalah ketidaksadaran sebagian para
pelaku da`wah (da‟i) tentang hal itu, sehingga merasa bahwa yang
mereka miliki dan da`wahkan adalah sunnah yang sempurna. Dengan
sendirinya, karena ketidaksadaran itu di waktu yang sama langkah-
langkah menuju kesempurnaan pun menjadi lemah sekali. Kita katakan
tadi bahwa sunniyyah yang ada adalah dari segi isi, sedangkan dari segi
tujuan yang syamil bisa dikatakan hampir tidak ada.
Walau ada semacam kerjasama di antara para da‟i (terkadang), tetapi
itu belum sampai pada tarap amal jama‟i. Yang menjadi penghalang
jama‟iyyah mereka bermacam-macam, walau pun semua dari mereka
menyadari bahwa musuh-musuh Islam bersatu padu dan berjama‟ah
dalam memusuhi Islam, hal itu sudah bukan rahasia lagi. Di antara
22 | Da’watuna
sebab-sebab utama terhalangnya amal jama‟i adalah:
1. Cinta kepemimpinan
Hal ini mencegah persatuan di antara banyak tokoh ahli dunia yang
masing-masing ingin menguasai pengikut-pengikutnya. Ketika kita
mempunyai husnuzhan (baik sangka) yang besar terhadap para da‟i,
maka kita harap hal seperti itu hanya sedikit saja terjadi di antara
mereka. Tetapi walau pun sedikit, hal ini pasti ada, karena memang
merupakan suatu sifat manusia. Sudah barang tentu sang tokoh tidak
akan mengakui hal ini, dari itu alasan (penolakan untuk beramal jama`i)
yang dikemukakan adalah alasan syar‟i yang dipaksa-paksakan.
2. Su’uzhan (buruk sangka) antar tokoh da`wah
Su‟uzhan inipun bisa menjadi garis pemecah yang besar sekali dan
pada kenyataannya perang mulut antar banyak da‟i telah kita saksikan.
3. Tujuan da`wah yang tidak syamil
Ketika para pelaku da`wah masih belum mengerti besarnya tujuan
da`wah dan besarnya tantangan da`wah yang ada dari pihak musuh-
musuh Islam, maka dengan sendirinya mereka tidak akan menyadari
betapa pentingnya amal jama‟i yang kuat.
Ketidaksadaran mereka tentang syumuliyyah (kesempurnaan)
tujuan da`wah jelas sekali terlihat dari cara mereka menangani
operasionil dakwah mereka sendiri. Usaha-usaha mereka tidak
mengarah kepada penyusunan barisan pembela da`wah sama sekali,
di waktu musuh-musuh Islam terus menerus menyusun barisan
untuk memusuhi Islam. Mereka seakan tidak menyadari bahwa
musuh-musuh sunnah berada di sekeliling mereka serta mereka
seakan-akan berada dalam suatu sistem masyarakat Islami.
4. Syubhat (kejahilan)
Sebab yang keempat ini kita sebut sebagai syubhat, karena kita
tidak dapati kata-kata lain yang lebih dekat kepada hal-hal yang
akan kita paparkan berikut ini:
a) Menjauhi amal jama‟i karena “mengira” bahwa arti dari
“hizbiyyah“15 yang banyak dikecam para ulama adalah amal
15 حزبيت “Hizbiyyah” berasal dari kata حزبdan يnisbah (yang artinya adalah الصّت/
hubungan dan اللسابت/ kedekatan). Berarti Hizbiyyah adalah hubungan dan kedekatan
Da’watuna | 13
jama‟i. Perkiraan seperti ini tidak bisa ditafsirkan selain syubhat
atau kejahilan. Arti hizbiyyah yang dicela para ulama adalah
pemihakan pada suatu pihak bukan karena kebenaran pihak tersebut, tetapi
karena dorongan-dorongan hawa nafsu dan kecondongan jiwa manusiawi.
Jadi jelas sekali amal jama‟i bukanlah hizbiyyah, amal jama‟i adalah
bentuk dari suatu amal sedang hizbiyyah adalah suatu sikap.
b) Sekelompok dari para pemuda dan da‟i mengerti arti dari hizbiyyah
yang sebenanya, tetapi mereka beranggapan bahwa hizbiyyah
adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam amal jama‟i, oleh karena
itu mereka menjauhi amal jama‟i dengan harapan bisa selamat dari
hizbiyyah. Mari kita coba bersama menguji pemikiran mereka.
Kepastian akan timbulnya hizbiyyah pada amal jama‟i memerlukan
adanya dalil syar‟i atau hissi. Pada kenyataannya tidak ada di antara
mereka yang sanggup mengemukakan dalil syar‟i dalam hal ini.
Sedangkan dalil hissi yaitu dalil dari kenyataan tidak ada pembuktian
kepastian timbulnya hizbiyyah pada setiap amal jama‟i.
Hizbiyyah adalah suatu hal pengikutan hawa nafsu dalam berpihak,
hal ini bisa saja terjadi pada amal jama‟i, pada kehidupan bermarga dan
berkeluarga, bermasyarakat, bernegara, bermazhab, berkawan atau
bersaudara dan lain-lainnya.
Tidak seharusnya kita meninggalkan semua tata kehidupan
tersebut karena takut terkena hizbiyyah. Hizbiyyah adalah suatu
kesalahan dan kesalahan adalah sekutu manusia. Setiap manusia akan
salah. Tidak berarti demi menjauhi kesalahan kita harus berhenti
menjadi manusia.
Di dalam setiap peribadatan bisa timbul riya‟. Meninggalkan
pada hizb, sedangkan hizb adalah الجماعت فيها غّظت (organisasi atau jama`ah yang
memiliki kekuatan). Di dalam Al-Qur`an hizb digolongkan menjadi dua kelompok :
yaitu hizbulloh (organisasi atau jama`ah yang berjuang di jalan Alloh) dan Hizbusy
Syaithon (organisasi atau jama`ah yang berjuang di jalan syaithon). Jadi hizbiyyah
memiliki dua keadaan apakah kedekatan dan hubungan kepada Hizbulloh atau
kedekatan dan hubungan kepada hizbusy syaithon. Jadi kedua keadaan itu memiliki
hukum yang berbeda, jika hizbiyyah kepada hizbulloh, tentu hukumnya bisa berarti
wajib. Sedangkan jika hizbiyyah kepada hizbusy syaithon, maka pasti hukumnya
haram atau kufri. (Baca Kitab Al-Mu‟jam al-Wasith. Dan kitab Fi Ma Kuntum
Hizballoh Aw Hizbasy Syaithon, Abdul Hadi Al-Mishri)
24 | Da’watuna
suatu peribadatan karena takut riya adalah suatu kesalahan yang
fatal, seperti misalnya meninggalkan sholat jama‟ah karena takut
riya.16 Meninggalkan hizbiyyah adalah taklif dari Alloh dan
Alloh tidak membebankan manusia lebih dari kemampuannya.
Hizbiyyah bisa saja terjadi pada amal jama‟i dan pada selain amal
jama‟i. Tugas kita adalah harus terus mengikis kesalahan-kesalahan
kita baik hizbiyyah ataupun yang lainnya, bukan malah menambah
kesalahan dengan meninggalkan amal jama‟i.
Meninggalkan suatu amal sholeh karena takut atau kuatir terkena
fitnah adalah perbuatan orang jahil atau munafiq. Hal ini terjadi
pada zaman Rosululloh ketika beliau mengajak seorang pemuka
masyarakat yang ternyata munafik untuk berjihad melawan Rum.
Maka munafik itu pun menolak dengan alasan takut terfitnah oleh
kecantikan gadis-gadis Rum. Penolakan ini disebut oleh Alloh
sebagai “jatuh ke dalam fitnah”, sebagaimana firman-Nya:
“Di antara mereka ada yang berkata: ”Berilah saya izin (untuk tidak
pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke
dalam fitnah”. Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus dalam fitnah.
Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang
kafir”. (QS. At-Taubah (9): 49)
Ada pula yang mengakui pentingnya amal jama‟i tetapi mereka
mengatakan aqidah harus didahulukan sebelum hakimiyah dan
tanzhim (organisasi). Perkataan seperti ini biasanya dilontarkan
tanpa pemikiran yang matang. Hakimiyah adalah bagian yang besar
sekali dari aqidah. Sedangkan tanzhim atau jama‟iyyahnya da`wah
adalah sarana dan bukan aqidah yang keduanya tidak berada dalam
26 | Da’watuna
memungkinkan untuk terbentuk, maka wadah yang berbentuk lebih
dari satu negara Islam pun bisa diterima. Ketika pembentukan negara
Islam masih terhalang, maka wadah terbaik adalah satu jama‟ah untuk
seluruh umat di bawah satu pimpinan. Ketika bentuk seperti ini pun
belum bisa diwujudkan, maka adanya beberapa jama‟ah sebagai
wadah-wadah perjuangan harus diterima sambil terus
mengusahakan kerjasama dan saling tolong-menolong sampai cita-
cita umat bisa tercapai. 17
Kembali kepada jama‟ah-jama‟ah da`wah yang ada di lapangan
dewasa ini, selama mereka berda`wah kepada manhaj Ahlus sunnah
wal jama‟ah maka wujud mereka adalah syar‟i. Adapun tentang tidak
bersatunya mereka, perlu kita sadari bahwa persatuan antar jama‟ah
bukanlah syarat wujud, tetapi syarat kesempurnaan. Hal ini berarti,
kalau syarat ini tidak ada maka wujud mereka tetap syar‟i, tetapi
kesempurnaan belum tercapai. Tetapi yang benar-benar
membingungkan dan mengecewakan di tengah-tengah hasil yang
menggembirakan adalah kebanyakan jama‟ah-jama‟ah yang kita
ketahui, tidak menda`wahkan manhaj Ahlussunnah wal jama‟ah.
Jadi manhaj apa yang mereka da‟wahkan? Di antara mereka ada
jama‟ah-jama‟ah yang menda`wahkan manhaj-manhaj yang tidak
menentu. Setiap jama‟ah dari jama‟ah-jama‟ah tersebut bukan
dipersatukan oleh manhaj tertentu dalam meniti dan
menda`wahkan Islam. Tetapi mereka dipersatukan oleh kesatuan
tujuan dan kesatuan selera. Sedangkan dalam hal-hal yang asasi dan
mendasar seperti aqidah, sesama anggota pun tidak ada persepsi yang
sama, apalagi menda`wahkannya kepada umat ini.
Benar, mereka pun menda`wahkan aqidah tetapi sebatas apa-apa
yang disepakati firqoh-firqoh Islam atau setiap anggota
mendakwahkan aqidahnya masing-masing. Dengan demikian agama
Islam tidak dida`wahkan secara sempurna, tetapi dida`wahkan setelah
dipreteli bagian-bagian yang penting. Pemeretelan ini bukan tidak
beralasan. Tujuan dari pemeretelan ini adalah untuk menjaga
28 | Da’watuna
“Berpegang teguhlah engkau pada jama’atul muslimin serta kepada
imam mereka, aku berkata (Khudzaifah Bin Yaman): Apabila mereka
tidak punya jama’ah dan imam? Beliau berkata: Jauhilah golongan-
golongan itu (Firoq dhollah) semuanya walaupun engkau harus
bergantung kepada pokok pohon hingga maut menjemputmu dan
engkau dalam keadaan yang demikian.” (HR. Bukhori, no.6557;
Muslim, no.3434; Abu Dawud, no.3706, Ibnu Majah, no.3969;
dan Imam Ahmad, no.22195)
Ketika suatu jama‟ah da`wah sunnah sedang melawan bahaya
kristenisasi di suatu wilayah misalnya, boleh saja bekerja sama dengan
seorang bid‟i di daerah itu kalau diperlukan dengan syarat tetap
menda`wahkan mereka ke sunnah selama hal itu mungkin.
Kekurangtepatan dalam mengenal tujuan dan manhaj da`wah,
banyak mempengaruhi kecondongan pemeretelan tersebut. Seperti
contohnya suatu jama‟ah yang banyak mempunyai anggota yang
tersebar di seluruh Indonesia, bahkan hampir di seluruh masyarakat
dunia Islam dan bertujuan operasionil mendirikan negara Islam.
Demi mencapai tujuan ini maka persatuan diprioritaskan lebih dari
manhaj yang benar. Di dalam jama‟ah ini bercampur baur antara
Ahlus sunnah dan ahlul bid‟ah, sejak dari jenjang struktur yang
terendah sampai jenjang struktur yang tertinggi.
Penyimpangan manhaj dalam jalan da`wah mereka tidak bisa
dihitung banyaknya. Kita ingin bertanya, kalau tujuan mereka tercapai
dan negara pun berdiri, dengan manhaj apakah rakyat itu akan dididik?
Di atas manhaj apakah negara itu akan berdiri? yang manakah yang
sebenarnya harus didirikan, manhaj yang benar yang di dalamnya
termasuk negara, ataukah negara dengan manhaj campur aduk?
Suatu jama‟ah lainnya yang juga tersebar di seantero dunia ini,
sama sekali tidak menghiraukan di atas manhaj apa mereka berjalan
dan manhaj mana yang mereka da`wahkan. Mereka mempunyai
manhaj sendiri yang juga campur aduk. Penafsiran Laa Ilaaha illalloh
pada mereka hanya sebatas pengertian tauhid rububiyah. Prinsip amar
ma‟ruf nahi munkar dikoyak-koyak. Kejahilan menjadi salah satu
sifat resmi mayoritas anggota mereka, tanpa ada usaha serius sedikit
pun untuk mempertinggi ilmu syar‟i para anggota. Da`wah mereka
sangat terbatas pada beberapa bagian agama Islam saja, yang
Da’watuna | 19
kebanyakan tidak berbeda dengan agama-agama lainnya.
Apa yang bisa diharapkan dari jama‟ah yang seperti ini dalam
menegakan manhaj Alloh dan hak-hak uluhiyyah-Nya di bumi
ini? Di sisi lain keberhasilan mereka dalam merekrut anggota sering
sekali merupakan isolasi bagi sang anggota dari pengaruh manhaj
yang benar atas dirinya.
Masih ada lagi jama‟ah yang lebih “revolusioner” dalam
menjauhkan dirinya dari manhaj Ahlus sunnah wal jama‟ah. Jama‟ah
yang satu ini selalu menggembor-gemborkan pendirian khilafah
Islamiyyah dan merujuk pada kitab dan hadis. tetapi tidak sekali-kali
mengakui ketundukan mereka kepada pemahaman sahabat. Yang
lebih berani lagi adalah penolakan mereka secara terang-terangan
terhadap hadis ahad dalam aqidah, sekali pun hadis itu shohih.
Dengan demikian runtuhlah banyak sekali bagian-bagian aqidah.
Tidak merujuknya mereka kepada pemahaman salafus shaleh
melahirkan penyimpangan-penyimpangan di dalam manhaj mereka,
sebab pemahaman shalafus shalehlah yang diakui oleh Alloh dan
Rosul-Nya.
Pada manhaj Ahlus sunnah, hadis ahad disaring dengan
penyaringan khusus oleh ulama salaf sampai ditentukan yang shohih
dan yang tidak shohih. Lantas yang shohih diterima sebagai dalil untuk
semua masalah, termasuk aqidah, sedangkan yang tidak shohih ditolak.
Kebanyakan masalah-masalah aqidah di sunnah nabawiyyah
didapatkan melalui hadis-hadis ahad. Kita sebagai pengikut Rosululloh
dan salaf menerima apa-apa yang mereka terima tanpa ragu-ragu dan
was-was. Sedangkan ahlul bida‟ menolak hadis-hadis ahad dengan
alasan hadis-hadis tersebut ”zhonni” (masih dalam tarap sangkaan) dan
bukan qot’i (pasti). Hadis ahad di sisi mereka tidak diterima untuk
masalah-masalah aqidah yang harus didasarkan oleh keyakinan.
Menurut manhaj Ahlus sunnah, setelah hadis ahad disaring
dengan syarat-syaratnya yang ketat dan dinyatakan shohih maka
hadis itu telah bersifat yakin. Bagaimana manhaj Al-Qur‟an, sunnah
dan salafus shaleh? Alloh mengirim rosulnya sendiri-sendiri (ahad)
dan khabar mereka harus diterima. Rosululloh mengirim utusannya
ke daerah-daerah, kebanyakan utusan itu sendiri-sendiri (ahad) dan
khabar yang mereka sampaikan menjadi hujjah atas orang-orang yang
30 | Da’watuna
menerima khabar-khabar tersebut, seperti halnya pengiriman Mu‟adz
Bin Jabal ke Yaman.
Adapun Salafus Saleh dari tiga generasi (sahabat, tabi‟in, tabi`it
tabi‟in) semua mereka menerima hadis shohih walaupun ahad
sebagai dalil untuk semua masalah termasuk aqidah. Demikian
halnya para imam yang empat: Abu Hanifah, Malik, Syafi‟i dan
Ahmad Bin Hanbal serta Bukhori, Muslim dan semua imam hadis
serta ulama-ulama yang mengikuti jejak-jejak mereka. Setelah lima
abad berlalu, muncullah manhaj bid‟ah yang berdasarkan atas filsafat
dan ilmu kalam, menolak hadis ahad pada masalah-masalah aqidah.
Jama‟ah ini mengklaim diri mereka sebagai Hizbus siyasi (parpol)
dan bukan jama‟ah da`wah dan ta‟lim. Sedangkan Rosululloh diutus
sebagai da‟i, muallim dan mujahid.18
Bagaimana jama‟ah seperti ini bisa diharapkan untuk
menegakkan manhaj Robbani di bumi ini? Nah, jama‟ah-jama‟ah
yang kita sebutkan tadi adalah jama‟ah-jama‟ah non formal.
Tentunya masih banyak lagi jama‟ah-jama‟ah lain yang bergerak di
lapangan dari yang kecil sampai yang besar, baik formal maupun
non formal.
Bagaimanapun besarnya kesalahan-kesalahan yang ada pada
mereka, tetap saja masing-masing mempunyai kebaikan. Akan
tetapi kebaikan-kebaikan itu tidak bisa dijadikan ukuran kebenaran
manhaj mereka. Kebenaran manhaj hanya bisa diukur dengan
pertanyaan apakah mereka komitmen dengan manhaj Ahlus sunnah
dalam hal tujuan, isi da`wah dan jalan-jalan da`wah itu sendiri? Ada
kelompok-kelompok atau personal-personal yang isi da`wahnya
banyak parsial (tidak syamil) tetapi masing-masing memang menurut
kemampuannya. Tetapi kebanyakan mereka tujuan da`wahnya
masih kabur dan belum tuntas gambarannya. Sedangkan kelompok-
kelompok sempalan yang memang sudah keluar dari Islam walaupun
memakai nama Islam, kita menganggap mereka sebagai musuh-
musuh Islam.
•••••
18 Baca QS. 33 : 46
Da’watuna | 31
VI. MENITI JALAN DA`WAH ILALLOH
ADALAH JALAN TERAGUNG DALAM KEHIDUPAN INI
32 | Da’watuna
syari`at seperti yang diajarkan Rosululloh ) yang kita coba paparkan
kandungannya (di jalan da`wah) seperti berikut ini.
2. Da`wah yang kita lakukan harus da`wah sunniyyah yaitu da`wah
yang menda`wahkan manhaj Ahlussunnah wal jama‟ah dan
menjalankan da`wah di atas manhaj Ahlus sunnah wal jama‟ah
pula. Da`wah yang tidak sunnah akan mengantarkan pelakunya
kepada kerugian di dunia dan di akhirat.
3. Da`wah itupun harus Jama’iyyah. Tanpa jama‟iyyah, da`wah
tidak akan sanggup mewujudkan tujuan yang syamil. Da`wah
yang tidak jama‟iyyah hanya harus kita kerjakan pada kondisi-
kondisi yang terkecualikan. Tujuan da`wah jama‟iyyah pun harus
syamil (menyeluruh) yaitu menegakkan hak-hak uluhiyyah di
bumi ini, menerapkan manhajulloh pada seluruh bidang
kehidupan. Tujuan parsial hanya berlaku pada da`wah fardiyah
saja.
•••••
Da’watuna | 33
VII. AMAL INI
Da’watuna | 35
berkembang kecintaan kepada Alloh dan agamanya pada diri
seorang muslim. Akan bertambah pula kebenciaannya kepada setan
dan golongannya. Dalam perjuangan seperti ini pula, seorang pejuang
muslim meniti tangga menuju keridhoan Alloh dan ketinggian
derajat di sisi-Nya.
•••••
36 | Da’watuna
VIII. PENUTUP
Di negeri yang dihuni oleh dua ratus juta muslim ini, da`wah
Ilalloh harus dijalankan secara besar-besaran dan sungguh-
sungguh. Musuh-musuh Islam melancarkan usaha mereka siang
dan malam tanpa mengenal lelah dan bosan untuk menjauhkan
umat ini dari agamanya, mengeluarkan mereka dari agama Alloh
dan menghancurkan Islam serta pemeluknya. Da`wah harus
dilakukan secara besar-besaran dan sungguh-sungguh, karena itu
beban yang akan dipikul oleh pejuang-pejuang da`wah berat sekali.
Halangan dan rintangan banyak sekali, Akan tetapi semua halangan
dan rintangan itu akan hancur! Pasti hancur dan lenyap, Insya
Alloh! Tidak ada satu halanganpun yang akan bertahan lama di
hadapan lajunya sunnah. Tidak akan ada satu rintangan pun yang
tidak akan hancur ketika berbenturan dengan gerakan sunniyyah.
Kerajaan Parsi Majusi yang berjaya selama 1000 tahun hancur
berantakan hanya dalam waktu beberapa tahun saja, ketika
berbenturan dengan gerakan sunniyyah pertama 1400 tahun yang lalu.
kerajaan Rum hengkang dari mayoritas wilayah yang dikuasainya,
ketika singa-singa sunnah menerkamnya. Semuanya hancur
berantakan dan porak-poranda ketika telah datang kebenaran.
JADILAH ANSHARULLAH!
SELAMAT BERJUANG !!!
•••••
38 | Da’watuna
DAFTAR PUSTAKA
Da’watuna | 39
14. Mauqif Ahlis Sunnah wa Al-Jama’ah Al-‘Almaniyyah, oleh
Asy-Syaikh Muhammad „Abd Al-Hadi Al-Mishri.
15. Nazhariyyah As-Siyadah, oleh Asy-Syaikh Muhammad Al-
Munajjid.
16. Risalah Tahkim Al-Qawanin, oleh Asy-Syaikh Muhammad bin
Ibrahim Alu Asy-Syaikh.
17. Syarh Al-Mawaqif, oleh Al-Imam Al-Jurajani.
18. Syarh Al-Aqidah Al-Thahawiyyah, oleh Al-Imam Ibnu Abi Al-
„Izz.
19. Syarh Risalah Tahkim Qawanin, oleh Asy-Syaikh Safar bin
„Abd Ar-Rahman Al-Hawali.
20. Tahkim Asy-Syariah wa Da’awa Al-‘Alamaniyyah, oleh Asy-
Syaikh Dr. Shaleh Ash-Shawi.
21. Tathbiq Asy-Syari’ah wa Atsaruha ‘ala Al-Umam, oleh Asy-
Syaikh „Abdullah bin Su‟ud Al-Huwaimil.
22. Wujub Tahkim Syar’illah, oleh Asy-Syaikh „Abd Al-„Aziz bin
„Abdullah bin Baz.
23. Wujub Tahkim Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah, oleh Asy-Syaikh
Manna‟ Al-Qaththan.
24. Wujub Tahkim Asy-Syari’ah Al-Islamiyyah fi Kuli ‘Ashr, oleh
„Asy-Syaikh Dr. Shaleh bin Ghanim As-Sadlan.
40 | Da’watuna