Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT

FRAKTUR FEMUR

Oleh :

1. Mira Kurnia 1102011164


2. Nuraga Wishnu Putra 1102011199

Pembimbing :

dr. H. Husodo Dewo Adi, Sp.OT, Spine

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ORTHOPEDI


RSUD DR.SLAMET GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2015
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang
diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa
dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Masjoer, A, 2000). Fraktur
adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin terlebih dari
suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan
fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tetutup
(atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut
fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi
(A,Graham,A & Louis, S, 2000). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri
dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap (Price, A dan L. Wilson, 2003)
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan decade ini
(2000-2010) menjadi dekade tulangdan persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah
karena kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut
WHO, juga menyebabkan kematian ±1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar
korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya
akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat yang meningkat otomatis terjadi
peningkatan penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat
yang tinggal di perkotaan. Sehingga menmbah “ kesemerautan “ arus lalulintas. Arus
lalulintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya kecelakaan
kendaraan bermotor. Dan kecelakaan juga banyak terjadi pada arus mudik dan arus balik hari
raya idul fitri, kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau fraktur
(Kompas. Com, 2008).
Dari jenis-jenis fraktur yang sering terjadi adalah fraktur femur, fraktur femur
mempunyai insiden yang cukup tinggi diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur
femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki
dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau kecelakaan (Masjoer, A, 2000).
Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung menunjukan adanya
respon cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam memahami proses
penyembuhan dari kondisi fraktur yang dialaminya tetapi sebagian besar penelitian tidak
menunjukan adanya korelasi kuat antara tingkat pendidikan dengan kecemasan penderita
fraktur. Respon cemas yang terjadi pada penderita fraktur sangat berkaitan sekali dengan
mekanisme koping yang dimilikinya, mekasnisme koping yang baik akan membentuk respon
psikologis yang baik, respon psikologis yang baik yang berperan dalam menunjang proses
kesembuhan (Depkes RI, 2008).
Penyebab dari fraktur femur terbagi menjadi dua bagian yaitu fraktur fisiologis dan
patologis. Fraktur fisiologis ini terjadi akibat kecelakaan, olahraga, benturan benda dan
trauma. Kejadian ini banyak ditemukan pada dewasa muda terutama pada laki-laki umur 45
tahun kebawah sedangkan fraktur patologis terjadi pada daerah tulang yang lemah oleh
karena tumor, osteoporosis, osteomielitis,osteomalasia dan rakhitis. Kejadian ini banyak
ditemukan pada orang tua terutama perempuan umur 60 tahun keatas (Rasjad,C, 2007).
Fisioterapi berperan untuk mengembalikan gerak dan fungsional pada kondisi di
atas. Menggunakan modalitas fisioterapi diharapkan dapat membantu dalam proses
penyembuhan atau membantu pasien dapat beraktifitas secaranormal kembali, sehingga
masalah yang dialami penderita dapat ditangani. Modalitas terapi latihan pada pasca bedah
fracture femur 1/3 distal bermanfaat untuk mencegah komplikasi yang mungkin timbul
seperti yang disampaikan penulis di atas, dengan terapi latihan mengembalikan gerak dan
fungsi sehingga pasien dapat beraktifitas kembali.
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Tn. A
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Sunda
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : Sekolah Dasar
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kampung Sumadra kecamatan pamulihan
Tanggal Masuk RS : 25-06-2015
Nomor Rekam Medis : 173181
Ruangan : Marjan Atas

II. Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 29 Mei 2015)


Keluhan utama : Nyeri pada paha kiri
Keluhan tambahan : Luka terbuka dan bengkak pada lutut kiri, lulut dan paha
kiri terasa nyeri sehingga kaki kiri sulit digerakkan.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke instalasi gawat darurat RSUD DR. SLAMET GARUT pada
tangal 25 mei 2015 dengan keluhan nyeri pada paha kiri. Keluhan ini berawal setelah
pasien mengalami kecelakaan motor dan tidak sadarkan diri, riwayat pasien berobat ke
tukang urut 2 jam SMRS. Nyeri yang dirasakan sangat hebat terutama saat di tekan dan
digerakkan sehingga membuat pasien tidak bisa berdiri dan tidak bisa berjalan, namun
pasien masih bisa menggerakkan kaki bagian bawah. Keluhan ini juga di sertai darah
yang terus keluar dari luka terbuka pada lutut kiri. keluhan mual dan muntah disangkal.
Buang air kecil dan buang air besar pasien lancar. Perdarahan yang keluar dari kepala,
hidung dan telinga disangkal.
Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami patah tulang sebelumnya


Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti ini

III. Pemeriksaan Fisik


Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 130/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
RR : 16 x/ menit
S : 36°C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks
pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan dinamis
simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri simetris,
tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar simetris
Palpasi : Supel , NT/NL/NK : -/-/- ; hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+ ) normal

Ekstremitas atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-


Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-

Status lokalis :

a/r Femoralis sinistra

Look : Terlihat paha kiri terbalut elastic verband dari os femur proksimal
sinistra sampai ke genu sinistra.
Feel : Arteri dorsalis pedis sinistra teraba, sensibilitas baik, suhu lebih
hyperthermia dibandingkan tungkai atas sebelahnya
Move : Nyeri (+), abduksi (+) terbatas, adduksi (+) terbatas, tungkai bawah kiri
dapat digerakan terbatas, ankle joint kanan dapat digerakan rasa nyeri
(+), dorso dan plantar fleksi (+), Jari – jari kaki kanan dapat bebas
digerakan, nyeri (-).

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium

Darah Rutin 26 Mei 2015 28 Mei 2015 30 Mei 2015 1 Juni 2015
Hb 10,7 g/dL 6,8 g/dL 8,3 g/dL 15,7 g/dL
Ht 31 % 20 % 24 % 48 %
Leukosit 12,710/ mm3 7,620/ mm3 8,420/ mm3 12, 250/ mm3
170,000/ 161.000/
Trombosit 226,000/ mm3 196, 000/ mm3
mm3 mm3
3,52 2,26
Eritrosit 2,70 juta/ mm3 5, 34 juta/mm3
juta/mm3 juta/mm3
AST (SGOT) 12 U/L 22 U/L
ALT (SGPT) 12 U/L 14 U/L
Ureum 23 mg/dL 21 mg/dL
Kreatinin 1,2 mg/dL 0,9 mg/dL
GDS 162 mg/dL 130 mg/dL
Asam Urat 2,9 mg/Dl

Kimia Klinik 28 Mei 2015


Natrium (Na) : 142 mmol/L
Kalium (K) : 4,2 mmol/L
Klorida (Cl) : 114 mmol/L
Kalsium (Ca bebas): 4,45 mmol/L

Foto Radiologi femur :

(Pre op) Kesan : Tampak fraktur os femur 1/3 distal sinistra fragmented
Diagnosis
Open fracture femur 1/3 distal sinistra fragmented
PENATALAKSANAAN

 Pasang Skeletal Traction

 ORIF

Medikamentosa
Pre OP :

 Inf RL 20 gtt/m
 Ceftriakson 2 x 1 g IV
 Ketorolac 2 x 10 mg
 Ranitidine 2 x 30 mg

Pasca OP :

 Inf RL 20 gtt / m

 Inj Cefopirazon non sulbactam 2 x 1g IV

 Inj Gentamycin 2 x 80mg IV

 Kaltropen 3 x 1 Supp

Non Medikamentosa

 Diet Bebas

PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

FRAKTUR FEMUR
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang
diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa
dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Masjoer, A, 2000).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin
terlebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan
lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut
fraktur tetutup (atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus
keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi (A,Graham,A & Louis, S, 2000).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiridan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Price, A dan L. Wilson, 2003)
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan decade ini
(2000-2010) menjadi dekade tulangdan persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah
karena kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut
WHO, juga menyebabkan kematian ±1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar
korbannya adalah remaja atau dewasa muda.

A. Fraktur Femur

I. Anatomi Femur

Os femur tergolong pada os logum atau tulang panjang. Poros utama dari tulang
panjang disebut diaphysis. Pada ekstremitas dari tulang panjang adalah epiphyses (dalam
mengartikulasikan sendi). Wilayah yang terlibat dalam pemanjangan tulang antara
diaphysis dan epiphysis dalam pertumbuhan tulang disebut metaphysis. . Para epiphyses
terutama terdiri dari trabekula dari tulang spons. Permukaan mengartikulasikan dari sendi
sinovial epiphyses ditutupi dengan kartilago artikular. Bagian-bagian anatomi os femur,
meliputi:
Bagian proksimal bersendi dengan acetabulum os coxae, bagiannya ialah:
- Caput femoris
- Fovea capitis
- Colum femoris
- Trocahnter major
- Trochanter minor
- Sulcus intertrochanter
Bagian distal bersendi dengan tibia dan fibula, bagiannya ialah:
- Linea aspera
- Epycondilus medialis
- Epycondilus lateralis
- Condylus lateralis
- Condylus medialis
II. Definisi

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih
dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap
dan fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup
(atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan
infeksi ini disebut fraktur terbuka.

III. Epidemiologi

Klasifikasi alfanumerik pada fraktur, yang dapat digunakan dalam pengolahan komputer,
telah dikembangkan oleh (Muller dkk., 1990). Angka pertama menunjukkan tulang yaitu :

1. Humerus
2. Radius/Ulna
3. Femur
4. Tibia/Fibula

Sedangkan angka kedua menunjukkan segmen, yaitu :

1. Proksimal
2. Diafiseal
3. Distal
4. Maleolar

Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada fraktur
collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari
60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua
ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda
ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur
supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita
laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang
femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.

IV Etiologi

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :

 Peristiwa trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan.

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak
juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh
dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin
tidak ada.

Kekuatan dapat berupa :

1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral

2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang

3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi disertai
fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah

4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq
pendek

5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai terpisah

 Tekanan yang berulang – ulang

Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan
berulang – ulang.

 Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor)
atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget )

V Klasifikasi

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

a. FRAKTUR COLLUM FEMUR:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh
dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
 Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
 Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR

Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam
beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi
Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor

tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

c. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas
dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :

- tertutup

- terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan
dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

· Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan
tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

· Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.

· Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut
rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak – anak)

e. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini
biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur
supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi
gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

f. FRAKTUR INTERCONDYLAIR

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi
bentuk T fraktur atau Y fraktur.

g. FRAKTUR CONDYLER FEMUR

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan
tekanan pada sumbu femur keatas.

V1 Gambaran Klinik

· Riwayat

Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai


yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan dapat
menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur
pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan
curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering
ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas
jauh lebih mendukung.

· Tanda – tanda umum :

Tulang yang patah merupakan bagian dari pasien penting untuk mencari bukti ada tidaknya

1. Syok atau perdarahan

2. Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera


3. Penyebab predisposisi (misalnya penyakit paget)

· Tanda – tanda lokal

a. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh;
kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka

b. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan

c. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.

V11 Diagnosis

· Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan keluhan
bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan

· Pemeriksaan fisik :

- Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh;
kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka

- Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan

- Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.

Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior posterior dan
lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena
itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis
dan tulang belakang.

VIII Penatalaksanaan

1. Terapi konservatif :

- Proteksi

- Immobilisasi saja tanpa reposisi

- Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

- Traksi

2. Terapi operatif

- ORIF

Indikasi ORIF :

- Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi

- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan

- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi

- Excisional Arthroplasty

Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi

- Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis

Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore

1. Tindakan debridement dan posisi terbuka


Penyembuhan fraktur :

1. Fase Peradangan :

Pada saat fraktur ada fase penjendalan dan nekrotik di ujung atau sekitar fragmen fraktur,
proses peradangan akut faktor eksudasi dan cairan yang kaya protein ini merangsang lekosit
PMN dan Makrofag yang fungsinya fagositosis jendalan darah dan jaringan nekrotik

2. Fase Proliferasi :

Akibat jendalan darah 1 – 2 hari terbentuk fibrin yang menempel pada ujung – ujung fragmen
fraktur, dimana fibrin ini berfungsi sebagai anyaman untuk perlekatan sel – sel yang baru
tumbuh sehingga terjadi neovaskularisasi dan terbentuk jaringan granulasi atau procallus
yang semakin lama semakin memadat sehingga terjadi fibrocartilago callus yang bertambah
banyak dan terbentuklah permanent callus yang tergantung banyak atau sedikitnya celah pada
fraktur.

3. Fase Remodelling

Permanent callus diserap dan diganti dengan jaringan tulang sedangkan sisanya direabsorbsi
sesuai dengan bentuk dan anatomis semula.

Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian


fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi

Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.

 Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada


kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

 Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi


anatomik normalnya.
 Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.Metode
tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap
sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema danperdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cederasudah
mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus
dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi
anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips,
bidaiatau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi
danmenstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Rontgen harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

2. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksidisesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Secara umum traksi dilakukan dengan
menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah

Metode pemasangan traksi antara lain :


a. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
b. Traksi mekanik, ada 2 macam :
 Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan
dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
 Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction.Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal /
penjepit melalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi antara lain:


1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot

2. Memperbaiki & mencegah deformitas

3. Immobilisasi

4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)

5. Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :

- Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.

- Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan

- Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.

- Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol.

- Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai. Traksi yang dipasang
harusbaik dan terasa nyaman.

3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Denganpendekatan


bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,kawat, sekrup,
palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kanfragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi
NON UNION

Kegagalan penyatuan fragmen fraktur sepenuhnya. Setelah periode penyatuan yang jauh
lebih lama daripada periode normal

Ada 2 tipe :

1. Fibrous non union

Hanya terjadi penyatuan jaringan fibrosa. Masih dimungkinkan adanya potensi


penyatuan tulang jika diimobilisasi secara rigid dalam waktu yang cukup dan
penghambat penyembuhan fraktur seperti infeski diberantas. Jika pada pemeriksaan
radiologis didapatkan ujung tulangyang sklerosis, ahli bedah harus mengindkusi
penyatuan dengan cangkok tulang autogen

2. Pseudo arthrosis

Gerkana terus-menerus pada fragmen fraktur merangsang pembentukan sendi palsu


(pseudo arthrosis ) yang komplit dengan kapsul yang menyerupai kapsul synovial (
rongga lengkap dengan cairannya ). Non union yang terjadi tidak dapat disatukan
bahkan dengan imobilisasi yang lama sehingga dibutuhkan cangkok tulang. Cangkok
tulang konselus autogen lebih efektif daripada cangkok kortex luas.

Penyebab :

 Distraksi dan pemisahan fragmen


 Interposisi jaringan lunak diantara fragmen-fragmen
 Terlalu banyak gerakkan pada garis fraktur
 Persendian darah lokal buruk

Gejala klinis :

Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai


yang mengalami cedera. Nyeri, memar dan pembengkakkan adalah gejala yang sering
ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak.
Deformitas jauh lebih mendukung.
DELAYED UNION

Jika interval waktu antara terjadinya trauma dan waktu penyambungan tulang telah cukup
tetapi berdasarkan hasil rontgen dan gejala klinis tulang masih belum menyatu.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab antara lain:

 Reduksi yang tidak adekuat


 Gangguan jaringan lunak
 Imobilisasi yang tidak adekuat
 Gangguan pembentukan tulang
 Manajemen pembedahan yang kurang baik
 Fiksasi interna yang tidak adekuat

MALUNION

Fragmen tulang menyatu pada posisi yang tidak memuaskan (angulasi, rotasi atau
pemendekkan yang tidak dapat diterima)

Faktor penyebab :

 Tidak tereduksinya fraktur secara cukup


 Kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan
 Kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif

Terapi

 Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi sedekat mungkin dengan posisi anatomis.
Angulasi lebih dari 15 derajat pada tulang panjang atau deformitas rotasional yang
nyata mungkin membutuhkan koreksi dengan manipulasi ulang atau membutuhkan
osteoptomi dan fiksasi internal.
 Pada anak-anak, deformitas sudut dekat ujung tulang biasanya akan berubah
bentuknya sejalan dengan waktu, sedang deformitas rotasional tidak
 Pada tungkai bawah, pemendekkan lebih dari 2,5 cm jarang dapat diterima oleh
pasien dan prosedur pemanjangan tungkai dapat diindikasikan.
IX KOMPLIKASI
Early :
 Lokal :
Vaskuler : compartement syndrome
Trauma vaskuler
Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer
 Sistemik : emboli lemak
 Crush syndrome
 Emboli paru dan emboli lemak

Late :
 Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi,
perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal
 Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal
 Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Chairuddin, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Bintang


Lamumpatue Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Hal: 149-153

2. Apley, A. G. Dan Louis Solomon, 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley, Edisi Ketujuh. Penerbit Widya Medika, Jakarta

3. Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara
Medisina FK UI< Jakarta, 1987.

4. Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim de
Jong, EGC, Jakarta, 1997.

5. Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston. Editor : dr.
Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 1994.

6. Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor :


Theodore R. Schrock, Alih bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC, Jakarta,
1995.

Anda mungkin juga menyukai