Anda di halaman 1dari 57

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laporan UNICEF menyebutkan bahwa 27 juta anak balita dan 40 juta ibu
hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin,
sehingga menyebabkan lebih dari dua juta kematian tiap tahun. Angka ini
mencakup 1,4 juta anak balita yang terenggut jiwanya (Kadir, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh, Indonesia merupakan salah satu dari 10
negara yang termasuk angka tinggi pada kasus anak tidak diimunisasi, yakni
sekitar 1,4 juta anak (Ismet, 2013).
Pemerintah berupaya menurunkan angka kesakitan, kematian, dan
kecacatan akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),
sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di semua
desa/kelurahan. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar membuat antibodi
untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui
suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Hepatitis B, Campak dan melalui mulut
seperti polio (Momomuat, 2013).
Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per
tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis
(penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Program
imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat (population
immunity) (Probandari, 2013).
Kajian dari Regional Review Meeting on Imunization (WHO/SEARO) di
New Delhi dan Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional Indonesia
Technical Advisory Group on Imunization (ITAGI) pada tahun 2010,
merekomendasikan agar vaksin Hib diintergrasikan ke dalam program

1
2

imunisasi nasional untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi dan
balita pneumonia dan meningitis. Hal ini selaras dengan rencana introduksi vaksin baru yang
terdapat dalam Comprehensive Multi Years Plan (CMYP) 2010-2014 dalam rangka
mempercepat pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) (Dinkes Kota Bengkulu,
2015).
Imunisasi Hib adalah berasal dari Haemophilus Influenza type B (Hib). Hib bisa
menyerang anak di bawah 5 tahun. Anak-anak dapat tertular bakteri Hib dari anak lain yang
sakit atau orang dewasa yang membawa bakteri Hib, namun tidak sakit. Pneumonia
menyebabkan kematian terbesar pada anak, dimana kurang lebih 23% pneumonia yang serius
pada anak disebabkan oleh Haemophilus Influenzae tipe b (Hib). Penyebab lain dari
pneumonia pada anak adalah Pneumococcus, Staphilococcus, Strepthococcus, virus dan
jamur. Hib dan Strepthococcus Pneumonia juga menyebabkan meningitis yang dapat
menimbulkan kematian dan kecacatan pada anak. Meningitis adalah radang pada selaput otak
dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat) dengan gejala : Demam, kaku kuduk,
penurunan kesadaran dan kejang. Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur.
Meningitis akibat bakteri umumnya sangat parah dan dapat menyebabkan kerusakan otak dan
kematian. Laporan CDC tahun 2000 menyatakan bahwa imunisasi Hib dapat menyebabkan
antara lain meningitis (50%), epiglotitis (17%), pneumonia (15%), arthritis (8%), selulitis
(6%), osteomyelitis (2%), bakteriemia (2%) ( Dinkes Kota Bengkulu, 2015).
Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan telah memperkuat program imuniasi dengan
penggunaan vaksin pentavalen (DPT-HB-HIB). Vaksin ini adalah pengembangan vaksin dari
tertavalen yang dulu hanya 4 antigen yaitu DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) dan Hepatitis B,
sekarang ditambah dengan antigen HIB (Haemophilus Influenzae Type B), dan dengan
digunakan vaksin pentavalen (DPT-HB-HIB) bersama vaksin campak, polio dan BCG
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Imunisasi pentavalen telah dilakukan serentak di Indonesia pada bulan Februari 2014,
termasuk di wilayah Bengkulu. Jumlah penduduk kota Bengkulu yang berjumlah 2.050.000
jiwa dengan sasaran bayi usia 0-12 bulan sejumlah 9.670 orang. (Dinas Kesehatan Kota
Bengkulu, 2015).
3

Data pencapaian imunisasi Pentavalen di Kota Bengkulu tahun 2015 adalah DPT Hb1
sebanyak 57 bayi (0,8%), DPT Hb2 sebanyak 47 bayi (0,7), DPT Hb3 sebanyak 100 bayi
(1,5%) dan untuk cakupan imunisasi Pentavalen tahun 2015 dari bulan januari – september
2015 adalah Pentavalen1 sebanyak 4.665 bayi (67,7%), Pentavalen2 sebanyak 4.753 bayi
(69,0%), dan Pentavalen3 sebanyak 100 bayi (1,5%) sedangkan angka kejadian Difteri 0,
Pertusis 0, Tetanus 0, Meningitis 0, Hepatitis 0 dan Pneumonia 21. (Dinas Kesehatan Kota
Bengkulu, 2015).
Penyebab masih rendahnya cakupan imunisasi antara lain adalah orang tua yang sibuk
bekerja, kurang memiliki waktu, bahkan kurang pengetahuan tentang imunisasi dan perhatian
terhadap kesehatan anakpun berkurang, kurang informasi yang diperoleh oleh masyarakat
baik melalui media massa, media elektronik maupun penyuluhan-penyuluhan serta budaya
yang masih mengandalkan dukun sebagai penolong persalinan, sehingga tidak ada anjuran
kepada ibu bersalin untuk mengimunisasikan bayinya. Hal ini menjadikan masyarakat tidak
mengenal tentang imunisasi (Arifin, 2011). Pengetahuan ibu tentang imunisasi
mempengaruhi praktik imunisasi (Lestari, 2012).
Pemberian imunisasi kadang menimbulkan efek samping. Rasa ketakutan pada
vaksinisasi menjasi lebih dominan dibanding dengan ketakutan terhadap penyakitnya,
padahal akibat dari penyakit jelas lebih membahayakan dibanding dengan dampak imunisasi
pentavalen. Efek samping vaksinisasi ini dikenal dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(KIPI), gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi
gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf, serta reaksi lainnya. Reaksi lokal ditandai dengan
rasa nyeri di tempat suntikan, bengkak kemerahan di tempat suntikan, dan demam atau ruam.
Pemilihan model keperawatan yang tepat dengan situasi klien yang spesifik,
memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang variable-variable utama yang
mempengaruhi situasi klien. Dari beberapa model konsep, salah satu diantaranya adalah
model teori Nola J Pender. Perubahan peradigma pelayanan kesehatan dari kuratif kearah
promotif dan peventif ini telah direspon oleh ahli teori keperawatan Nola. J Pender dengan
menghasilkan karya tentang “Health Promotion Model” atau model promosi kesehatan. Model
ini menggabungkan 2 teori yaitu teori nilai harapan (expectancy value) dan teori kognitif social
(social cognitive theory) yang konsisten dengan semua teori yang memandang pentingnya
4

promosi kesehatan dan pencegahan penyakit adalah suatu yang hal logis dan ekonomis
(Hidayat, 2009).
Teori model konseptual Nola J. Pender ini sesuai dengan Program imunisasi
pentavalen yang baru dilakukan pada bulan Februari 2014 (Dinkes kota Bengkulu, 2015),
sehingga banyak ibu, bayi dan balita belum tahu tentang penatalaksanaan Kejadian Ikutan
Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen sehingga perlu dilakukan promosi atau pendidikan
kesehatan bagi masyarakat yang memiliki balita, berdasarkan hal tersebut peneliti berupaya
mengangkat permasalahan tersebut agar masyarakat bias mengatasi secara dini tentang efek
dari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).

B. Rumusan Masalah
Masalah yang diambil pada Laporan Tugas Akhir ini Bagaimana peran keluarga dalam

penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pentavalen melalui pendekatan teori

Nola J. Pender.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak di capai adalah

menerapkan aplikasi teori Nola J. Pender terhadap peran keluarga dalam penatalaksanaan

Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen.


2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keluarga dalam penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca

imunisasi (KIPI) pentavalen melalui pendekatan teori Nola J. Pender.


b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan teori Nola J Pender pada keluarga dalam

penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen melalui pendekatan

teori Nola J. Pender.


c. Mampu merumuskan rencana tindakan peran keluarga dalam penatalaksanaan Kejadian

Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen melalui pendekatan teori Nola J. Pender.
d. Mampu melakukan implementasi peran keluarga dalam penatalaksanaan Kejadian Ikutan

Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen melalui pendekatan teori Nola J. Pender.


e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan peran keluarga dalam perawatan pasien stroke

melalui pendekatan teori Nola J Pender di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah Lebar Kota

Bengkulu Tahun 2018.


5

f. Untuk mengetahui keefektifan aplikasi teori Nola J. Pander dengan peran keluarga dalam

penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen.


g. Untuk mengetahui keunggulan teori teori Nola J. Pander dengan peran keluarga dalam

penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen


h. Untuk mengetahui kelemahan teori teori Nola J. Pander dengan peran keluarga dalam

penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen.


D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pasien
Klien dan keluarga dapat mengerti peran keluarga dalam penatalaksanaan Kejadian Ikutan

Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen.


2. Bagi Profesi Keperawatan
Karya Tulis Ilmiah ini di harapkan dapat menambah informasi tentang peran keluarga

dalam penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen.


3. Bagi pendidikan
Merupakan salah satu bahan informasi bagi pendidikan khususnya bagi perpustakaan yang

berhubungan dengan peran keluarga dalam penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca

imunisasi (KIPI) pentavalen.


E. Implikasi Studi Kasus Terhadap Keperawatan
1. Implikasi Pada Perawat Sebagai Pendidik
Peran perawat sebagai pendidik yaitu untuk memberikan informasi berupa pengajaran

mengenai pengetahuan dan keterampilan dasar dalam hal pentingnya peran keluarga dalam

penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen. Pada studi kasus ini,

perawat menjelaskan apa yang kurang di mengerti oleh klien dan keluarga dari segi

tindakan dan perawatan maupun yang lainnya


2. Implikasi Pada Perawat Sebagai Advokat
Peran perawat sebagai advokat yaitu bagaimana peran keluarga dalam penatalaksanaan

Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen tindakan perawat harus bisa

memberikan rasa nyaman atau bertindak untuk mencegah kesalahan yang tidak di inginkan

ketika pasien setelah dilakukan imunisasi


3. Implikasi Pada Perawat Sebagai Care Provider
6

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada keluarga

dalam perawatan secara mandiri, dengan menggunakan energi dan waktu seminimal

mungkin sehingga keluarga mampu membantu dengan maksimal untuk memulihkan

kondisi balita pasca di imunisasi secepat mungkin. Perawat ini langsung mengkaji kondisi

kesehatan klien, merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi asuhan

keperawatan dengan pendekatan teori Nola J. Pander.

BAB 11

TINJAUAN TEORI

A. Proses Keperawatan Pada Keluarga dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi


(KIPI) Pentavalen.

1. Konsep Dasar Keluarga

a. Pengertian

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI,2005). Keluarga adalah dua atau
lebih individu yang tergantung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi,dalam
satu rumah tanggan berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam peran dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon 2009).
Sedangkan menurut Friedman (2001) keluarga adalah dua atau lebih individu
yang tergabung karena Ikutan tertentu untuk saling membagi prngalaman dan
melakukan pendekatan emosional. Dari ketiga definisi di atas dapat di tarik suatu
kesimpulan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas dua
orang atau lebih dengan adanya Ikutan perkawinan dan pertalian darah, serta hidup
7

dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi di antara sesama anggota yang
mempunyai peran masing-masing

2. Tipe/Bentuk Keluarga
a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah yang terdiri dari ayah,ibu, dan anak
b. Keluarga besar (extended Family) adalah keluarga inti di tambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga usia lanjutnya adalah keluarga yang terdiri dari suami istri usia lanjut,
misalnya kakek dan nenek
d. Keluarga duda/janda (single family) adalah keluarga yang terdiri dari karna
penceraian atau kematian
e. Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama
7
f. Keluarga kabitas (chambitation) adalah dua orang suatu tampak pernikahan tetapi
membentuk satu keluarga.
3. Peran Keluarga
Peran keluarga mengambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan
yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu
dalam keluarga di dasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan
masyarakat, berbagai peran yang didapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Peranan ayah
Sebagai suami dan istri dan ayah anak-anaknya, berperan sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga.
2. Peranan ibu
Sebagai istri dn ibu anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah
tangga, sebagai pengasuh, pendidik dan pelindung anak-anaknya.
3. Peranan anak
Anak-anak mempunyai peranan untuk melaksanakan perintah kedua orang tua,
melanjutkan pendidikan, mentaati peraturan-peraturan yang ada, mematuhi dan
menghargai kedua orang tua.
Selain itu keluarga jugah berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dasar tertentu,
menurut Soetojiningsih (2001), Kebutuhan dasar ini dapat dikelompokan menjadi
tiga, yaitu:
a. Asuh (kebutuhan fisik-biomedis)
Yang termasuk kebutuhan asuh meliputi : nutrisi yang mencukupi dan seimbang,
perawatan kesehatan dasar, pakaian, tempat tinggal, hygine diri dan lingkungan
serta kesehatan jasmani seperti olah raga dan rekreasi.
8

b. Asih (kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang)


Yang termasuk kebutuhan asih meliputi : kasih sayang orang tua, rasa aman,
dukungan / dorongan, mandiri, rasa memiliki, dan kebutuhanakan sukses,
mendapatkan kesempatan serta pengalaman.
c. Asah (kebutuhan stimulasi)
Stimulasi adalah adanya perangsangan dari lingkungan luar anak, yang berupa
latihan atau bermain. Stimulasi merupakan kebutuhan yang sanggat penting untuk
pertumbuhan perkembangan anak
4. Fungsi keluarga
a. Fungsi biologis. Tugas keluarga dalam hal ini untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memelihara
dan merawat anggota keluarga.
b. Kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga,
membina kedewasaan keperibadian anggota keluarga, memberikan indetitas
keluarga.
c. Fungsi sosialisai. Tugas keluarga dalam hal ini adalah membina sosialisasi pada
anak, membentuk norma-norma tingkah laku yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak meneruskan nilai – nilai budaya keluarga.
d. Fungsi ekonomi, tugas keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber–sumber
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pengaturan pengunaan
penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan keluarga di masa yang
akan datang.
e. Fungsi pendidikan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menyekolahkan anak untuk
memberikan pengetahuan dan minat yang di miliknya. Mempersiapkan anak untuk
kehidupan dewasa yang akan datang, mendidik anak sesuai dengan tingkat – tingkat
perkembangannya.
f. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan adalah untuk mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.
Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan
5. Ciri – ciri keluarga
a. Di ikat dalam suatu tali perkawinan
b. Ada hubungan darah
c. Ada Ikutan batin
d. Ada tanggung jawab masing- masing anggotanya
e. Ada pengambilan keptusan
f. Tinggal dalam satu rumah
9

B. Konsep Dasar Teori Imunisasi Pentavalen


1. Pengertian Imunisasi Pentavalen
Imunisasi merupakan salah satu jenis usaha memberikan kekebalan kepada anak
dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh guna membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu (Fida, 2012).
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu
penyakit sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit.
Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif dan kekebalan
aktif (Ranuh, 2011).
Program pemerintah terbaru terkait pemberian imunisasi adalah penggunaan
vaksin kombinasi yang dikenal sebagai Vaksin Pentavalen. Vaksin ini merupakan
gabungan vaksin DPT-HB ditambah Hib. Sebelumnya kombinasi ini hanya terdiri dari
DPT dan HB (kita kenal sebagai DPT Combo). Sesuai dengan kandungan vaksinnya,
vaksin Pentavalen mencegah beberapa jenis penyakit, antara lain Difteri, batuk rejan atau
batuk 100 hari, tetanus, hepatitis B, serta radang otak (meningitis) dan radang paru
(pneumonia) yang disebabkan oleh kuman Hib (Haemophylus influenzae tipe b) (Kinanti,
2013).
Vaksin Pentavalen (DPT-HB-HiB) adalah vaksin DPT-HB ditambah HiB.
Penyakit yang dapat dicegah pentavalen adalah difteri, tetanus, hepatitis, radang otak
(meningitis) dan batuk rejan/batuk 100 hari (Dinkes Kota Bengkulu, 2013).
Vaksini Pentavalen (DPT-HB-HiB) adalah vaksin DPT-HB ditambah HiB (kita
kenal sebagai DPT Combo). Imunisasi DPT terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang
dimurnikan dan bakteri pertusis yang telah dimatikan, Imunisasi hepatitis B (HB) adalah
berasal dari virus yang telah dimatikan dan tidak menginfeksi, dan Imunisasi Hib adalah
berasal dari Haemophilus Influenza type B (HiB). Vaksin Pentavalen mencegah beberapa
jenis penyakit, antara lain Difteri, batuk rejan atau batuk 100 hari, tetanus, hepatitis B,
serta radang otak (meningitis) dan radang paru (pneumonia) yang disebabkan oleh kuman
Hib (Haemophylus influenzae tipe b).

2. Jenis Imunisasi Pentavalen


Imunisasi pentavaeln merupakan kombinasi dari 3 jenis vaksin, yaitu vaksin DPT,
HB, dan HiB. Vaksin pentavalen adalah kombinasi dari lima vaksin dalam satu: difteri,
tetanus, batuk rejan, hepatitis B dan Haemophilus influenza tipe b/Hib (bakteri yang
10

menyebabkan meningitis, pneumonia dan otitis). Lima antigen tersebut diberikan dalam
satu suntikan, sehingga memberikan kenyamanan bagi bayi yang mendapat imunisasi
beserta ibunya. Beberapa jenis imunisasi pentavalen yaitu sebagai berikut :
a. Vaksin DPT
1) Pengertian
Imunisasi DPT terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan dan
bakteri pertusis yang telah dimatikan. Difteri adalah penyakit yang disebabkan
oleh orynebacterium diphtheria. Dapat menyebar melalui kontak fisik dan
pernafasan dengan gejala radang tenggorokan, hilang nafsu makan, demam
ringan, dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiruan pada tenggorokan dan tonsil.
Pertusis (batuk rejan/batuk seratus hari) adalah penyakit yang disebabkan
oleh bordetella pertussis. Penyebarannya dapat melalui batuk/bersin, dengan
gejala pilek, mata merah, bersin, demam, batuk ringan sampai batuk parah.
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani.
Penyebarannya dapat melalui kotoran yang masuk ke luka yang dalam, dengan
gejala kaku otot pada rahang, leher, perut, sulit menelan, berkeringat dan demam,
bayi jadi berhenti menetek, kejang, tubuh kaku. Pemberian imunisasi DPT pada
bayi umur 2-11 bulan, pemberian imunisasi 3 kali (DPT 1,2,3) selang waktu
pemberiannya 4 minggu.
2) Manfaat
Imunisasi DPT bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit difteri
yang dapat menyumbat saluran pernafasan, mencegah penularan penyakit batuk
rejan (Batuk 100 hari) serta penyakit tetanus. Untuk pemberian kekebalan
terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
3) Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, kemerahan
pada tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi
iritasi dan mengigau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
b. Vaksin HB
1) Pengertian
Imunisasi hepatitis B adalah berasal dari virus yang telah dimatikan dan
tidak menginfeksi. Hepatitis B sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati Penularan penyakit ini hepatitis B umumnya terjadi
melalui alat-alat kedokteran, darah, ataupun jaringan, hubungan sosial, dari ibu
kepada bayinya, pada umumnya terjadi sekitar proses persalinan, ataupun melalui
11

ASI dan pernularan antar anak walaupun jarang terjadi dengan gejala, merasa
lemah, gangguan perut, flu, mata/kulit/urine kuning, kotoran pucat.
2) Jadwal pemberian
Imunisasi awal diberikan sebanyak 3 kali. Jarak antara suntikan 1 dan 2
adalah 1-2 bulan, sedangkan untuk suntikan 3 diberikan dengan jarak 6 bulan dari
suntikan 1.
(a) Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HbsAg pasca imunisasi setelah
3 bulan imunisasi terakhir
(b) Pemberian pada usia 0 – 11 bulan dengan 2 kali pemberian (hepatitis B 1, 2,
3) selang waktu 4 minggu untuk bayi yang lahir di RS atau puskesmas/RB
diberikan dalam 24 jam pertama kelahiran
3) Manfaat
Manfaat vaksin HB adalah untuk pemberian perlindungan terhadap infeksi
yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
4) Efek samping
Rasa sakit kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
c. Vaksin Hib
1) Pengertian
Imunisasi Hib adalah berasal dari Haemophilus Influenza type B (Hib).
Hib bisa menyerang anak di bawah 5 tahun. Anak-anak dapat tertular bakteri Hib
dari anak lain yang sakit atau orang dewasa yang membawa bakteri Hib, namun
tidak sakit. Kuman tertular melalui kontak dengan penderita Hib. Jika bakteri Hib
berada di rongga hidung atau tenggorokan, mungkin tidak menyebabkan sakit.
Namun bakteri Hib dapat masuk ke paru-paru dan peredaran darah dan
menyebabkan penyakit serius.
Sebelum ditemukannya vaksin Hib, penyakit Hib merupakan penyebab
utama radang selaput otak (meningitis) pada anak di bawah 5 tahun. Meningitis
menyebabkan kerusakan otak dan medullaspinalis. Hib juga menyebabkan
pneumonia, infeksi berat di tenggorokan, infeksi pada persendian, tulang dan
selaput jantung, bahkan kematian.
Anak di atas 5 tahun tidak perlu mendapatkan vaksin Hib. Namun dalam
kondisi tertentu, vaksinisasi Hib perlu diberikan, seperti penderita sickle cell,
HIV, pengangkatan limpa, transplantasi sumsum tulang atau penderita kanker
yang sedang menjalani kemotrapi.
2) Efek samping
12

Vaksin Hib beresiko menimbulkan efek samping ringan. Berikut efek


samping vaksinasi Hib yang pernah dilaporkan : merah dan bengkak di tempat
penyuntikan dan demam tinggi. Keluhan tersebut biasanya hilang sendiri dalam 2-
3 hari (Marfiah, 2014).
3. Jadwal pemberian imunisasi pentavalen
Pemberian imunisasi pentavalen disesuaikan dengan umur bayi, yaitu sebagai
berikut :
a. Umur bayi < 7 hari, jenis imunisasi : Hepatitis B (HB) O
b. Umur bayi 1 bulan, jenis imunisasi : BCG, Polio 1
c. Umur bayi 2 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 1 dan polio2
d. Umur bayi 3 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 2 dan Polio3
e. Umur bayi 4 bulan, jenis imunisasi : DPT-HB-Hib 3 dan Polio4
f. Umur bayi 9 bulan, jenis imunisasi : campak. (Dinkes Kota Bengkulu, 2013).
4. Keunggulan vaksin pentavalen
Ada beberapa keunggulan vaksin Pentavalen (DPT-HB-Hib) jika dibandingkan
dengan program imunisasi yang lama, antara lain :
a. Mengurangi ‘kesakitan’ pada anak
Imunisasi yang diberikan dengan cara disuntik ini tidak dipungkiri
memberikan rasa sakit dan trauma pada anak. DPT, HB, dan Hib masing-masing
diberikan 3 kali tiap anak. Bisa dihitung berarti anak disuntik 9 kali. Sedangkan
jika diberikan imunisasi pentavalen, anak berarti hanya akan disuntik 3 kali.
Karena setiap kali disuntik sudah ‘kombinasi’ dari ketiga jenis vaksin tersebut.
b. Mengurangi kunjungan ke posyandu
Kunjungan atau puskesmas membutuhkan biaya, khususnya jika keluarga
tersebut berada di daerah yang memang puskesmasnya masih sedikit, selain itu,
jika memang ibu dari anak merupakan ibu yang bekerja maka pemberian
imunisasi pentavalen ini dinilai akan membantu ibu mengatur waktu lebih efisien,
karena berarti kunjungan ibu ke posyandu juga akan berkurang frekuensinya.
c. Mengurangi risiko 6 penyakit sekaligus
Imunisasi pentavalen (DPT-HB-Hib) diketahui merupakan kombinasi dari
vaksin DPT, HB, dan Hib. DPT diketahui merupakan vaksin yang digunakan
untuk mengurangi risiko penyakit difteri, pertusis (batuk 100 hari), dan tetanus.
Sementara HB merupakan vaksin untuk mengurangi risiko penyakit hepatitis B.
Hib sendiri diketahui bisa mengurangi risiko penyakit seperti meningitis dan
arthritis.
5. Cara pemberian
13

Cara pemberian vaksin pentavalen adalah sebagai berikut :

a. Disuntikan secara intramuskuler di anterolateral paha atas pada bayi dan lengan
kanan pada anak usia 1,5 tahun
b. Tidak dianjurkan pada :
1) Bagian bokong anak karena dapat menyebabkan luka saraf siatik.
2) Pemberian intrakutan dapat meningkatkan reaksi lokal
c. Satu dosis adalah 0,5 ml (Dinkes Kota Bengkulu, 2013)

C. Konsep Dasar Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


1. Pengertian KIPI

Adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan

setelah imunisasi (Ranuh, dkk., 2001, p.37).

2. Faktor Penyebab
Kelompok Kerja (Pokja) KIPI Depkes RI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok
faktor etiologi yaitu:

a. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (Programmic errors)


Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi
pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
1) Dosis antigen (terlalu banyak)
2) Lokasi dan cara menyuntik
3) Sterilisasi semprit dan jarum suntik
4) Jarum bekas pakai
5) Tindakan aseptik dan antiseptik
6) Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
7) Penyimpanan vaksin
8) Pemakaian sisa vaksin
14

9) Jenis dan jumlah pelarut vaksin


5) Tidak memperhatikan petunjuk produsen
15

b. Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan
langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan,
sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai
sinkope.
c. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat
diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara
klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat
seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini
sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis
oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau
berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi
obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik
oleh pelaksana imunisasi
d. Faktor kebetulan (Koinsiden)

Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara
kebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan
ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi
setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
e. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan
kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam
kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI
(Ranuh, dkk., 2005, p.97-98).
16

3. Gejala Klinis KIPI

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi
menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada
umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
a. Reaksi KIPI lokal
1. Abses pada tempat suntikan
2. Limfadenitis
3. Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis

b. Reaksi KIPI susunan syaraf pusat


1) Ensefalopati
2) Ensefalitis
3) Meningitis
4) Kejang

c. Reaksi KIPI lainnya


1) Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
2) Reaksi anafilaksis
3) Syok anafilaksis
4) Demam tinggi >38,5°C
5) Episode hipotensif-hiporesponsif
6) Osteomielitis
7) Menangis menjerit yang terus menerus
Setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan
observasi selama 15 menit. untuk menghindarkan kerancuan maka gejala
klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu
17

Tabel 4. Gejala klinis KIPI

Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat Timbul KIPI


Toksoid Tetanus Syok anafilaksis 4 Jam
Neuritis brakhial
(DPT, DT, TT) Komplikasi akut termasuk 2 – 18 hari tidak tercatat
kecacatan dan kematian
Campak Syok anafilaksis 4 Jam
Ensefalopati
5 – 15 hari tidak tercatat
Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian.

Trombositopenia 7-30 hari


Klinis campak pada resipien 6 bulan
munokompromais tidak tercatat
Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan Kematian
Polio Polio paralisis 30 hari 6 bulan
Polio paralisis pada resipien
Imunokompromais
Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan Kematian
Hepatitis B Syok anafilaksis 4 Jam tidak tercatat
Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan Kematian
BCG 4-6 Minggu

Dikutip dengan modifikasi dari RT Chen, 1999

4. Survailans KIPI
Adalah kegiatan untuk mendeteksi dini, merespon kasus KIPI dengan
cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi untuk kesehatan individu
dan pada program imunisasi dan merupakan indikator kualitas program

Kegiatan survailans KIPI meliputi

a. Mendeteksi, memperbaiki, dan mencegah kesalahan program


b. Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada petunjuk
vaksin atau merek vaksin tertentu
18

c. Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI merupakan


koinsiden (suatu kebetulan)
d. Memberikan kepercayaaan masyarakat pada program imunisasi dan
memberi respon yang tepat terhadap perhatian orang tua/masyarakat
tentang keamanan imunisasi di tengah kepedulian (masyarakat dan
professional) tentang adanya resiko imunisasi
e. Memperkirakan angka kejadian KIPI (rasio KIPI) pada suatu populasi
(Depkes RI, 2006, p.98).

5. Pelaporan KIPI
a. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaporan :
1) Identitas : nama anak, tanggal dan tahun lahir, jenis kelamin nama
orang tua dan alamat harus jelas
2) Jenis vaksin yang diberikan, dosis, siapa yang memberikan. Vaksin
sisa disimpan dan diperlakukan seperti vaksin yang masih utuh
3) Nama dokter yang bertanggung jawab
4) Riwayat KIPI pada imunisasi terdahulu
5) Gejala klinis yang timbul dan atau diagnosis, pengobatan yang
diberikan dan dan perjalanan penyakit, (sembuh, dirawat atau
meninggal, sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan tulis
juga apabila terdapat penyakit yang menyertai
6) Waktu pemberian imunisasi (tanggal, jam)
7) Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui, berapa lama interval
waktu antara pemberian imunisasi dengan terjadinya KIPI, lama
gejala KIPI
8) Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh
9) Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI
10) Adakah tuntutan dari keluarga
11) Angka Kejadian KIPI
6. Tatalaksana KIPI
Tabel . Tatalaksana kasus KIPI
19

KIPI Gejala Tindakan Keterangan


Vaksin Nyeri, eritema, - Kompres hangat Pengobatan
Bengkak di daerah dilakukan oleh
- Jika nyeri
bekas suntikan < 1 cm. guru UKS dan
mengganggu dapat orang tua
Timbul < 48 jam diberikan
Setelah imunisasi parasentamol 10
mg /kgBB/kali
pemberian, < 6 bln :
60 mg/kali pemberian,
6-12 BB 90 mg/kali
pemberian 1-3 th :
120 mg/kali pemberian

- Eritema /indurasi - Kompres hangat Pengobatan


Reaksi dan edema - Paracetamol dilakukan oleh
Lokal guru UKS dan
Berat - Nyeri, bengkak dan orang tua
(jarang manifestasisistemik
terjadi)

Reaksi - Nyeri, bengkak, - Paracetamol Pengobatan


Arhus indurasi dan Edema - Dirujuk dan dirawat di dilakukan oleh
RS guru UKS dan
- Terjadi akibat orang tua
reimunisasi pada
Pasien dengan Kadar
antibodi yang masih
tinggi.

- Timbul beberapa
Jam dengan
puncaknya 12-36
Jam setelah
imunisasi

(Depkes RI, 2006, p.100-102


20

D. Model Teori Nola J. Pander Terhadap Penatalaksanaan Kejadian Ikutan


Pasca Imunisasi (KIPI)
1. Konsep teori Nola J. Pander
Teori model konseptual Nola J. Pender dilatar belakangi oleh adanya
suatu bentuk pergeseran paradigma, dimana pergeseran paradigma ini
etrjadi dalam suatu bentuk pemberian pelayanan kesehatan yang
menitikberatkan pada paradigma kesehatan dan keperawatan yang lebih
holistik dalam memandang sebuah penyakit dan berbagai gejala
penyebabnya, bukan sebagai focus pelayanan kesehatan saja. Pada
perubahan paradigma inilah yang menjadikan perawat sebagai posisi kunci
dalam berbagai peran dan fungsinya dalam melakukan pelayanan
kesehatan.hampir semua lapisan dibidang pelayanan kesehatan dalam
melakukan pelayanan promosi dan preventif ( pencegahan) kesehatan
dilakukan oleh para perawat. Oleh karena adanya promosi dan preventif
kesehatan yang cenderung dilakuakan dan diupayakan oleh perawat inilah
lahir sebuah teori dan model konseptual dari Nola J. Pender yang berjudul
“ Health Promotion Model “ atau model promosi kesehatan.
Model promosi kesehatan ini merupakan sebuah teori yang
menggabungkan 2 teori yaitu Teori Nilai Harapan ( Expectancy value ) dan
Teori Kognitif Social ( Social Cognitive). Teori Pender tentang model
promosi kesehatan ini konsisten dan berfokus pada pentingnya promosi
dan pencegahan kesehatan untuk dilakukan guna peningkatan kesehatan
klien atau masyarakat yang lebih baik dan optimal. Berikut penjelasan
mengenai 2 teori yang menjadi komponen terbentuknya teori model
promosi kesehatan :

1) Teori Nilai Harapan ( Expectancy value theory)

Menurut teori ini, perilaku sehat klien maupun individu secara pribadi
bersifat rasional dan ekonomis. Secara rasional individu akan
bertindak sebagaimana mestinya dalam mencapai sebuah apa yang
mereka inginkan, dan juga mereka cenderung akan
21

mempertahankannya ketika keinginan tersebut tellah dicapai, yaitu


dengan cara :

a. Meningkatkan hasil yang ingin dicapai yang disebut sebagai nilai


personal yg positif,

b. Peningkatkan berdasarkan informasi yang tersedia untuk mencapai


hasil yang diinginkan. Individu tidak akan melakukan sesuatu
tindakan yang tidak berguna dan tidak bernilai bagi dirinya.
Individu tidak akan melakukan kegiatan walaupun kegiatan
tersebut menarik bagi dirinya jika dirasakan tidak mungkin
kegiatan tersebut dicapainya.

2) Teori Kognitif Sosial

Teori ini lebih cenderung sebagai model interaksi antara individu


dengan lingkunan, individu lain yang melibatkan perilaku sebagai
sustu hal yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Dalam
teori ini setiap individu harus mampu mempunyai pengetahuan dan
kemampuan yang lebih dalam membina hubungan dengan lingkungan
sekitar untuk mendukung proses adaptaf, sehingga hal ini mampu
menjadi pencegahan dan promosi kesehatan yang dapat dilakukan
untuk menghindari kemungkinan terjadinya sakit.

2. Asumsi- Asumsi Dasar Teori Nola J. Pender

1) Manusia mencoba mencipatakan kondisi agar mereka tetap hidup dan


dapat mengekspresikan keunikannya.

2) Manusia mempunyai kapasitas untuk merefleksikan kesadaran dirinya,


termasuk penilaian terhadap kemampuannya.

3) Manusia menilai perkembangan sebagai suatu nilai yang positif dan


mencoba mencapai keseimbangan perubahan diri yang stabil.

4) Setiap individu secara aktif berusaha mengatur prilakunya.

5) Individu dalam bipsokososial yang kompleks berinteraksi dengan


lingkungannya secra terus – menerus.
22

6) Profesional kesehtan merupakan bagian dari lingkungan interpersonal


yang berpengaruh terhadap manusia sepanjang hidupnya.

7) Pembentukan kembali konsep diri manusia dengan lingkungan adalah


penting untuk perilaku.

3. Proposisi Model Promosi Kesehatan

1) Perilaku sebelumnya dan karakteristik yang diperoleh mempengaruhi


kepercayaan dan perilaku untuk meningkatkan kesehatan.

2) Manusia melakukan perubahan perilaku di mana mereka


mengharapkan keuntungan yang bernilai bagi dirinya.

3) Rintangan yang dirasakan dapat menjadi penghambat kesanggupan


melakukan tindakan, suatu mediator perilaku sebagaimana perilaku
nyata.

4) Promosi atau pemanfaatan diri akan menambah kemampuan untuk


melakukan tindakan dan perbuatan dari perilaku.

5) Pemanfaatan diri yang terbesar akan menghasilkan sedikit rintangan


pada perilaku kesehatan spesifik.

6) Pengaruh positif pada perilaku akibat pemanfaatan diri yang baik dapat
menambah hasil positif.

7) Ketika emosi yang positif atau pengaruh yang berhubungan dengan


perilaku, maka kemungkinan menambah komitmen untuk bertindak.

8) Manusia lebih suka melakukan promosi kesehatan ketika model


perilaku itu menarik, perilaku yang diharapkan terjadi dan dapat
mendukung perilaku yang sudah ada.

9) Keluarga, kelompok dan pemberi layanan kesehatan adalah sumber


interpersonal yang penting yag mempengaruhi, menambah atau
mengurangi keinginan untuk berperilaku promosi kesehatan.
23

10) Pengaruh situasional pada lingkungan eksternal dapat menambah atau


mengurangi keinginan untuk berpartisipasi dalam perilaku promosi
kesehatan.

11) Komitmen terbesar pada suatu rencana kegiatan yang spesifik lebih
memungkinkan perilaku promosi kesehatan dipertahankan untuk
jangka waktu yang lama.

12) Komitmen pada rencana kegiatan kemungkinan kurang menunjukkan


perilaku yang diharapkan ketika seseorang mempunyai kontrol yang
sedikit dan kebutuhan yang diinginkan tidak tersedia.

13) Komitmen pada rencana kegiatan kurang menunjukkan perilaku yang


diharapkan ketika tindakan-tindakan lain lebih atraktif dan juga lebih
suka pada perilaku yang diharapkan.

14) Seseorang dapat memodifikasi kognisi, mempengaruhi interpersonal


dan lingkungan fisik yang mendorong melakukan tindakan kesehatan.

4. Penjelasan model HPM pender

A. Karakteristik dan pengalaman individu

1. Perilaku sebelumnya

Perilaku sebelumnya mempunyai pengaruh langsung atau tidak


langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, yaitu:

a. Pengaruh langsung dari perilaku masa lalu terhadap perilaku promosi


kesehatan saat ini dapat menjadi pembentuk kebiasaan yang
mempermudah seseorang melaksanakan perilaku tersebut secara
otomatis.

b. Pengaruh tidak langsungnya adalah melalui persepsi pada self


efficacy, manfaat, hambatan dan pengaruhi aktivitas yang muncul
dari perilaku tersebut. Pengaruh positif atau negatif dari perilaku baik
sebelum, saat itu ataupun setelah perilaku tersebut dilaksanakan akan
dimasukan kedalam memori sebagai informasi yang akan
dimunculkan kembali saat akan melakukan perilaku tersebut di
24

kemudian waktu. Perawat dapat membantu pasien membentuk suatu


riwayat perilaku yang positif bagi masa depan dengan memfokuskan
pada tahap perilaku tersebut. Membantu pasien bagaimana mengatasi
rintangan dalam melaksanakan perilaku tersebut dan meningkatkan
level/ kadar efficacy dan pengaruh positif melalui pengalaman yang
sukses dan feed back yang positif.

2. Faktor Personal

Faktor personal meliputi aspek biologis, psikologis dan social budaya.


Faktor – faktor ini merupakan prediksi dari perilaku yang didapat dan
dibentuk secara alami oleh target perilaku

3. Faktor Biologis Personal

Termasuk dalam faktor ini adalah umur, indeks massa tubuh, status
pubertas, status menopause, kapasitasa erobik, kekuatan, kecerdasan
atau keseimbangan.

4. Faktor Psikologis Personal

Varibel yang merupakan bagian dari faktor ini adalah harapan diri,
motivasi, kemampuan personal, status kesehatan,dan definisi sehat

5. Faktor social kultural

Faktor ini meliputi suku, etnis, pendidikan, dan status ekonomi

B. Perilaku Spesifik Pengetahuan dan Sikap (Behaviour-Spesific Cognitionsand


Affect)

1. Manfaat Tindakan (Perceived Benefits of Actions)

Rencana seseorang melaksanakan perilaku tertentu tergantung pada


antisipasi terhadap manfaat atau hasil yang akan dihasilkan. Antisipasi
manfaat merupakan representasi mental dan konsekuensi perilaku
positif. Berdasarkan teori expecting value.

2. Hambatan Tindakan yang dirasakan (Perceived Barriers to Actions)


25

Hambatan yang diantisipasi telah secara berulang terlihat dalam


penelitian empiris, mempengaruhi intensitas untuk terlibat dalam suatu
perilaku yang nyata dan perilaku actual yang dilaksanakan. Dalam
hubungannya dengan perilaku promosi kesehatan, Hambatan-hambatan
ini dapat berupa imaginasi maupun nyata. Hambatan ini terdiri atas :
persepsi mengenai ketidaktersediaan, tidak menyenangkan, biaya,
kesulitan atau penggunaan waktu untuk tindakan-tindakan khusus.
Hambatan-hambatan ini sering dilihat sebagai suatu blocks, rintangan
dan personal cost dari perilaku yang diberikan. Hilangnya kepuasan
dalam menghindari atau menghilangkan perilaku-perilaku yang
merusak kesehatan seperti merokok atau makan makanan tinggi lemak
untuk mengadopsi perilaku / gayahidup yang lebih sehat juga dapat
menjadi suatu halangan. Halangan ini biasanya membangunkan
motivasi untuk menghindari perilaku-perilaku yang diberikan. Bila
kesiapan untuk bertindak rendah dan hambatan tinggi maka tindakan
ini tidak mungkin terjadi. Jika kesiapan untuk bertindak tinggi dan
harnbatan rendah kemungkinan untuk melakukan tindakan lebih besar.
Barier tindakan seperti yang dilukiskan dalam HPM mempengaruhi
prornosi kesehatan secara langsung dengan bertindak sebagai locks
terhadap tindakan seperti penurunan komitmen untuk merencanakan
tindakan.

3. Kemajuan Diri (Perceived Self Efficacy)

Self efficacy seperti didefinisikan oleh Bandura


adalah judgment / keputusan dari kapabilitas seseorang untuk
mengorganisasi dan menjalankan tindakan secara nyata. Judgment dari
personal efficacy dibedakan dari harapan yang ada dalarn
tujuan. Perceived self efficacy adalah judgment dari kemampuan untuk
menyelesaikan tingkat performance yang pasti, dimana tujuannya atau
harapannya adalah suatu judgment dari suatu konsekuensi (contohnya
benefit dan cost) sebanyak perilaku yang akan dihasilkan. Persepsi dari
ketrampilan dan kompetensi dalam domain Motivasi individu
26

untuk melibatkan perilaku-perilaku yang mereka lalui.


Perasaan efficacy dan ketrampilan dalam performance seseorang
sepertinya mendorong untuk melibatkan/ menjalankan perilaku yang
lebih banyak daripada perasaan ceroboh dan tidak terampil

Pengetahuan individu tentang self efficacy didasarkan pada 4 tipe


informasi :

1. Pencapaian performance dari perilaku yang dilaksanakan secara


nyata dan evaluasi performance yang berhubungan
dengan beberapa standar pribadi atau umpan balik yang diberikan

2. Pengalaman-pengalaman dan mengobservasi performan-ce orang


lain dan hubungannya dengan evaluasi diri sendiri dan umpan balik
dan orang lain.

3. Ajakan secara verbal kepada orang lain bahwa mereka mempunyai


kemampuan untuk melaksanakan tindakan tertentu.

4. Kondisi psikologis (kecemasan, ketakutan, ketenangan) di mana


seseorang menyatakan kemampuannya

5. Dalam HPM, self efficacy yang diperoleh dipengaruhi oleh


aktivity related affect. Makin positif affeck, makin besar persepsi
eficacynya, sebaliknya self eficacy mempengaruhi hambatan
tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi
terhadap hambatan untuk melaksanakan perilaku yang
ditargetkan. Self efficacy memotivasi perilaku promosi kesehatan
secara langsung dengan harapanefficacy dan secara tidak langsung
dengan mempengaruhi hambatan dan komitmen dalam
melaksanakan rencana tindakan.

1) Activity-Related Affect (sikap yang berhubungan dengan


Aktivitas).

Perasaan subjektif muncul sebelum, saat dan setelah


suatu perilaku, didasarkan pada sifat stimulus perilaku itu
27

sendiri. Respon afektif ini dapat ringan, sedang atau kuat dan
secara sadar di nanti, disimpan didalam memori dan
dihubungkan dengan pikiran-pikiran perilaku selanjutnya.
Respon-respon afektif terhadap perilaku khusus terdiri atas 3
komponen yaitu : emosional yang muncul terhadap tindakan itu
sendiri (activity-related), menindak diri sendiri (self-
related), atau lingkungan dimana tindakan itu terjadi (context-
related).

Perasaan yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi


apakah individu akan mengulang perilaku itu lagi atau
mempertahankan perilaku lamanya. Perasaan yang tergantung
pada perilaku ini telah diteliti sebagai determinan perilaku
kesehatan pada penelitian terakhir. Perilaku yang berhubungan
dengan afek positif kemungkinan akan di ulang dan yang
negatif kemungkinan akan dihindari. Beberapa perilaku bisa
menimbulkan perasaan positif dan negatif. Dengan demikian,
keseimbangan di antara afek positif dan negative sebelum, saat
dan setelah perilaku tersebut merupakan hal yang penting untuk
diketahui.

Activity-related Affect ini berbeda dari dimensi evaluasi


terhadap sikap yang dikemukakan olch Fishbein dan Ajzen.
Dimensi evaluasi terhadap sikap lebih mencerminkan evaluasi
afektif pada hasil spesifik dari suatu perilaku dari pada respon
terhadap sifat stimulus perilaku itu sendiri. Untuk beberapa
perilaku yang diberikan, rentang penuh dari perasaan negatif
dan positif harus diuraikan sehingga keduanya dapat diukur
secara akurat. Dalam beberapa instrument untuk mengukur
afek, perasaan negatif diuraikan secara lebih luas dari pada
perasaan positif. Hal ini tidak rnengherankan karena
kecemasan, ketakutan dan depresi telah diteliti lebih
banyak dibandingkan perasaan senang, gembira dan tenang.
28

Berdasarkan teori kognitif social, terdapat hubungan antara


self-efficacy dan activity related affect.

McAulay dan Courneya menemukan bahwa respon afek positif


saat latihan merupakan predictor yang penting terhadap
Efficacy setelah latihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Bandura bahwa respon emosional dan pengaruhnya terhadap
keadaan psikologis saat melakukan suatu perilaku berperan
sebagai sumberi informasi efficacy. Dengan demikian, activity-
related Affect dikatakan mempengaruhi perilaku kesehatan
secara langsung maupun tidak langsung melalui self-
efficacy dan komitmen terhadap rencana tindakan.

2) Interpersonal Influences

Menurut HPM, pengaruh interpersonal adalah kesadaran


mengenai perilaku, kepercayaan atau pun sikap terhadap orang
lain. Kesadaran ini bisa atau tidak bisa sesuai dengan
kenyataan. Sumber utama pengaruh interpersonal pada perilaku
promosi kesehatan adalah keluarga (orang tua dan saudara
kandung), teman, dan petugas perawatan kesehatan. Pengaruh
interpersonal meliputi: norma (harapan dari orang-orang yang
berarti), dukungan sosial (dorongan instrumental dan
emosional) dan modeling (pembelajaran melalui mengobservasi
perilaku khusus seseorang). Tiga proses interpersonal ini pada
sejumlah penelitian kesehatan tampak mempredisposisi
seseorang untuk melaksanakan perilaku promosi kesehatan.
Norma sosial mernbentuk standar pelaksanaan yang dapat
dipakai atau ditolak oleh individu. Dukungan social untuk suatu
perilaku menyediakan sumber-sumber dukungan yang
diberikan oleh orang lain. Modeling menggambarkan
komponen berikutnyadari perilaku kesehatan dan merupakan
strategi yang penting bagi perubahan perilaku dalam teori
kognitif social. Pengaruh interpersonal mernpengaruhi
29

perilaku promosi kesehatan secara langsung maupun tidak


langsung melalui tekanan social atau dorongan untuk komitmen
terhadap rencana tindakan Individu sangat berbeda dalam
sensitivitas mereka terhadap harapan, contoh pujian orang lain.
Namun, diberikan motivasi yang cukup untuk berperilaku
dalam cara yang konsisten dengan pengaruh interpersonal,
individu mungkin akan melakukan perilaku-perilaku yang akan
menimbulkan pujian dan dukungan social bagi mereka.

3) Pengaruh Situasional (Situational Influences)

Persepsi dan kesadaran personal terhadap berbagai situasi atau


keadaan dapat memudahkan atau menghalangi suatu perilaku.
Pengaruh situasi pada perilaku promosi kesehatan meliputi
persepsi terhadap pilihan yang ada, kharakteristik permintaan,
dan ciri-ciri estetik dari suatu lingkungan dimana perilaku
tersebut dilakukan. Individu tertarik dan lebih kompeten dalam
perilakunya di dalam situasi atau keadaan lingkungan yang
mereka rasa lebih cocok dari pada lingkungan yang tidak
cocok, lingkungan yang berhubungan dari pada yang asing,
lingkungan yang aman dan meyakinkan dari pada lingkungan
yang tidak aman dan mengancarn. Lingkungan yang
menarik juga lebih diinginkan untuk melaksanakan perilaku
kesehatan

Dalarn HPM, pengaruh situasional telah dikemukakan sebagai


pengaruh langsung atau tidak langsung pada perilaku
kesehatan. Situasi dapat secara langsung mempengaruhi
perilaku dengan menyediakan suatu lingkungan yang diisi
dengan petunjuk-petunjuk yang akan menimbulkan tindakan.
Sebagai contoh, sutau lingkungan yang di tulis dilarang
merokok akan menciptakan klarakteristik perilaku tidak
merokok dilingkungan tersebut seperti yang diminta. Kedua
situasi ini mendukung komitmen untuk tindakan kesehatan.
30

Pengaruh situasional telah memberikan sedikit perhatian pada


penelitian HPM sebelumnya dan dapat diteliti lebih lanjut
sebagai determinan yang secara potensial penting bagi perilaku
kesehatan. Mereka dapat dipegang sebagai kunci penting dalam
mengembangkan stategi baru yang lebih efektif untuk
memfasilitasi penerirnaan dan pemeliharaan perilaku
kesehatan.

a. Hasil Perilaku

Tanggung jawab untuk merencanakan tindakan (POA)


merupakan awal dari suatu peristiwa perilaku. Tanggung
jawab ini akan mendorong individu ke arah perilaku yang
di harapkan

1. Tanggung Jawab Untuk Merencanakan Tindakan (POA)

Manusia umumnya meningkatkan perilaku


berorganisasi dari pada tidak. Kesengajaan adalah faktor
utama yang menentukan kemauan berperilaku.
Tanggung dalam merencanakan tindakan pada HPM
yang telah direvisi menunjukkan pokok yang mendasari
proses kognitif:

2. Tanggung jawab untuk melakukan tindakan yang


spesifik pada waktu dan tempat yang telah diberikan
dengan orang-orang tertentu atau secara sendirian,
dengan mengabaikan pilihan berkompetensi.

3. Mengidentifikasi strategi-strategi yang menentukan


untuk mendapatkan, membawa dan memperkuat
perilaku.

4. Kebutuhan mengidentifikasi strategi-strategi spesifik


digunakan pada tempat yang berbeda didalam rangkaian
perilaku, kedepannya merupakan kemungkinan yang
disengaja dan yang lebih lanjut bahvva perencanaan
31

tindakan (POA) yang dikembangkan oleh perawat dan


klien akan sukses di implementasikan. Tanggung jawab
sendiri tanpa strategi-strategi dari teman sejawat sering
mengahasilkan tujuan yang baik” namun gagal
membentuk suatu nilai perilaku kesehatan.

5. Kebutuhan Untuk Segera Berkompetisi dan Pilihan-


Pilihan kebutuhan untuk segera berkompetisi atau
pilihan-pilihan merujuk pada alternatif perilaku yang
memaksakan kedalam kebingungan sebagai bagian dari
yang mungkin terjadi sebelumnya dan segera
diharapkan menjadi perilaku promosi kesehatan yang
direncanakan. Kebutuhan berkompetisi dipandang
sebagai perilaku alternatif dimana individu relatif
memiliki level kontrol yang rendah karena
ketergantungan terhadap lingkungan seperti bekerja atau
tanggung jawab perawatan keluarga. Kegagalan
berespon terhadap suatu kebutuhan dapat memiliki efek
yang tidak menguntungkan untuk diri sendiri atau untuk
hal-hal lain yang penting. Pilihan berkompetisi
dipandang sebagai alternatif perilaku dengan kekuatan
penuh yang bersifat lebih yang mana individu relatif
menggunakan level kontrol yang tinggi. Mereka dapat
mengeluarkan perilaku promosi kesehatan dan setuju
menjadi perilaku kompetisi. Tingkat dimana individu
mampu Melawan pilihan kompetensi tergantung pada
kemampuannya menjadi pengatur diri. Contoh dari
“memberi” pilihan kompetetisi adalah memilih
makanan tinggi lemak dari pada rendah lemak karena
rasa atau selera pilihan; mengemudi dengan
melewati pusat rekreasi; selalu berlatih berhenti di mall
(suatu pilihan untuk melihat-lihat atau belanja daripada
32

berolahraga). Kedua kebutuhan kompetisi dan pilihan


dapat menggelincirkan suatu rencana tindakan yang
salah satunya telah dilakukan. Kebutuhan kompetisi
dapat berbeda dari rintangan yang harus dibawa oleh
individu dan perilaku yang tidak diantisipasi
berdasarkan pada kebutuhan eksternal atau hasil yang
tidak baik/thengtintungkan dapat terjadi. Pilihan
kompetisi dapat berbeda dari rintangan seperti
kekurangan waktu, karena pilihan kompetisi adalah
dorongan terakhir yang didasari pada hirarki pilihan
yang menggelincirkan suatu rencana untuk tindakan
kesehatan yang positif. Ada terdapat bermacam
kemampuan individu untuk mendukung perhatian dan
menghindari gangguan. Beberapa individu dapat
mempengaruhi perkembangan atau secara biologis
menjadi lebih mudah dipengaruhi selama tindakan
daripada yang lain. Hambatan pilihan kompetensi
memerlukan latihan dari pengaturan diri sendiri.
Komitmen yang kuat untuk tindakan dapat mendukung
pengabdian untuk melengkapi suatu perilaku mengingat
kebutuhan akan kornpetisi atau pilihan. Didalarn HPM,
kebutuhan kompetisi dengan segera dan pilihan secara
langsung mempengaruhi kemungkinan terjadinya
perilaku kesehatan sebagaimana penganth tanggung
jawab moderat

6. Perilaku Prornosi Kesehatan

Variable pada model ini telah ditujukan secara ekstensif


melalui buku sehingga disini memerlukan sedikit
diskusi yang lebih jauh. Perilaku promosi kesehatan
adalah titik akhir atau hasil tindakan pada HPM.
Bagaimanapun harus dicatat bahwa perilaku promosi
33

kesehatan pada akhirnya adalah langsung bertujuan


untuk mencapai kesehatan yang positif bagi klien.
Perilaku promosi kesehatan, khususnya ketika
berintegrasi menjadi gaya hidup sehat yang meliputi
semua aspek kehidupan, menghasilkan pengalarnan
kesehatan yang positif disepanjang proses kehidupan.

2. Asuhan Keperawatan Model Teori Nola J. Pender


A. Pengkajian
Berdasarkan Model Promosi Kesehatan, perawat harus melakukan
pengkajian komprehensif agar dapat mengembangkan rencana
asuhan keperawatan. Pengkajian yang dilakukan oleh perawat adalah :
1) Pengkajian karakteristik dan pengalaman individual yang meliputi
pengkajian perilaku sebelumnya dan pengkajian faktor personal.
Pengkajian perilaku sebelumnya meliputi pengalaman kehamilan
sebelumnya.
Pengkajian faktor personal meliputi faktor biologis (usia, jenis
kelamin, indeks massa tubuh, status pubertas, kapasitas aerobik,
kekuatan, kecerdasan, keseimbangan), faktor psikologis (harga diri,
motivasi diri, kompetensi personal, status kesehatan sebelumnya,
definisi tentang kesehatan) dan faktor sosial budaya (ras, etnik,
penyesuaian diri, status sosial ekonomi).
2) Pengkajian perilaku spesifik, pengetahuan dan sikap individu yang
meliputi persepsi tentang manfaat tindakan, persepsi tentang hambatan
tindakan, persepsi tentang kemampuan diri, aktivitas yang
berhubungan dengan sikap, pengaruh interpersonal dan pengaruh
situasional. Pengaruh interpersonal meliputi norma, dukungan sosial
dan role model. Pengaruh interpersonal terutama berasal dari
keluarga,kelompok dan tenaga kesehatan.
34

3) Pengkajian mengenai hasil perilaku yang meliputi komitmen terhadap


rencana tindakan, tuntutan yang mendesak dan adanya pilihan-pilihan
yang lebih baik serta perilaku promosi kesehatan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Masalah karakteristik dan pengalaman individual
a. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan mengenai imunisasi.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan pada
Kejadian Ikutan Pasca Imunissasi (KIPI).
2. Masalah perilaku spesifik, pengetahuan dan sikap individu
a. Penerimaan progresif terhadap imunisasi
b. Memulai memahami tentang imunisasi
c. Mengembangkan hubungan kerja yang langsung kepada dukungan
keluarga terhadap imunisasi.
d. Mengenali saling ketergantungan antar anggota keluarga
3. Masalah hasil perilaku
a. Memulai persiapan lingkungan bagi bayi terhadap imunisasi
b. Persiapan progresif terhadap imunisasi
c. Membuat rencana imunisasin untuk mengkomunikasikan keluarga
terhadap pengalaman imunisasi
C. Intervensi
1. Karakteristik dan pengalaman individual.
a. Koping individu tidak efektif dapat diatasi dengan mendiskusikan
tanda-tanda jika terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
b. Gangguan pola tidur dapat diatasi dengan mengkompres pada
bekas suntikan imunisasi

2. Perilaku spesifik, pengetahuan dan sikap individu


35

a. Penerimaan progresif terhadap imunisasi dapat ditingkatkan


dengan rutin mengunjunggi posyandu dan teratur dalam
pelaksanaan imunisasi.
b. Memulai fantasi tentang personality keluarga dapat diintervensi
dengan mengeksplorasi pengetahuan ibu dan meyakinkan bahwa
KIPI mengenai imunisasi merupakan sesuatu yang normal.
c. Mengembangkan hubungan kerja yang langsung kepada dukungan
saling menguntungkan selama imunisasi menganjurkan ibu untuk
membagi perasaannya dengan tetangga tentang penting dan
manfaatnya imunisasi
d. Mengenali antar anggota keluarga dapat ditingkatkan dengan
memberikan reinforcemet saat anggota keluarga saling berbagi
perasaan ketika selesai dilakukan imunisasi
3. Hasil perilaku
e. Memulai persiapan lingkungan bagi bayi baru lahir dapat
ditingkatkan melalui pemberian informasi tentang jenis-jenis
perlengkapan yang penting bagi bayi, bagaimana cara merawat
bayi dan memberikan reinforcementterhadap persiapan yang telah
dilakukan.
f. Persiapan progresif terhadap persalinan dapat ditingkatkan melalui
pemberian informasi mengenai metode persalinan, mengajarkan
teknik pernapasan dan relaksasi serta meminta ibu untuk
mendemontrasikan dan mengoreksi teknik yang kurang benar.
g. Membuat rencana persalinan untuk mengkomunikasikan keinginan
personal terhadap pengalaman melahirkan dapat ditingkatkan
dengan mengekplorasi alternatif yang realistis terhadap
pengalaman persalinan, memberikan reinforcment terhadap
pembuatan keputusan dan mengkomunikasikan keinginan ibu
kepada petugas kesehatan dimana ibu akan melahirkan.
36

3. Kerangka teori penelitian


Peran Keluarga Dalam Penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(Kipi) Pentavalen Dengan Pendekatan Teori Nola J Pender

Pelaksanaan Kejadian
Ikatan Pasaca Imunisasi
Peran Keluarga
(KIPI) Pentavalen

Pendekatan Teori Nala J. Pender


rmenghasilkan karya tentang model promosi
kesehatan yang sangat penting untuk
memberikan pengetahuanpendidikan dan
pengetahuan tentang imunisasi

Bagan 2.1 Kerangka teori


Sumber Modifikasi teori Mubarak (2008)
37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Laporan Tugas Akhir ini merupakan bentuk laporan menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif dengan strategi penelitian kualitatif case

study research dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi

tentang suatu keadaan secara obyektif dan memusatkan perhatian pada obyek

tertentu. Gambaran tentang studi keadaan secara obyektif. Studi kasus adalah

studi yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu

dengan cara meneliti suatu permasalahn melalui suatu proses yang terdiri dari

unit tunggal (Notoatmodjo,2009)


Penelitian ini menggunakan desain study kasus,dengan melakukan

asuhan keperawatan berupa pendokumentasian.


B. Tempat dan Waktu Studi Kasus
1. Tempat Penelitian
Pada penelitian ini rencanya akan dilaksanakan di Wilayah

Puskesmas Sawah Lebar.


2. Waktu Penelitian
Waktu studi kasus adalah jangka waktu yang dibutuhkan penulis

untuk memperoleh data yang dilaksanakan. Waktu studi kasus bulan juni

2018

48

38
38

C. Setting Penelitian
Puskesmas Sawah Lebar Bengkulu merupakan salah satu puskesmas

yang ada dikota Bengkulu dan Beralamat di Jl.Sepakat Raya Kelurahan

Sawah Lebar baru, Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu.


D. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian studi kasus ini adalah Keluarga yang memiliki

bayi atau balita.

1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan responden yang dijadikan penelitian.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Bersedia menjadi responden
b. Keluarga yang memiliki bayi atau balita pasca imunisasi Pentavalen

E. Metode Pengumpulan Data


Penulis mengambil data sendiri(data primer) dan data sekunder dalam

penyusunan studi kasus ini. Teknik pengambilan data yang digunakan dalam

penulisan studi kasus yaitu :

1. Wawancara
Wawancara dilakukan langsung kepada pasien dan

keluarga.Subjek penelitian dari mulai pengkajian sampai evaluasi,

meliputi:

a. Pasien : Penatalaksanaan, perawatan pasca imunisasi

b. Keluarga dan : dan terapi


Identitas subjek, keluhan utama Kejadian Pasca
subjek
Imunisasi, riwayat kesehatan ibu sekarang dan

yang lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat

persalinan, hubungan sosial, dan data kebiasaan

sehari-hari meliputi nutrisi, cairan dan personal

hygiene.

2. Observasi
39

Observasi dilakukan terhadap semua tindakan yang dilakukan

oleh pasien dan keluarga dalam memberikan penatalaksanaan terhadap

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Pentavalen


3. Studi Dokumen Rekam Medik
Pada studi kasus ini menggunakan dokumen berupa catatan

medis di Puskesmas Sawah Lebar.

F. Metode Uji Keabsahan Data (uji triangulasi sumber)


Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/informasi

yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan

vasiliditas tinggi. Disamping integritas peneliti karena (peneliti menjadi

instrument utama) maka uji keabsahan data dapat menggunakan triangulasi

sumber/metode.yaitu menggunakan klien,perawat,keluarga klien sebagai

sumber informasi,sumber dokumentasi, dan lain – lain. Jika informasi yang

didapat dari sumber klien, sama dengan yang didapat dari perawat dan

keluarga klien, maka informasi tersebut valid.


G. Metode Analisa Data
Analisa data penelitian studi kasus keperawatan yang digunakan adalah

domain analisis. Yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang bersifat

umum dan relative menyeluruh tentang apa yang tercakup dalam focus

penelitian. Hasilnya berupa pengetahuan atau pengertian di tingkat

“permukaan” tentang berbagai domain atau kategori konseptual.


H. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin

kepada pihak puskesmas dan keluarga,maka segi etika penelitian harus

diperhatikan antara lain sebagai berikut :


1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed


40

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan menjadi responden.


2. Anonymity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam menggunakan subyek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3. Confidencial ( Kerahasian)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasian hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya

oleh peneliti hanya kelompok data tertentu akan dilaporkan pada hasil

riset.
41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pengkajian
Tgl pengkajian :03-07-2018

Diagnosa medis : Demam


a. Identifikasi
Identitas Pasien
1) Nama : By. N
2) Umur : 5 bulan
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Alamat : Sawah Lebar Baru Kota Bengkulu
5) Agama : Islam
6) Pendidikan :-
7) Suku bangsa : Indonesia
8) Pekerjaan :-
Identitas Penanggung Jawab
1) Nama : Ny.H
2) Umur : 33 tahun
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Alamat : Sawah Lebar Baru Kota Bengkulu
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMA
7) Suku bangsa : Indonesia
8) Pekerjaan : IRT

b. Review Masalah
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
42

Ny. H mengatakan bayinya demam pasca di imunisasi T. 380c, tidak


pernah sakit parah, tidak pernah di rawat di rumah sakit dan tidak
pernah dilakukan tindakan operasi atau tindakan lainnya, Ibu
43
mengatakan bayinya tidak memiliki riwayat penyakit menular seperti
sesak napas maupun pneumonia.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Ny.A mengatakan bahwa anaknya sehat sebelum dilakukan imunisasi.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Ny.A mengatakan bahwa samapi saat ini Alhamdulillah keluarganya
seht-sehat dan tidak ada yang mengalami sakit parah.
2. Pengkajian Aplikasi Nola J Pender
a.Karakteristik dan Pengalaman Individu Tentang Penyakit Stroke
1) Perilaku Sebelumnya
a) Kebiasaan individu
Ny. H mengatakan bahwa setiap hari selalu memberikan ASI dan
rutin dibawa ke posyandu, By. N belum diberikan makanan
tambahan selain dari ASI, setiap pagi habis mandi By. N suka
dijemur biar hangat dan bebas dari penyakit..
b) Hambatan dari perilaku yang pernah dilakukan
Ny. H mengatakan bahwa dirinya merasa malas klo cuaca panas tuk
membawa anaknya ke posyandu
c) Manfaat dari perilaku yang telah dilakukan
Anak menjadi lebih sehat dan ceria
d) Penyakit yang pernah diderita
Ny. H mengatakan anaknya tidak pernah mengalami sakit parah
e) Sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan
Ny. H mengatakan bahwa jika ada keluhan yang dirasakan oleh
bayinya segera membawanya ke Puskesmas atau Klinik dan Rumah
Sakit terdekat
f) Upaya yang pernah di lakukan dalam merawat pasien
Ny.A mengatakan jika terjadi demam pada anaknya selalu
memberikan kompres hangat di dahinya, tp jika sudah 3 hari ngak
turun-turun demamnya dibawa kedokter praktek atau rumah sakit.
43

2) Faktor Personal
a) Faktor biologis

Pengkajian Ny. H By. A

Umur 33 th 5 bln

Penyakit Pusing dan sakit gigi Demam

Imunisasi BCG,Polio BCG, Polio, Pentavalen


Status Normal -
Kesadaran Normal Normal
Kecerdasan Cukup -

b) Faktor psikososial
(1) Status kesehatan
Status kesehatan By.N baik, setiap di imunisasi tidak ada
masalah yang berarti
(2) Motivasi
Ny. H mengatakan bahwa By. N akan diberikan ASI selama 2
tahun dan akan diberikan makanan tambahan jika sudah usia 6
bulan
(3) Harapan diri dan keluarga tentang kesehatan
Ny. H berharap anaknya selalu diberikan kesehatan dan tumbuh
dewasa sesuai dengan umur perkembangannya.
(4) Kemampuan personal
Kemampuan Ny.H dalam melakukan perawatan pada bayinya
sudah cukup baik namun masih perlu mendapat pengarahan agar
dapat memberikan yang terbaik buat bayinya agar tetap tumbuh
sehat.
c) Faktor sosial budaya
(1) Suku : Lembak
(2) Pendidikan : SMA
44

(3) Status ekonomi (Penghasilan per bulan): -


b. Perilaku spesifik pengetahuan dan sikap
1) Manfaat/harapan dari tindakan
Setelah diberikan promosi kesehatan, keluarga atau Ny. H diharapkan
mampu melakukan perawatan yang baik pada anggota keluarga
terkhusus pada bayinya Pasca dilakukan imunisasi
2) Hambatan Tindakan yang dirasakan
Hambatan tindakan yang dirasakan by. N suka rewel jika habis di
imunisasi.
3) Kemajuan Diri (Perceived Self Efficacy)
a) Wujud dari perilaku:
Ny. H mengatakan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
melakukan perawatan dengan baik kepada bayinya yang jika sudah
diberikan imunisasi.
b) Pengalaman:
Ny. H mengatakan dalam melakukan perawatan pada bayinya
mendengarkan pesan-pesan dari perawat agar sehabis di imunisasi
dikompres jika mengalami demam.
c) Ajakan
Ny.H mengatakan mendapat saran-saran dari tenaga kesehatan atau
kader posyandu untuk selalu mengontrol keadaan bayinya secara
rutin kepuskesmas atau Posyandu.
d) Kondisi psikologi (kecemasan)
Ny. H mengatakan cemas jika bayinya rewel terus dan demam
tinggi.
4) Sikap yang berhubungan dengan aktifitas
Ny. H menunjukkan reaksi emosional yang positif terhadap kehadiran
perawat dan berharap dapat mendapatkan pemahaman yang lebih
untuk melakukan perawatan yang baik kepada bayinya.
5) Pengaruh situasional
Keadaan lingkungan sekitar
a) Keadaan lingkungan rumah
45

Keadaan rumah terang ventilasi cukup, tidak tertata rapi,


mempunyai jamban, lantai keramik, memasak menggunakan
kompor gas
b) Sanitasi
Sampah dikumpulkan dikumpulkan dalam tempat penampungan
sampah sementara untuk diambil oleh tukang sampah
c) Komunitas (tetangga)
Ny. H mengatakan bahwa keluarga dan tetangga berperan aktif
dalam berhubungan dan saling betegur sapa.
6) Pengaruh interpersonal
a) Dukungan sosial
Ny. H mengatakan bahwa tetangga sering mengajak barengan jika
ada jadwal posyandu atau kegiatan lainnya.
b) Role model
Ny. H melihat anak tetangganya pada sehat setelah di imunisasi
sehingga ada keinginan kuat untuk imunisasi secara tuntas.
c) Kebudayaan (nilai kepercayaan yang dianut)
Ny. H mengatakan bahwa dirinya selalu berdoa agar anak dan
keluarganya selalu diberikan kesehatan.
c.Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif
Hubungan pasien dan keluarga baik, aktif dalam penerapan
pola hidup sehat
2) Fungsi perawatan keluarga
a) Kemampuan keluarga mengenal masalah
Sedikit mengerti tentang pentingnya hidup sehat
b) Kemampuan keluarga mengambil keputusan
Keluarga membawa ke pelayanan kesehatan terdekat jika ada
keluhan.
c) Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
Mampu merawat tetapi kurang maksimal
d) Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah
46

Mampu memelihara lingkungan rumah


e) Kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
Mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
B. Analisa Data
Tabel 4.1 Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DS: Ny. H mengatakan bahwa knapa Kurang Ketidaktahuan


bayinya selalu demam jika habis pengetahuan /kurangnya
diberikan imunisasi pentavalen keluarga. informasi
dan tidak mengerti apa itu keluarga akan
imunisasi penhtavalen. manfaat imunisasi
DO: Ny. H terlihat tampak banyak
pentavalen
bertanya tentang manfaat dari
diberikannya imunisasi
pentavalen buat anaknya.

C. Diagnosa Keperawatan
Ketidaktahuan Keluarga Dalam pemberian imunisasi b/d Kurangnya informasi
keluarga akan manfaat dari imunisasi pentavalen

D. Intervensi keperawatan

Tabel 4.2 intervensi keperawatan pada diagnosa

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


hasil

Ketidaktahuan Setelah dilakukan 3x 1. Kaji pengetahuan keluarga tentang


Keluarga Dalam kunjugan keluarga pentingnya imunisasi dan
pemberian mengerti tentang manfaatnya untuk kesehatan
imunisasi b/d manfaat dari anaknya.
Kurangnya imunisasi dengan 2. Berikan penjelasan kepada
informasi baik: keluarga tentang pentingnya dan
keluarga akan manfaat imunisasi dengan baik
manfaat dari Dengan kriteria hasil untuk mencegah terjadinya
imunisasi komplikasi tindakan maupun efek
1.
pentavalen Keluarga mampu dari kejadian ikutan pasca
mengenal macam- imunisasi (KIPI).
47

macam jenis 3. Berikan penjelasan kepada


imunisasi. keluarga tentang jadwal pemberian
2. imunisasi yang benar.
Keluarga mampu 4. Anjurkan keluarga untuk
mengambil
memodifikasi lingkungan agar
keputusan tentang
imunisasi memudahkan untuk melakukan
3. tindakan jika terjadi komplikasi
Keluarga mengetahui kejadian ikutan pasca imunisasi
jadwal yang tepat (KIPI).
untuk imunisasi 5. Anjurkan kepada keluarga untuk
4. menggunakan pelayanan kesehatan
Keluarga mampu terdekat jika ada keluhan maupun
memodifikasi
masalah yang dialami oleh pasien
lingkungan yang
ada untuk
perawatan pasca
Imunisasi
5.
Keluarga mampu
menggunkan
pelayanan
kesehatan yang
ada

E. Implementasi Keperawatan

Tabel 4.5 Implementasi

Tanggal Implementasi Respon hasil

03-07-2018 Mengkaji pengetahuan keluarga Keluarga belum mengerti tentang


tentang pentingnya imunisasi dan pentingnya di imunisasi dan
manfaatnya untuk kesehatan manfaatnya
anaknya

Meberikan penjelasan kepada Keluarga kooperatif dan mau


keluarga tentang pentingnya dan mendegarkan penjelasan yang
manfaat imunisasi dengan baik diberikan perawat tentang
untuk mencegah terjadinya imunisasi beserta manfaat.
komplikasi tindakan maupun efek
dari kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI)
48

Berikan penjelasan kepada keluarga Keluarga aktif bertanya kapan


tentang jadwal pemberian imunisasi saja imunisasi itu diberikan
yang benar dengan cara memberikan
leaflet.

Menganjurkan keluarga untuk Keluarga memperhatikan dengan


memodifikasi lingkungan agar segsama dengan apa yang
memudahkan untuk melakukan diajarkan oleh perawat
tindakan jika terjadi komplikasi
kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI) Pentavalen dengan cara
mengkompres air hangat

Menganjurkan kepada keluarga Keluarga akan berusaha untuk


untuk menggunakan pelayanan mencatatnya jadwal posyandu dan
kesehatan terdekat jika ada keluhan menggunakan fasilitas kesehatan
maupun masalah yang dialami oleh jika sakit
pasien

F. Evaluasi Perkembangan kasus


Tabel 4.6 evaluasi Perkembagan I

Tanggal Diagnosa Evaluasi

03-07- Ketidaktahuan S :keluarga mengatakan sudah mulai memahami


2018 Keluarga Dalam tentang yang dimaksud dengan imunisasi beserta
pemberian imunisasi manfaatnya
b/d Kurangnya O : Keluarga tampak masih kebinggungan untuk
informasi keluarga menghapalkan jadwal imunisasidan asing denga
akan manfaat dari imunisasi pentavalen.
imunisasi pentavalen
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

I:

1) Mengulas kembali materi penyuluhan yang


diberikan tentang imunisasi
2) Menjelaskan kembali tentang jadwal dan jenis
yang terkandung dalam imunisasi pentavalen
3) Mengajarkan cara kompres jika terjadi ikutan
pasca imunisasi
E: keluarga akan melakukan anjuran yang telah
disarankan kepada dirinya dalam upaya menjaga
49

kesehatan anaknya dengan imunisasi.

04-07- Ketidaktahuan S: keluarga mengatakan bahwa sudah mengerti


2018 Keluarga Dalam tentang imunisasi, manfaat dan jadwal
pemberian imunisasi pemberiannya.
b/d Kurangnya O: keluarga sudah bisa mengulang ketika ditanyakan
informasi keluarga tentang pengertian, manfaat dan jadwal imunisasi
akan manfaat dari A: Masalah teratasi
imunisasi pentavalen
P: intervensi dilanjutkan oleh keluarga

B. Pembahasan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 03 Juli 2018, pada
keluarga Ny. H dengan masalah keperawatan kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) pada keluarga Ny. H. Pengkajian dilakukan dengan
menggunakan aplikasi teori Nola J Pender dan juga mengkaji fungsi peran
keluarga. Selama melakukan pengkajian terhadap keluarga Ny. H penulis
tidak mengalami hambatan yang berarti karena Ny. H sangat kooperatif
dalam pengkajian yang dilakukan. Dalam pengkajian pada Ny. H ditemukan
masalah paling menonjol yaitu ketidaktahuan keluarga Ny. H tentang
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) khususnya dan umumnya tentang
manfaat serta jadwal imunisasi itu sendiri. Pada hasil pengkajian Ny. H
mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti tentang imunisasi dan manfaatnya
khususnya tentang imunisasi pentavalen, selama ini ikut-ikutan yang lain.
Menurut teori pengkajian teori Nola J Pender, pengkajian lebih
memfokuskan kepada konsep perilaku seseorang dimana fokus pengakajian
Nola J Pender meliputi karakteristik dan pengalaman individu, Perilaku
sebelumnya mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung dalam
pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, Faktor personal meliputi aspek
biologis, psikologis dan social budaya. Faktor – faktor ini merupakan
prediksi dari perilaku yang didapat dan dibentuk secara alami oleh target
perilaku. Perilaku Spesifik Pengetahuan dan Sikap (Behaviour-Spesific
Cognitionsand Affect) (Tomey, 2009).
50

Sedangkan pada pengkajian asuhan keperawatan umum tahap


pengkajian diutamakan untuk mengumpulkan informasi yang dilakukan
secara sistematis dan kontinyu tentang status kesehatan klien untuk
menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan
klien. Informasi yang diperlukan adalah segala sesuatu penyimpangan
tentang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual, kemampuan dalam
mengatasi masalah sehari-hari, masalah kesehatan dan keperawatan yang
mengganggu kemampuan klien, dan keadaan sekarang yang berkaitan
dengan rencana asuhan keperawatan yang akan dilakukan terhadap klien.
Dari semua informasi yang terkumpul didapatkan data dasar berupa riwayat
kesehatan/ keperawatan, pengkajian fisik, riwayat pengobatan dan
pemeriksaan fisik, termasuk hasil laboratorium dan tes diagnostik, dan data
berupa kontribusi informasi dari tenaga kesehatan lainnya (Potter & perry,
2009).
Dalam pengkajian proses keperawatan secara umum pendekatan
pengkajian fisik mengacu kepada pemeriksaan Head-to-toe (dari kepala s.d
kaki), ROS (Review of System) atau Pola fungsi kesehatan, hal ini
menunjukkan pebedaan dalam subsistem pengkajian keperawatan antara
proses keperawatan secara umum dengan proses pengkajian menurut Nola J
Pender, dimana dalam pengkajian secara umum item pengkajian dilakukan
lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian Nola J Pender.
Berdasarkan analisis tersebut penulis menyimpulkan bahwa
pengkajian Nola J Pender memang cukup mudah untuk diterapkan pada
pasien maupun pada keluarga maupun komunitas namun item pengkajian
yang hanya memfokuskan pada 2 Item pokok masalah sulit unutk
menentukan masalah klien secara menyeluruh. Jika dibandingkan dengan
pengkajian pada askep umum, mempunyai item yang lebih lengkap sehingga
memudahkan untuk perawat dalam menentukan semua masalah yang ada
pada pasien.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan
51

dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan, untuk mencapai hasil yang


merupakan taggung jawab perawat (Padila, 2013).
Pada asuhan keperawatan ini diagnosa diangkat berdasarkan tujuan
aplikasi teori Nola J Pender, dimana diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil
pengkajian serta masalah yang ditemukan pada pasien. Dalam penegakan
diagnosa pada keluarga Ny. H ditegakkan berdasarkan masalah peran
keluarga dalam memahami tentang efek dari kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI) khususnya pada imunisasi pentavalen.
Berdasarkan diagnosa keperawatan model teori Nola J Pender, ini
penentuan diagnosa keperawatan secara umum mempunyai banyak
perbedaan dengan diagnosa keperawatan secara umumya. Dalam penegakan
diagnosa keperawatan dengan aplikasi teori Nola J Pender, dirasa lebih sulit
dibandingkan dengan penerapan asuhan keperawatan secara umum hal ini
dapat terjadi karena pengkajian yang dilakukan tidak pada semua aspek yang
ada pasien, melainkan hanya memfokuskan kepada arah penentuan masalah
pada promosi kesehatan dan pengetahuan.
3. Intervensi Keperawatan
Dalam penyusunan perencanaan keperawatan, penulis melakukan
sesuai dengan diagnosa yang telah di tetapkan yaitu dengan komponen
tujuan, kriteria dan rencana keperawatan. Dalam menentukan intervensi
keperawatan pada pasien penulis menyusun sesuai dengan apa yang
dibutuhkan keluarga. Yang mana intervensi di sesuaikan dengan kondisi,
usia, emosi, status sosial, kebudayaan, dan kapasitas intelektual klien dalam
menerima informasi yang didapat dari perawat. Masalah yang ditemukan
pada pasien pada saat sekarang maupun masalah yang dapat ditimbulkan di
kemudian hari dengan memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga
mengenai penanganan secara mandiri perawatan pada pasien, sehingga
pasien mendapat kesehatan yang maksimal.
Menurut Asmadi, (2008), dengan perencanaan yang baik, maka akan
membantu dalam menentukan bagaimana variabel-variabel dapat diuji atau
diukur. Dalam merancang suatu pemecahan masalah yang mengacu
pada rencana asuhan keperawatan tetap melalui pendekatan konseptual.
Selain itu juga dalam perencanaan tercantum data-data yang telah
dikumpulkan & sesuai.
52

Berdasarkan penerapan intervensi keperawatan pada Nola J Pender


lebih mengedepankan promosi kesehatan sebagai peningkatan pengetahuan
pasien maupun keluarga sehingga menimbulkan efek perilaku yang baik dari
keluarga. Sedangkan pada askep umum perencanaan keperawatan dilakukan
mengacu kepada kebutuhan maslow. Jika dibandingkan perencanaan
keperawatan teori Nola J Pender dengan perencanaan askep umum diarasa
mempunyai tingkat kemudahan dan kesulitan sama.
4. Implementasi Keperawatan
Faktor yang mendukung implementasi ini adalah, adanya keinginan
keluarga untuk mengetahui penting dan manfaat dari imunisasi serta efek
dari kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Semua masalah yang penulis
dapatkan pada keluarga dapat dilakukan penatalaksanaan sesuai rencana
yang telah ditetapkan dan telah mencapai hasil yang diharapkan.
Tahap implementasi, perawat membantu individu memenuhi
kebutuhan dasar yang telah disusun dalam rencana perawatan guna
memelihara kesehatan individu, memulihkannya dari kondisi sakit,
intervensi yang diberikan perawat sifatnya individual, bergantung pada
prinsip fisiologis, usia, latar belakang budaya, dan kemampuan intelektual
serta fisik individu (Basford dan Oliver, 2009).
Pelaksanaan asuhan keperawatan berdasarakan teori Nola J Pender
dirasa cukup mudah diimplementasikan, dimana dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan menurut teori Nola J Pender perawat dituntut
untuk cakap dalam berkomunikasi terapeutik sehingga dalam hasil yang
diharapkan dari pelaksanaan implementasi dapat tercapai dengan baik.
Sedangkan pada penerapan asuhan keperawatan secara umum implementasi
keperawatan yang dilakukan lebih cenderung mengacu kepada kebutuhan
biologis pasien.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses keperawatan mengukur respon
klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian
tujuan (Potter dan Perry 2009). Evaluasi pada kasus ini semua hasil
implementasi keperawatan sudah mencapai kriteria hasil, dimana keluarga
dapat meningkatkan pengetahuanya tentang pentingnya imunisasi, manfaat,
jadwal dan kejadian ikutan pasca imunisasi(KIPI).
53

Evaluasi merupakan sebuah metode dan proses untuk menganalisa


hasil pelaksanaan intervensi dari setiap masalah yang ada. Disamping itu
evaluasi juga harus mampu memberikan generalisasi terhadap hipotesa-
hipotesa tambahan atau kejadian yang mungkin akan terjadi untuk
mendorong teori keperawatan secara umum didasarkan pada studi
pemecahan masalah (Hidayat, 2009).
Secara keseluruhan penerapan asuhan keperawatan berdasarkan teori
Nola J. Pender maupun beradasarkan asuhan keperawatan secara umum
mempunyai kelebihan dan kekurangan namun kedua penerapan proses
keperawatan ini cukup efektif sebagai penatalaksanaan masalah keperawatan
pada keluarga, walaupun proses asuhan keperawatan secara umum dirasa
lebih mudah dan lebih efektif dalam penatalaksanaan masalah kesehatan
pada pasien.

6. Keefektifan Aplikasi Teori Dalam Penyelesaian Masalah Yang


Diangkat
Kefektifan teori Nola J Pender pada pelaksanaan masalah peran
keluarga dalam penatalaksaan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
dirasakan cukup efektif sesuai dengan tujuan teori yang mengedepankan
usaha promotif sebagai dasar pelaksanaan asuhan keperawatan, sehingga
dapat meningkatkan perilaku yang baik pada keluarga dalam melakukan
imunisasi pada anaknya. Pelaksanaan asuhan keperawatan ini dilakukan
selama 3 hari pada hari pertama dilakukan pengkajian dengan pendekatan
teori Nola J Pender, pada hari pertama juga dilakukan penentuan masalah
keperawatan serta penyusunan rencana keperawatan pada pasien, pada hari
ke 2 dilakukan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai masalah dan
rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya, yaitu melakukan
pendidikan kesehatan tentang imunisasi, evaluasi tindakan serta
pengetahuan pasien tentang pentingnya imunisasi, manfaat dan jadwal
sedangkan pada hari ke 3 keluarga mampu sepenuhnya mengetahui tentang
pentingnya, manfaat, jadwal imunisasi dan efek dari kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI).
54

7. Keunggulan aplikasi teori dalam menyelasikan masalah yang


diangkat
Keunggulan Nola J Pender dalam penatalaksaan peran keluarga
dalam penatalaksanaan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) cukup
efektif, dimana setelah dilakukan penerapan model teori Nola J Pender
pada asuhan keeperawatan. Keluarga mengerti dan paham dengan lebih
baik lagi tentang pentingnya, manfaat, jadwal imunisasi dan efek dari
kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) khususnya imunisasi pentavalen.
Padangan teori Nola J pender ini memahami bahwa pemenuhan
kebutuhan Kesehatan individu dan keluarga ditandai dengan efektifnya
dalam komunitas, lingkungan dan masyarakat dimana mereka hidup.
Perawat mengerti dan memikirkan dari usaha peningkatan derajat
kesehatan. Berdasarkan hal tersebut Nola J Pender menggabungkan 2 teori
yaitu teori nilai harapan dan teori kognitif sosial yang konsisten dengan
semua teori yang memandang pentingnya promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit adalah suatu yang hal logis dan ekonomis.

8. Kelemahan Aplikasi Teori Dalam Menyelesaikan Masalah Yang


Diangkat
Kelemahan Teori Nola J Pender dalam penerapan asuhan
keperawatan pada peran keluarga dalam meningkatkan asuhan keperawatan
pada kasus dengan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) adalah fokus
pengkajian yang hanya mengacu kepada spesifik promosi kesehatan saja
sedangkan dalam keperawatan dilakukan beberapa penanganan baik
promotif, preventif maupun kuratif.
55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan peran keluarga peran keluarga
dalam penatalaksanaan kejadian ikutan poasca imunisasi (KIPI) melalui
pendekatan teori Nola J Pender di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah Lebar
Kota Bengkulu Tahun 2018 maka dapat ditarik urian kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengkajian
Pada pengkajian terfokus langsung pada keluarga dan bayinya,
pengkajian hanya terfokus pada teori pengkajian Nola J Pender.
56

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah keadaan dimana
menggambarkan masalah yang ada pada keluarga dan kepada kebutuhan
promosi keperawatan yang dibutuhkan oleh keluarga, mengacu dari hasil
pengkajian yang didapat dari aplikasi teori Nola J Pender.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien berupa praktik
supportive dan educative peningkatan pengetahuan keluarga tentang
pentingnya, manfaat, jadwal imunisasi dan efek dari kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) khususnya imunisasi pentavalen. Sehingga keluarga dapat
meningkatkan perilaku keluarga yang sehat dan berkualitas.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan
intervensi yang telah direncanakan sebelumnya, implementasi dilakukan
pada tanggal 03 Juli 2018 dengan melakukan tindakan pendidikan
kesehatan kepada keluarga tentang pentingnya pengetahuan, manfaat,
jadwal imunisasi dan efek dari kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
khususnya imunisasi pentavalen

5. Evalusi
Evaluasi yang didapat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
pada intervensi dan hasil yang58ingin dicapai dari tindakan keperawatan yang
dilakukan. Adapun hasil evaluasi adalah keluarga mampu memahami dan
mengerti tentang pentingnya pengetahuan, manfaat, jadwal imunisasi dan
efek dari kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) khususnya imunisasi
pentavalen

B. Saran
Berdasarkan penerapan asuhan keperawatan peran keluarga dalam
penatalaksanaan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) khususnya imunisasi
pentavalen mengunakan Teori Nola J Pender penulis memberikan saran:
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Kepada pihak Pelayanan Kesehatan diharapkan dapat meningkatkan
pelayanan asuhan keperawatan yang ada dengan berupaya menentukan
57

penerapan asuhan keperawatan sesuai dengan teori keperawatan maupun


menggabungkan beberapa model keperawatan sebagai acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien sehingga pelaksaan asuhan
keperawatan yang dilakukanakan dapat terlaksana dengan lebih baik lagi.
2. Bagi Akademik
Kepada pihak Prodi Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas
Dehasen diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif kepada pasien, dengan
menggunakan pendekatan teori keperawatan yang telah ada untuk
meningkatkan kesehatan pasien sesuai dengan konsep sehat sakit.
3. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil studi kasus ini dapat menambah pengetahuan dan
dapat dijadikan acuan dalam menyusun asuhan keperawatan dimasa yang
akan datang terutama dalam penerapan asuhan keperawatan menggunakan
teori keperawatan yang telah ada.

4. Bagi Keluarga
Untuk keluarga agar tetap menjaga kesehatan baik kesehatan fisik,
psikologis maupun lingkungan, serta dapat terus mengikuti anjuran yang
sudah diberikan serta menerapkan dan mengaplikasi segala hal yang telah
diajarkan untuk membantu pasien dalam mencapai derajat kesehatan yang
optimal.

Anda mungkin juga menyukai