BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laporan UNICEF menyebutkan bahwa 27 juta anak balita dan 40 juta ibu
hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin,
sehingga menyebabkan lebih dari dua juta kematian tiap tahun. Angka ini
mencakup 1,4 juta anak balita yang terenggut jiwanya (Kadir, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh, Indonesia merupakan salah satu dari 10
negara yang termasuk angka tinggi pada kasus anak tidak diimunisasi, yakni
sekitar 1,4 juta anak (Ismet, 2013).
Pemerintah berupaya menurunkan angka kesakitan, kematian, dan
kecacatan akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),
sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di semua
desa/kelurahan. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar membuat antibodi
untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui
suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Hepatitis B, Campak dan melalui mulut
seperti polio (Momomuat, 2013).
Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per
tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis
(penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Program
imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat (population
immunity) (Probandari, 2013).
Kajian dari Regional Review Meeting on Imunization (WHO/SEARO) di
New Delhi dan Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional Indonesia
Technical Advisory Group on Imunization (ITAGI) pada tahun 2010,
merekomendasikan agar vaksin Hib diintergrasikan ke dalam program
1
2
imunisasi nasional untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi dan
balita pneumonia dan meningitis. Hal ini selaras dengan rencana introduksi vaksin baru yang
terdapat dalam Comprehensive Multi Years Plan (CMYP) 2010-2014 dalam rangka
mempercepat pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) (Dinkes Kota Bengkulu,
2015).
Imunisasi Hib adalah berasal dari Haemophilus Influenza type B (Hib). Hib bisa
menyerang anak di bawah 5 tahun. Anak-anak dapat tertular bakteri Hib dari anak lain yang
sakit atau orang dewasa yang membawa bakteri Hib, namun tidak sakit. Pneumonia
menyebabkan kematian terbesar pada anak, dimana kurang lebih 23% pneumonia yang serius
pada anak disebabkan oleh Haemophilus Influenzae tipe b (Hib). Penyebab lain dari
pneumonia pada anak adalah Pneumococcus, Staphilococcus, Strepthococcus, virus dan
jamur. Hib dan Strepthococcus Pneumonia juga menyebabkan meningitis yang dapat
menimbulkan kematian dan kecacatan pada anak. Meningitis adalah radang pada selaput otak
dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat) dengan gejala : Demam, kaku kuduk,
penurunan kesadaran dan kejang. Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur.
Meningitis akibat bakteri umumnya sangat parah dan dapat menyebabkan kerusakan otak dan
kematian. Laporan CDC tahun 2000 menyatakan bahwa imunisasi Hib dapat menyebabkan
antara lain meningitis (50%), epiglotitis (17%), pneumonia (15%), arthritis (8%), selulitis
(6%), osteomyelitis (2%), bakteriemia (2%) ( Dinkes Kota Bengkulu, 2015).
Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan telah memperkuat program imuniasi dengan
penggunaan vaksin pentavalen (DPT-HB-HIB). Vaksin ini adalah pengembangan vaksin dari
tertavalen yang dulu hanya 4 antigen yaitu DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) dan Hepatitis B,
sekarang ditambah dengan antigen HIB (Haemophilus Influenzae Type B), dan dengan
digunakan vaksin pentavalen (DPT-HB-HIB) bersama vaksin campak, polio dan BCG
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Imunisasi pentavalen telah dilakukan serentak di Indonesia pada bulan Februari 2014,
termasuk di wilayah Bengkulu. Jumlah penduduk kota Bengkulu yang berjumlah 2.050.000
jiwa dengan sasaran bayi usia 0-12 bulan sejumlah 9.670 orang. (Dinas Kesehatan Kota
Bengkulu, 2015).
3
Data pencapaian imunisasi Pentavalen di Kota Bengkulu tahun 2015 adalah DPT Hb1
sebanyak 57 bayi (0,8%), DPT Hb2 sebanyak 47 bayi (0,7), DPT Hb3 sebanyak 100 bayi
(1,5%) dan untuk cakupan imunisasi Pentavalen tahun 2015 dari bulan januari – september
2015 adalah Pentavalen1 sebanyak 4.665 bayi (67,7%), Pentavalen2 sebanyak 4.753 bayi
(69,0%), dan Pentavalen3 sebanyak 100 bayi (1,5%) sedangkan angka kejadian Difteri 0,
Pertusis 0, Tetanus 0, Meningitis 0, Hepatitis 0 dan Pneumonia 21. (Dinas Kesehatan Kota
Bengkulu, 2015).
Penyebab masih rendahnya cakupan imunisasi antara lain adalah orang tua yang sibuk
bekerja, kurang memiliki waktu, bahkan kurang pengetahuan tentang imunisasi dan perhatian
terhadap kesehatan anakpun berkurang, kurang informasi yang diperoleh oleh masyarakat
baik melalui media massa, media elektronik maupun penyuluhan-penyuluhan serta budaya
yang masih mengandalkan dukun sebagai penolong persalinan, sehingga tidak ada anjuran
kepada ibu bersalin untuk mengimunisasikan bayinya. Hal ini menjadikan masyarakat tidak
mengenal tentang imunisasi (Arifin, 2011). Pengetahuan ibu tentang imunisasi
mempengaruhi praktik imunisasi (Lestari, 2012).
Pemberian imunisasi kadang menimbulkan efek samping. Rasa ketakutan pada
vaksinisasi menjasi lebih dominan dibanding dengan ketakutan terhadap penyakitnya,
padahal akibat dari penyakit jelas lebih membahayakan dibanding dengan dampak imunisasi
pentavalen. Efek samping vaksinisasi ini dikenal dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(KIPI), gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi
gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf, serta reaksi lainnya. Reaksi lokal ditandai dengan
rasa nyeri di tempat suntikan, bengkak kemerahan di tempat suntikan, dan demam atau ruam.
Pemilihan model keperawatan yang tepat dengan situasi klien yang spesifik,
memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang variable-variable utama yang
mempengaruhi situasi klien. Dari beberapa model konsep, salah satu diantaranya adalah
model teori Nola J Pender. Perubahan peradigma pelayanan kesehatan dari kuratif kearah
promotif dan peventif ini telah direspon oleh ahli teori keperawatan Nola. J Pender dengan
menghasilkan karya tentang “Health Promotion Model” atau model promosi kesehatan. Model
ini menggabungkan 2 teori yaitu teori nilai harapan (expectancy value) dan teori kognitif social
(social cognitive theory) yang konsisten dengan semua teori yang memandang pentingnya
4
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit adalah suatu yang hal logis dan ekonomis
(Hidayat, 2009).
Teori model konseptual Nola J. Pender ini sesuai dengan Program imunisasi
pentavalen yang baru dilakukan pada bulan Februari 2014 (Dinkes kota Bengkulu, 2015),
sehingga banyak ibu, bayi dan balita belum tahu tentang penatalaksanaan Kejadian Ikutan
Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen sehingga perlu dilakukan promosi atau pendidikan
kesehatan bagi masyarakat yang memiliki balita, berdasarkan hal tersebut peneliti berupaya
mengangkat permasalahan tersebut agar masyarakat bias mengatasi secara dini tentang efek
dari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
B. Rumusan Masalah
Masalah yang diambil pada Laporan Tugas Akhir ini Bagaimana peran keluarga dalam
penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pentavalen melalui pendekatan teori
Nola J. Pender.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak di capai adalah
menerapkan aplikasi teori Nola J. Pender terhadap peran keluarga dalam penatalaksanaan
Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen melalui pendekatan teori Nola J. Pender.
d. Mampu melakukan implementasi peran keluarga dalam penatalaksanaan Kejadian Ikutan
melalui pendekatan teori Nola J Pender di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah Lebar Kota
f. Untuk mengetahui keefektifan aplikasi teori Nola J. Pander dengan peran keluarga dalam
mengenai pengetahuan dan keterampilan dasar dalam hal pentingnya peran keluarga dalam
penatalaksanaan Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen. Pada studi kasus ini,
perawat menjelaskan apa yang kurang di mengerti oleh klien dan keluarga dari segi
Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI) pentavalen tindakan perawat harus bisa
memberikan rasa nyaman atau bertindak untuk mencegah kesalahan yang tidak di inginkan
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada keluarga
dalam perawatan secara mandiri, dengan menggunakan energi dan waktu seminimal
kondisi balita pasca di imunisasi secepat mungkin. Perawat ini langsung mengkaji kondisi
BAB 11
TINJAUAN TEORI
a. Pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI,2005). Keluarga adalah dua atau
lebih individu yang tergantung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi,dalam
satu rumah tanggan berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam peran dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon 2009).
Sedangkan menurut Friedman (2001) keluarga adalah dua atau lebih individu
yang tergabung karena Ikutan tertentu untuk saling membagi prngalaman dan
melakukan pendekatan emosional. Dari ketiga definisi di atas dapat di tarik suatu
kesimpulan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas dua
orang atau lebih dengan adanya Ikutan perkawinan dan pertalian darah, serta hidup
7
dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi di antara sesama anggota yang
mempunyai peran masing-masing
2. Tipe/Bentuk Keluarga
a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah yang terdiri dari ayah,ibu, dan anak
b. Keluarga besar (extended Family) adalah keluarga inti di tambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga usia lanjutnya adalah keluarga yang terdiri dari suami istri usia lanjut,
misalnya kakek dan nenek
d. Keluarga duda/janda (single family) adalah keluarga yang terdiri dari karna
penceraian atau kematian
e. Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama
7
f. Keluarga kabitas (chambitation) adalah dua orang suatu tampak pernikahan tetapi
membentuk satu keluarga.
3. Peran Keluarga
Peran keluarga mengambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan
yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu
dalam keluarga di dasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan
masyarakat, berbagai peran yang didapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Peranan ayah
Sebagai suami dan istri dan ayah anak-anaknya, berperan sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga.
2. Peranan ibu
Sebagai istri dn ibu anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah
tangga, sebagai pengasuh, pendidik dan pelindung anak-anaknya.
3. Peranan anak
Anak-anak mempunyai peranan untuk melaksanakan perintah kedua orang tua,
melanjutkan pendidikan, mentaati peraturan-peraturan yang ada, mematuhi dan
menghargai kedua orang tua.
Selain itu keluarga jugah berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dasar tertentu,
menurut Soetojiningsih (2001), Kebutuhan dasar ini dapat dikelompokan menjadi
tiga, yaitu:
a. Asuh (kebutuhan fisik-biomedis)
Yang termasuk kebutuhan asuh meliputi : nutrisi yang mencukupi dan seimbang,
perawatan kesehatan dasar, pakaian, tempat tinggal, hygine diri dan lingkungan
serta kesehatan jasmani seperti olah raga dan rekreasi.
8
menyebabkan meningitis, pneumonia dan otitis). Lima antigen tersebut diberikan dalam
satu suntikan, sehingga memberikan kenyamanan bagi bayi yang mendapat imunisasi
beserta ibunya. Beberapa jenis imunisasi pentavalen yaitu sebagai berikut :
a. Vaksin DPT
1) Pengertian
Imunisasi DPT terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan dan
bakteri pertusis yang telah dimatikan. Difteri adalah penyakit yang disebabkan
oleh orynebacterium diphtheria. Dapat menyebar melalui kontak fisik dan
pernafasan dengan gejala radang tenggorokan, hilang nafsu makan, demam
ringan, dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiruan pada tenggorokan dan tonsil.
Pertusis (batuk rejan/batuk seratus hari) adalah penyakit yang disebabkan
oleh bordetella pertussis. Penyebarannya dapat melalui batuk/bersin, dengan
gejala pilek, mata merah, bersin, demam, batuk ringan sampai batuk parah.
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani.
Penyebarannya dapat melalui kotoran yang masuk ke luka yang dalam, dengan
gejala kaku otot pada rahang, leher, perut, sulit menelan, berkeringat dan demam,
bayi jadi berhenti menetek, kejang, tubuh kaku. Pemberian imunisasi DPT pada
bayi umur 2-11 bulan, pemberian imunisasi 3 kali (DPT 1,2,3) selang waktu
pemberiannya 4 minggu.
2) Manfaat
Imunisasi DPT bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit difteri
yang dapat menyumbat saluran pernafasan, mencegah penularan penyakit batuk
rejan (Batuk 100 hari) serta penyakit tetanus. Untuk pemberian kekebalan
terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
3) Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, kemerahan
pada tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi
iritasi dan mengigau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
b. Vaksin HB
1) Pengertian
Imunisasi hepatitis B adalah berasal dari virus yang telah dimatikan dan
tidak menginfeksi. Hepatitis B sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati Penularan penyakit ini hepatitis B umumnya terjadi
melalui alat-alat kedokteran, darah, ataupun jaringan, hubungan sosial, dari ibu
kepada bayinya, pada umumnya terjadi sekitar proses persalinan, ataupun melalui
11
ASI dan pernularan antar anak walaupun jarang terjadi dengan gejala, merasa
lemah, gangguan perut, flu, mata/kulit/urine kuning, kotoran pucat.
2) Jadwal pemberian
Imunisasi awal diberikan sebanyak 3 kali. Jarak antara suntikan 1 dan 2
adalah 1-2 bulan, sedangkan untuk suntikan 3 diberikan dengan jarak 6 bulan dari
suntikan 1.
(a) Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HbsAg pasca imunisasi setelah
3 bulan imunisasi terakhir
(b) Pemberian pada usia 0 – 11 bulan dengan 2 kali pemberian (hepatitis B 1, 2,
3) selang waktu 4 minggu untuk bayi yang lahir di RS atau puskesmas/RB
diberikan dalam 24 jam pertama kelahiran
3) Manfaat
Manfaat vaksin HB adalah untuk pemberian perlindungan terhadap infeksi
yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
4) Efek samping
Rasa sakit kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
c. Vaksin Hib
1) Pengertian
Imunisasi Hib adalah berasal dari Haemophilus Influenza type B (Hib).
Hib bisa menyerang anak di bawah 5 tahun. Anak-anak dapat tertular bakteri Hib
dari anak lain yang sakit atau orang dewasa yang membawa bakteri Hib, namun
tidak sakit. Kuman tertular melalui kontak dengan penderita Hib. Jika bakteri Hib
berada di rongga hidung atau tenggorokan, mungkin tidak menyebabkan sakit.
Namun bakteri Hib dapat masuk ke paru-paru dan peredaran darah dan
menyebabkan penyakit serius.
Sebelum ditemukannya vaksin Hib, penyakit Hib merupakan penyebab
utama radang selaput otak (meningitis) pada anak di bawah 5 tahun. Meningitis
menyebabkan kerusakan otak dan medullaspinalis. Hib juga menyebabkan
pneumonia, infeksi berat di tenggorokan, infeksi pada persendian, tulang dan
selaput jantung, bahkan kematian.
Anak di atas 5 tahun tidak perlu mendapatkan vaksin Hib. Namun dalam
kondisi tertentu, vaksinisasi Hib perlu diberikan, seperti penderita sickle cell,
HIV, pengangkatan limpa, transplantasi sumsum tulang atau penderita kanker
yang sedang menjalani kemotrapi.
2) Efek samping
12
a. Disuntikan secara intramuskuler di anterolateral paha atas pada bayi dan lengan
kanan pada anak usia 1,5 tahun
b. Tidak dianjurkan pada :
1) Bagian bokong anak karena dapat menyebabkan luka saraf siatik.
2) Pemberian intrakutan dapat meningkatkan reaksi lokal
c. Satu dosis adalah 0,5 ml (Dinkes Kota Bengkulu, 2013)
Adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan
2. Faktor Penyebab
Kelompok Kerja (Pokja) KIPI Depkes RI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok
faktor etiologi yaitu:
b. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan
langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan,
sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai
sinkope.
c. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat
diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara
klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat
seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini
sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis
oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau
berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi
obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik
oleh pelaksana imunisasi
d. Faktor kebetulan (Koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara
kebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan
ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi
setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
e. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan
kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam
kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI
(Ranuh, dkk., 2005, p.97-98).
16
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi
menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada
umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
a. Reaksi KIPI lokal
1. Abses pada tempat suntikan
2. Limfadenitis
3. Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis
4. Survailans KIPI
Adalah kegiatan untuk mendeteksi dini, merespon kasus KIPI dengan
cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi untuk kesehatan individu
dan pada program imunisasi dan merupakan indikator kualitas program
5. Pelaporan KIPI
a. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaporan :
1) Identitas : nama anak, tanggal dan tahun lahir, jenis kelamin nama
orang tua dan alamat harus jelas
2) Jenis vaksin yang diberikan, dosis, siapa yang memberikan. Vaksin
sisa disimpan dan diperlakukan seperti vaksin yang masih utuh
3) Nama dokter yang bertanggung jawab
4) Riwayat KIPI pada imunisasi terdahulu
5) Gejala klinis yang timbul dan atau diagnosis, pengobatan yang
diberikan dan dan perjalanan penyakit, (sembuh, dirawat atau
meninggal, sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan tulis
juga apabila terdapat penyakit yang menyertai
6) Waktu pemberian imunisasi (tanggal, jam)
7) Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui, berapa lama interval
waktu antara pemberian imunisasi dengan terjadinya KIPI, lama
gejala KIPI
8) Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh
9) Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI
10) Adakah tuntutan dari keluarga
11) Angka Kejadian KIPI
6. Tatalaksana KIPI
Tabel . Tatalaksana kasus KIPI
19
- Timbul beberapa
Jam dengan
puncaknya 12-36
Jam setelah
imunisasi
Menurut teori ini, perilaku sehat klien maupun individu secara pribadi
bersifat rasional dan ekonomis. Secara rasional individu akan
bertindak sebagaimana mestinya dalam mencapai sebuah apa yang
mereka inginkan, dan juga mereka cenderung akan
21
6) Pengaruh positif pada perilaku akibat pemanfaatan diri yang baik dapat
menambah hasil positif.
11) Komitmen terbesar pada suatu rencana kegiatan yang spesifik lebih
memungkinkan perilaku promosi kesehatan dipertahankan untuk
jangka waktu yang lama.
1. Perilaku sebelumnya
2. Faktor Personal
Termasuk dalam faktor ini adalah umur, indeks massa tubuh, status
pubertas, status menopause, kapasitasa erobik, kekuatan, kecerdasan
atau keseimbangan.
Varibel yang merupakan bagian dari faktor ini adalah harapan diri,
motivasi, kemampuan personal, status kesehatan,dan definisi sehat
sendiri. Respon afektif ini dapat ringan, sedang atau kuat dan
secara sadar di nanti, disimpan didalam memori dan
dihubungkan dengan pikiran-pikiran perilaku selanjutnya.
Respon-respon afektif terhadap perilaku khusus terdiri atas 3
komponen yaitu : emosional yang muncul terhadap tindakan itu
sendiri (activity-related), menindak diri sendiri (self-
related), atau lingkungan dimana tindakan itu terjadi (context-
related).
2) Interpersonal Influences
a. Hasil Perilaku
B. Diagnosa Keperawatan
1. Masalah karakteristik dan pengalaman individual
a. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan mengenai imunisasi.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan pada
Kejadian Ikutan Pasca Imunissasi (KIPI).
2. Masalah perilaku spesifik, pengetahuan dan sikap individu
a. Penerimaan progresif terhadap imunisasi
b. Memulai memahami tentang imunisasi
c. Mengembangkan hubungan kerja yang langsung kepada dukungan
keluarga terhadap imunisasi.
d. Mengenali saling ketergantungan antar anggota keluarga
3. Masalah hasil perilaku
a. Memulai persiapan lingkungan bagi bayi terhadap imunisasi
b. Persiapan progresif terhadap imunisasi
c. Membuat rencana imunisasin untuk mengkomunikasikan keluarga
terhadap pengalaman imunisasi
C. Intervensi
1. Karakteristik dan pengalaman individual.
a. Koping individu tidak efektif dapat diatasi dengan mendiskusikan
tanda-tanda jika terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
b. Gangguan pola tidur dapat diatasi dengan mengkompres pada
bekas suntikan imunisasi
Pelaksanaan Kejadian
Ikatan Pasaca Imunisasi
Peran Keluarga
(KIPI) Pentavalen
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Laporan Tugas Akhir ini merupakan bentuk laporan menggunakan
study research dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi
tentang suatu keadaan secara obyektif dan memusatkan perhatian pada obyek
tertentu. Gambaran tentang studi keadaan secara obyektif. Studi kasus adalah
studi yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu
dengan cara meneliti suatu permasalahn melalui suatu proses yang terdiri dari
untuk memperoleh data yang dilaksanakan. Waktu studi kasus bulan juni
2018
48
38
38
C. Setting Penelitian
Puskesmas Sawah Lebar Bengkulu merupakan salah satu puskesmas
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan responden yang dijadikan penelitian.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Bersedia menjadi responden
b. Keluarga yang memiliki bayi atau balita pasca imunisasi Pentavalen
penyusunan studi kasus ini. Teknik pengambilan data yang digunakan dalam
1. Wawancara
Wawancara dilakukan langsung kepada pasien dan
meliputi:
hygiene.
2. Observasi
39
didapat dari sumber klien, sama dengan yang didapat dari perawat dan
umum dan relative menyeluruh tentang apa yang tercakup dalam focus
dan hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
3. Confidencial ( Kerahasian)
oleh peneliti hanya kelompok data tertentu akan dilaporkan pada hasil
riset.
41
BAB IV
A. Hasil
1. Pengkajian
Tgl pengkajian :03-07-2018
b. Review Masalah
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
42
2) Faktor Personal
a) Faktor biologis
Umur 33 th 5 bln
b) Faktor psikososial
(1) Status kesehatan
Status kesehatan By.N baik, setiap di imunisasi tidak ada
masalah yang berarti
(2) Motivasi
Ny. H mengatakan bahwa By. N akan diberikan ASI selama 2
tahun dan akan diberikan makanan tambahan jika sudah usia 6
bulan
(3) Harapan diri dan keluarga tentang kesehatan
Ny. H berharap anaknya selalu diberikan kesehatan dan tumbuh
dewasa sesuai dengan umur perkembangannya.
(4) Kemampuan personal
Kemampuan Ny.H dalam melakukan perawatan pada bayinya
sudah cukup baik namun masih perlu mendapat pengarahan agar
dapat memberikan yang terbaik buat bayinya agar tetap tumbuh
sehat.
c) Faktor sosial budaya
(1) Suku : Lembak
(2) Pendidikan : SMA
44
C. Diagnosa Keperawatan
Ketidaktahuan Keluarga Dalam pemberian imunisasi b/d Kurangnya informasi
keluarga akan manfaat dari imunisasi pentavalen
D. Intervensi keperawatan
E. Implementasi Keperawatan
P : Intervensi dilanjutkan
I:
B. Pembahasan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 03 Juli 2018, pada
keluarga Ny. H dengan masalah keperawatan kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) pada keluarga Ny. H. Pengkajian dilakukan dengan
menggunakan aplikasi teori Nola J Pender dan juga mengkaji fungsi peran
keluarga. Selama melakukan pengkajian terhadap keluarga Ny. H penulis
tidak mengalami hambatan yang berarti karena Ny. H sangat kooperatif
dalam pengkajian yang dilakukan. Dalam pengkajian pada Ny. H ditemukan
masalah paling menonjol yaitu ketidaktahuan keluarga Ny. H tentang
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) khususnya dan umumnya tentang
manfaat serta jadwal imunisasi itu sendiri. Pada hasil pengkajian Ny. H
mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti tentang imunisasi dan manfaatnya
khususnya tentang imunisasi pentavalen, selama ini ikut-ikutan yang lain.
Menurut teori pengkajian teori Nola J Pender, pengkajian lebih
memfokuskan kepada konsep perilaku seseorang dimana fokus pengakajian
Nola J Pender meliputi karakteristik dan pengalaman individu, Perilaku
sebelumnya mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung dalam
pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, Faktor personal meliputi aspek
biologis, psikologis dan social budaya. Faktor – faktor ini merupakan
prediksi dari perilaku yang didapat dan dibentuk secara alami oleh target
perilaku. Perilaku Spesifik Pengetahuan dan Sikap (Behaviour-Spesific
Cognitionsand Affect) (Tomey, 2009).
50
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan peran keluarga peran keluarga
dalam penatalaksanaan kejadian ikutan poasca imunisasi (KIPI) melalui
pendekatan teori Nola J Pender di Wilayah Kerja Puskesmas Sawah Lebar
Kota Bengkulu Tahun 2018 maka dapat ditarik urian kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengkajian
Pada pengkajian terfokus langsung pada keluarga dan bayinya,
pengkajian hanya terfokus pada teori pengkajian Nola J Pender.
56
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah keadaan dimana
menggambarkan masalah yang ada pada keluarga dan kepada kebutuhan
promosi keperawatan yang dibutuhkan oleh keluarga, mengacu dari hasil
pengkajian yang didapat dari aplikasi teori Nola J Pender.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien berupa praktik
supportive dan educative peningkatan pengetahuan keluarga tentang
pentingnya, manfaat, jadwal imunisasi dan efek dari kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) khususnya imunisasi pentavalen. Sehingga keluarga dapat
meningkatkan perilaku keluarga yang sehat dan berkualitas.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan
intervensi yang telah direncanakan sebelumnya, implementasi dilakukan
pada tanggal 03 Juli 2018 dengan melakukan tindakan pendidikan
kesehatan kepada keluarga tentang pentingnya pengetahuan, manfaat,
jadwal imunisasi dan efek dari kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
khususnya imunisasi pentavalen
5. Evalusi
Evaluasi yang didapat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
pada intervensi dan hasil yang58ingin dicapai dari tindakan keperawatan yang
dilakukan. Adapun hasil evaluasi adalah keluarga mampu memahami dan
mengerti tentang pentingnya pengetahuan, manfaat, jadwal imunisasi dan
efek dari kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) khususnya imunisasi
pentavalen
B. Saran
Berdasarkan penerapan asuhan keperawatan peran keluarga dalam
penatalaksanaan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) khususnya imunisasi
pentavalen mengunakan Teori Nola J Pender penulis memberikan saran:
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Kepada pihak Pelayanan Kesehatan diharapkan dapat meningkatkan
pelayanan asuhan keperawatan yang ada dengan berupaya menentukan
57
4. Bagi Keluarga
Untuk keluarga agar tetap menjaga kesehatan baik kesehatan fisik,
psikologis maupun lingkungan, serta dapat terus mengikuti anjuran yang
sudah diberikan serta menerapkan dan mengaplikasi segala hal yang telah
diajarkan untuk membantu pasien dalam mencapai derajat kesehatan yang
optimal.