Perencanaan Partisipatif Dan Non Partisipatif
Perencanaan Partisipatif Dan Non Partisipatif
Sebelum masuk dalam pembahasan perencanaan partisipatif ada baiknya jika kita
menyimak mode perencanaan yang ada, diantanranya model perencanaan bersifat Top
Down dan Bottom Up.
Perencanaan dengan model Top Down ini dilaksanakan oleh sekelompok elit politik,
melibatkan lebih banyak teknokrat, mengandalkan otoritas & diskresi. Adapun
argumentasi top-down adalah:
1. Efisiensi
2. Penegakan aturan (enforcement)
3. Konsistensi input-target-output
4. Publik/masyarakat masih sulit dilibatkan
1. Efektivitas
2. Kinerja (performance, outcome),bukan sekadar hasil seketika
3. Social virtue (kearifan sosial)
4. Masyarakat diasumsikan sudah paham hak-hak dan apa yang mereka butuhkan.
Partisipasi
1. Cosmetic Label
Sering digunakan agar proyek yang diusulkan terlihat lebih cantik sehinga lembaga
donor maupun pihak pemerintah akan mau membiayai proyek tersebut.
2. Coopting Practice
3. Empowering Process
Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat lokal untuk melakukan
analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa
percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif
pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih.
Perencanaan Partisipatif
Perencanaan partisipatif mulai dikenal secara luas sejak munculnya metode partisipatif
yang biasa disebut Participatory Rural Appraisal. Metode ini menekankan adanya peran
serta aktif dari masyarakat dalam merencanakan pembangunan (penyelesaian
masalah) mulai dari pengenalan wilayah, pengidentifkasian masalah sampai pada
penentuan skala prioritas.
Perencanaan partisipatif saat ini mulai merambah ke tingkat makro atau lebih pada
pengembangan kebijakan, biasanya kegiatan ini lebih banyak dilakukan oleh Lembaga
Non Pemerintah (NGO’s). Selain itu perencanaan partisipatif banyak dilakukan di
tingkat mikro seperti pada tingkat masyarakat maupun di tingkat individu.
Alasan lainnya dikemukakan oleh Amartya Sen dimana Ia mengemukana ada 3 alasan
mengapa harus ada demokasi dan Perencanaan Partisipatif (Amartya Sen, 1999:148)
Pada tahun 1960-an, yang dimaksud dengan partisipasi adalah adanya transfer atau
alih pengetahuan atau teknologi dari luar untuk menjadikan orang atau masyarakat
mampu menolong dirinya sendiri.
Pada tahun 1970-an Partisipasi lebih dikenal sebagai usaha untuk mengentaskan
kemiskinan dan berkaitan dengan kases terhadap sumber-sumber pembangunan. Ada
3 perspektif besar:
Pada tahun 1990-an Partisipasi lebih dilihat sebagai kemitraan, koordinasi atau
kepemilikan dari program dan adanya fungsi kontrol/ kendali dari masyarakat itu sendii
terhadap sumber daya yang mereka miliki. Pada dekade ini mulai ada perubahan
paradigma mengenai apa yang disebut masyarakat, mulai ada perubahan dari
penerima manfaat dari pembangunan kepada pemangku kepentingan, dengan asumsi
kalau masyarakat disebut sebagai penerima manfaat sifatnya lebih pasif dibandingkan
dengan masyarakat sebagai pemangku kepentingan.
Pada tahun 2000-an Partisipasi mulai berubah yang dahulu hanya berkisar pada
lingkungan mikro saat ini mulai merambah ke tataran makro, dengan adanya partisipasi
dalam penentuan atau pembentukan kebijakan.
Manipulation, ada sejumlah partisipasi namun tidak memiliki kekuasaan yang nyata,
masyarakat membentuk suatu kelompok atau kepanitiaan namun tidak memiliki
kekuasaan untuk menentukan arah pembangunan.
https://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2010/05/03/perencanaan-partisipatif/