Anda di halaman 1dari 20

APOPTOSIS

2.2.1 DEFINISI DAN PENYEBAB

Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram,diatur


secara genetik, bersifat aktif, ditandai dengan adanya
kondensasichromatin, fragmentasi sel dan fagositosis sel tersebut oleh
seltetangganya. (Rastogi, 2009). Apoptosis adalah kematian sel terprogram
yang merupakan proses penting
dalam pengaturan homeostasis normal, proses ini menghasilkan kesei
mbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang r
usak dan proliferasi Fisiologis dan dengan demikian memelihara agar
fungsi jaringan normal. Kematian sel yang terprogram atau apoptosis
merupakan suatu komponen yang
normal pada perkembangan dan pemeliharaan kesehatan pada organism
emultiseluler. Sel yang mati ini merupakan respon terhadap berbagai
stimulus dan selama apoptosis sel ini dikontrol dan diregulasi, sel yang mati
kemudian difagosit oleh makrofag. Ada berbagai bukti yang menyatakan
kontrol apoptosis dikaitkan dengan gen yang
mengatur berlangsungnya siklus sel, diantaranya gen p53, Rb, Myc, E1A
dan keluarga Bcl-2. (Robbins and Cotran, 2005;DeVita V and Rosenberg
S, 2005; Rastogi, 2009)

Berbeda dengan nekrosis, yang merupakan bentuk kematian sel


sebagai akibat sel yang terluka akut, apoptosis terjadi dalam proses yang
diatur sedemikian rupa yang secara umum memberi keuntungan selama
siklus kehidupan suatu organisme (Gambar 1). Contohnya adalah pada
diferensiasi jari manusia selama perkembangan embrio membutuhkan sel-
sel di antara jari-jari untuk apoptosis.
Gambar 1. Perbedaan apoptosis dan nekrosis (CCRC,2012)

Dalam literatur lain menyebutkan apoptosis merupakan suatu bentuk


kematian sel yang didesain untuk menghilangkan sel-sel host yang tidak
diinginkan melalui aktivasi serangkaian peristiwa yang terprogram secara
internal melalui serangkaian produk gen. Adapun terjadinya penyebab
diatas sebagai berikut:
A. Selama proses perkembangan
B. Sebagai suatu mekanisme homeostatik untuk memelihara sel di jaringan.
C. Sebagai suatu mekanisme pertahanan seperti reaksi imun
D. Apabila sel-sel dihancurkan oleh penyakit atau agent-agent yang
berbahaya.
E. Proses Penuaan. ( D’Amico AV et al, 1994)

Faktor-faktor yang bertanggung jawab dari serangkaian peristiwa


apoptosis baik fisiologis, adaptif maupun patologis adalah:

A. Kerusakan sel yang terprogram selama embriogenesis termasuk


implantasi,organogenesis, involusi perkembangan dan metamorfosis yang
tidak selaludidefinisikan secara fungsional sebagai kematian sel yang
terprogram, Olehahli Embriologi terminologi ini sering digunakan.
B. Proses involusi yang tergantung hormon pada orang dewasa
seperti penurunansel endometrium selama siklus menstruasi, atresia
folikuler ovarium padamenopause, regresi payudara setelah menyapih dan
atropi prostat setelahkatrasi.
C. Delesi sel pada populasi sel-sel yang berproliferasi seperti epitel
kripta usus(intestinum).
D. Kematian sel pada tumor paling sering selama regresi tapi juga
pada tumor dengan pertumbuhan sel yang aktif.
E. Kematian netropil selama respon respon inflamasi akut.
F. Kematian sel-sel imun baik limfosit B & T, setelah deflesi sitokin,
seiringdengan delesi sel-sel T autoreaktif pada timus yang sedang
berkembang.
G. Kematian sel yang diinduksi oleh sel-sel T Sitotoksik, seperti pada
penolakanimum seluler.
H. Atropi patologis pada organ parenkim setelah obtruksi duktus,
seperti yangterjadi di pankreas, kelenjer parotis & ginjal.
I. Lesi sel pada penyakit virus tertentu, misalnya pada hepatitis virus,
dimanasel-sel yang mengalami apoptosis dihepar yang dikenal sebagai
badan Councilman
J.Kematian sel akibat berbagai stimulus lesi yang mampu
menyebabkannekrosis, kecuali bila diberikan dosis rendah, contohnya
panas, radiasi, obat-obat anti kanker sitotoksik & hipoksia dapat
menyebabkan apoptosis jikakerusakan ringan, tapi dosis besar dengan
stimulus yang sama menyebabkankematian sel nekrotik. (Cotran RS, et al,
1999)

2.2.2 PERANAN

Apoptosis penting untuk mengatur kematian sel guna mengkontrol


jumlah sel dan membersihkan sel yang rusak yang mempunyai peran
penting untuk supresi tumor. Sel yang apoptosis akan menunjukan sel
melisut ( cell shrinkage), pemadatan kromatin ( chromatin condensation )
kemudian menjadi sel apoptosis atau badan apoptosis yang akan
memudahkan untuk difagositosis oleh makrofag. Mekanisme utama dalam
apoptosis diperankan oleh kinase di growth factor signaling pathways dan
particular proteases yang disebut caspase. Kumar V, abbas, fausto A.
terlalu banyak apoptosis juga menyebabkan prolifrasi sel yang tidak
terkontrol ( kanker). Beberapa contoh penyakit yang ditimbulkan karena
apoptosis yang tidak sempurna antara lain :

1. Penyakit auto imun disebabkan karena sel t/b yang autoreaktif


terus menerus.
2. Neurodegeneration, seperti pada penyakit Alzheimer dan
Parkinson, akibat dari apoptosis premature yang berlebihan pada neuron di
otak. Neuron yang tersisa tidak mempunyai kemampuan untuk
meregenerasi sel yang hilang.
3. Stroke iskemik, aliran darah kebagian-bagian tertentu dari otak
dibatasi sehingga dapat menyebabkan kematian sel saraf melalui
peningkatan apoptosis
4. Kanker, sel tumor kehilangan kemampuannya untuk
melaksanakan apoptosis sehingga prliferasi sel meningkat. ( CCRC, 2012)
2.2.3. SIGNAL PENGINDUKSI APOPTSIS

Signal Penginduksi Apoptosis tidak memerlukan suatu proses


transkripsi atau translasi. Molecular machine yang dibutuhkan untuk
kematian sel dianggap mengalami dormansi dan hanya memerlukan
aktivasi yang cepat. Signal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari
ekstraseluler dan intraseluler. Signal ekstraseluler contohnya hormon
hormon. Hormon tiroksin menginduksi apoptosis pada ekor tadpole.
Apoptosis juga bisa dipicu oleh kurangnya signal yang dibutuhkan sel untuk
bertahan hidup seperti growth factor. Sel lain, sel berhubungan dengan sel
yang berdekatan juga bisa memberikan signal untuk apoptosis. Signal
intraseluler misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal
bebas, dan gangguan pada siklus sel. Kedua jalur penginduksi tersebut
bertemu di dalam sel, berubah menjadi famili protein pengeksekusi utama
yang dikenal sebagai caspase. Sel yang berbeda memberikan respon yang
berbeda terhadap penginduksi apoptosis. Misalnya sel splenic limfosit akan
mengalami apoptosis saat terpapar radiasi ionisasi, sedangkan sel myocyte
tidak mengalami apoptosis untuk pemaparan yang sama.(CCRC, 2012)

2.2.4. REGULATOR MOLEKUL DARI APOPTOSIS

Regulator Molekuler dari Apoptosis Signal kematian dihubungkan


dengan pelaksanaan apoptosis oleh tahap integrasi atau pengaturan. Pada
tahap ini terdapat molekul regulator positif atau negatif yang dapat
menghambat, memacu, mencegah apoptosis sehingga menentukan
apakah sel tetap hidup atau mengalami apoptosis (mati). Apoptosis
diperantarai oleh famili protease yang disebut caspase, yang diaktifkan
melalui proteolisis dari bentuk prekursor inaktifnya (zymogen). Caspase
merupakan endoprotease yang memiliki sisi aktif Cys (C) dan membelah
pada terminal C pada residu Asp, oleh karena itu dikenal sebagai Caspases
(Cys containing Asp specific protease). Saat ini telah ditemukan 13 anggota
famili caspases pada manusia. Beberapa anggota famili caspase yang
terlibat dalam apoptosis dibedakan menjadi 2 golongan. Golongan yang
pertama terdiri dari caspase 8, 9,10 yang mengandung prodomain yang
panjang pada terminal N, fungsinya sebagai inisiator dalam proses
kematian sel. Golongan yang kedua terdiri dari caspase 3, 6, 7 yang
mengandung prodomain yang pendek dan berfungsi sebagai efektor,
membelah berbagai substrat yang mati yang pada akhirnya menyebabkan
perubahan morfologi dan biokimia yang tampak pada sel yang mengalami
apoptosis. Molekul efektor lain dalam apoptosis adalah Apaf-1 (apoptotic
protease activating factor) bersama sitokrom c mengambil procaspase 9 di
ATP-dependent manner, dan menstimulasi proses perubahan procaspase
9 menjadi caspase 9. Regulator apoptosis yang lain adalah anggota famili
Bcl-2. Saat ini ada 18 anggota famili Bcl-2 yang telah diidentifikasi, dan
dibagi ke dalam 3 grup berdasarkan strukturnya. Anggota grup pertama
diwakili oleh Bcl-2 dan Bcl-xL yang berfungsi sebagai anti-apoptosis.
Anggota grup kedua diwakili oleh Bax dan Bak (Bcl-2 associated killer),
sebagaimana anggota grup yang ketiga yaitu Bid (a novel BH3 domain-only
death agonist) dan Bad (the Bcl-2 associated death molecule), merupakan
molekul pro-apoptosis (CCRC, 2012)

2.2.5. PROSES APOPTOSIS

Proses apoptosis dibagi menjadi initiation phase selama caspase


menjadi aktif mengkatalisis dan excution phase yaitu selama enzim
bereaksi menjadikan sel apoptosis. Mekanisme apoptosis dibagi menjadi
dua yaitu mekanisne ektrinsik (death receptor – initiated pathways),
Reseptor kematian yang diketahui antara lain TNF reseptor tipe 1 yang
dihungkan dengan protein Fas (CD95). Yang termaksut pada sinyal
ekstrinsik antara lain hormone, faktor pertumbuhan , NO, dan sitokin.
Samua sinyal tersebut harus dapat menembus membrane plasma ataupun
transduksi untuk menimbulkan respon dan mekanisme intrinsik
(mitochondrial pathways). (Kumar V et al., 2005; Pecorico L, 2005;
Macdonal F et al., 2004; Haiming, 2016; CCRC, 2012)
Sinyal intrinsic apoptosis merupakan suatu respon yang diinisiasi
oleh sel sebagai respon terhadap stress dan akhirnya yang dapat
mengakibatkan kematian sel. Peningkatan reseptor nuclear oleh
glukokortikoid, panas, radiasi, kekurangan nutrisi, infeksi virus dan hipoksia
merupakan keadaan yang dapat menimbulkan pelepasan sinyal intrinsic
melalui kerusakan sel. (Haiming, 2016)

Gambar 04. Jalur apoptosis (Sumber: Pathologic Basis of Disease 7th ed,
2005. Kumar, Abbas, Fausto)

1. Mekanisme ekstrinsik
Pathway ini diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian pada
permukaan sel pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan
bagian dari reseptor tumor nekrosis faktor yang terdiri dari
cytoplasmic domain, berfungsi untuk mengirim sinyal apoptotic.
Reseptor kematian yang diketahui antara lain TNF reseptor tipe 1
yang dihubungkan dengan protein Fas (CD95). Pada saat fas
berikatan dengan ligandnya, membran menuju ligand (FasL) tiga
atau lebih molekul Fas bergabung dan cytoplasmic death domain
membentuk binding site untuk adapter protein, FADD (Fas-
associated death domain). FADD ini melekat pada reseptor kematian
dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif dari caspace 8. Molekul
procaspace 8 ini kemudian dibawa keatas dan kemudian pecah
menjadi caspace 8 aktif. Enzim ini kemudian mencetuskan cascade
aktifasi caspace dan kemudian mengaktifkan procaspace lainnya
dan mengaktifkan enzym untuk mediator pada fase eksekusi.
Mekanisme apoptosis dapat dihambat oleh protein yang disebut
FLIP, yang berikatan dengan procaspase-8 tetapi tidak dapat
berikatan dan mengaktifkan enzim karena kurang mempunyai
aktifitas enzym. Beberapa virus dan sel normal memproduksi FLIP
dan digunakan untuk menghambat dan memproteksi infeksi dan
memproteksi sel normal dari Fas mediatedapoptosis. (Kumar V et
al., 2005)

Gambar 05. Jalur ekstrinsik apoptosis (Sumber: Pathologic Basis of


Disease 7th ed, 2005. Kumar, Abbas, Fausto)

2 Mekanisme intrinsik

Diawali dari mitokondria yang disebabkan stimulus internal seperti


kerusakan DNA dan stress oksidatif. Jalur intrinsik disebabkan oleh
peningkatan permiabilitas mitokondria dan pelepasan molekul pro apoptotic
ke sitoplasma. Growth factor dan survival signal menstimulasi produksi anti-
apoptotic members dari Bcl-2 family. Bcl-2 family mempunyai lebih dari 20
macam protein, yang semuanya berfungsi regulasi apoptosis. Dua protein
yang berfungsi anti apoptosis adalah Bcl-2 dan Bcl-X. Protein anti-apoptosis
dalam keadaan normal berada disekitar membrane mitokondria dan
sitoplasma. Ketika sel kehilangan kemampuan mempertahankan diri atau
mengalami stress, Bcl-2 dan/atau Bcl-x akan menghilang dari membrane
mitokondria dan digantikan kelompok protein pro-apoptotis seperti Bax, Bak
dan Bim. Ketika Bcl-2/Bcl-x menurun, terjadi peningkatan permiabilitas
membrane mitokondria menyebabkan keluarnya beberapa protein yang
akan mengaktifkan caspase cascade. Salah satu dari protein tersebut
adalah cytochrome c. Didalam cytosol cytochrome c berikatan dengan
Apaf-1 (apoptosis activating factor-1) dan mengaktifkan caspase-9. ( Bcl-2
dan Bcl-x secara langsung menghambat aktivasi Apaf-1 dan kemudian
menghilang dari sel yang menyebakan dapt terjadi aktivasi Apaf-1). Protein
mitokondria yang lain seperti apoptosis initiating factor (AIF) memasuki
sitoplasma yang akan berikatan untuk menetralkan berbagai macam
inhibitor apoptosis. Hal tersebut akan mengaktifkan caspase cascade.
(Kumar V et al., 2005)

Gambar 06. Jalur intrinsik apoptosis (Sumber: Pathologic Basis of Disease


7th ed, 2005. Kumar, Abbas, Fausto)
3. Fase eksekusi

Akhir dari fase apoptosis yang dibantu proteolytic cascade. Caspase


family terdiri lebih dar 10 macam yang mempunyai 2 fungsi dasar yaitu
initiator caspase seperti caspase-8 ,caspase-9 dan executioner caspase
seperti caspase-3 dan caspase-6. Executioner caspase bekerja pada
komponen sel. Berikatan dengan cytoskeletal dan nuclear matric proteins
yang menyebabkan gangguan pada cytoskleleton dan breakdown pada
nukleus. Target aktivasi caspase di nukleus antara lain transkripsi, DNA
replikasi dan DNA repair. (Kumar V et al., 2005)

Sel yang mulai apoptosis secara mikroskopik akan mengalami perubahan


1. sel mengkerut dan bulat karena pemecahan proteinaseous
sitoskeleton oleh caspase
2. sitoplasma lebih padat
3. kromatin menjadi kondensasi dan fragmentasi yang pada
membrane inti (piknotik). Kromatin berkelompok di bagian perifer, dibawah
membrane inti menjadi massa padat dalam berbagai bentuk dan ukuran
4. membrane inti menjadi diskontinu dan DNA yang ada di
dalamnnya pecah menjadi fragmen fragmen (karioreksis). Degradasi DNA
ini mengakibatkan inti terpecah menjadi beberapa nukleosomal unit.
5. membrane sel memperlihatkan tonjolan tonjolan yang ireguler
pada sitoplasma
6. sel terpecah menjadi beberapa fragmen, yang disebut apoptotic
bodies
7. apoptotic bodies akan difagosit oleh sel yang ada di sekitarnya

4. Pengangkatan sel yang mati

Sel yang mati pada tahap akhir apoptosis mempunyai suatu molekul
fagositotik pada permukaannya ( co : phosphatidylserine ) .
phosphatidylserine ini pada keadaan normal berada pada permukaan
cytosolic dari plasma membran, tetapi pada proses apoptosis tersebar pada
permukaan ekstraseluler melalui protein scramblase. Molekul ini
merupakan suatu penanda sel untuk di fagositosis oleh sel yang
mempunyai reseptor yang sesuai, seperti makrofag. Selanjutnya
sitoskeleton memfagosit melalui engulfment pada molekul tersebut.
Pengangkatan sel yang mati melalui fagosit terjadi tanpa disertai dengan
respon inflamasi (Kumar V et al., 2005)

2.2.6 Peran Caspase dalam Apoptosis

Apoptosis diperantarai oleh famili protease yang disebut caspase,


yang diaktifkan melalui proteolisis dari bentuk prekursor inaktifnya
(zymogen). Caspase merupakan endoprotease yang memiliki sisi aktif Cys
(C) dan membelah pada terminal C pada residu Asp, oleh karena itu dikenal
sebagaiCaspases (Cys containing Asp specific protease) (Rastogi dkk.,
2009; Li danYuan, 2008). Saat ini telah ditemukan 13 anggota famili
caspases pada manusia. Beberapa anggota famili caspase yang terlibat
dalam apoptosis dibedakanmenjadi 2 golongan. Golongan yang pertama
terdiri dari caspase 8, 9,10 yangmengandung prodomain yang panjang
pada terminal N, fungsinya sebagai inisiator dalam proses kematian sel.
Golongan yang kedua terdiri dari caspase 3, 6, 7 yang mengandung
prodomain yang pendek dan berfungsi sebagai efektor , membelah berbagai
substrat yang mati yang pada akhirnyamenyebabkan perubahan morfologi
dan biokimia yang tampak pada sel yangmengalami apoptosis. Molekul
efektor lain dalam apoptosis adalah Apaf-1(apoptotic protease activating
factor) bersama sitokrom c mengambil pro-caspase 9 di ATP-dependent
manner, dan menstimulasi proses perubahan pro-caspase 9 menjadi
caspase 9 (Li dan Yuan, 200; Park, 2012; David, 2013).
Caspase memecah protein menyebabkan inti sel pecah. Protein
yang merupakan target caspase biasanya terikat dengan protein lain, yaitu
sebuah DNA endonuklease. Saat protein pecah, DNase bebas bermigrasi
ke nucleus dan memecahnya. Perubahan membran terjadi saat caspase 3
memecah gelsolin, suatu protein yang terlibat dalam pemeliharaan
morfologi sel. Gelsolin yang terpecah akan membelah filamen aktin di
dalam sel. Caspase 3 juga mengaktivasi kinase yang disebut p21-
activated kinase 2 (PAK 2) melalui proteolisis. PAK2 termasuk protein yang
dibutuhkan dalam membentuk apoptotic body (Park, 2012; David, 2013).

2.3. Hubungan HBOT terhadap Penurunan Caspase 3

Studi mengenai hiperoksia berkepanjangan menunjukan


peningkatan level dari ROS (reactive Oxygen Spesies) melawan
antioksidan dan menyebabkan kerusakan seluler dan disfungsi organ.( gore
a 2010 ) kerusakan jaringan bergantung terhadap type cell, konsentrasi
oksigen dan durasi paparan. Gore et al menyimpulkan mekanisme
molekuler dari hiperoksia-induced cell death, melibatkan sinyal kompleks
termaksut protein kinase dan receptor seperti RAGE, CXCR2, TLR3, dan
TLR4

Kegagalan energy dapat meningkatkan akumulasi kalsium dalam


intrasel, sehingga terjadi disfungsi mitokondria, hiperbarik oksigen akan
menghambat terjadinya disfungsi mitokondria dengan menurunkan
permeabilitas mitokondria dan mencegah terjadinya apoptosis (Liu et al.,
2015)

Studi apoptosis dari neoplasma yang diterapi dengan HBO sangat


terbatas. Studi pada 2 in vitro pada mammary dan oral cancer cells,
menunjukan tidak ada perubahan pada apoptosis setelah di terapi HBO
(granowitz, suntb), Chen et al, mengobservasi activasi dari jalur pro
apoptosis MPAK dan penurunan regulasi dari jalur anti apoptosis ERK pada
hematopoetic cells setelah HBO. Pada osteosarcoma cells also
demonstrated induction of apoptosis (Kawasoe Y et al., 2009)

Pada penelitian yang di lakukan oleh Ashish Francis et al., 2017


Terapi HBO meningkatkan regulasi dari ekspresi gen antioksidant pada cel
endothelial pada manusia, dimana hal tersebut mempertahankan dari
kerusakan oksidativ pada Iskemik reperfusion injury. Sebagai hasilnya
terapi HBO menghasilkan efek yang bermanfaat pada jaringan iskemik
dengan menurunkan produksi ROS dan peningkatan degradasi. Pada studi
baru baru ini mendemonstrasikan bahwa HBO- induced inhibisi apoptosis
dan peningkatan proliferasi sel.

Terapi hiperbarik oksigen bertindak sebagai antikosidan yang dapat


menurunkan stress oksidatif. Stress oksidatif dianggap salah satu faktor
yang berkontribusi paling penting yang menyebabkan cedera iskemi
reperfusi sereberal. Stress oksidatif menyebabkan produksi berlebihan dari
radikal bebas, secara langsung atau tidak langsung memicu nekrosis dan
apoptosis. Hipoksia yang berkepanjangan akhirnya berkontribusi terhadap
oksidasi dan ketidakseimbangan system dan jaringan terhadap antioksidan.
Terapi HBO yang tepat dapat secara efektif mengurangi stress oksidatif.
Namun demikian,HBO juga meningkatkan generasi ROS dan spesies
nitrogen reaktif. Dosis besar atau jadwal jangka panjang terapi HBO dapat
memperburuk cedera peroksidal dari iskemik (Ding et al., 2014)

Penelitian Li Y, et al. (2005), menyebutkan bahwa aktifasi jalur


protein pro apoptotic caspase-9 dan caspase-3 dengan adanya ikatan HIF-
1α dengan protein p53 menyebabkan HIF-1α melakukan apoptosis. HIF-1α
( hypoxia-inducible factor-1α) merupakan faktor transkripsi yang teraktivasi
oleh adanya suatu hipoksia. Peningkatan ekspresi HIF-1α, p53, caspase-9
dan caspase-3 merupakan tanda terjadinya global ischemia-hypotension.
Terapi hiperbarik oksigen 3 ATA selama 2 jam yang diaplikasikan satu jam
setelah terjadinya global ischemia-hypotension dapat menurunkan ekspresi
HIF-1α, p53, caspase-9 dan caspase-3

Proses apoptosis dapat dipicu dengan jalur intrinsic maupun jalur


ekstrinsik. Pada jalur ekstrinsik melibatkan pertemuan antara sel
permukaan sel death reseptor dengan ligan superfamili reseptor TNF dan
berkonsekuensi mengaktivasi caspase-8. Pada jalur intrinsic melibatkan
caspase-9 sebagai inisiator, yang berasal dari mitokondria. Pada keadaan
stress, mitokondria melepaskan sejumlah molekul termaksut sitokrom c dan
apaf-1 untuk membentuk gugus molekuler sitokrom yang mengaktivasi
caspase-9 dan menghambat efektor caspase-3. Kedua jalur apoptosis
tersebut terlibat dalam proses IDD (intervertebral Disc Degeneration),
dimana jalur intrinsic menginduksi proses degenerasi sedangkan jalur
ekstrinsik menginduksi herniasi dan kedua jalur menyebabkan perubahan
discus. Penggunaan terapi hiperbarik oksigen 2,5 ATA selama 2 jam
sebanyak 3 kali dengan selang waktu 48 jam menunjukan hasil yaitu
menurunkan aktivitas caspase-9 dan caspase-3 ( Niu et al., 2012)

Terapi hiperbarik oksigen dapat meningkatkan radikal bebas di


mitokondria. Sehingga memicu tubuh membentuk homeostasis dengan
meningkatkan superoksida dismutase dan katalase sehingga akan
meningkatkan oksigen dan menurunkan radikal bebas. HBO bertindak
sebagai proteksi terhadap tubuh (Yan et al, 2013)
Kemungkinan Bahwa penghambatan apoptosis dengan perlakuan
HBO menekan jalur apoptosis mitokondria, mengurangi sitoplasma di
tingkat sitokrom-c, menurunkan aktivitas enzim caspase dan meningkatkan
rasio limfoma sel B 2 (Bcl-2) dan Bcl-2 terkait X (Bax) ekspresi, sehingga
mencegah DNA fragmentasi ( Xu et al., 2016)

Terapi hiperbarik oksigen meningkatkan oksigen dalam tubuh.


Oksigen yang terlarut akan di transport ke mitokondria, sehingga eritrosit
akan merilis oksigen ke plasma. Supply oksigen yang meningkat akan
meningkatkan proses penyembuhan setelah injury (Efrati S, et al., 2013)
BAB III
HUBUNGAN HBOT DENGAN PENURUNAN CASPASE 3

HBOT

SOD, Katalase Bcl-2, Bcl-X Permeabilitas


mitokondria

ROS BAK, BAX, BIM

Stress Oksidatif
permeabilitas
Mitokondria

Sitokrom C +
Apaf 1

Aktivasi Kerusakan
Caspase 9 Membran Sel

Aktivasi
Apoptosis
Caspase 3
DAFTAR PUSTAKA

Ashish Francis, Richard Baynosa. Ischaemia-reperfusin injury and


hyperbaric oxygen pathways: a review of cellular mechanisms 2017.

Bhutani, S. and Vishwanath, G. (2012) ‘Hyperbaric oxygen and


wound healing.’,Indian journal of plastic surgery : official publication of the
Association of Plastic Surgeons of India, 45(2), pp. 316–24. doi:
10.4103/0970-0358.101309.
Cancer chemoprevention research center, farmasi UGM, 2012

Calvert, J. W., Cahill, J., & Zhang, J. H. (2007). Hyperbaric oxygen


and cerebral physiology. Neurological Research, 29(2), 132–141.
https://doi.org/10.1179/016164107X174156
Cotran RS, et al. Robbins pathologic basis of disease. 6. WB
Saunders Company. Tokyo-London_sydney; 1999; 18-25

D’amico AV, McKenna WG. Apoptosis and re-investigation of the


biologic basis cancer therapy. Radiotherapy and oncology, 1994;33:3-10

David R. McIlwain, 2013. Caspase Functions in Cell Death and


Disease.Thorsten Berger, and Tak W. Mak. Cold Spring Harb Perspect Biol.
5:a008656
DeVita V, Rosenberg S.2005. Cancer Principal & Practice of
Oncology,Book 1 , 7th Ed. Lippincott Williams and Wilkins. 95 – 102

Ding Z, Wesley C, Xiao T, Lu X, Peng PH. Hyperbaric Oxygen


Therapy in Acute Ischemic Stroke: A Review. Karger Basel 2014.
Efrati S, Fishlev G, Bechor Y, Volkov O, Bergan J, Kliakhandler K,
Kamiager I, Gal N, Friedman M, Ben-Jacob E, Golan H. 2013 Hyperbaric
Oxygen induces late neuroplasticity in post stroke patients-randomized,
prospective trial. PLoS One 2013;8:e53716

Gill, A. L., & Bell, C. N. A. (2004). Hyperbaric oxygen: Its uses,


mechanisms of action and outcomes. QJM - Monthly Journal of the
Association of Physicians, 97(7), 385–395.
https://doi.org/10.1093/qjmed/hch074
Godman CA, Joshi R, Giardina C, Perdrizet G, Hightower LE.
Hyperbaric oxygen treatmen induces antioxidant gene expression. Ann N Y
Acad Sci. 2010; 1197: 178-83.
Gurer A, Ozdogan M, Gomceli I, Demirag A, Gulbahar O, Arikok T,
et al. Hyperbaric oxygenation attenuates renal ischaemia-reperfusion injury
in rats. Transplant Proc. 2006;38:3337-40.

Gore A, Muralidhar M, Espey MG, Degenhardt K, Mantell LL (2010)


Hyperoxia sensing: from molecular mechanisms to significance in disease.
J Immunotoxicol 7:239–254
Haiming, 2016. Cancer translational medicine. Journal : 2 (1) : 7-20
Hyun Hyo Park. 2012. Structural Features of Caspase-
ActivatingComplexes. Int. J. Mol. Sci. 13, 4807-4818

Kumar V, Abbas, Fausto AK. Pathologic basis of disease. 7th ed.


Philadelphia, Pennsylvania. Elsevier Saunders; 2005. p 26-32, 89-91,812-
13, 880-881, 956-59, 1129-38.
Kawasoe Y, Yokouchi M, Ueno Y, Iwaya H, Yoshida H, Komiya S
(2009) Hyperbaric oxygen as a chemotherapy adjuvant in the treatment of
osteosarcoma. Oncol Rep 22:1045–1050.

Kresno SB. Ilmu onkologi dasar.Bagaian patologi klinik FKUI.


2001;13-15

LAKESLA. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan


Hiperbarik

Lam G, Fontaine R, Ross FL, C. E. (2017). Hyperbaric oxygen


therapy: Exploring the clinical evidence. Advances in Skin & Wound Care,
30(40), 181–190. https://doi.org/10.1094/PDIS-92-9-1364A.

Leach et al, B. (2012). Indications for Hyperbaric Oxygen Therapy.


DVM.

Lumongga, Fitriani, 2008, Apoptosis, Departemen Patologi Anatomi


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.
Liu S, Shen G, Guo A. 2015 Hyperbaric Oxygen therapy Improves
cognitive functioning after brain Injury. Neural Regeneration Research
2015; 3334-3343.

Macdonal F, Ford C.H.J & Casson A.G. Molecular biology of Cancer,


2nd Ed. London and New York: Garland science/BIOS scientific;
2004.p141-151.
Mahdi, H., Sasongko, Siswanto, Hinarya, D., Suharsono, Soepriyoto,
Setiawan,W., Hanjaya, M., Guntoro and Susanto, A.(2016) Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik.2nd edn. Edited by Sadewantoro,
G. S, M.Avongsa, Pudjohadi, D. Widodo, Hisnindarsyah, and T. Harnanik.
Surabaya:LAKESLA

Migita H, Yoshitake S, Tange Y, Choijookhuu N, Hishikawa Y.


Hyperbaric oxygen therapy suppresses apoptosis and promotes renal
tubular regeneration after renal ischaemia/reperfusion injury in rats.
Nephrourol Mon. 2016;8:e34421. doi: 10.5812/ numonthly.34421.

Nurhayati, S. dan Lusiyanti, Y., 2006, Apoptosis dan Respon Biologik


Sel sebagai Faktor Prognosa Radioterapi Kanker, Buletin Alara, 7, 57-66.
Pecorico L. Molecular biology of cancer, mechanism, targets and
therapeutics. New york: Oxford university press inc; 2005: p.4-9.
Rastogi RP, Richa, Sinha. 2009. Apoptosis: Molecular Mechanisms
AndPathogenicity. Excli Journal. 8:155-181
Raveenthiraraja, T., Subha, M. 2013. Hyperbaric Oxygen Therapy: A
Review. Int J Pharm Pharm Sci, vol. 5, issue 4, pp. 52-54.
https://innovareacademics.in/journal/ijpps/Vol5Issue4/7741.pdf
Sahni T, et al. 2003. Hyperbaric Oxygen Therapy : Current Trends
and Applications. India : J Assoc Physicians.

Utami, Sri, 2007, Peran Kaspase pada Apoptosis sebagai Salah Satu
Usaha dalam Kemoterapi Kanker, JKM, 7, 95-102.
Wadhawan, R. et al. 2014. Hyperbaric Oxygen Therapy: Utility in
Medical & Dental Fields a Review. Journal of Science, vol. 4, issue 10, pp.
604-614.
Xu Y, Ji R, Wei R, Yin B, H F, Luo B, 2016. The efficacy of Hyperbaric
Oxygen Therapy on Middle Cerebral Artery Occlusion In Animal Studies: A
Meta-Analysis. Plos One.
Yan L, Liang T, Cheng O. Hyperbaric Oxygen therapy in China.
Medical Gas Research 2013.

Zhang, Qixu; Chang, Qing; Cox, Robert; et al. 2008. Hyperbaric


Oxygen attenuates Apoptosis And Decreases Inflamation in an Ischemic
Wound Model. Journal of investigation Dermatology, Vol. 128 (8):2102-
2112.

Anda mungkin juga menyukai